ORGANISASI GAGASAN DALAM WACANA TULIS ILMIAH MAHASISWA JURUSAN BAHASA INDONESIA UNIVERSITAS NEGERI MALANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa

ANALISIS TEKS PIDATO KARANGAN SISWA KELAS X SMA LABORATORIUM UNIVERSITAS NEGERI MALANG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai bahasa pemersatu bangsa serta memiliki peranan yang penting

POKOK-POKOK DALAM MEMPERSIAPKAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Jenis dan Pendekatan Penelitian. Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research)

Kata kunci: kesalahan ejaan, karangan siswa kelas V.

KARAKTERISTIK PUISI MAHASISWA OFFERING A ANGKATAN 2009 JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS NEGERI MALANG

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pendidikan selalu muncul bersamaan dengan. berkembang dan meningkatnya kemampuan siswa, situasi dan kondisi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGEMBANGAN BUKU PENGAYAAN MENEMUKAN GAGASAN UTAMA WACANA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK SISWA KELAS 7 SMP

BAB I PENDAHULUAN. dimengerti dan digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain. Adapun cara-cara

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dan

BAB I PENDAHULUAN. membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang

I. PENDAHULUAN. timbulnya kalimat kedua, kalimat kedua menjadikan kalimat ketiga, dan seterusnya. Kalimatkalimat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berbahasa erat hubungannya dengan kemampuan berpikir.

KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF ARGUMENTASI PADA SISWA KELAS X ASMA NEGERI 1 MENYUKE

KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI SUGESTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK MENYELESAIKAN CERITA SISWA KELAS X SMA NEGERI 9 SIJUNJUNG

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Indonesia mencakup empat jenis keterampilan

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam pembelajaran bahasa Indonesia, keterampilan menulis merupakan

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF NARATIF DENGAN TEKNIK PENIRUAN MODEL PADA SISWA KELAS X TKJ 1 SMK NEGERI 1 BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Secara rutin manusia pasti berintaraksi dengan lingkungan sekitar. Interaksi

Makna Implikatur Dalam Kolom Gagasan di Solopos. Eka Susylowati, SS, M. Hum Staf Pengajar Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Surakarta.

Mengenal Ragam Studi Teks: Dari Content Analysis hingga Pos-modernisme. (Bahan Kuliah Metodologi Penelitian)

PENGEMBANGAN PARAGRAF. Oleh Novi Resmini Universitas Pendidikan Indonesia. bahasa lisan digunakan istilah paraton (Brown dan Yule, 1996).

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARYA ILMIAH MAHASISWA PROGRAM JARINGAN TELEKOMUNIKASI DIGITAL (JTD) MELALUI PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana

Ririn Budi U. K. Peningkatan Kemampuan Menulis Cerpen... Halaman Volume 1, No. 2, September 2016

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting untuk menuangkan ide pokok

Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Berita Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Kencong dengan Strategi ATDRAP

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERCERITA MELALUI PENDEKATAN PRAGMATIK

KEMAMPUAN MENYUSUN KARYA ILMIAH MAHASISWA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA. Oleh Selvianingsih Salilama Fatmah AR Umar Supriyadi

BAB I PENDAHULUAN. dapat tercapai sesuai yang diinginkan ( Hamalik, 2001 : 56) pengetahuan, ilmu dan pengalaman-pengalaman hidupnya dalam bahasa tulis

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS LAMPUNG FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS FORMULIR Garis Besar Program Pengajaran (GBPP)

Oleh: Soejiati SDN 1 Wonoanti Kecamatan Gandusari Kabupaten Trenggalek

BAB I PENDAHULUAN. sekolah. Dalam kegiatan ini, seorang penulis harus terampil memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam masyarakat modern seperti sekarang ini dikenal dua macam cara

BAB I PENDAHULUAN. Suatu karangan terdiri dari beberapa kalimat yang kemudian disusun

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan terdapat hubungan

RINGKASAN. Meringkas karya ilmiah yang sudah ada dengan menggunakan bahasa pengarang asli.

KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN EKSPOSISI SISWA KELAS X SMA NEGERI 11 PADANG BERDASARKAN KERANGKA KARANGAN ARTIKEL ILMIAH RIRIN SEPRIWINNI NPM

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL)

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

BAHASA INDONESIA DALAM BUKU AJAR. Hj. Marlia Muklim (Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNCP)

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF NARASI DENGAN TEKNIK REKA CERITA GAMBAR PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KARANGDOWO KLATEN TAHUN AJARAN

KONJUNGSI DALAM KALIMAT MAJEMUK SISWA KELAS X SMK (STUDI KASUS MULTISITUS)

USMAN SYARIP HIDAYAT PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA STKIP SILIWANGI BANDUNG ABSTRAK

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF ARGUMENTATIF MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH SISWA KELAS X

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan dengan baik secara lisan maupun tulisan. Pembelajaran bahasa,

Urun-Bina Kiat Pengutipan Dalam Tulisan Karya Ilmiah Guru Di Sekolah Dasar

KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF SISWA KELAS X A SMA NEGERI 8 MUARO JAMBI TAHUN PELAJARAN 2013/2014. Oleh : Alamsyah ABSTRAK

ABSTRACT. Keydwords: Writing skills, effective sentences, the research proposal

Ribut Wahyu Eriyanti FKIP Universitas Muhammadiyah Malang

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian tindakan

BAB I PENDAHULUAN. (KTSP) secara umum dikembangkan menjadi keterampilan berbahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia dengan. terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA PENDEK MELALUI METODE PENUGASAN. Cicih Wiarsih 1, Tri Yuliansyah Bintaro 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar menuntut seseorang untuk berpikir ilmiah dan mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar siswa terampil dalam berbahasa

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang mempunyai hubungan dengan proses berpikir serta keterampilan

KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT DAN ANTARPARAGRAF DALAM KARANGAN ARGUMENTASI KELAS X SMA NEGERI I SUKODONO KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan untuk mengetahui keaslian penelitian yang dilakukan. Tinjauan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain, memengaruhi atau dipengaruhi orang lain. Melalui bahasa, orang dapat

2014 UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGONVERSI TEKS ANEKDOT MENJADI NASKAH DRAMA MELALUI MODEL BERPIKIR

KEUTUHAN STRUKTUR WACANA OPINI DALAM MEDIA MASSA CETAK KOMPAS EDISI BULAN MARET 2012

KOMPETENSI PENGUASAAN IDE UTAMA DAN IDE TAMBAHAN DALAM PARAGRAF SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 HALBAR DI IBU TENGAH MALUKU UTARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat aktif,

PENGGUNAAN KALIMAT EFEKTIF DALAM KARANGAN ARGUMENTASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 9 PADANG

TEKS WAWANCARA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN MENULIS NARASI DENGAN PENDEKATAN QUANTUM LEARNING

KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF EKSPOSISI SISWA KELAS X SMA NEGERI 12 KONAWE SELATAN. ANDI SUSI SURIANA PUSPITA DEWI

Abstract. Pendahuluan

Bahasa Indonesia dan Penggunaannya Zaman Saiki. Ivan Lanin Kafe Basabasi Yogyakarta, 24 Maret 2018

BAB III METODE PENELITIAN. No 95 Pesawahan Teluk Betung Selatan Bandar Lampung.

Teknis Penulisan Karya Ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling efektif dalam interaksi

PENINGKATAN MINAT DAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI SISWA DENGAN TEKNIK PETA PIKIRAN KELAS VII SMP NEGERI 2 SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. dan merupakan satu bagian atau komponen dari komunikasi tulisan

EJAAN PADA KARANGAN SISWA KELAS XII SMA PERINTIS 1 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

MATA KULIAH BAHASA INDONESIA

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA YANG EFEKTIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA BAGI ANAK TUNALARAS

KATALOG PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesama.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

HUBUNGAN KETERAMPILAN MEMBACA PEMAHAMAN NASKAH DRAMA DENGAN KETERAMPILAN MENULIS NASKAH DRAMA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 13 PADANG

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA LAGU PADA SISWA KELAS VIIIB SMP NEGERI 1 NGUTER, SUKOHARJO

PARAGRAPH WRITING SKILLS ARGUMENTS CLASS X SMAN 1 KANDIS DISTRICT SIAK

BAB 3 METODE PENELITIAN

Wardhani et al., Peningkatan Kemampuan Menulis Karangan Narasi...

MATA KULIAH BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Semakin terampil

THE ABILITY OF THE EIGHTH GRADE STUDENTS OF SMP DAREL HIKMAH PEKANBARU IN READING SEQUENCES AND READING COMPREHENSION

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

Transkripsi:

ORGANISASI GAGASAN DALAM WACANA TULIS ILMIAH MAHASISWA JURUSAN BAHASA INDONESIA UNIVERSITAS NEGERI MALANG Sumadi Abstract: Information about organization of ideas in student s scientific written discourse of the Indonesian Department at State University of Malang is important because this discource should be used as a model for scientific writing. Scientifically, this analysis is also important as a model of applied discourse analysis. The purpose of this study is to describe the organizations of ideas in the student s scientific written discourse in terms of its completeness, coherence, and cohesiveness. Based on the data analysis it can be concluded that the organization of ideas of student s scientific written discourse cannot be categorized as a good scientific written discourse yet. Key words: organization of ideas, written discourse, scientific. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan deskripsi objektif tentang organisasi gagasan dalam wacana tulis ilmiah mahasiswa Jurusan Bahasa Indonesia Universitas Negeri Malang (UM) dari aspek kelengkapan gagasan, keruntutan gagasan, dan kesatuan gagasan. Hal ini penting dilakukan berkaitan dengan dua alasan berikut. Pertama, pentingnya infor-masi tentang organisasi gagasan dalam wacana tulis ilmiah mahasiswa itu bagi lembaga, dalam hal ini Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Kedua, pentingnya informasi tentang organisasi gagasan dalam wacana tulis Sumadi adalah dosen Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, dan Program Pascasarjana, Universitas Negeri Malang. Artikel ini ditulis berdasarkan laporan hasil penelitian yang dilakukan dengan dana Due-Like. 214

Sumadi, Organisasi Gagasan dalam Wacana Tulis Ilmiah 215 ilmiah itu bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya perkembangan ilmu bahasa. Sebagai suatu unit kelembagaan yang merupakan bagian integral dari UM, Jurusan Bahasa Indonesia mempunyai tanggung jawab dan kewajiban untuk berkarya sesuai dengan visi dan misi UM. Dalam buku Pedoman Pendidikan UM edisi tahun 2000 disebutkan bahwa visi UM adalah mewujudkan UM sebagai pusat keunggulan dan lembaga rujukan dalam penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan penerapan ilmu serta teknologi, dalam berbagai bidang dan disiplin ilmu yang relevan dengan kebutuhan pembangunan, masyarakat, serta kemanusiaan, termasuk pusat keunggulan pendidikan tenaga pendidik dan kependidikan yang dilandasi wawasan historis kelembagaan UM dan wawasan masa depan dengan memperhatikan azas keseimbangan antara wawasan global, nasional, regional, dan lokal. Sementara itu, misi UM ialah berperan sebagai salah satu perguruan tinggi terbaik di kawasan Indonesia Timur dengan menyelenggarakan pendidikan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang unggul dalam berbagai bidang yang relevan dengan kebutuhan pembangunan dan masyarakat, termasuk bidang kependidikan, yang mampu melakukan perubahan-perubahan sosial dan tata nilai di masyarakat; mengembangkan ilmu pengetahuan alam, teknologi, seni, humaniora, serta ilmu-ilmu sosial; menghasilkan karya akademik dan temuan-temuan yang bermakna dan berbobot; dan melakukan penerarapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermakna serta berbobot bagi kemanusiaan dan kesejahteraan masyarakat. Berkaitan dengan visi dan misi UM sebagaimana disebutkan di atas, informasi tentang wacana ilmiah mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UM ini sangat diperlukan. Hal ini dapat dipahami karena wacana tulis ilmiah mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia seharusnya dapat digunakan sebagai model karya tulis ilmiah yang ideal bagi mahasiswa jurusan non-bahasa Indonesia. Wacana tulis ilmiah yang dibuat oleh mahasiswa Jurusan Bahasa dan dan Sastra Indonesia seharusnya mempunyai kelebihan dari aspek organisasi gagasan dan penggunaan bahasa karena dalam perkuliahan di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, kedua aspek itu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan perkuliahan di jurusan non-bahasa Indonesia. Sebagai pelaksana akademik, jurusan dan dosen sangat memerlukan

216 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 2, Agustus 2003 informasi ini sebagai masukan yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan berkaitan dengan upaya menjaga dan atau meningkatkan kualitas perkuliahan. Bagi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, informasi ini penting di antaranya berkaitan dengan penentuan matakuliah dan koordinasi antarmatakuliah yang secara langsung berkaitan dengan kemahiran mahasiswa dalam menulis wacana ilmiah di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, baik yang berkenaan dengan perkuliahan intern di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia maupun perkuliahan di jurusan nonbahasa Indonesia berkaitan dengan tugas Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia sebagai pembina matakuliah Bahasa Indonesia Keilmuan di semua Jurusan yang ada di lingkungan UM. Bagi dosen, informasi ini penting sebagai balikan atas perkuliahan yang selama ini sudah dilakukan sehingga dapat diketahui aspek perkuliahan mana yang perlu ditangani secara khusus dalam rangka meningkatkan kualitas karya tulis ilmiah mahasiswa. Dari sisi perkembangan ilmu, dapat dikemukakan bahwa studi tentang wacana merupakan studi yang relatif masih baru dalam ilmu bahasa. Studi ini berkembang sejak tahun 1970-an sebagai sanggahan terhadap studi bahasa sebelumnya yang menganggap bahwa tataran kebahasaan yang tertinggi adalah kalimat. Padahal, kalimat itu sendiri secara lepas tidak dapat digunakan untuk menyampaikan maksud secara lengkap. Leech (1983) menyatakan bahwa bagi generasi Boomfield studi bahasa berarti fonetik dan fonemik dan bagi yang cukup berani studi bahasa sampai morfofonemik. Sintaksis bagi mereka dianggap terlalu abstrak untuk dapat dipahami dan dipelajari. Walaupun tahun 1950-an Chomsky menyatakan bahwa titik pusat studi bahasa adalah sintaksis, tatapi ia juga masih menganggap bahwa makna terlalu rumit untuk dipikirkan secara sungguhsungguh. Ternyata studi bahasa dengan tataran kebahasaan yang tertinggi kalimat tidak dapat memecahkan secara tuntas permasalahan bahasa. Wahab (1988) menyatakan bahwa meskipun gramatika transformasi generatif dapat memberikan deskripsi struktural yang jelas, dalam arti dapat menunjukkan elemen-elemen dasar secara rinci, dapat memerikan peralihan dari struktur dalam sampai struktur luar, dapat memberikan deskripsi yang jelas kalimat-kalimat yang struktur luarnya berlainan tetapi maknanya sama, serta dapat memberikan deskripsi yang jelas kalimat-kalimat yang struktur

Sumadi, Organisasi Gagasan dalam Wacana Tulis Ilmiah 217 luarnya sama tetapi maknanya berbeda, bukan berarti bahwa gramatika transformasi generatif tidak luput dari kelemahan. Para ahli linguistik mengamati bahwa pendekatan ini masih bersifat transaksional dan itu pun digunakan oleh penutur yang ideal. Dalam kehidupan nyata, keadaan seperti itu tidak selalu dijumpai. Padahal, fungsi utama bahasa terdiri atas fungsi transaksional dan fungsi interaksional (Brown dan Yule, 1986). Dalam fungsi interaksional itu, bahasa harus dapat mewujudkan interaksi dua komunikator atau lebih yang diselingi bermacam-macam faktor seperti keraguan, bergumam, dan sebagainya, tetapi interaksi antarkomunikator itu dapat berjalan dengan tercapainya tujuan masing-masing. Hal ini terjadi karena penyampaian pesan dalam proses komunikasi tidak hanya didasarkan pada penggunaan lambang kebahasaan, tetapi juga didukung adanya konteks. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan tentang perlunya penelitian bahasa pada tataran di atas kalimat yang lazim disebut wacana. Karena wacana itu berbagai macam wujud dan jenisnya, penelitian ini dapat digunakan sebagai contoh penelitian wacana tulis ilmiah, sebuah ragam bahasa yang berbeda dengan ragam bahasa yang lain. Apabila dibandingkan dengan penelitian bahasa sebelumnya yang lebih banyak menekankan penelitiannya pada aspek struktur atau bentuk, penelitian ini lebih menekankan pada aspek isi, yaitu organisasi gagasan. Hal ini sesuai dengan ancangan pada analisis wacana yang menyatakan bahwa analisis wacana pada dasarnya adalah analisis isi wacana tersebut. METODE Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan observasional case study yang dipadukan dengan pendekatan penelitian bahasa, yaitu analisis wacana. Data penelitian diambil dari setting alamiah, yaitu wacana tulis ilmiah mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra UM dan peneliti berfungsi sebagai instrumen utama. Data yang sudah terkumpul selanjutnya dianalisis secara induktif. Dari proses penelitian ini diperoleh hasil penelitian yang tidak hanya berupa deskripsi data, tetapi juga diperoleh makna di balik deskripsi data tersebut. Hal ini sesuai dengan ciri penelitian kualitatif sebagaimana dikemukakan Bogdan dan Biklen (1998). Penggunaan analisis wacana tampak pada penggunaan ancangan dalam menganalisis penggunaan bahasa di atas kalimat.

218 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 2, Agustus 2003 Data penelitian ini berupa 20 wacana tulis yang dibuat mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UM. Data penelitian ini merupakan materi mentah yang digunakan sebagai dasar analisis. Data penelitian tersebut selanjutnya dituangkan dalam catatan peneliti, baik yang berupa deskripsi fakta maupun refleksi analisis dan refleksi kerangka pikir peneliti terhadap data tersebut. Untuk menjaga keterandalan data dilakukan kegiatan trianggulasi data yang berupa (1) trianggulasi sumber data, dan (2) trianggulasi peneliti. Trianggulasi sumber data dilakukan dengan menjaring data lebih dari satu subjek penelitian, dalam penelitian ini data dijaring dari 20 subjek penelitian. Sementara itu, trisnggulasi peneliti dilakukan dengan dilakukannya pengumpulan dan analisis data penelitian lebih dari satu peneliti, dalam penelitian ini pengumpulan dan analisis data dilakukan oleh empat orang. Analisis data dilakukan dengan model alir yang diadaptasi dari model alir analisis data kualitatif yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman. Dalam pandangannya tentang analisis data kualitatif, Miles dan Huberman (1984) menyatakan bahwa analisis data kualitatif terdiri atas tiga alur yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, serta trianggulasi data dan penarikan simpulan. Analisis data ini dimulai sejak data dikumpulkan. Oleh karena itu, bersamaan dengan pengumpulan data dan segera setelah diperoleh data dilakukan reduksi data. Kegiatan yang dilakukan dalam reduksi data meliputi identifikasi data, klasifikasi data, dan kodifikasi data. Identifikasi data penelitian ini berupa penentuan bagian-bagian wacana tulis ilmiah yang meliputi pendahuluan, pembahasan, dan penutup. Kegiatan ini dilakukan dengan berpedoman pada penanda formal pada wacana itu, yaitu bab, subbab, dan subjudul. Data yang diperoleh dari identifikasi data itu diklasifikasi dan dikodifikasi. Selanjutnya, data tersebut dianalisis dari aspek organisasi gagasan yang meliputi (1) kelengkapan gagasan, (2) keruntutan gagasan, dan (3) kepaduan gagasan. Hasil analisis ini digunakan sebagai bahan penyajian data tentang kelengkapan gagasan, keruntutan gagasan, dan kepaduan gagasan dalam rangka menarik simpulan sementara. Kegiatan ini terus menerus dilakukan secara berulang dalam bentuk trianggulasi data, baik dengan menggunakan data baru maupun diskusi dengan teman sejawat, sampai diperoleh simpulan

Sumadi, Organisasi Gagasan dalam Wacana Tulis Ilmiah 219 akhir. HASIL Hasil penelitian ini terdiri atas hasil penelitian terhadap kelengkapan gagasan, keruntutan gagasan, dan kepaduan gagasan wacana secara utuh serta kelengkapan gagasan, keruntutan gagasan, dan kepaduan gagasan terhadap bagian wacana yang berupa paragraf. Hasil penelitian selengkapnya disajikan berikut ini. Berdasarkan analisis aspek kelengkapan gagasan dalam wacana secara utuh ditemukan bahwa dari 20 wacana yang dianalisis terdapat 9 wacana yang dilihat dari aspek kelengkapan gagasannya sudah lengkap, 6 wacana yang dilihat dari aspek kelengkapan gagasannya kurang lengkap, dan 5 wacana yang dilihat dari aspek kelengkapan gagasannya tidak lengkap. Persentase hasil analisis kelengkapan gagasan wacana secara utuh tersebut adalah (1) wacana yang gagasannya lengkap adalah 45%, (2) wacana yang gagasannya kurang lengkap adalah 30%, dan (3) wacana yang gagasannya tidak lengkap adalah 25%. Sementara itu, berdasarkan analisis aspek kelengkapan gagasan terhadap bagian wacana yang berupa paragraf ditemukan bahwa dari 638 paragraf yang dianalisis terdapat 464 paragraf yang dilihat dari aspek kelengkapan gagasannya sudah lengkap, 70 paragraf yang dilihat dari aspek kelengkapan gagasannya kurang lengkap, dan 104 paragraf yang dilihat dari aspek kelengkapan gagasannya tidak lengkap. Persentase hasil analisis kelengkapan gagasan bagian wacana yang berupa paragraf tersebut adalah (1) paragraf yang gagasannya lengkap adalah 72,73%, (2) paragraf yang gagasannya kurang lengkap adalah 10,91%, dan (3) paragraf yang gagasannya tidak lengkap adalah 16,30%. Berdasarkan analisis aspek keruntutan gagasan dalam wacana secara utuh ditemukan bahwa dari 20 wacana yang dianalisis terdapat 13 wacana yang dilihat dari aspek keruntutan gagasannya sudah runtut, 5 wacana yang dilihat dari aspek keruntutan gagasannya kurang runtut, dan 2 wacana yang dilihat dari aspek keruntutan gagasannya tidak runtut. Persentase hasil analisis keruntutan gagasan wacana secara utuh tersebut adalah (1) wacana yang gagasannya runtut adalah 65%, (2) wacana yang gagasannya kurang runtut adalah 25%, dan (3) wacana yang gagasannya tidak runtut adalah 10%. Sementara itu, berdasarkan analisis aspek kerun-

220 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 2, Agustus 2003 tutan gagasan terhadap bagian wacana yang berupa paragraf ditemukan bahwa dari 638 paragraf yang dianalisis terdapat 430 paragraf yang dilihat dari aspek keruntutan gagasannya sudah runtut, 101 paragraf yang dilihat dari aspek keruntutan gagasannya kurang runtut, dan 107 paragraf yang dilihat dari aspek keruntutan gagasannya tidak runtut. Persentase hasil analisis keruntutan gagasan bagian wacana yang berupa paragraf tersebut adalah (1) paragraf yang gagasannya runtut adalah 67,40%, (2) paragraf yang gagasannya kurang runtut adalah 15,83%, dan (3) paragraf yang gagasannya tidak runtut adalah 16,77%. Berdasarkan analisis aspek kesatuan gagasan dalam wacana secara utuh ditemukan bahwa dari 20 wacana yang dianalisis terdapat 13 wacana yang memenuhi syarat kesatuan dan 7 wacana yang kurang memenuhi syarat kesatuan. Persentase hasil analisis kesatuan gagasan wacana secara utuh tersebut adalah (1) wacana yang memenuhi syarat kesatuan gagasan adalah 65%, dan (2) wacana yang kurang memenuhi syarat kesatuan gagasan adalah 35%. Sementara itu, berdasarkan analisis aspek kesatuan gagasan terhadap bagian wacana yang berupa paragraf ditemukan bahwa dari 638 paragraf yang dianalisis terdapat 458 paragraf yang memenuhi syarat kesatuan, 92 paragraf yang kurang memenuhi syarat kesatuan, dan 88 paragraf yang tidak memenuhi syarat kesatuan. Persentase hasil analisis kesatuan gagasan bagian wacana yang berupa paragraf tersebut adalah (1) paragraf yang memenuhi syarat kesatuan gagasan adalah 71,79%, (2) paragraf yang kurang memenuhi syarat kesatuan gagasan adalah 14,42%, dan (3) paragraf yang tidak memenuhi syarat kesatuan gagasan adalah 13,79%. BAHASAN Berkaitan dengan temuan penelitian tentang kelengkapan gagasan, keruntutan gagasan, dan kesatuan gagasan tersebut, selanjutnya dikemukakan pembahasan yang hasilnya dikemukakan berikut ini. Dari analisis kelengkapan gagasan wacana menunjukkan bahwa 45% wacana tulis ilmiah mahasiswa Jurusan Bahasa Indonesia UM memiliki gagasan secara lengkap, 30% wacana memiliki gagasan yang kurang lengkap, dan 25% wacana memiliki gagasan yang tidak lengkap. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa dari aspek kelengkapan gagasan, wacana tulis ilmiah mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UM

Sumadi, Organisasi Gagasan dalam Wacana Tulis Ilmiah 221 pada umumnya belum dapat diketegorikan sebagai wacana tulis ilmiah yang baik. Hal ini terbukti dengan jumlah wacana tulis ilmiah yang baik (lengkap) hanya 45%, sedangkan jumlah wacana tulis ilmiah yang tidak baik (kurang lengkap dan tidak lengkap) adalah 55%. Kenyataan di atas perlu dijadikan sebagai dasar untuk mengubah kebijakan di Jurusan Bahasa Indonesia UM. Kebijakan itu secara gradatif dapat dilakukan mulai dari tingkat jurusan, misalnya perlunya koordinasi sejumlah matakuliah yang terkait dengan pembinaan kemahiran menulis ilmiah untuk secara bersama-sama meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menulis wacana ilmiah. Sejumlah matakuliah itu di antaranya adalah matakuliah menulis, membaca, retorika, wacana, dan penelitian pengajaran bahasa. Di samping itu, diperlukan evaluasi bersama terhadap sejumlah matakuliah yang berkait dengan pembinaan kemahiran menulis wacana ilmiah itu agar dapat dioptimalisasi persiapan dan pelaksanaannya sehingga secara bersama-sama dapat meningkatkan kemahiran menulis ilmiah mahasiswa. Selanjutnya, pada tingkat pembinaan matakuliah yang berkait dengan pembinaan kemahiran menulis wacana ilmiah mahasiswa, hasil penelitian ini merupakan masukan yang dapat digunakan sebagai dasar evaluasi kuliah yang bersangkutan. Ada komponen pembelajaran yang harus diperbaiki dalam rangka meningkatkan kemahiran menulis wacana ilmiah mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia. Komponen pembelajaran itu dapat berupa rencana perkuliahan, pelaksa-naan perkuliahan, peserta perkuliahan, teknik perkuliahan, dan sebagai-nya. Hasil analisis kelengkapan gagasan wacana tersebut agak berbeda dengan hasil analisis kelengkapan gagasan dalam paragraf. Dari hasil penelitian ini terbukti bahwa kelengkapan gagasan dalam paragraf relatif lebih baik daripada kelengkapan gagasan pada tataran wacana. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa paragraf dalam wacana tulis ilmiah mahasiswa Jurusan Bahasa Indonesia UM yang memiliki gagasan secara lengkap ada 72,73%, paragraf dalam wacana tulis ilmiah mahasiswa Jurusan Bahasa Indonesia UM yang memiliki gagasan yang kurang lengkap ada 10,91%, dan paragraf dalam wacana tulis mahasiswa Jurusan Bahasa Indonesia UM yang memiliki gagasan yang tidak lengkap ada 16,30%. Walaupun kelengkapan gagasan paragraf dalam wacana tulis ilmiah mahasiswa relatif lebih baik daripada kelengkapan gagasan pada tataran wacana, kenyataan bahwa masih ada sejumlah paragraf yang kurang baik

222 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 2, Agustus 2003 (27,21% paragraf kurang lengkap dan tidak lengkap) perlu mendapatkan perhatian. Kenyataan ini tetap perlu dijadikan sebagai dasar untuk memperbaiki kebijakan di Jurusan Bahasa Indonesia UM, tetapi penanganan kemampuan menulis paragraf dari sisi kelengkapan gagasan dalam wacana ilmiah ini dilakukan sesudah kemampuan menulis wacana. Yang jelas, kemampuan menulis wacana dan kemampuan menulis paragraf itu merupakan kemampuan yang berkaitan. Keduanya tidak hanya berkaitan dengan kemampuan menuangkan gagasan dalam tulisan ilmiah, tetapi juga berkaitan dengan logika dalam menulis. Dengan demikian, peningkatan dua kemampuan itu harus dilakukan secara simultan. Sama dengan peningkatan kemahiran menulis wacana ilmiah yang baik dari aspek kelengkapan gagasan, peningkatan kemahiran menulis paragraf dari aspek kelengkapan gagasan ini juga perlu dilakukan tidak hanya dari tingkat pembina matakuliah tertentu, tetapi juga dari tingkat jurusan. Hal ini terjadi karena kemahiran menulis wacana ilmiah dari aspek kelengkapan gagasan dan kemampuan menulis paragraf dalam wacana ilmiah dari aspek kelengkapan gagasan merupakan hasil akumulatif dari sejumlah matakuliah yang berkait seperti yang sudah disebutkan di atas. Oleh karena itu, koordinasi sejumlah matakuliah untuk meningkatkan kemahiran menulis wacana ilmiah ini perlu dilakukan agar hasil pembinaan kemahiran menulis wacana ilmiah dapat tercapai secara optimal. Pada tingkat pembina matakuliah, masing-masing pembina matakuliah yang berkait dengan pembentukan kemahiran menulis wacana ilmiah perlu mengevaluasi diri dalam rangka optimalisasi matakuliah yang bersangkutan. Barangkali ada komponen pembelajaran yang harus diperbaiki dalam rangka meningkatkan kemahiran menulis wacana ilmiah mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia. Komponen pembela-jaran itu dapat berupa rencana perkuliahan, pelaksanaan perkuliahan, peserta perkuliahan, teknik perkuliahan, dan sebagainya seperti yang disebutkan di atas. Dari aspek keruntutan gagasan pada tataran wacana, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 65% wacana tulis ilmiah mahasiwa Jurusan Bahasa Indonesia UM memiliki gagasan yang runtut, 25% wacana tersebut memiliki gagasan yang kurang runtut, dan 10% wacana tersebut memiliki gagasan yang tidak runtut. Walaupun jumlah wacana yang gagasannya tidak baik (kurang runtut dan tidak runtut) tidak sebanyak wacana yang ga-

Sumadi, Organisasi Gagasan dalam Wacana Tulis Ilmiah 223 gasannya tidak baik dari aspek kelengkapan gagasannya, temuan penelitian ini menunjukkan bahwa dari aspek keruntutan gagasan, wacana tulis ilmiah mahasiswa Jurusan Bahasa Indonesia UM pada umumnya juga belum dapat diketegorikan sebagai wacana yang baik. Dari hasil analisis ini terbukti bahwa wacana tulis ilmiah mahasiswa yang tidak baik (gagasannya kurang runtut dan tidak runtut) adalah 35%. Kenyataan di atas juga perlu dijadikan dasar untuk memperbaiki kebijakan di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UM. Sama dengan peningkatan kemahiran menulis wacana ilmiah dari aspek kelengkapan gagasan, kebijakan itu secara gradatif dapat dilakukan mulai dari tingkat jurusan, misalnya koordinasi sejumlah matakuliah yang terkait dengan pembinaan kemahiran menulis ilmiah untuk secara bersama-sama meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menulis wacana ilmiah. Sejumlah matakuliah itu di antaranya adalah matakuliah menulis, memba-ca, retorika, wacana, dan penelitian pengajaran bahasa. Di samping itu, diperlukan evaluasi bersama terhadap sejumlah matakuliah yang berkait dengan pembinaan kemahiran menulis wacana ilmiah itu agar dapat dioptimalisasi persiapan dan pelaksanaannya sehingga secara bersama-sama dapat meningkatkan kemahiran menulis wacana ilmiah mahasiswa. Selanjutnya, pada tingkat pembina matakuliah yang berkait dengan pembinaan kemahiran menulis wacana ilmiah mahasiswa, hasil penelitian ini merupakan masukan yang dapat digunakan sebagai dasar evaluasi kuliah yang bersangkutan. Perlu disadari bahwa kemahiran menulis wacana ilmiah dari aspek keruntutan gagasan masih kurang. Ada komponen pembelajaran yang masih harus diperbaiki dalam rangka meningkatkan kemahiran menulis wacana ilmiah mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, misalnya rencana perkuliahan, pelaksanaan perkuliahan, peserta perkuliahan, teknik perkuliahan, dan sebagainya. Dari aspek keruntutan gagasan dalam paragraf, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 67,40% paragraf dalam wacana tulis ilmiah mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UM memiliki gagasan yang runtut, 15,83% paragraf dalam wacana tersebut memiliki gagasan yang kurang runtut, dan 16,77% wacana tersebut memiliki gagasan yang tidak runtut. Tidak seperti hasil analisis dari kelengkapan gagasan dalam wacana yang menunjukkan adanya perbedaan kemahiran menulis dari aspek kelengkapan gagasan wacana dan kelengkapan gagasan paragraf,

224 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 2, Agustus 2003 temuan penelitian ini menunjukkan bahwa persentase jumlah wacana yang tidak baik (kurang runtut dan tidak runtut) relatif sama dengan persentase jumlah paragraf yang tidak baik (kurang runtut dan tidak runtut). Jumlah wacana yang tidak baik dari aspek keruntutan gagasannya adalah 35% dan jumlah paragraf yang tidak baik dari aspek keruntutan gagasannya adalah 32,60%. Dari sisi persentase jumlah paragraf yang tidak baik, temuan penelitian ini menunjukkan bahwa dari aspek keruntutan gagasan, paragraf-paragraf dalam wacana tulis ilmiah mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UM pada umumnya belum dapat dikategorikan sebagai paragraf yang baik. Masih ada sejumlah besar paragraf yang tidak baik, yaitu paragraf-paragraf yang gagasannya tidak runtut. Hal ini tentu perlu menjadi perhatian pengelola Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan pembina sejumlah matakuliah yang berkait dengan kemahiran menulis wacana ilmiah itu. Dari sisi peningkatan kemahiran menulis paragraf dalam wacana ilmiah, perlu dilakukan sejumlah perbaikan. Pada tingkat jurusan, perlu adanya koordinasi dan evaluasi bersama tentang kelemahan dan kendala yang ada selama ini yang menyebabkan hasil pembelajaran kemahiran menulis wacana ilmiah, khususnya menulis paragraf dari aspek keruntutannya, kurang baik. Pada tingkat pembina matakuliah juga perlu diadakan evaluasi dan perbaikan pembelajaran dengan mengoptimalisasi komponen pembelajaran agar kemampuan menulis ilmiah, khususnya dari aspek keruntutan gagasan, bertambah baik. Dari aspek kesatuan gagasan pada tataran wacana, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wacana tulis ilmiah mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UM yang memenuhi syarat kesatuan adalah 65%, wacana yang kurang memenuhi syarat kesatuan adalah 35%, sedangkan wacana yang tidak memenuhi syarat kesatuan tidak ada. Tidak ditemukannya wacana yang tidak memenuhi syarat kesatuan ini menunjukkan bahwa dalam menulis wacana ilmiah sebenarnya secara sadar penulis yang bersangkutan selalu berupaya untuk menjabarkan topik (gagasan utama) yang ada pada wacana yang dituliskannya. Adanya wacana yang kurang memenuhi syarat kesatuan, mungkin disebabkan belum mampunya penulis tersebut dalam menata gagasan atau mungkin pula disebabkan penulis tersebut miskin gagasan. Sama dengan wacana yang gagasannya kurang runtut, walaupun jumlah wacana yang gagasannya kurang memenuhi syarat kesatuan ini tidak sebanyak wacana yang gagasannya tidak

Sumadi, Organisasi Gagasan dalam Wacana Tulis Ilmiah 225 baik dilihat dari aspek kelengkapan gagasannya, temuan penelitian ini menunjukkan bahwa dari aspek kesatuan gagasan, wacana tulis ilmiah mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UM pada umumnya juga belum dapat dikategorikan baik. Kenyataan di atas juga perlu dijadikan sebagai dasar untuk memperbaiki kebijakan di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UM. Sama dengan peningkatan kemahiran menulis wacana ilmiah dari aspek kelengkapan gagasan dan keruntutan gagasan, kebijakan itu secara gradatif dapat dilakukan mulai dari tingkat jurusan, misalnya koordinasi sejumlah matakuliah yang terkait. dengan pembinaan kemahiran menulis ilmiah untuk secara bersama-sama meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menulis wacana ilmiah. Sejumlah matakuliah itu di antaranya adalah matakuliah menulis, membaca, retorika, wacana, dan penelitian pengajaran bahasa. Di samping itu, diperlukan evaluasi bersama terhadap sejumlah matakuliah yang berkait dengan pembinaan kemahiran menulis wacana ilmiah itu agar dapat dioptimalisasi persiapan dan pelaksanaannya sehingga secara bersama-sama dapat meningkatkan kemahiran menulis wacana ilmiah mahasiswa. Selanjutnya, pada tingkat pembina matakuliah yang berkait dengan pembinaan kemahiran menulis wacana ilmiah mahasiswa, hasil penelitian ini merupakan masukan yang dapat digunakan sebagai dasar perlunya evaluasi matakuliah yang bersangkutan. Perlu disadari bahwa kemahiran menulis wacana ilmiah mahasiswa dari aspek kesatuan gagasan masih kurang. Ada komponen pembelajaran yang masih harus diperbaiki dalam rangka meningkatkan kemahiran menulis wacana ilmiah mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, misalnya rencana perkuliahan, pelaksanaan perkuliahan, peserta perkuliahan, teknik perku-liahan, dan sebagainya. Dari aspek kesatuan gagasan dalam paragraf, hasil analisis ini menunjukkan bahwa paragraf yang memenuhi syarat kesatuan dalam wacana tulis ilmiah mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UM adalah 71,79%, paragraf yang kurang memenuhi syarat kesatuan adalah 14,42%, dan paragraf yang tidak memenuhi syarat kesatuan adalah 13,79%. Tidak seperti hasil analisis dari keruntutan gagasan, persentase jumlah paragraf yang memenuhi syarat kesatuan ini relatif lebih banyak. Hal ini relatif sama dengan persentase paragraf yang memenuhi syarat kelengkapan gagasan. Persentase jumlah paragraf yang memenuhi syarat

226 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 2, Agustus 2003 kelengkapan gagasan adalah 72,73%. Berdasarkan kenyataan ini dapat diduga bahwa menulis paragraf dari aspek kelengkapan dan kesatuan relatif lebih mudah daripada menulis paragraf dari aspek keruntutan. Di samping itu, juga perlu dikemukakan bahwa paragraf yang tidak memenuhi syarat kesatuan dalam penelitian ini perlu mendapatkan catatan. Paragraf-paragraf ini adalah paragraf-paragraf yang hanya terdiri atas satu kalimat. Dengan demikian, kalimat-kalimat ini mungkin merupakan kalimat yang berisi gagasan pokok yang masih memerlukan kalimat-kalimat pendukung. Apabila paragraf tersebut dilengkapi dengan kalimat-kalimat yang berisi gagasan pendukung, maka paragraf ini menjadi paragraf yang memenuhi syarat kesatuan. Sebaliknya, apabila gagasan tersebut dilengkapi dengan kalimat-kalimat yang berisi gagasan yang tingkatannya lebih tinggi daripada gagasan yang ada pada kalimat itu, maka gagasan yang ada pada paragraf itu menjadi gagasan pendukung sehingga paragraf ini hanya berisi gagasan pendukung dan tidak memiliki gagasan pokok. Dengan kata lain, paragraf ini tidak memenuhi syarat kesatuan. Terlepas dari adanya kemungkinan bahwa kalimat yang ada pada paragraf yang terdiri atas satu kalimat itu merupakan kalimat yang berisi gagasan pokok atau gagasan pendukung, merupakan suatu kenyataan bahwa paragraf yang demikian bukanlah paragraf yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa kemahiran menulis paragraf mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UM dilihat dari sisi kesatuan gagasan juga belum dapat dikategorikan baik. Dengan kenyataan ini perlu diambil langkah-langkah perbaikan. Bagi pengelola Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, perlu dilakukan evaluasi dan koordinasi terhadap sejumlah matakuliah yang berkait dengan pembinaan kemahiran menulis wacana ilmiah, khususnya yang berkaitan dengan kemahiran menulis paragraf dari aspek kesatuan. Dari seluruh pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum kemahiran menulis wacana ilmiah mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UM belum dapat dikategorikan sebagai wacana tulis ilmiah yang baik. Tiga sebab utama yang diduga dapat menyebabkan kenyataan ini dikemukakan sebagai berikut. Pertama, belum baiknya kamahiran menulis wacana ilmiah disebabkan penulis masih miskin gagasan sehingga dalam wacana tulis ilmiah mahasiswa itu ditemukan, misalnya, paragraf yang hanya berisi satu kalimat dengan satu gagasan. Apabila pe-

Sumadi, Organisasi Gagasan dalam Wacana Tulis Ilmiah 227 nulis kaya akan gagasan, paragraf yang hanya terdiri atas satu kalimat, misalnya, dapat dikembangkan menjadi paragraf yang baik dengan melengkapinya dengan gagasan-gagasan yang lain. Contoh lain, akibat miskinnya gagasan, dapat juga penulis menuliskan gagasan yang sebenarnya menyimpang atau aneh sehingga wacana tersebut, misalnya, kurang runtut. Masalah ini dapat diatasi dengan, misalnya, banyak membaca, terutama tentang aspek yang ditulis. Kedua, belum baiknya kemahiran menulis wacana ilmiah diduga juga disebabkan karena penulis belum memahami dan atau belum memiliki kemampuan menata ide ke dalam wacana tulis. Akibat belum memiliki kemampuan menata ide itu, depat terjadi, misalnya, wacana yang kurang runtut. Masalah ini dapat dilatih dengan menata gagasan dalam suatu rangkaian yang logis. Untuk itu, pembelajaran menulis tentang membuat kerangka karangan sebelum mengarang menjadi bagian yang penting. Ketiga, belum baiknya kemahiran menulis wacana ilmiah diduga juga disebabkan kekurang- mampuan mahasiswa tantang hal ikhwal aspek grafis penulisan. Walaupun kemungkinan pengaruh aspek ini diduga relatif kecil, tetapi penguasaan hal ikhwal penulisan termasuk kemampuan menggunakan teknologi penulisan dengan mesin ketik atau komputer tentu berpengaruh pada wacana tulis ilmiah mahasiswa tersebut. Untuk masalah ini, penulis perlu banyak membaca dan mempelajari teknik penulisan wacana tulis ilmiah serta menerapkannya dalam bentuk latihan menulis wacana ilmiah. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan temuan penelitian dan bahasan hasil penelitian sebagaimana dikemukakan di atas, dapat dikemukakan bahwa organisasi gagasan wacana tulis ilmiah mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UM belum dapat dikategorikan sebagai wacana tulis ilmiah yang baik. Pada tataran wacana, jumlah wacana yang memenuhi syarat kelengkapan gagasan adalah 45%, jumlah wacana yang memenuhi syarat keruntutan gagasan adalah 65%, dan jumlah wacana yang memenuhi syarat kesatuan gagasan adalah 65%. Pada tataran paragraf, jumlah paragraf yang memenuhi syarat kelengkapan gagasan adalah 72,73%, jumlah paragraf yang memenuhi syarat keruntutan gagasan adalah 67,40%, dan jumlah paragraf yang memenuhi syarat kesatuan gagasan adalah 71,79%. Ada tiga sebab utama yang diduga dapat menyebabkan kenyataan

228 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 2, Agustus 2003 ini. Pertama, belum baiknya kamahiran menulis wacana ilmiah disebabkan penulis masih miskin gagasan. Kedua, belum baiknya kemahiran menulis wacana ilmiah diduga juga disebabkan karena penulis belum memahami dan atau belum memiliki kemampuan menata ide ke dalam wacana tulis. Ketiga, belum baiknya kemahiran menulis wacana ilmiah diduga juga disebabkan kekurangmampuan mahasiswa tantang hal ikhwal aspek grafis penulisan. Berkaitan dengan kenyataan itu dikemukakan saran berikut. Pertama, pada tingkat jurusan, disarankan untuk mengadakan koordinasi sejumlah matakuliah yang terkait dengan pembinaan kemahiran menulis ilmiah untuk secara bersama-sama meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menulis wacana ilmiah. Kedua, pada tingkat pembina matakuliah yang berkait dengan pembinaan kemahiran menulis wacana ilmiah mahasiswa, disarankan untuk melakukan evaluasi dan perbaikan komponen pembelajaran untuk meningkatkan kemahiran menulis wacana ilmiah mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, misalnya rencana perkuliahan, pelaksanaan perkuliahan, peserta perkuliahan, teknik perku-liahan, dan sebagainya. Ketiga, pada tingkat mahasiswa, disarankan untuk memperkaya gagasan, memahami penataan gagasan, serta memahami hal ikhwal aspek grafis penulisan. DAFTAR RUJUKAN Bogdan, R.C. dan Biklen, S.K. 1998. Qualitative Research in Education. Boston: Allyn and Bacon. Brown, G. dan Yule, G. 1986. Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge University Press. Leech, G. 1983. The Principles of Pragmatics. London: Longman Group Limited. Miles, M.B. dan Huberman, A.M. 1984. Qualitative Data Analysis: A Source Book of New Methods. Baverly Hills: Sage Publication. Universitas Negeri Malang. 2002. Pedoman Pendidikan Universitas Negeri Malang. Malang: Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan, Perencanaan, dan Sistem Informasi Universitas Negeri Malang. Wahab, A. 1988. Linguistik: Dari Pra-Socrates ke Pragmatik. Malang: Penyelenggaraan Pendidikan Pascasarjana Proyek Peningkatan/ Pengembangan Perguruan Tinggi IKIP Malang.

Sumadi, Organisasi Gagasan dalam Wacana Tulis Ilmiah 229