PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN APTITUDE TREATMENT INTERACTION (ATI) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PESERTA DIDIK (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas X SMA Negeri 6 Tasikmalaya Tahun Pelajaran 2012/2013) Diny Rachnavia dinyrachnavia@gmail.com Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Jl. Siliwangi No. 24 Kota Tasikmalaya ABSTRACK This research is an experimental study to determine the effect of a positive learning model Aptitude Treatment Interaction (ATI) to mathematical problem-solving ability of students. The study was conducted on 68 students of class X, which consists of 34 people classroom learning experiments using learning model Aptitude Treatment Interaction (ATI), and 34 control classes with hands-on learning. Data collection techniques using mathematical problem solving ability test and an attitude questionnaire sheet learners. The results showed that the learning model Aptitude Treatment Interaction (ATI) has a positive influence on mathematical problem-solving ability of students. This is shown by the average achieved mathematical problem-solving ability test experimental class of 29.03 is higher than the average achieved control class is 25.74. Moreover, the attitude of students towards learning mathematics through the use of learning model Aptitude Treatment Interaction (ATI) showed a positive attitude. That is, most of the students showed a good attitude towards mathematics through the use of learning model Aptitude Treatment Interaction (ATI) Keywords: Learning Model Aptitude Treatment Interaction (ATI), mathematical problem solving skills, attitudes learners ABSTRAK Penelitian ini merupakan suatu studi eksperimen untuk mengetahui pengaruh positif model Interaction (ATI) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Penelitian dilakukan terhadap 68 peserta didik kelas X, yang terdiri dari 34 orang kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan model Interaction (ATI), dan 34 orang kelas kontrol dengan pembelajaran langsung. Teknik pengumpulan data menggunakan tes kemampuan pemecahan masalah matematik dan lembar angket sikap peserta didik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model Interaction (ATI) mempunyai pengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan rata-rata tes kemampuan pemecahan masalah matematik kelas eksperimen sebesar 29,03 lebih tinggi dibandingkan dengan perolehan rata-rata kelas kontrol sebesar 25,74. Selain itu, sikap
peserta didik terhadap pembelajaran matematika melalui penggunaan model Interaction (ATI) menunjukkan sikap positif. Artinya, sebagian besar peserta didik menunjukkan sikap yang baik terhadap mata pelajaran matematika melalui penggunaan model Interaction (ATI). Kata kunci : Model Pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI), kemampuan pemecahan masalah matematik, sikap peserta didik PENDAHULUAN Matematika adalah salah satu ilmu yang disebut sebagai ratu dan pelayan ilmu. Hal ini dimaksudkan bahwa matematika adalah sumber bagi ilmu yang lainnya. Matematika juga sebagai pemecah masalah. Pendapat ini sangat tepat karena dalam matematika dipelajari berbagai macam cara untuk memecahkan masalah, salah satunya masalah yang berhubungan dengan masalah sehari-hari. Pada soal-soal pemecahan masalah, peserta didik dituntut untuk mengaplikasikan rumus matematika ke dalam soal penerapan yang biasanya berbentuk soal cerita. Akan tetapi pada kenyataannya, senagian peserta didik masih merasa bingung ketika dihadapkan dengan soal pemecahan masalah, sesuai dengan pengalaman Program Pengalaman Lapangan (PPL) di kelas X SMA Negeri 6 Tasikmalaya. Oleh karena itu diperlukan langkahlangkah sistematis yang dapat menyelesaikan dan memecahkan masalah matematika peserta didik dalam mengerjakan soal-soal. Seseorang memerlukan aturanaturan yang kompleks untuk memecahkan masalah. Aturan yang kompleks tersebut ada pada langkahlangkah sistematis yang telah disebutkan oleh para ahli. Untuk menyampaikannya, keadaan peserta didik harus benar-benar dalam keadaan siap untuk belajar dan menerima materi. Tetapi pada kenyataannya, kegiatan belajar mengajar matematika lebih sering dilakukan dengan model pembelajaran langsung. Pada model pembelajaran langsung, peserta didik diasumsikan memiliki kemampuan yang sama. Padahal kenyataannya, keadaan peserta didik dalam satu kelas mempunyai kemampuan yang heterogen. Ada diantara mereka yang cepat tanggap menerima materi yang disampaikan oleh guru, tetapi ada pula yang lambat menerimanya. Kelompok peserta didik yang cepat menerima materi akan merasa jenuh jika guru menjelaskan
kembali materi kepada peserta didik yang lambat dan belum mengerti atas apa yang disampaikan guru. Dan sebaliknya, peserta didik yang lambat akan kewalahan jika guru terus melanjutkan penyampaian materi tanpa memperhatikan mereka yang lambat dalam menerima materi. Oleh karena itu diperlukan adanya inovasi dalam pembelajaran yang memperhatikan keragaman individu, khususnya perbedaan dari segi kemampuan peserta didik. Seorang ahli pendidikan yaitu Snow (Nurdin, Syafruddin, 2005), memaparkan suatu model pembelajaran yang memperhatikan keragaman individu peserta didik berdasarkan kemampuannya. Model pelajaran tersebut dinamakan dengan model Interaction (ATI). Dalam penulisan ini, penulis menganggap bahwa model pembelajaran ATI akan efektif digunakan untuk pembelajaran yang kemampuan individu peserta didiknya beragam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh positif penggunaan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik, dan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap pelajaran matematika melalui penggunaan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI). Nurdin, Syafruddin (2005:39) memaparkan makna esensial dari model pembelajaran ATI, sebagai berikut: Pertama, model ATI merupakan suatu konsep atau model yang berisikan sejumlah strategi pembelajaran (treatment) yang efektif digunakan untuk siswa tertentu sesuai dengan perbedaan kemampuan (aptitude)-nya. Nurdin, Syafruddin (2005:42) menjelaskan langkah-langkah pada model Interaction (ATI) sebagai berikut: a. Treatment awal Pemberian perlakuan (treatment) awal terhadap siswa dengan menggunakan aptitude testing perlakuan pertama ini dimaksudkan untuk menentukan dan menetapkan klasifikasi kelompok siswa berdasarkan tingkat kemampuan (aptitude/ability) b. Pengelompokkan siswa Pengelompokkan siswa yang didasarkan pada hasil aptitude testing. Siswa di dalam kelas diklasifikasi menjadi tiga kelompok yang terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah c. Memberikan perlakuan (treatment) siswa yang berkemampuan tinggi diberikan perlakuan
(treatment) berupa self-learning melalui modul. Siswa yang memiliki kemampuan sedang diberikan pembelajaran secara konvensional atau regular teaching. Sedangkan kelompok siswa yang berkemampuan rendah diberikan perlakuan (treatment) dalam bentuk regular teaching disertai re-teaching dan tutorial d. Achievement-Test Hudojo (Tim Instruktur, 2011:47) menyatakan bahwa Pemecahan masalah pada dasarnya adalah proses yang ditempuh oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya sampai masalah itu tidak lagi menjadi masalah baginya. Sedangkan Polya, George (Firdaus, Ahmad:2009) mengartikan Pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu segera dapat dicapai. Dari pendapatpendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik adalah kemampuan untuk mencari jalan keluar dari masalah yang sedang dihadapinya sampai masalah tersebut bukan lagi menjadi masalah baginya. Pada bentuk soal matematika, salah satunya terdapat bentuk soal penerapan. Dalam hal ini, Muhsetyo, Gatot (2008:1.13) menyatakan Bentuk pertanyaan yang memerlukan pemecahan masalah antara lain (a) soal cerita (verbal/word problem), (b) soal tidak rutin (non-routine mathematics problems), dan (c) soal nyata (real/application problems). Dari ketiga macam bentuk soal tersebut, setiap peserta didik dituntut untuk menggunakan pemikiran yang tinggi sebagaimana yang dijelaskan oleh Gagne (Tim MKPBM, 2001:36), yaitu: Menurut Gagne, belajar dapat dikelompokkan menjadi 8 tipe belajar, yaitu belajar isyarat, stimulus sikap, rangkaian gerak, rangkaian verbal, membedakan, pembentukan konsep, pembentukan aturan, dan pemecahan masalah. Kedelapan tipe belajar itu menurut taraf kesukarannya dari belajar isyarat sampai ke belajar pemecahan masalah. Soal cerita memerlukan pemahaman makna kalimat karena peserta didik harus menterjemahkan cerita ke dalam bahasa matematika. Soal tidak rutin menuntut peserta didik untuk berfikir tingkat tinggi karena pada bentuk soal ini, peserta didik tidak bisa secara langsung menemukan jalan keluar dengan rumus yang telah mereka ketahui. Karena bisa jadi seseorang harus membuat tabel, grafik, bahkan memecahkannya dengan coba-coba.
Terdapat beberapa pendapat dari para ahli tentang definisi sikap. Suherman, Erman (2003:187) menyatakan Pengertian sikap itu sendiri berkenaan dengan perasaan (kata hati) dan manifestasinya berupa perilaku yang bersifat positif (favorable) atau negatif (unfavorable) terhadap obyek atau obyek-obyek tertentu. Menurut Thurstone (Hamalik, Oemar, 2004:214), Sikap merupakan tingkat afeksi yang positif atau negatif yang dihubungkan dengan psikologis. Sedangkan Anonim menyatakan Sikap adalah pernyataan evaluatif terhadap obyek, orang atau peristiwa. Hal ini mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu. Sudjana, Nana (2009:80) mempunyai pendapat lain tentang sikap. Beliau menyatakan Sikap juga dapat diartikan reaksi seseorang terhadap suatu stimulus yang datang kepada dirinya. Sementara Bruno (Syah, Muhibbin, 2007:120) menyatakan Sikap (attitude) adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Pernyataan-pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulannya, bahwa sikap merupakan perasaan seseorang terhadap suatu obyek yang ditunjukkan dengan perilaku baik positif maupun negatif. Perilaku positif dapat diartikan sebagai kesenangan, sedangkan perilaku negatif berarti tidak senang atau menolak. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Populasinya adalah seluruh peserta didik kelas X SMA Negeri 6 Tasikmalaya. Pada penelitian ini terdiri dari dua kelompok, yaitu kelas X-8 sebagai kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan model Aptitude Treatment Interaction (ATI) dan kelas X-9 sebagai kelas kontrol yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran langsung. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh atau akibat yang dihasilkan dari pembelajaran matematika melalui penggunaan model Aptitude Treatment Interaction (ATI) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Agar diperoleh data yang sesuai dengan tujuan penelitian, maka harus menggunakan teknik pengumpulan data yang tepat. Teknik yang digunakan adalah tes dan non-tes. Tes dilaksanakan dengan tujuan untuk
mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik berupa soal-soal uraian yang dilaksanakan satu kali. Pengumpulan data non-tes diperoleh menggunakan angket. Angket bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap pelajaran matematika setelah melakukan pembelajaran dengan menggunakan model Aptitude Treatment Interaction rata-rata kedua kelompok dengan menggunakan uji t. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian Soal tes kemampuan pemecahan masalah matematik yang sebelumnya diuji cobakan terlebih dahulu kepada kelas di luar sampel, menunjukkan bahwa setiap butir soal tes layak untuk diujikan sebagai instrumen. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 1. (ATI). No. Soal Tabel 1 Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik 2 X Y XY r Kriteria Ket Langkah yang dilakukan untuk analisis data terdiri dari tiga langkah. Pertama adalah membuat statistika deskriptif yang terdiri dari membuat distribusi frekuensi, distribusi frekuensi relatif, kumulatif dan histogram, juga menentukan ukuran data statistika. Langkah kedua yaitu uji persyaratan analisis dengan melakukan uji normalitas pada kedua kelas, jika keduanya normal, maka dilanjutkan dengan melakukan uji homogenitas. Selanjutnya melakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji perbedaan dua Y xy 1 194 808 4981 20896 0,49 Sedang digunakan 2 163 808 4250 20896 0,68 Sedang digunakan 3 234 808 6129 20896 0,79 Tinggi digunakan 4 217 808 5536 20896 0,47 Sedang digunakan Pembelajaran di kelas eksperimen yang dilakukan melalui penggunaan model Interaction (ATI) diawali dengan tes kemampuan awal dengan materi berupa materi yang menunjang pada perbandingan trigonometri pada segitiga siku-siku, sudut istimewa dan sudut di semua kuadran. Selanjutnya mengelompokkan peserta didik menjadi tiga kelompok sesuai kemampuannya, yaitu kelompok peserta didik kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Langkah selanjutnya yaitu memberikan perlakuan berbeda kepada
masing-masing kelompok. Kelompok tinggi diberikan perlakuan berupa pembelajaran mandiri melalui modul dan buku-buku yang relevan. Mereka ditempatkan di ruangan terpisah dengan kelompok lainnya, dengan anggapan bahwa kelompok tinggi akan lebih leluasa jika diberikan keadaan yang fleksibel. Kelompok sedang dan rendah diberikan perlakuan berupa pembelajaran yang terstruktur. Khusus untuk kelompok rendah, diberikan perlakuan yang spesial yaitu berupa tutoring atau les dan re-teaching atau belajar kembali diluar jam pelajaran. Perlakuan ini dilakukan setiap hari Selasa dan Rabu dari pukul 14.00-15.00 WIB. Langkah terakhir yaitu postes dengan bentuk soal pemecahan masalah berupa soal uraian. Sedangkan pada pembelajaran langsung, pelaksanaan pembelajarannya menggunakan tahapan-tahapan yaitu tahap demonstrasi, tahap pelatihan terbimbing, tahap umpan balik serta tahap latihan dan penerapan konsep. Pada fase pertama, peneliti dalam hal ini sebagai guru melakukan persiapan untuk menjelaskan materi. Selanjutnya fase demonstrasi, pada fase ni peneliti sebagai guru memberikan penjelasan tentang materi nilai perbandingan trigonometri pada segitiga siku-siku, sudut istimewa dan sudut di semua kuadran secara langsung kepada peserta didik, kemudian guru memberikan penjelasan penyelesaian latihan soal materi yang diajarkan. Selanjutnya fase pelatihan terbimbing, guru memberikan latihan soal kepada peserta didik untuk diselesaikan dengan mendapat bimbingan dari guru. Pada fase ini guru juga memeriksa dan membantu kesulitan peserta didik. Fase selanjutnya yaitu fase umpan balik, hasil pengamatan yang didapat pada fase pelatihan terbimbing dibahas secara klasikal. Selanjutnya, pada fase latihan penerapan konsep, peserta didik diberi LKPD untuk dikerjakan secara mandiri. Soal-soal yang diberikan baik dikelas eksperimen maupun dikelas kontrol sama. Tes kemampuan pemecahan masalah matematik diberikan kepada kedua kelas setelah kompetensi dasar yang diteliti selesai di ajarkan, baik yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran ATI maupun yang menggunakan pembelajaran langsung.
30 28 26 24 Gambar 1 Perbedaan Rata-Rata Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Data diolah dan disajikan dalan statistika deskriptif, selanjutnya dihitung ukuran data statistiknya. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Daftar Ukuran Data Statistika Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik Ukuran Data Statistika Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Banyak data (n) 34 34 Data terbesar (db) 40 38 Data terkecil (dk) 17 17 Rentang (r) 23 21 Rata-rata ( x ) 29,03 25,74 Median (Me) 29,5 25,38 Modus (Mo) 30,02 23,62 Standar Deviasi ( ) Kelas Eksperimen Kelas Kontrol 4,54 4,49 Masing-masing data postes selanjutnya diuji normalitasnya. Setelah diuji, ternyata menunjukkan bahwa kedua data berasal daripopulasi berdistribusi normal. Selanjutnya uji homogenitas varians, dengan F hitung = 1,02 dan F daftar = 2,29. Karena Fhitung F tabel, yaitu 1,02 < 2,29, maka H 0 diterima dan H 1 ditolak. Artinya kedua varians tersebut homogen. Uji yang dilakukan selanjutnya yaitu uji hipotesis dengan uji perbedaan dia rata-rata. Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh t itung = 3,00 dan t 0,99(66) = 2,387. Untuk α = 1%, diperoleh t 0,99 66 = 2,387. Ternyata t hitung > 0,99 66 t yaitu 3,00 > 2,387, maka H 0 ditolak dan H 1 diterima. Artinya terdapat pengaruh positif penggunaan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Instrumen untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap pelajaran matematika melalui model pembelajaran ATI yaitu angket, yang masing-masing berjumlah 10 pernyataan. Sikap peserta didik yang diamati pada penelitian ini terdiri dari tiga komponen yaitu kognisi yang berkenaan dengan pengetahuan, afeksi berkenaan dengan tanggapan dan konasi yang berkenaan dengan kecenderungan peserta didik terhadap pelajaran matematika melalui model Interaction (ATI). Selanjutnya angket
dihitung dengan masing-masing skornya. Untuk pernyataan positif, SS = 5, S = 4, TS = 2 dan STS = 1. Sedangkan untuk pernyataan negatif, SS = 1, S = 2, TS = 4 dan STS = 5. Pilihan netral tidak digunakan dengan alasan untuk menghindari keragu-raguan pada responden. Rata-rata skor angket sikap dapat dilihat pada gambar Tabel 2. Tabel 3 Rata-Rata Total Angket Kelompok Tinggi, Sedang dan Rendah Rata-Rata Total Skor kelompok tinggi 3,17 kelompok sedang 3,46 kelompok rendah 3,82 Pembahasan Dari hasil penelitian, tes kemampuan pemecahan masalah matematik setelah di uji normalitas kedua kelas berdistribusi normal. Dan hasil pengujian homogenitas menunjukkan bahwa varians kedua kelas homogen. Berdasarkan hasil perolehan dan pengelohan data yang di uji melalui analisis statistik dapat diperoleh beberapa gambaran yaitu untuk pembelajaran dengan model pembelajaran ATI pada materi perbandingan trigonometri dengan persiapan yang matang dan optimal, dapat memberikan hasil yang maksimal pada kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata yang diperoleh peserta didik yaitu 29,03. Sedangkan skor perolehan peserta didik kelas kontrol yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran langsung, setelah mengadakan tes kemampuan pemecahan masalah matematik diperoleh rata-rata yaitu 25,74. Setelah uji hipotesis dengan uji perbedaan dua rata-rata diperoleh hasil bahwa t itung = 3,00 dan t daftar = 2,387, ternyata t itung = 3,00 > t 0,99(62) = 2,387. Maka dapat dikatakan terdapat pengaruh positif penggunaan model pembelajaran Aptitude reatment Interaction (ATI) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Selanjutnya angket sikap peserta didik diklasifikasikan menurut kelompok yaitu kelompok tinggi, sedang dan rendah. Hal ini dilakukan karena perlakuan yang diberikan kepada setiap kelompok berbeda sehingga angket disesuaikan dengan perlakuan yang diberikan. Dari hasil analisis, ratarata skor angket sikap kelompok tinggi yaitu 3,10. Rata-rata skor angket sikap peserta didik kelompok sedang yaitu 3,38. Sedangkan rata-rata skor angket
kelompok rendah yaitu 3,83. Ketiganya rata-rata yang lebih besar dari skor netral yaitu 3. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik semua kelompok bersikap positif terhadap pelajaran matematika melalui penggunaan model Interaction (ATI). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan data dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan bahwa terdapat pengaruh positif penggunaan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Selain itu, sikap peserta didik terhadap matematika melalui penggunaan model Interaction (ATI) menunjukkan sikap yang positif. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis mengemukakan saran sebagai berikut: (1) Guru dapat menggunakan model Interaction (ATI) sebagai salah satu alternative dalam pelaksanaan pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik, (2) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penerapan pembelajaran matematika melalui penggunaan model Interaction (ATI) dengan pokok kajian lebih luas dan populasi yang berbeda, (3) Pembelajaran kepada kelompok rendah diharapkan melalui tutor yang lebih banyak karena mereka membutuhkan lebih banyak bimbingan dari tutor. DAFTAR PUSTAKA Adjie, Nahrowi dan Maulana.(2006). Pemecahan Masalah Matematika. Bandung: UPI PRESS Muhsetyo, Gatot, et.al.(2008). Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka Nurdin, Syafruddin.(2005). Model Pembelajaran yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. Ciputat: Quantum Teaching Suherman, Erman.(2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UPI TIM MKPBM.(2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:JICA