BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rokok merupakan suatu produk hasil olahan dari tanaman tembakau yang dapat dikonsumsi dengan cara dibakar di salah satu ujungnya lalu dihisap melalui mulut dan dihembuskan kembali sehingga mengeluarkan asap putih keabu-abuan. Perilaku merokok biasanya dimulai pada usia remaja. Menurut Erikson (Gatchel, 1989) perilaku merokok pada remaja berkaitan dengan adanya krisis pada aspek psikososial yang dialaminya pada masa perkembangannya yaitu pada masa pencarian jati diri. Para remaja melakukan perilaku merokok sebagai suatu bentuk simbolisasi dari kematangan, kekuatan, kepemimpinan dan daya tarik terhadap lawan jenis seperti yang diterangkan oleh Brigham(1991). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, mendefinisikan rokok adalah salah satu Produk Tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan. Rokok sesuai peraturan perundang-undangan dikonsumsi oleh kaum pria dan wanita berusia diatas 18 tahun. Namun pada kenyataan di lapangan, rokok telah dikonsumsi oleh anak-anak mulai dari usia sekolah dasar atau sekitar usia 7 tahun. Berdasarkan data statistik yang dihimpun oleh Global Adult Tobacco Survey (GATS), pada tahun 2012 Indonesia menduduki peringkat keempat dan sekarang menduduki peringkat ketiga dengan jumlah 65 juta perokok atau 28 persen dari total 1
2 jumlah penduduk Indonesia. Hal tersebut membuat pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan Pada Kemasan Produk Tembakau. Di dalamnya terkandung peraturan tentang pencantuman peringatan kesehatan dan informasi kesehatan pada produk tembakau yaitu berupa gambar dan tulisan dampak merokok bagi kesehatan. Bukan hanya berupa tulisan namun disertai gambar ilustrasi yang masyarakat biasa menyebutnya dengan warning image atau gambar seram pada bungkus rokok. Gambargambar tersebut menampilkan mulai dari gambar paru-paru yang rusak, tenggorokan yang berlubang, mulut seorang perokok yang terkena kanker, hingga gambar seorang yang sedang merokok dengan latar belakang asap menyerupai tengkorak dan seorang pria yang sedang merokok sambil menggendong bayi. Warning image dalam aplikasinya di beberapa negara lain memberikan dampak yang cukup positif bagi berkurangnya jumlah perokok aktif baik dari jenis kelamin laki-laki maupun perempuan (Centers for Disease Control and Prevention, 2011). Selain itu warning image juga memberikan kontribusi mengurangi peningkatan jumlah perokok pemula. Sedangkan di Indonesia sendiri warning image baru diaplikasikan mulai bulan Juni pada tahun 2014 (http://www.tempo.co/read/news/2014/04/08/060569021/pesanbergambar-pada-bungkus-rokok-mulai-24-juni-2014). Berbagai macam reaksi masyarakat muncul menanggapi diberlakukannya pencantuman peringatan kesehatan berupa gambar seram tersebut. Dari yang optimis memberikan dukungan hingga yang pesimis terhadap keberhasilan pencantuman warning image dalam upaya pengendalian mengurangi jumlah perokok di Indonesia.
3 Hal yang menarik terjadi disini adalah reaksi dan upaya para perokok terhadap pencantuman gambar seram di bungkus rokok mereka. Pada masa awal pencantuman warning image, masih banyak beredar di pasaran bungkus rokok tanpa gambar peringatan terutama di daerah-daerah yang cukup jauh dari pusat pemerintahan. Di warung-warung kecil dan toko kelontong masih ditemukan adanya bungkus rokok tanpa gambar peringatan atau masyarakat menyebutnya dengan istilah stok lama. Terlebih di daerah-daerah yang berada di luar Jawa dan Sumatra masih banyak ditemukan bungkus rokok tanpa gambar peringatan (observasi di Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara dan Teluk Bintuni, Papua Barat). Kecenderungan masyarakat lebih memilih membeli rokok dengan bungkus tanpa gambar peringatan daripada membeli bungkus yang mencantumkan gambar peringatan. Apabila terpaksa membeli bungkus dengan gambar peringatan, mereka cenderung menyobek gambar tersebut atau memindahkan rokok ke dalam bungkus tanpa gambar peringatan yang menyeramkan. Bahkan ada pula yang menjual stiker untuk menutupi gambar-gambar yang menyeramkan tentunya dengan gambar yang tidak terlalu mengerikan. Beberapa bulan kemudian, setelah penyebaran bungkus rokok dengan gambar seram mulai merata, para perokok semakin sulit untuk menemukan bungkus rokok tanpa peringatan berupa gambar yang menyeramkan atau kemasan dari stok lama. Entah suatu kesengajaan atau kebetulan, bungkus rokok yang beredar cenderung mencantumkan gambar peringatan yang terkesan tidak terlalu menyeramkan yaitu gambar seorang pria yang merokok sambil menggendong bayi dan gambar seorang perokok dengan latar belakang asap menyerupai bentuk tengkorak. Pada awal tahun 2015, para perokok nampak sudah terbiasa atau tidak terlalu memperdulikan tentang permasalahan gambar seram pada bungkus rokok. Mereka kembali merokok seperti biasa layaknya masa sebelum diberlakukannya gambar peringatan pada
4 bungkus rokok (observasi dan wawancara dengan rekan-rekan perokok peneliti). Beberapa perokok bahkan menyatakan dengan tegas bahwa upaya pemerintah tersebut tidak berpengaruh terhadap perilaku merokok mereka. Upaya pemerintah dalam mengendalikan perilaku merokok masyarakat tersebut bahkan dikaitkan dengan upaya mematikan usaha industri rokok dan petani tembakau. Berbagai macam alasan dan dalih sebagai respon defensif dalam menyikapi pesan-pesan kesehatan terhadap diri mereka. Respon defensif dapat menjadi suatu hal yang adaptif apabila respon tersebut mengarah pada informasi yang penting dan relevan tentang kesehatan. Pesan-pesan kesehatan seperti yang berkaitan dengan perilaku merokok seperti pesan bahwa merokok itu membahayakan kesehatan diri sendiri dan keluarga seperti nampak pada gambar seram, dapat memberikan ancaman terhadap diri yang berhubungan dengan konsekuensi yang tidak diinginkan seperti pada gambar peringatan pada bungkus rokok. Respon yang paling sehat ancaman pada pesan tersebut adalah mengurangi perilaku atau berhenti sama sekali (Sherman & Cohen, 2006). Namun dalam beberapa penelitian, orang dengan afirmasi diri yang kuat cenderung bertahan terhadap pesan yang kurang sesuai dengan konsep yang telah dianutnya dibanding dengan yang memiliki afirmasi diri rendah. Self-affirmation theory atau teori afirmasi diri menyatakan bahwa seseorang beradaptasi pada ancaman terhadap konsep dirinya dengan cara mengurangi dampak ancaman dengan menegaskan dirinya pada dimensi yang tidak berhubungan dengan ancaman (Steele, 1988). Sebagai contoh adalah para perokok yang meskipun tahu dan diinformasikan tentang bahaya merokok, mereka tetap merokok dan melakukan defense dengan cara berdalih atau berbagai cara lainnya agar pesan yang mengancam konsep dan integritas dirinya sebagai perokok tetap bertahan. Berdasarkan teori afirmasi-diri, defensive responses para perokok terhadap warning image pada bungkus rokok dapat dikurangi dengan latihan afirmasi-diri (Harris, 2007).
5 Menanggapi naiknya Indonesia ke peringkat 3 negara berkembang (http://www.tempo.co/read/news/2011/02/28/173316610/perokok-di-indonesia-peringkatke-3-di-negara-berkembang) dalam jumlah perokok, pemerintah menerapkan peraturan tentang pencantuman peringatan kesehatan dan informasi kesehatan pada kemasan produk tembakau berupa pemasangan warning image pada bungkus rokok di Indonesia dengan tujuan mengendalikan jumlah perokok Indonesia yang terus meningkat setiap tahunnya. Berbagai macam reaksi muncul dari pencantuman warning image pada bungkus rokok terhadap perilaku merokok masyarakat Indonesia. Warning image sebagai salah satu bentuk ancaman bagi integritas para perokok dapat menjadi sebuah masalah yang dapat diteliti. Apakah pengaruh dari warning image terhadap pengendalian perilaku merokok masyarakat Indonesia? Apakah afirmasi diri berpengaruh terhadap respon defensif yang terjadi pada perokok setelah diberlakukannya warning image pada bungkus rokok sebagai langkah pengendalian perilaku merokok? Untuk menjawab pertanyaan tersebut peneliti melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Afirmasi-Diri Terhadap Sikap Perokok Dalam Menanggapi Warning Image Pada Kemasan Rokok. B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih dalam hubungan selfaffirmation theory dan warning image pada bungkus rokok dalam pengendalian perilaku merokok. C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi keilmuan secara umum dan ilmu psikologi pada khususnya, yakni mengenai hubungan antara self-
6 affirmation theory dan dampak dari penerapan pencantuman warning image pada bungkus rokok terhadap pengendalian perilaku merokok masyarakat Indonesia. 2. Manfaat praktis a. Masyarakat Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat membantu masyarakat dalam upaya pengendalian perilaku merokok baik bagi dirinya sendiri maupun terhadap orangorang di sekitarnya jika terbukti adanya pengaruh afirmasi diri terhadap sikap perokok. b. Pemerintah dan Kementrian Kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pemerintah dan Kementrian Kesehatan tentang dampak penerapan pencantuman warning image pada bungkus rokok terhadap pengendalian perilaku merokok masyarakat Indonesia. c. Bagi peneliti selanjutnya Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan berfungsi sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya untuk dapat mengembangkan lebih lanjut penelitian yang sudah ada atau bahkan untuk melakukan penelitian baru, khususnya yang relevan dengan metode pengendalian perilaku merokok.