METODOLOGI. dilakukan di DAS Asahan Kabupaen Asahan, propinsi Sumatera Utara. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

BAB II METODE PENELITIAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BILAH DI KABUPATEN LABUHAN BATU

PENENTUAN LAHAN KRITIS DALAM UPAYA REHABILITASI KAWASAN HUTAN DI KABUPATEN ASAHAN

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL

Program Studi Agro teknologi, Fakultas Pertanian UMK Kampus UMK Gondang manis, Bae, Kudus 3,4

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013

PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah di wilayah Indonesia,

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

ANALISIS PERSEBARAN LAHAN KRITIS DI KOTA MANADO

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Arahan Penataan Lahan Kritis Bekas Kegiatan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan di Sekitar Kaki Gunung Tampomas, Kabupaten Sumedang

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

Lampiran 1. Kriteria Lahan Kritis di Kawasan Hutan Lindung (HL), Budidaya Pertanian (BDP) dan Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan (LKHL)

BAB IV METODE PENELITIAN

STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah)

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005

PEMETAAN LAHAN KRITIS KABUPATEN BELITUNG TIMUR MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

Gambar 1. Lokasi Penelitian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III METODE PENELITIAN

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

BAB IV INPUT DATA SPASIAL (PARAMETER LAHAN KRITIS)

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane)

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ARAHAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI LESTI KABUPATEN MALANG

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

III. METODOLOGI PENELITIAN

ZONASI KONDISI KAWASAN HUTAN NEGARA DI DIENG DAN ARAHAN PENGELOLAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN T U G A S A K H I R. Oleh : INDIRA PUSPITA L2D

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS SPASIAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

LOGO Potens i Guna Lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

III. METODE PENELITIAN

Gambar 7. Lokasi Penelitian

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KONDISI KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Identifikasi Desa Dalam Kawasan Hutan

KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir

KAJIAN LAHAN KRITIS SUB DAERAH ALIRAN CI KERUH DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG

Transkripsi:

METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inventarisasi Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian dan penelitian lapangan dilakukan di DAS Asahan Kabupaen Asahan, propinsi Sumatera Utara. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai dengan Oktober 2007. Bahan dan Alat Bahan Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Peta digital penunjukan kawasan hutan yang sudah ditetapkan dengan SK Menteri Kehutanan No. 44 tahun 2005, skala 1:50000. 2. Citra satelit (landsat TM) Kabupaten Asahan tahun 2005 3. Data digital DAS Asahan yang bersumber dari BPDAS Barumun, Pematangsiantar 4. Peta digital administrasi Kabupaten Asahan 5. Peta kelerengan lahan 6. Peta bahaya Erosi Alat Alat yang digunakan adalah PC beserta kelengkapannya dengan perangkat lunak (software), ArcView 3.3 dan printer untuk mencetak peta. Alat yang digunakan di lapangan adalah GPS, kamera, kalkulator, dan alat tulis.

Metode Penelitian 1. Pengumpulan data Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah jenis data spasial. Data spasial adalah data yang berbentuk peta digital yaitu Citra Satelit Landsat TM tahun 2005 dan peta digital penunjukan kawasan hutan yang dikeluarkan oleh Badan Planologi Digital Kehutaan, peta digital DAS Asahan dan peta digital administrasi kabupaten Asahan yang dikeluarkan oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Barumun, Pematangsiantar. 2. Pengolahan citra Sebelum Citra landsat TM tahun 2005 diinterpretasi terlebih dahulu dilakukan pengkombinasian band (Stacking). Pemilihan kombinasi band ini akan mempengaruhi penampakan warna citra. Tahap selanjutnya melakukan klasifikasi penggunaan lahan. Klasifikasi penggunaan lahan dilakukan dengan interpretasi visua yakni dengan mengamati unsur-unsur yang terdapat dalam citra. Unsur interpretasi yang dimaksud disini yaitu; rona, warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, bayangan, dan asosiasi. Pengklasifikasi ini dilakukan dengan terlebih dahulu mendeliniasi penggunaan lahan berdasarkan analisis visual sehingga mengelompokkan yang lebih mewakili kedalam beberapa kelas penggunaan lahan. 3. Input Data Spasial (Parameter Lahan Kritis). Data spasial lahan kritis diperoleh dari hasil analisis terhadap beberapa data spasial yang merupakan parameter penentu kekritisan lahan. Parameter

penentu kekritisan lahan berdasarkan SK Dirjen RRL No. 041/Kpts/V/1998 meliputi: kondisi tutupan vegetasi kemiringan lereng tingkat bahaya erosi dan kondisi pengelolaan (manajemen) Data spasial lahan kritis dapat disusun apabila data spasial ke 5 (lima) parameter tersebut di atas sudah disusun terlebih dahulu. Data spasial untuk masing-masing parameter harus dibuat dengan standar tertentu guna mempermudah proses analisis spasial untuk menentukan lahan kritis. Standar data spasial untuk masing-masing parameter meliputi kesamaan dalam sistem proyeksi 3.1 Data Spasial Tutupan Lahan Informasi tentang liputan lahan diperoleh dari hasil interpretasi citra penginderaan jauh Citra satelit TM tahun 2005 yang dimiliki BPDAS Barumun, Pematangsiantar. Dalam penentuan kekritisan lahan, parameter liputan lahan mempunyai bobot 50%, sehingga nilai skor untuk parameter ini merupakan perkalian antara skor dengan bobotnya (skor x 50). Klasifikasi tutupan lahan dan skor untuk masing-masing kelas ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 1. Klasifikasi Liputan Lahan dan Skoringnya Kelas Skor Skor x Bobot (50) Sangat Baik 5 250 Baik 4 200 Sedang 3 150 Buruk 2 100 Sangat Buruk 1 50 3.2 Data Spasial Kemiringan Lereng. Data spasial kemiringan lereng disusun dari hasil pengolahan data kontur dalam format digital. Klasifikasi kemiringan lereng dan skor untuk masingmasing kelas ditunjukkan pada tabel berikut. Tabel 2. Klasifikasi Lereng dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis. Kelas Kemiringan Lereng(%) Skor Datar < 8 5 Landai 8-15 4 Agak Curam 16-25 3 Curam 26-40 2 Sangat Curam > 40 1 3.3 Data Spasial Tingkat Erosi. Data spasial tingkat erosi diperoleh dari pengolahan data spasial sistem lahan (land system). Klasifikasi Tingkat Erosi dan skor untuk masing-masing kelas tingkat erosi ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 3. Klasifikasi Tingkat Erosi dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis. Kelas Besaran / Deskripsi Skor Ringan Sedang Berat Sangat Berat Tanah dangkal Tanah dalam: <25% lapisan tanah atas hilang dan/atau erosi alur pada jarak 20 50 m Tanah dangkal: 25% lapisan tanah atas hilang dan/atau erosi alur pada jarak >50 m Tanah dalam: 25 75 % lapisan tanah atas hilang dan/atau erosi alur pada jarak kurang dari 20 m Tanah dangkal: 25 50 % lapisan tanah atas hilang dan/atau erosi alur dengan jarak 20-50 m Tanah dalam: Lebih dari 75 % lapisan tanah atas hilang dan/atau erosi parit dengan jarak 20-50 m Tanah dangkal: 50 75 % lapisan tanah atas hilang Tanah dalam: Semua lapisan tanah atas hilang >25 % lapisan tanah bawah dan/atau erosi parit dengan kedalaman sedang pada jarak kurang dari 20 m >75 % lapisan tanah atas telah hilang, sebagian lapisan tanah bawah telah tererosi 5 4 3 2 1 Untuk menyesuaikan data pengkelasan tingkat erosi dengan yang sebelumnya maka kelas tingkat erosi dibagi menjadi 5 (lima) kelas yaitu mulai dari kelas Sangat Ringan (SR), Ringan (R), Sedang (S), Berat (B) dan Sangat Berat (SB).

3.4 Kriteria Manajemen. Manajemen merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk menilai kekritisan lahan di kawasan hutan lindung, yang dinilai berdasarkan kelengkapan aspek pengelolaan yang meliputi keberadaan tata batas kawasan, pengamanan dan pengawasan serta dilaksanakan atau tidaknya penyuluhan. Data tersebut diperoleh melalui checking lapangan dengan sistem sampling. Data hasil survei tersebut diolah untuk dijadikan sebagai updateting data yang sudah ada. Sesuai dengan karakternya, data tersebut juga merupakan data atribut. Seperti halnya dengan kriteria produktivitas, manajemen pada prinsipnya merupakan data atribut yang berisi informasi mengenai aspek manajemen. Klasifikasi manajemen dan skor untuk masing-masing kelas ditunjukkan pada tabel beikut. Tabel 4. Klasifikasi Manajemen dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis Kelas Besaran / Deskripsi Skor Skor x Bobot (10) Baik Lengkap *) 5 50 Sedang Tidak Lengkap 3 30 Buruk Tidak Ada 1 10 *) : - Tata batas kawasan ada - Pengamanan pengawasan ada - Penyuluhan dilaksanakan 4. Analisis Spasial. Metode yang digunakan dalam analisis tabular adalah metode skoring. Setiap parameter penentu kekritisan lahan diberi skor tertentu seperti telah dijelaskan diatas. Pada unit analisis hasil tumpangsusun (overlay) data spasial,

skor tersebut kemudian dijumlahkan. Hasil penjumlahan skor selanjutnya diklasifikasikan untuk menentukan tingkat kekritisan lahan. Klasifikasi tingkat kekritisan lahan berdasarkan jumlah skor parameter kekritisan lahan seperti ditunjukkan pada tabel berikut. Tabel 5. Klasifikasi Tingkat Kekritisan Lahan Berdasarkan Total Skor Total Skor Pada: Tingkat Kekritisan Kawasan Hutan Kawasan Budidaya Kehutanan Lahan Lindung 120-180 110-200 Sangat Kritis 181-270 201-275 Kritis 271-360 276-350 Agak Kritis 361-450 351-425 Potensial Kritis 451-500 426-500 Tidak Kritis Secara teknis, proses analisis spasial untuk penentuan lahan kritis dengan bantuan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG) ArcView dapat dilakukan dengan bantuan ekstensi Geoprocessing. Uraian secara rinci tahapan tersebut adalah sebagai berikut : Tumpangsusun (overlay) Data Spasial. Dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG) ArcView dapat dilakukan overlay dengan mudah. Software tambahan (extension) Geoprocessing yang terintegrasi dalam Software ArcView sangat berperan dalam proses ini. Didalam extension ini terdapat beberapa fasilitas overlay dan fasilitas lainnya seperti; union, dissolve, merge, clip, intersect, asign data.

Gambar 1. Kotak Dialog untuk Memilih Teknik Overlay. Proses overlay ini dilakukan secara bertahap dengan urutan mulai overlay theme Vegetasi dengan kelas kemiringan lereng kemudian hasil overlay tersebut dioverlaykan kembali dengan theme erosi. Proses ini dilakukan untuk themetheme berikutnya dengan cara yang sama sebagaimana terlihat pada diagram dibawah ini.

Gambar 2. Kriteria & Prosedur Penetapan Lahan Kritis Kawasan Hutan Lindung

Pada Kawasan Budidaya Kehutanan Gambar 3. Kriteria & Prosedur Penetapan Lahan Kritis Kawasan Budidaya Kehutanan

HASIL DAN PEMBAHASAN PENGELOLAAN PETA DASAR Data-data dasar yang digunakan dalam penelitian ini berupa data digital yang sama yang digunakan BPDAS (Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai), Pematangsiantar, sehingga dengan adanya dukungan data yang sesuai maka pengelolaan analisis yang dilakukan dalam penelitian dapat membantu dalam menghasilkan informasi yang tepat. Peta dasar lokasi penelitian merupakan hasil turunan dari peta dasar administrasi Kab. Asahan dan peta tematik lainnya, yaitu peta kondisi tutupan vegetasi,kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi dan singkapan batuan (outcrop), serta peta kondisi pengelolaan (manajemen). Pengelolaan peta dan data dasar merupakan kegiatan yang dilakukan melalui proses pemotongan sesuai dengan wilayah penelitian (DAS Asahan), sehingga peta dasar yang dihasilkan merupakan peta dasar yang hanya memprioritaskan wilayah penelitian pada Kabupaten Asahan. Peta dasar yang telah dikumpulkan dari dinas-dinas kehutanan Sumatera Utara, masih dalam satuan DAS ataupun Sub-DAS. Oleh karena itu untuk mendapatkan peta tingkat kekritisan lahan di Kabupaten Asahan, terlebih dahulu harus dilakukan penumpangtindihan (overlay) antara peta administrasi Kabupaten Asahan dengan seluruh parameter penentu kekritisan lahan.

520000 540000 560000 580000 600000 PETA ADMINISTRASI KECAMATAN KABUPATEN ASAHAN N TANJUNG TIRAM 10340000 Skala 1:800.000 AIR JOMAN MERANTI TANJUNG BALAI 10340000 KISARAN BARAT KISARAN TIMUR 10320000 AIR BATU 10320000 BANTU PANE SIMPANG EMPAT SEI KEPAYANG 10300000 BANDAR PASIR BANDOGE BANDAR PULAU PULAU RAKYAT AEK KUASAN 10300000 520000 540000 560000 580000 600000 Keterangan : Sumber Peta : AEK KUASAN AIR BATU AIR JOMAN BANDAR PASIR BANDOGE BANDAR PULAU BANTU PANE KISARAN BARAT KISARAN TIMUR 1. Peta Tematik DAS Asahan 2. Peta Administrasi Kab. Asahan MERANTI PULAU RAKYAT SEI KEPAYANG SIMPANG EMPAT TANJUNG BALAI TANJUNG TIRAM Batas Kedamatan KAB. KARO KAB. TAPANULI TENGAH KAB. SIMALUNGUN KAB. ASAHAN KAB. SAMOSIR KAB. HUMBANG HASUNDUTAN KAB. TOBASA KAB. TAPANULI UTARA KAB. LABUHAN BATU KAB. TAPANULI SELATAN KOTA SIDEMPUAN KAB. MANDAILING NATAL Peta Lokasi Sumatera Utara Skala 1: 10.000.000 Gambar 4. Peta Administrasi Kabupaten Asahan Data Base Penggunaan Lahan di Kabupaten Asahan Dari data base penggunaan lahan diperoleh dari hasil interpretasi secara visual. Analisis visual merupakan suatu kegiatan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi objek-objek permukaan bumi yang tampak pada citra. Adapun citra yang digunakan adalah Citra satelit landsat TM 2005 dengan menggunakan

kombinasi band 453 (false color), hal ini bertujuan untuk mendapatkan Informasi tentang liputan lahan/ penutupan vegetasi. Peta penggunaan lahan hasil interpretasi di Kabupaten Asahan dapat dilihat pada Gambar dibawah ini: 520000 540000 560000 580000 600000 PETA PENGGUNAAN LAHAN KABUPATEN ASAHAN N 10340000 Skala 1:750.000 10340000 10300000 10320000 10320000 10300000 520000 540000 560000 580000 600000 Keterangan : Bellukar Hutan Kebun Campuran Ladang Mangrove Pemukiman Perkebunan Rawa Sawah Tambak KAB. KARO KAB. TAPANULI TENGAH KAB. SIMALUNGUN KAB. ASAHAN KAB. SAMOSIR KAB. HUMBANG HASUNDUTAN KAB. TOBASA KAB. TAPANULI UTARA Peta Lokasi Sumatera Utara Skala 1: 10.000.000 KAB. LABUHAN BATU Sumber Peta : 1. Peta Tematik DAS Asahan 2. Peta Dasar Kab. Asahan 3. Peta Hasil Interpretasi Citra Satelit Landsat E TM+ skala 1:750.000 KAB. TAPANULI SELATAN KOTA SIDEMPUAN KAB. MANDAILING NATAL Gambar 5. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Asahan

Tutupan lahan di Kabupaten Asahan hasil interpretasi Citra satelit (landsat-tm) tahun menunjukkan tutupan lahan di Kabupaten Asahan didominasi oleh kebun campuran seluas ±105.957,77ha (33,86%), kemudian disusul tutupan hutan seluas ±84.664,57ha (27,06%), rawa seluas ±34.487,37ha (11,02%) sedangkan belukar ±24.861,08ha (7,94%), selebihnya terbagi habis dengan tutupan lahan lainnya seperti ladang, sawah, perkebunan, pemukiman dan mangrove. Adapun secara rinci tutupan lahan di Kabupaten Asahan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 6. Jenis Tutupan Lahan di Kabupaten Asahan Penggunaan Lahan Luas (Ha) Luas (%) Belukar 24.861,08 7,94 Hutan 84.665,57 27,06 Kebun Campuran 105.957,77 33,86 Madang 20.911,98 6,68 Mangrove 2.980,72 0,95 Perkebunan 17.119,45 5,47 Rawa 34.487,37 11,02 Sawah 18.640,81 5,96 Pemukiman 3.291,02 1,05 TOTAL 312.919,77 Data Base Kawasan Hutan di Kabupaten Asahan Kawasan hutan yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan melalui SK No. 44/Menhut-II/2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Propinsi Sumatera Utara

untuk Kabupaten Asahan terdiri dari lima fungsi kawasan yaitu Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi (HP), Hutan produksi Konversi (HPK), Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Luar Kawasan Hutan (LKWHT). 520000 540000 560000 580000 600000 10340000 PETA KAWASAN HUTAN KABUPATEN ASAHAN N Skala 1:800.000 10340000 10300000 10320000 10320000 10300000 520000 540000 560000 580000 600000 Keterangan : HL HP HPK HPT LKWHT KAB. KARO KAB. DAIRI KAB. HUMBANG HASUNDUTAN KAB. TAPANULI TENGAH KAB. SIMALUNGUN KAB. TOBASA KAB. TAPANULI UTARA Peta Lokasi Sumatera Utara Skala 1: 000.000 KAB. ASAHAN KAB. LABUHAN BATU Sumber Peta : Peta Digital Penunjukan Kawasan Hutan KAB. MANDAILING NATAL KAB. TAPANULI SELATAN Gambar 6. Peta Penunjukan Fungsi Kawasan Hutan

INPUT DATA SPASIAL (PARAMETER LAHAN KRITIS) Data Spasial Tutupan Lahan Kondisi tutupan lahan dinilai berdasarkan prosentase tutupan tajuk pohon dan diklasifikasikan menjadi lima kelas. Masing-masing kelas tutupan lahan selanjutnya diberi skor untuk keperluan penentuan lahan kritis. Dalam penentuan kekritisan lahan, parameter liputan lahan pada Hutan Lindung (HL) dan Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK), mempunyai bobot 50, sehingga nilai skor untuk parameter ini merupakan perkalian antara skor dengan bobotnya. 511000 518000 525000 532000 539000 10304000 PETA TUTUPAN TAJUK DI KAWASAN HUTAN LINDUNG KABUPATEN ASAHAN N Skala 1:300.000 10304000 10283000 10290000 10297000 10297000 10290000 10283000 511000 518000 525000 532000 539000 Keterangan : Sangat Baik Baik Buruk Sangat Buruk Peta Lokasi Kabupaten Asahan Skala 1: 55.000 BANDAR PASIR BANDOGE BANDAR PULAU BANTU PANE MERANTI AIRBATU TANJUNGTIRAM KISARANBARAT KISARANTIMUR PULAU RAKYAT AIRJOMAN SIMPANGEMPAT AEK KUASAN TANJUNGBALAI SEI KEPAYANG Sumber Peta : 1. Peta Tematik DAS Asahan 2. Peta Dasar Kab. Asahan 3. Peta Tematik Penggunaan Lahan Gambar 7. Peta Penutupan Tajuk di Kawasan Lindung

520000 540000 560000 580000 600000 PETA TUTUPAN TAJUK DI KAWASAN HUTAN LINDUNG KABUPATEN ASAHAN N 10340000 Skala 1:300.000 10340000 10300000 10320000 10320000 10300000 520000 540000 560000 580000 600000 Keterangan : Sangat Baik Baik Baik Sedang Sangat Buruk KAB. KARO KAB. DAIRI KAB. HUMBANG HASUNDUTAN KAB. TAPANULI TENGAH KAB. SIMALUNGUN KAB. TOBASA KAB. TAPANULI UTARA Peta Lokasi Sumatera Utara Skala 1: 10.000.000 KAB. ASAHAN KAB. LABUHAN BATU Sumber Peta : 1. Peta Tematik DAS Asahan 2. Peta Dasar Kab. Asahan 3. Peta Tematik Penggunaan Lahan KAB. MANDAILING NATAL KAB. TAPANULI SELATAN Gambar 8. Peta Penutupan Tajuk di Kawasan Budidaya Kehutanan Tutupan lahan merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam analisa data spasial lahan kritis, ini ditunjukkan dengan besar bobot yang diberikan yaitu sebesar 50 pada arahan fungsi kawasan hutan lindung, dan pada Kawasan Budidaya Kehutanan. Dalam analisa, tutupan lahan pada kawasan Hutan Lindung dan Kawasan Budidaya Kehutanan klasifikasi tutupan lahan dan skor untuk masing-masing kelas ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 7. Klasifikasi Tutupan Lahan Kelas Prosentase Tutupan Tajuk (%) Skor Luas (Ha) Luas (%) HL KBK HL KBK Sangat Baik > 80 5 34.552,97 36.428,41 99.37 43.27 Baik 61-80 4 40,12 34.198,54 0.11 40.63 Sedang 41-60 3-7.416,7-8.81 Buruk 21-40 2 25,36 298,4 0.073 0.35 Sangat Buruk < 20 1 153,73 5.834,4 0.44 6.94 Kondisi tutupan lahan diperoleh berdasarkan pengkelasan nilai Cp (pengelolaan tanaman dan pengkonservasian lahan) dari hasil interpretasi citra. Klasifikasi kelas kerapatan tajuk di Kabupaten Asahan mulai dari pada Hutan Lindung (HL) maupun pada Kawasan Budidaya Kehutanan, di dominasi oleh tingkat kerapatan sangat baik. Untuk arahan fungsi lahan Hutan Lindung diikuti oleh tingkat kerapatan sangat buruk, 0,44% dari luas keseluruhan kawasan Hutan Lindung. Sementara untuk arahan fungsi lahan Kawasan Budidaya Kehutanan diikuti oleh tingkat kerapatan baik yakni sebesar 40,63% dari luas keseluruhan Kawasan Budidaya Kehutanan. Data Spasial Kemiringan Lereng Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi (jarak vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Besar kemiringan lereng dapat dinyatakan dengan beberapa satuan, diantaranya adalah dengan % (persen) dan 0 (derajat). Data spasial kemiringan lereng dapat disusun dari hasil pengolahan

data ketinggian garis kontur) dengan bersumber pada peta topografi atau peta rupabumi. Pengolahan data kontur untuk menghasilkan informasi kemiringan lereng dapat dilakukan secara manual maupun dengan bantuan komputer apabila telah tersedia data kontur dalam format digital. Kemiringan lereng di DAS Asahan Kabupaten Asahan diklasifikasikan sesuai dengan klasifikasi kemiringan lereng untuk identifikasi lahan kritis. 512000 520000 528000 536000 544000 10304000 PETA KELERENGAN DI KAWASAN HUTAN LINDUNG KABUPATEN ASAHAN N 10304000 Skala 1:300.000 10288000 10296000 10296000 10288000 512000 520000 528000 536000 544000 Keterangan : Sangat Curam Curam Agak Curam Landai Datar Peta Lokasi Kabupaten Asahan Skala 1: 55.000 BANDAR PASIR BANDOGE BANDAR PULAU BANTU PANE MERANTI AIRBATU TANJUNGTIRAM KISARANBARAT KISARANTIMUR PULAU RAKYAT AIRJOMAN SIMPANGEMPAT AEK KUASAN TANJUNGBALAI SEI KEPAYANG Sumber Peta : 1. Peta Tematik DAS Asahan 2. Peta Dasar Kab. Asahan 3. Peta Tematik Penunjukan Kawasan 4. Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1:50.000 Gambar 9. Peta Kelerengan di Kawasan Hutan Lindung

520000 540000 560000 580000 600000 PETA KELERENGAN PADA KAWASAN BUDIDAYA KABUPATEN ASAHAN N 10340000 Skala 1:750.000 10340000 10300000 10320000 10320000 10300000 520000 540000 560000 580000 600000 Keterangan : Sangat Curam Curam Agak Curam Landai Datar Sumber Peta : 1. Peta Tematik DAS Asahan 2. Peta Dasar Kab. Asahan 3. Peta Tematik Penunjukan Kawasan 4. Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1:50.000 KAB. KARO KAB. DAIRI KAB. HUMBANG HASUNDUTAN KAB. TAPANULI TENGAH KAB. SIMALUNGUN KAB. TOBASA KAB. TAPANULI UTARA KAB. MANDAILING NATAL Peta Lokasi Sumatera Utara Skala 1: 000.000 KAB. ASAHAN KAB. LABUHAN BATU KAB. TAPANULI SELATAN Gambar 10. Peta Kelerengan di Kawasan Budidaya Kehutanan Berdasarkan hasil yang ditampilkan oleh Gambar 9 dan Gambar 10, maka berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng dapat diketahui sebaran luas arahan fungsi lahan. Sebaran luas arahan fungsi lahan berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 8. Klasifikasi Kemiringan Lereng Kelas Kemiringan Lereng (%) Skor Luas (Ha) Luas (%) HL KBK HL KBK Datar < 8 5 84,3 35.847,43 0.24 41.08 Landai 8-15 4 843,24 15.015,24 2.42 17.21 Agak Curam 16-25 3 7.051,35 15.676,66 20.27 21.40 Curam 26-40 2 4.682,95 11.682,68 13.46 13.39 Sangat Curam > 40 1 22.110,34 6.024,29 63.58 6.91 Faktor kelerengan berperan besar terhadap penentuan kelas kekritisan lahan. Semakin tinggi kemiringan lereng, maka pengaruhnya terhadap kekritisan lahan juga akan semakin besar. Faktor kelerengan untuk arahan fungsi kawasan Hutan Lindung lebih berpengaruh besar dibandingkan dengan arahan fungsi Kawasan Budidaya Kehutanan. Hal ini terlihat dari besarnya nilai bobot yang diberikan pada arahan fungsi kawasan pada Hutan Lindung sebesar 20. Sedangkan untuk arahan fungsi KBK sebesar 10. Berdasarkan klasifikasi tersebut keadaan topografi Kabupaten Asahan untuk arahan fungsi lahan Hutan Lindung kelas kemiringan lereng yang paling mendominasi adalah kelas sangat curam yakni dengan luasan sebesar 22.110,34Ha atau 63,58 % dari keseluruhan luas Hutan Lindung di Kabupaten Asahan. Untuk arahan fungsi areal Kawasan Budidaya Kehutanan., kelas kemiringan lereng datar yang paling banyak dijumpai yakni sebesar 35.847,43Ha atau 41,08% dari luas keseluruhan Kawasan Budidaya Kehutanan.

Data Spasial Tingkat Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat yang diangkut oleh air atau angin ke tempat lain. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Secara umum, terjadinya erosi ditentukan oleh faktor-faktor iklim (terutama intensitas hujan), topografi, karakteristik tanah, vegetasi penutup tanah, dan tata guna lahan. Data spasial tingkat erosi diperoleh dari pengolahan data spasial sistem lahan (land system). Setiap poligon (unit pemetaan) land system mempunyai data atribut yang salah satunya berisikan informasi tentang bahaya erosi. Adapun luas secara rinci masing-masing kelas tingkat bahaya erosi dapat dilihat pada peta dan dalam tabel berikut.

512000 520000 528000 536000 544000 10304000 PETA BAHAYA EROSI DI KAWASAN HUTAN LINDUNG KABUPATEN ASAHAN N 10304000 Skala 1:300.000 10288000 10296000 10296000 10288000 512000 520000 528000 536000 544000 Keterangan : Sangat Berat Berat Sedang Ringan Peta Lokasi Kabupaten Asahan Skala 1: 55.000 BANDAR PASIR BANDOGE BANDAR PULAU BANTU PANE MERANTI AIRBATU TANJUNGTIRAM KISARANBARAT KISARANTIMUR PULAU RAKYAT AIRJOMAN SIMPANGEMPAT AEK KUASAN TANJUNGBALAI SEI KEPAYANG Sumber Peta : 1. Peta Tematik DAS Asahan 2. Peta Dasar Kab. Asahan 3. Peta tematik intensitas curah hujan 4. Peta Tematik Jenis Tanah 5. Peta Tematik Penggunaan Lahan 6. Peta tematik Kelerengan Gambar 11. Peta Kelerengan di Kawasan Hutan Lindung

KAB. HUMBANG 520000 540000 560000 580000 600000 PETA BAHAYA EROSI PADA KAWASAN BUDIDAYA KABUPATEN ASAHAN N 10340000 Skala 1:800.000 10340000 10300000 10320000 10320000 10300000 520000 540000 560000 580000 600000 Keterangan : Sangat Berat Berat Sedang Ringan Sumber Peta : 1. Peta Tematik DAS Asahan 2. Peta Dasar Kab. Asahan 3. Peta tematik intensitas curah hujan 4. Peta Tematik Jenis Tanah 5. Peta Tematik Penggunaan Lahan 6. Peta tematik Kelerengan KAB. KARO KAB. DAIRI KAB. SIMALUNGUN KAB. TOBASA HASUNDUTAN KAB. TAPANULI UTARA KAB. TAPANULI TENGAH KAB. MANDAILING NATAL Peta Lokasi Sumatera Utara Skala 1: 10.000.000 KAB. ASAHAN KAB. LABUHAN BATU KAB. TAPANULI SELATAN Gambar 12. Peta Bahaya Erosi di Kawasan Budidaya Kehutanan

Tabel 9. Klasifikasi Tingkat Erosi Kelas Tingkat Erosi Skor Luas (Ha) Luas (%) HL KBK HL KBK Ringan 5 30388.49 584.156,87 87.46 85.65 Sedang 4 3651.55 18.135,73 10.51 2.66 Berat 3 137.55 29.367,50 0.396 4.30 Sangat Berat 2 569.03 50.320,11 1.63 7.38 Dari hasil tabulasi diatas kelas tingkat erosi di Kabupaten Asahan masih termasuk kelas erosi ringan. Pada arahan fungsi lahan Kawasan Budidaya Kehutanan yang mengalami erosi sangat berat adalah seluas 50.320,11Ha atau 7.38% dari luas total Kawasan Budidaya Kehutanan. Sedangkan pada arahan fungsi lahan kawasan Hutan lindung terdapat 569,03Ha termasuk kelas erosi Sangat Berat. Kriteria Manajemen. Manajemen merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk menilai kekritisan lahan di kawasan hutan, yang dinilai berdasarkan kelengkapan aspek pengelolaan yang meliputi keberadaan tata batas kawasan, pengamanan dan pengawasan serta dilaksanakan atau tidaknya penyuluhan. Data tersebut diperoleh melalui checking lapangan dengan sistem sampling. Data hasil survei tersebut diolah untuk dijadikan sebagai updateting data yang sudah ada. Sesuai dengan karakternya, data tersebut juga merupakan data atribut. Manajemen pada prinsipnya merupakan data atribut yang berisi informasi mengenai aspek manajemen. Sampai saat ini belum ada data yang pasti untuk nilai tingkat

manajemen kawasan hutan di Kabupaten Asahan akan tetapi Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Pematangsiantar, manajemen pengelolaan untuk Das Asahan masit tergolong sedang, atau dalam besarannya dikatakan tidak lengkap. Bobot yang diberikan untuk penunjukan fungsi Kawasan Budidaya Kehutanan bobot yang diberikan lebih besar yakni 30 dibandingkan untuk penunjukan fungsi Hutan Lindung sebesar 10. TINGKAT KEKRITISAN LAHAN. Menurut Direktorat Rehabilitasi dan Reboisasi Lahan Kritis (1997), lahan kritis didefenisikan sebagai lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai batas yang ditentukan/ diharapkan (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Labuhan Batu, 2002). Sedangkan Mahfudz (2001) menyataka secara umum ciri utama lahan kritis adalah gundul, berkesan gersang dan bahkan batuan-batuan dipermukaan tanah, topografi lahan pada umumnya berbukit atau berlereng curam. Berdasarkan peta penunjukan kawasan, secara keseluruhan luas total kawasan hutan Kabupaten Asahan yakni ±119092Ha. Untuk kawasan hutan tingkat kekritisan di Kabupaten Asahan didominasi oleh tingkat kekritisan lahan potensial kritis pada arahan fungsi Kawasan Budidaya Kehutanan seluas ±59.795,03Ha. Jika lahan kritis merupakan kelompok dari kelas kekritisan agak kritis, kritis, hingga sangat kritis maka luas lahan kritis yang terbesar terdapat di arahan fungsi Kawasan Budidaya Kehutanan, yaitu sebesar ±13872.13ha atau ±16.44% dari total luas KBK. Pada arahan fungsi hutan lindung, luas lahan kritis sebesar ±167.22ha atau ±0.48% dari total luasan Hutan Lindung.

520000 540000 560000 580000 600000 10340000 PETA TINGKAT KEKRITISAN KAWASAN HUTAN KABUPATEN ASAHAN N 10340000 Skala 1:650.000 10320000 A P L 10320000 10300000 10300000 520000 540000 560000 580000 600000 Keterangan : Tidak Kritis Sumber Peta : Agak Kritis Potensial Kritis Kritis Sangat Kritis 1. Peta Tematik Kelas Kelerengan 2. Peta Tematik Behaya Erosi 3 Peta Tematik Penutupan Lahan 4. Peta Tematik Manajemen KAB. KARO KAB. DAIRI KAB. HUMBANG HASUNDUTAN KAB. TAPANULI TENGAH KAB. SIMALUNGUN KAB. TOBASA KAB. TAPANULI UTARA KAB. MANDAILING NATAL Peta Lokasi Sumatera Utara Skala 1: 10.000.000 KAB. ASAHAN KAB. LABUHAN BATU KAB. TAPANULI SELATAN Gambar 13. Peta Tingkat Kekritisan Lahan Kawasan Hutan Kab. Asahan

Adapun secara rinci tingkat kekritisan lahan pada Kawasan hutan di Kabupaten Asahan secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 10. Klasifikasi Kekritisan Lahan Secara Keseluruhan untuk Kawasan Hutan Kabupaten Asahan. Tingkat Kekritisan Lahan HL Luas (Ha) Luas (%) KBK KBK HL HP HPK HPT HP HPK HPT Sangat Kritis 135.7 670.59 312.75 240.8 0.38 2.3 1.43 0.72 Kritis 6.77 4711.41 422.72 85.21 1.91 16.17 1.93 0.26 Agak Kritis Potensial Kritis Tidak Kritis 24.75 243.28 2588.9 4596.47 0.069 0.83 11.81 13.81 33.943.62 19972.4 16344.58 23478.05 95.77 68.53 74.55 70.55 661.37 3543.86 2254.14 4879.39 1.86 12.16 10.28 14.66 Total 34747.46 29141.54 21923.09 33279.92 Dari hasil tabulasi tingkat kekritisan lahan potensial kritis merupakan yang mendominasi untuk tingkat kekritisan Kawasan Hutan Kabupaten Asahan secara keseluruhan. Sementara itu areal fungsi Hutan Produksi Konservasi (HPK) merupakan kawasan hutan terluas (33279.92Ha), akan tetapi lahan kritis terluas berada di kawasan areal fungsi Hutan Produksi Terbatas yakni seluas 5.625,28Ha, 4.72% dari total luas Kawasan hutan Kab. Asahan yang terdiri dari HL, HP, HPK, dan HPT. Dari hasil kalkulasi total lahan kritis di areal hutan Kab. Asahan sebesar 13.872,13Ha atau 11.64% dari total luas Kawasan hutan.

Pada umumnya, penduduk yang tinggal di kawasan hutan relatif miskin hal ini disebabkan pemberdayaan tanah kritis tersebut berhubungan erat dengan masalah kemiskinan penduduknya, tingginya kepadatan populasi, kecilnya luas lahan, kesempatan kerja terbatas dan lingkungan yang terdegradasi. Oleh karena itu perlu diterapkan sistem pertanian berkelanjutan dengan melibatkan penduduk dan kelembagaan (Mahfudz, 2001). Meluasnya lahan kritis disebabkan oleh beberapa hal antara lain tekanan penduduk, perluasan areal pertanian yang tidak sesuai, perladangan berpindah, padang penggembalaan yang berlebihan, pengelolaan hutan yang tidak baik, dan pembakaran yang tidak terkendali (Mahfudz, 2001). Fujisaka dan Carrity (1989) dalam Mahfudz (2001) mengemukakan bahwa masalah utama yang dihadapi di lahan kritis antara lain adalah lahan mudah tererosi, tanah bereaksi masam dan miskin unsur hara. Permasalahan yang diperkirakan masih dihadapi dalam pembangunan kehutanan pada tahun 2007 adalah: (1) masih lemahnya kapasitas kelembagaan pengelola sumber daya hutan khususnya di tingkat lapangan sehingga pengelolaan hutan yang berkelanjutan (sustainable forest management/sfm) masih belum dapat dilaksanakan dengan baik; (2) belum optimalnya pemanfaatan aneka fungsi hutan karena pengelolaan hutan masih bertumpu pada hasil hutan kayu; (3) masih belum selesainya restrukturisasi industri kehutanan sehingga permintaan bahan baku kayu dari industri dalam negeri jauh melebihi kemampuan penyediaan yang berkelanjutan; (4) masih lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran UU dan peraturan yang terkait dengan kehutanan sehingga kasus-kasus pembalakan liar (illegal logging), tebang berlebih, perdagangan kayu ilegal (illegal trading),

pembakaran hutan, konversi kawasan hutan, dll masih sering terjadi; (5) kurangnya pelibatan dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan, antara lain karena tidak jelasnya pelaksanaan aturan kerjasama pemerintah dan masyarakat, serta kondisi kemiskinan masyarakat sehingga cenderung mudah dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan-kegiatan ilegal; (6) kurang efektifnya pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan kritis, perlindungan dan konservasi, penatagunaan kawasan hutan, dan lain-lain. Keseluruhan permasalahan tersebut juga berlaku untuk Kaupaten Asahan oleh karena itu perlu adanya upaya-upaya rehabilitasi hutan dan lahan, serta rekomendasi kegiatankegiatan pengolahan lahan dengan memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah, upaya melestarikan dan mempertahankan keberadaan hutan.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Luas penggunaan lahan kawasan hutan di Kabupaten asahan dengan pembagian fungsi kawasan Hutan Produksi (HP) seluas 21.511,84Ha, Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas 37907.77Ha dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 21.967,53, Hutan lindung (HL) seluas 347.47,46Ha dan areal penggunaan lain (APL) seluas 592.425,05ha. 2. Tingkat kekritisan lahan potensial kritis merupakan yang mendominasi untuk tingkat kekritisan Kawasan Hutan Kabupaten Asahan secara keseluruhan yakni seluas 99306.96Ha atau 85,5% dari luas total kawasan hutan yang ad di Kabupaten Asahan. 3. Luas lahan kritis pada fungsi kawasan Hutan Lindung seluas ±167.22ha atau ±0.48% dari total keseluruhan luas kawasan hutan lindung menurut SK MenHut No.44/MenHut-II/2005. 4. Luas lahan kritis pada fungsi Kawasan Budidaya Kehutanan seluas 6279.32Ha yang terbagi berdasarkan fungsi penunjukan kawasannya yakni Hutan Produksi (HP) seluas 340.47Ha, Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas 3279.37Ha dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 2659.48Ha. Saran

1. Adapun kegiatan identifikasi lahan kritis ini bersifat umum karena bergantung pada ketersediaan data yang sangat terbatas. Hasil identifikasi ini nantinya dapat disempurnakan dengan data yang lebih akurat, dan komprehensif. 2. Tehadap penunjukan fungsi di luar kawasan hutan atau areal penggunaan lain (APL) juga perlu dilakukan pengidentifikasian lahan kritis.