BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Era global dikenal juga dengan istilah era informasi, dimana informasi telah

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN

BAB 1 : PENDAHULUAN. mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes RI, 2012).

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2004

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dengan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan tujuan menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat untuk memperoleh

PERAN APOTEKER DI DALAM PENGELOLAAN OBAT DAN ALKES DI INSTALASI FARMASI PROVINSI, KABUPATEN/ KOTA. Hardiah Djuliani

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan fisik maupun mental. Keadaan kesehatan seseorang akan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERl KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 menyatakan bahwa. upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan di Indonesia ditujukan untuk meningkatkan

1 BAB I PENDAHULUAN. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah dilaksanakan sejak 1 Januari 2014

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa (PBB) tahun 1948 tentang hak asasi manusia. Berdasarkan. kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan baik untuk menghilangkan gejala/symptom dari suatu penyakit,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan derajat hidup masyarakat, sehingga semua negara berupaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan. Dalam Undang Undang 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang

PERAN DAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945, yaitu pasal 28 yang menyatakan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Program pembangunan kesehatan nasional mencakup lima aspek Pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, fasilitas kesehatan telah mengalami pergeseran paradigma, dari

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan. Rumah Sakit menjadi

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan

Subsidi Kesehatan (bukan) untuk Orang Miskin. Lola Amelia

BAB 1 : PENDAHULUAN. berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004

5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor

ANALISIS KETERSEDIAAN OBAT PUBLIK PADA ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Unsur terpenting dalam organisasi rumah sakit untuk dapat mencapai

2016 GAMBARAN KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS TALAGA BODAS PADA ERA JKN

KEBIJAKAN DITJEN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN MENDUKUNG DAN MENJAMIN AKSES SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN

Reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu program

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan oleh pemerintah dan / atau masyarakat (UU No.36, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ARAH KEBIJAKAN PEMERINTAH dalam menjamin KETERSEDIAAN OBAT DI INDONESIA

2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lem

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak fundamental setiap warga Negara (UUD 1945 pasal 28

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 326/MENKES/SK/IX/2013 TENTANG PENYIAPAN KEGIATAN PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara 2 Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat

nasional. Dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 dinyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2013 telah tersedia Puskesmas, sekitar Puskesmas

PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ketersediaan Obat di Era JKN: e-catalogue Obat. Engko Sosialine M. Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan

MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat dan semua aspek

PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai kebutuhan. Untuk itu

BAB 1 PENDAHULUAN. Penggunaan obat yang tidak rasional sering dijumpai dalam praktek sehari-hari.

2017, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak pulau sehingga

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan

2016, No Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak tergantikan dalam pelayanan kesehatan yang berguna untuk menyelamatkan kehidupan dan meningkatkan kualitas kesehatan. Akses terhadap obat, terutama obat esensial merupakan salah satu hak asasi manusia sesuai dengan salah satu tujuan dari kebijakan obat nasional (KONAS) tahun 2006 yaitu menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat terutama obat esensial, sehingga masyarakat memperoleh obat saat dibutuhkan pada tempat dan waktu yang tepat (Kementerian Kesehatan, 2006). Amanat undang-undang nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal 36 ayat (1) menyatakan bahwa pemerintah menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan perbekalan kesehatan, terutama obat esensial. Pasal 41 ayat (1) menyatakan bahwa pemerintah daerah berwenang merencanakan kebutuhan perbekalan kesehatan sesuai dengan kebutuhan daerahnya. Dengan demikian penyediaan obat esensial merupakan kewajiban bagi pemerintah di semua level mulai dari tingkat pusat yaitu Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES RI), tingkat provinsi yaitu Dinas Kesehatan Provinsi, tingkat kabupaten/kota yaitu Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Kementerian Kesehatan, 2009). 1

Berdasarkan Peraturan Presiden RI nomor 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional (SKN), di dalam subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan dijelaskan bahwa pemerintah menjamin keamanan, khasiat, manfaat, mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, makanan melalui pembinaan, pengawasan, pengendalian secara profesional, bertanggung jawab, independent, transparan, dan berbasis bukti ilmiah (Kementerian Kesehatan, 2012 a ). Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah resmi dilaksanakan pada 1 Januari 2014. JKN merupakan perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah yang diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan ekuitas (Kementerian Kesehatan, 2014 a ). Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin peserta jaminan kesehatan agar dapat memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Untuk pelaksanaan sistem JKN di Indonesia dibentuklah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) yang bertanggung jawab memastikan berjalannya jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai peserta jaminan. Dalam menjalankan sistem JKN harus ada kerjasama antara BPJS Kesehatan dengan fasilitas kesehatan sebagai pemberi layanan kesehatan kepada peserta JKN. Fasilitas kesehatan dibedakan menjadi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKTL). FKTP meliputi 2

Puskesmas, praktek dokter, dokter gigi, klinik pratama atau yang setara, dan rumah sakit kelas D atau yang setara (Kementerian Kesehatan, 2013 a ). Program JKN menjamin kesehatan seluruh rakyat Indonesia dengan target sampai akhir tahun 2019 tidak ada lagi penduduk yang tidak memiliki jaminan kesehatan. BPJS Kesehatan terus melakukan berbagai upaya memperluas cakupan kepesertaan, salah satunya dengan menggandeng peran serta pemerintah daerah untuk memastikan warganya memperoleh jaminan kesehatan. Pemerintah Provinsi Aceh merupakan Pemerintah Provinsi pertama yang melaksanakan universal coverage di Indonesia melalui program Jaminan Kesehatan Rakyat Aceh (JKRA). Pengelolaan program JKRA oleh BPJS Kesehatan sendiri dimulai pada bulan Juni 2010 saat itu masih bernama PT. Askes. Integrasi JKRA ke JKN melalui BPJS Kesehatan per tanggal 31 Desember 2013, maka seluruh penduduk Aceh yang berjumlah 4,8 juta jiwa sudah ter-cover oleh program jaminan kesehatan (Prayogi, 2015). Pembangunan di bidang obat bertujuan untuk menjamin tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan dengan mutu terjamin, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat. Pada era JKN, pemerintah menerapkan gate keeper concept dimana FKTP berperan sebagai pemberi pelayanan kesehatan dasar, serta dapat berfungsi optimal sesuai standar kompetensinya, dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan medik. Penyediaan obat di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) selayaknya disediakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melalui Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota (IFK) sehingga tenaga 3

kefarmasian yang berada di Puskesmas lebih fokus terhadap pemberian pelayanan kefarmasian kepada pasien, sedangkan tenaga kefarmasian yang berada di IFK lebih fokus kepada pengeloaan obat, sehingga diharapkan sistem kendali ketersediaan obat akan terjaga (Kementerian Kesehatan, 2012 b ). Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI mempunyai target indikator secara nasional terhadap ketersediaan obat pelayanan kesehatan dasar (PKD) selama 18 bulan di sarana kesehatan pemerintah, dimana target tahun 2013 sebesar 95% dan tahun 2014 sebesar 100%. Capaian target indikator ketersedian obat di tingkat nasional merupakan hasil rekapan laporan ketersediaan obat PKD dari 33 propinsi. Capaian target indikator ketersediaan obat PKD secara nasional dari tahun 2010 sampai tahun 2013 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 2,20% (Kementerian Kesehatan, 2014 b ). Provinsi Aceh mempunyai ketersediaan obat tahun 2013 sebesar 106,23% dari 23 IFK maka jika dibandingkan dengan target tahun 2013 yang sebesar 95% tingkat ketersediaan obat di Aceh mencapai 20,13 bulan, dan jika dibandingkan dengan target 2014 yang sebesar 100% dan peningkatan ketersediaan obat sebesar 2,20% maka tingkat ketersediaan mencapai 19,5 bulan di tahun 2014. Akan tetapi di tahun 2014 era JKN terjadi kekosongan obat di Kabupaten/Kota seperti yang dimuat di beberapa surat kabar online seperti di Serambi Indonesia (Bakri, 2014) yaitu pada bulan Juni 2014 terjadi kekosongan obat pada Puskesmas di Kabupaten Aceh Tamiang. Pada bulan September 2014 terjadi kekosongan obat pada Puskesmas di Kabupaten Aceh Utara (Agustina, 2014). Pada bulan Oktober 2014 terjadi kekosongan obat pada Puskesmas di 4

Kabupaten Aceh Selatan (Munizar, 2014), dan pada Puskesmas di Kabupaten Gayo Lues (Azl, 2014). Penerapan peraturan pemerintah nomor 41 tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah diharapkan organisasi pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan sudah berbentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT). Namun, saat ini bentuk organisasi IFK masih sangat beragam mulai dari Seksi, UPT, Gudang Farmasi Kabupaten/Kota (GFK). Masing-masing daerah kabupaten/kota mempunyai struktur organisasi dan kebijakan sendiri dalam pengelolaan obat. Hal ini membuka berbagai peluang terjadi perbedaan yang sangat mendasar di masingmasing kabupaten/kota dalam melaksanakan pengelolaan obat. Dengan adanya program JKN diharapkan kabupaten/kota maupun provinsi dapat menyeragamkan standar pengelolaan obat dalam hal mencukupi kebutuhan obatnya masing-masing melalui peningkatan efektifitas dan efisiensi, karena pengelolaan obat membawa implikasi terhadap penerapan JKN (Kementerian Kesehatan, 2013 a ). Dari latar belakang permasalahan yang telah tersebut diatas, maka perlu kiranya untuk menganalisis pengelolaan obat pada era JKN, sehingga memberikan gambaran terhadap pengelolaan obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. 5