BAB V KESIMPULAN. hanya dapat dilakukan satu kali saja. 1 Hal itu berarti putusan yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Pidana merupakan salah satu dari keseluruhan hukum yang berlaku

PENINJAUAN KEMBALI LEBIH DARI SATU KALI, ANTARA KEADILAN DAN KEPASTIAN HUKUM

A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan,

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku

BAB III KEDUDUKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU- XII/2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XIII/2015 Hak Tersangka Untuk Diadili Dalam Persidangan

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK

PUTUSAN Nomor 45/PUU-XIII/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu

I. PENDAHULUAN. putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga UUD 1945 mengamanahkan pembentukan lembaga yudikatif lain

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri

2014, No c. bahwa dalam praktiknya, apabila pengadilan menjatuhkan pidana tambahan pembayaran uang pengganti, sekaligus ditetapkan juga maksimu

UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI DALAM PERKARA PIDANA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Ani Triwati Fakultas Hukum Unversitas semarang ABSTRAK

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-XIII/2015

UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI DALAM PERKARA PIDANA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCABUTAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 82/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan

SILABUS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA PUSAT PENDIDIKAN PANCASILA DAN KONSTITUSI

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LARANGAN PENINJAUAN KEMBALI PUTUSAN PRAPERADILAN

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

RechtsVinding Online. kemudian disikapi KPU RI dengan

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 42/PUU-VI/2008

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIV/2016 Kewajiban Mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017

RINGKASAN PUTUSAN. Perkara Nomor 17/PUU-V/2007 : Henry Yosodiningrat, SH, dkk

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 91/PUU-XII/2014

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU-XI/2013 TERHADAP UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI DALAM HUKUM ACARA PIDANA JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Hukum menurut Subekti, dalam bukunya

Oleh I Dewa Ayu Inten Sri Damayanti Suatra Putrawan Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana


RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang


RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

PUSANEV_BPHN KEBIJAKAN ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

PERTENTANGAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/ PUU-XI/ 2013 TERKAIT PENINJAUAN KEMBALI

Makalah Rakernas

THE ANALYSIS OF LEGAL CONSIDERATIONS SURROUNDING CONSTITUTIONAL COURT RULING NO

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

RechtsVinding Online

MENJAWAB GUGATAN TERHADAP KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH: Rudy Satriyo Mukantardjo (staf pengajar hukum pidana FHUI) 1

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 16/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kekuasaan Kehakiman, UU MA dan KUHAP Pembatasan Pengajuan PK

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 67/PUU-XII/2014

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 107/PUU-XIII/2015

PENGHARMONISASIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XI/2013 Tentang Frasa Pihak Ketiga Yang Berkepentingan

PROBLEMATIKA YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU-XI/2013 TENTANG PENINJAUAN KEMBALI LEBIH DARI SATU KALI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-I/2003

PUTUSAN Nomor 36/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. : I Made Sudana, S.H.

KAJIAN HUKUM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.34/PUU-XI/2013 TENTANG PENINJAUAN KEMBALI LEBIH DARI SATU KALI SKRIPSI

P U T U S A N. Perkara Nomor 055/PUU-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Kompilasi Putusan Mahkamah Konstitusi dan Perubahan Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) Indonesia

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 96/PUU-XIV/2016

RechtsVinding Online

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006

BAB I PENDAHULUAN. yang berupa substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum. Ketiga

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 74/PUU-X/2012

INTERVENSI POLITIK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 01 Juni 2016; disetujui: 23 Juni 2016

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XI/2013 Tentang Persyaratan Pemberhentian Anggota Partai Politik

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya, maka

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XV/2017 Eksploitasi Ekonomi Terhadap Anak

PUTUSAN Nomor 9/PUU-XIV/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XIII/2015 Beban Penyidik untuk Mendatangkan Ahli dalam Pembuktian Perkara Pidana

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 126/PUU-XIII/2015 Yurisprudensi Mahkamah Agung Mengenai Bilyet Giro Kosong

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh

ASPEK HUKUM PENINJAUAN KEMBALI LEBIH DARI SATU KALI DALAM PERKARA PIDANA (PERSPEKTIF PENEGAKAN KEADILAN, KEPASTIAN DAN KEMANFAATAN HUKUM)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 105/PUU-XIV/2016

Transkripsi:

95 BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan 1. Menurut Pasal 268 ayat (3) KUHAP upaya hukum peninjauan kembali hanya dapat dilakukan satu kali saja. 1 Hal itu berarti putusan yang sudah diajukan peninjauan kembali dan telah diputus untuk perkara yang sama tidak dapat diajukan lagi oleh terpidana atau ahli warisnya. Ketentuan peninjauan kembali dalam Pasal 268 ayat (3) KUHAP tersebut tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat setelah adanya Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013. Oleh karena itu, saat ini upaya hukum peninjauan kembali dapat dilakukan lebih dari satu kali. Apabila ada pejabat negara atau warga negara yang membatasi upaya hukum peninjauan kembali hanya satu kali setelah adanya Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 maka tindakannya tidak memiliki dasar hukum. Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 tidak mengganggu tujuan dan fungsi peninjauan kembali. Pada dasarnya peninjauan kembali dimaksudkan semata-mata untuk melindungi kepentingan terpidana, bukan kepentingan negara atau korban. Peninjauan kembali yang kini 1 Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209)

96 tidak dibatasi hanya satu kali jelas akan lebih melindungi kepentingan terpidana untuk mencari keadilan. Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan eksekusi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. 2 Namun pada prakteknya Kejaksaan biasanya melakukan penundaan eksekusi pidana mati ketika terpidana mati mengajukan permohonan peninjauan kembali. Keadaan ini semakin pelik setelah adanya Putusan MK Nomor 34/PUU- XI/2013. Adanya kesempatan melakukan peninjauan kembali berkalikali dikhawatirkan akan digunakan oleh terpidana mati untuk terus menunda eksekusi pidana mati terhadap mereka. Atas keadaan ini MAKI dan LP3HI mengajukan judicial review Pasal 268 ayat (1) KUHAP kepada Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk menolak seluruh permohonan MAKI dan LP3HI. Mahkamah berpendapat sikap kehati-hatian jaksa selaku eksekutor dalam hal ini pidana mati harus dihormati. Sebab, seorang terpidana mati yang sedang mengajukan Peninjauan Kembali harus ditunggu terlebih dulu sampai ada putusan untuk menghindari jangan sampai ada permohonan Peninjauan Kembali yang dikabulkan oleh Mahkamah Agung sesudah eksekusi dilaksanakan. Dalam hal ini jaksa selaku eksekutor di dalam mengeksekusi terpidana mati memang harus sangat hati-hati karena menyangkut nyawa seseorang yang berkaitan erat dengan hak asasi yang sangat mendasar. 2 Pasal 268 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209)

97 SEMA Nomor 7 Tahun 2014 yang membatasi peninjauan kembali tetap satu kali tidak tepat. Selain permasalahan terkait bentuk produk hukum yang digunakan, SEMA Nomor 7 Tahun 2014 tidak mematuhi asas lex specialis derogat legi generali karena mengacu pada Pasal 24 ayat (2) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung. Padahal keduanya mengatur peninjauan kembali secara umum. Jika dikaitkan dengan peninjauan kembali dalam perkara pidana maka sudah seharusnya MA berpedoman pada KUHAP, yang mana Pasal 268 ayat (3) KUHAP telah dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat oleh Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013. 2. Menurut Penulis Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 tidak mengganggu asas litis finiri oportet maupun kepastian hukum. Perkara yang dimohonkan Peninjauan Kembali hanya perkara yang telah berkekuatan hukum tetap, sehingga terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut bisa dapat langsung dilaksanakan putusannya. Dengan demikian, keadaan demikian sudah dapat dikatakan sebagai akhir perkara (karena dapat langsung dieksekusi) dan sudah menjamin kepastian hukum. B. Saran

98 1. Setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU- XI/2013 perlu segera dilakukan tindak lanjut berupa revisi Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, khususnya di bagian tentang Peninjauan Kembali Putusan Yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap. 2. Setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU- XI/2013 diperlukan sinkronisasi ketentuan-ketentuan terkait upaya hukum peninjauan kembali seperti Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung dan ketentuan-ketentuan lainnya yang terkait dengan upaya hukum peninjauan kembali. 3. Bentuk pengaturan terkait peninjauan kembali sebaiknya dilakukan dalam bentuk Undang-Undang. Hal tersebut dikarenakan setiap pembatasan terhadap hak warga negara seharusnya diatur dalam bentuk Undang-Undang sebagaimana ditentukan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Mahkamah Agung seharusnya membuat pengaturan terkait kualifikasi novum, batas waktu permohonan Peninjauan Kembali lebih dari satu kali dan lain-lain, bukan justru membatasi permohonan Peninjauan Kembali hanya satu kali sebagaimana SEMA Nomor 7 Tahun 2014. 5. Keluarnya SEMA Nomor 7 Tahun 2014 terkesan disebabkan kekhawatiran MA terjadinya banjir permohonan Peninjauan Kembali

99 yang bisa jadi memberatkan kerja MA. Seharusnya dalam hal ini MA tidak melakukan pembangkangan terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 dan membatasi peninjauan kembali melalui SEMA nya, melainkan mengatur kualifikasi novum atau yang lainnya yang bisa menjadi alasan pengajuan Peninjauan Kembali kedua dan seterusnya. Selain itu juga MA bisa mendorong setiap hakim untuk dapat menyelesaikan permohonan Peninjauan Kembali yang datang dengan misalnya menerapkan beban kerja minimum per bulan, bukan membatasi permohonan Peninjauan Kembali begitu saja. 6. Pasal 262 RUU KUHAP masih menganut bahwa permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat dilakukan sebanyak satu kali sebagaimana ditentukan Pasal 268 ayat (3) KUHAP. Perkembangan RUU-HAP yang masih berlangsung di DPR ini perlu diperhatikan karena masih mengatur bahwa Peninjauan Kembali hanya dapat dilakukan sebanyak satu kali. Oleh karena itu, ketentuan pengajuan peninjauan kembali dalam RUU-HAP harus dirumuskan kembali sehingga sesuai dengan apa yang telah diputus oleh Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013.