SUMMARY ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI DI KELURAHAN PAGUYAMAN KECAMATAN KOTA TENGAH WAHYUNI GOBEL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rukun Tetangga (RT) dan 3 Rukun Warga (RW). Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Tapa Kecamatan Kota Utara

BAB I PENDAHULUAN. jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan hipertrofi/left ventricle

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini akan di laksnakan di Kelurahan Paguyaman

BAB V PEMBAHASAN. perempuan. Berdasarkan jenis kelamin menurut Suma mur (2014) memiliki

BAB I PENDAHULUAN. kanan/left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target organ di otak

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. psikologis dan sosial. Hal tersebut menimbulkan keterbatasan-keterbatasan yang

KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ada sekitar 1 milyar penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi,

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada abad ini. Dijelaskan oleh WHO, di dunia penyakit tidak menular telah

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Stikes Muhammadiyah Gombong

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh penduduk Indonesia. Penyakit ini muncul tanpa keluhan sehingga. banyak penderita yang tidak mengetahui bahwa dirinya menderita

Jurnal Dunia Kesmas Volume 3. Nomor 1. Januari

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Kejadian hipertensi secara terus-menerus dapat menyebabkan. dapat menyebabkan gagal ginjal (Triyanto, 2014).

HUBUNGAN OLAHRAGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RSUD Dr. MOEWARDI

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari data WHO

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA TERHADAP DIET HIPERTENSI PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWASARI KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan menuju hidup sehat 2010 yaitu meningkatkan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkannya. Bila kondisi tersebut berlangsung lama dan menetap, maka dapat menimbulkan penyakit hipertensi.

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gangguan kesehatan berupa ganngguan pendengaran (auditory) dan extrauditory

HUBUNGAN OLAHRAGA TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah hipertensi. Hipertensi adalah keadaan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BUOL

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas. mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat.

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki

BAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kesehatan masyarakat di Indonesia mengalami transisi

BAB 1 : PENDAHULUAN. utama masalah kesehatan bagi umat manusia dewasa ini. Data Organisasi Kesehatan

HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BARA-BARAYA MAKASSAR HERIANI

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 90% penderita diabetes di seluruh dunia merupakan penderita

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tekanan darah tinggi menduduki peringkat pertama diikuti oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (PTM), yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta

FAKTOR-FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA LAKI-LAKI PENGUNJUNG PUSKESMAS MANAHAN DI KOTA SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

Karakteristik Umum Responden

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

pernah didiagnosis menderita PJK (angina pektoris dan/atau infark miokard)

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB 1 PENDAHULUAN. otak atau penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan otot

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. darah sistolik (TDS) maupun tekanan darah diastolik (TDD)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai penyakit atau gangguan kesehatan salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan.

BAB III METODE PENELITIAN

PREVALENSI HIPERTENSI PADA PENDUDUK UMUR 30 TAHUN HINGGA 80 TAHUN DI KECAMATAN TEMBUKU BANGLI BALI TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. Resiko terjadinya penyakit jantung koroner meningkat 2-4 kali pada perokok

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1

HUBUNGAN PENGETAHUAN HIPERTENSI DENGAN POLA HIDUP SEHAT LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. inaktivitas fisik, dan stress psikososial. Hampir di setiap negara, hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme


METODE. Desain, Waktu dan Tempat

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya tekanan darah arteri lebih dari normal. Tekanan darah sistolik

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Pasal 1 UU RI No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan. Lanjut Usia dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia di dunia. Menurut Golostein (2008), bahwa 5% dari populasi penduduk

Transkripsi:

SUMMARY ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI DI KELURAHAN PAGUYAMAN KECAMATAN KOTA TENGAH WAHYUNI GOBEL 811409031 ABSTRAK Wahyuni Gobel. 2013. Analisis Faktor Risiko Kejadian Di Kelurahan Paguyaman Kecamatan Kota Tengah. Skripsi, Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I dr. Zuhriana K Yusuf M.Kes Pembimbing II dan Lia Amalia, SKM, M.Kes. Penyakit hipertensi tahun demi tahun terus mengalami peningkatan. hanya di Indonesia, namun juga di dunia. Dari 6 kelurahan yang ada di Wilayah kerja Puskesmas Dulalowo salah satu kelurahan yang rentan terkena hipertensi yaitu kelurahan Paguyaman karena sebagian wilayah dari kelurahan Paguyaman ini terpapar langsung dengan kebisingan yang berasal dari bunyi PLTD, dan kebisingan ini merupakan salah satu faktor risiko hipertensi. Penelitian ini dilakukan dengan desain survey analitik dengan pendekatan Cross Sectional Study (potong lintang), dengan jumlah responden 276 sampe! dari 900 Populasi. Teknik penganibilan sarnpel menggunakan tekiiik simple random sampling. Analisis data secara univariat dan bivariat dengan menggunakan chi square dan OR. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor-faktor yang terbukti sebagai faktor risiko dari hipertensi yaitu umur (OR=2,2), riwayat keluarga (OR=5,4), kebiasaan merokok (OR=1,5) dan intensitas kebisingan (OR=2,8) dan untuk jenis kelamin dan kebisingan merupakan faktor protektif dari kejadian hipertensi karena < 1 masing masing OR = 0,9 dan 0,6. Disimpulkan bahwa faktor risiko dari kejadian hipertensi yaitu umur,riwayat keluarga dan kebiasaan merokok dan untuk jenis kelamin dan kebisingan merupakan faktor protektif dari dari kejadian hipertensi. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, diharapkan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi tentang pola makan, yaitu makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat liubuiigarmya dengan hipertensi dan Iiasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dalam pola hidup sehat. Kata Kunci:, Faktor Risiko

PENDAHULUAN faktor keturunan. Merokok secara langsung meningkatkan adalah keadaan peningkatan tekanan darah denyut jantung dan tekanan darah, karena pengaruh nikotin yang memberi gejala yang akan berlanjut kesuatuorgan target dalam peredaran darah. (Menurut Bustan, 2007 : 64) Selain seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk rokok mengkonsumsi alkohol lebih dari 3 kali perhari juga pembuluh darah jantung) dan hipertrofi/left ventricle merupakan faktor risiko dari hipertensi. hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target organ di otak Dari 6 kelurahan yang ada di Wilayah kerja Puskesmas yang berupa stroke, hipertensi menjadi penyebab utama stroke Dulalowo salah satu kelurahan yang rentan terkena hipertensi yang membawa kematian yang tinggi (Bustan, 2007 : 60) yaitu kelurahan Paguyaman karena sebagian wilayah dari Menurut WHO (dalam anonim, 2010 : 2) mengemukakan kelurahan Paguyaman ini terpapar langsung dengan kebisingan bahwa perempuan penderita hipertensi lebih tinggi, yaitu 37%, yang berasal dari bunyi PLTD, dan kebisingan ini merupakan sedangkan pria 28%. Prevalensi hipertensi di negara-negara salah satu faktor risiko hipertensi. Berdasarkan latar belakang maju cukup tinggi, yaitu mencapai 37%, Sementara di yang telah di paparkan di atas maka peneliti tertarik untuk negara-negara berkembang 29,9 %. melakukan penelitian yang berjudul "Analisis Faktor Risiko Penderita hipertensi di Indonesia prevalensinya terus Kejadian di kelurahan Paguyaman Kecarnatan Kota terjadi peningkatan. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Tengah". (SKRT) pada tahun 2000 sebesar 21% menjadi 26,4% dan METODE PENELITIAN 27,5% pada tahun 2001 dan 2004, Selanjutnya, diperkirakan Penelitian ini di lakukan di kelurahan paguyaman meningkat lagi menjadi 37% pada tahun 2015 dan menjadi 42% kecamatan kota tengah. kelurahan paguyaman salah satu pada tahun 2025. prevalensi hipertensi sebesar 29,6% dan meningkat menjadi 34,1% tahun 2010. kelurahan yang rentan terkena hipertensi karena sebagian wilayah dari kelurahan Paguyaman ini terpapar langsung dengan kebisingan yang berasa! dari bunyi PLTD, dan kebisingan ini Gorontalo prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran merupakan salah satu faktor risiko hipertensi. termasuk kasus yang sedang minum obat (31,5%), Prevalensi Penelitian ini dilakukan dengan desain survey analitik hipertensi nasional berdasarkan pengukuran saja adalah (26,8 dengan pendekatan Cross Sectional Study (potong lintang), %), Berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau dengan jumlah responden 276 sampel dari 900 Populasi. Teknik minum obat prevalensinya yaitu (10,8%) dan cakupan tenaga pengambilan sampel menggunakan teknik simple random kesehatan terhadap hipertensi adalah (31,7%). sampling. Analisis data secara univariat dan bivariat dengan Data dari Dinas Kesehatan Kota gorontalo pada tahun 2011 menggunakan chi square dan OR. Penyakit berada di peringkat 8 yaitu sebanyak 5370 Sumber data penelitian di peroleh dari hasil wawancara kasus, sedangkan pada Tahun 2012 Penyakit berada langsung dengan menggunakan alat bantu kuesioner yang berisi di peringkat 6 yaitu sebanyak 5681 Kasus. pertanyaan tentang Umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, Menurut data dari Puskesmas Dulalowo tahun 2012 kebiasaan rnerokok, dan pengukuran intensitas kebisingan di hipertensi termasuk pada 10 besar penyakit menonjol yaitu wilayah sekitar tempat penelitian. sebanyak 1651 kasus dari 27176 jiwa yang terdaftar di Wilayah HASIL DAN PEMBAHASAN Kerja Puskesmas Dulalowo. Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan (Menurut Yundini : 2006) Faktor-faktor yang antara masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat rnenyebabkan terjadinya kejadian hipertensi terbagi menjadi dua serta besarnya risiko variabel bebas terhadap variabel terikat, bagian yaitu faktor yang dapat dikontrol dan yang tidak dapat yakni menggunakan analisa bivariate. dikontrol, Faktor yang dapat dikontrol antara lain obesitas, stres, kurang aktivitas fisik, kurang olahraga, rnerokok, menderita diabetes mellitus, mengkonsumsi garam berlebih, minum alkohol, minum kopi,stres emosional dan sebagainya. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan atau tidak dapat dikontrol yaitu umur, jenis kelamin, dan keturunan. Kebisingan adalah polusi lingkungan yang di sebabkan oleh suara(sihar, 2005 : 8). Menurut Saraswati (dalam Wardana, 2004). "Stimulasi bising melalui rnekanisme saraf simpatik menyebabkan naiknya tekanan darah rnelalui peningkatan tahanan perifer total dan curah jantung. Pengulangan paparan yang terus menerus dapat mernpercepat perkembangan perubahan struktur vascular pembuluh perifer sehingga menghasilkan kenaikan tekanan darah yang menetap sampai menuju tingkat hipertensi. Disamping karena suara bising, tekanan darah dapat terjadi karena bertambahnya umur dan

a. Hubungan Urnur dengan dengan Kejadian Hubungan Umur dengan kejadian disajikan pada tabel 4.10 Tabel4.11 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Di Kelurahan Paguyaman Kecamatan Kota Tengah Tabel 4.10 Hubungan Umur dengan Kejadian Di Kelurahan Paguyaman Kecamatan Kota Tengah Jenis Kelamin Kejadian Jumiah X 2 OR Proba bilitas Umur (Tahun) Kejadian hipertensi Jumlah X 2 OR Proba bilitas P L 80 75 51,6 48,4 67 54 55,4 44,6 147 129 53,2 46,7 0,38 0,9 Lwr = 0,5 Uppr = 1,4 47,4 % >40 < 40 97 58 62,6 37,4 52 69 42,9 57,0 149 127 54,0 46,0 10,5 2,2 Lwr=1,4 69% Jumiah 1S5 100 121 100 276 100 Jml 155 100 121 100 276 100 uppr = 3,6 Dari hasil analisis hubungan antara jenis keiamin dengan Kejadian diperoleh bahwa responden yang berjenis keiamin wanita yang memiliki hipertensi berjumlah 80 Dari hasil analisis hubungan antara umur dengan kejadian responden (51,5%) dan untuk jenis kelamin laki-laki yang diperoleh bahwa responden yang berumur lebih dari memiliki hipertensi berjumlah 75 responden (48,4%), 40 tahun yang memiliki hipertensi berjumlah 97 responden sedangakan berjenis kelamin perempuan yang tidak hipertensi (62,6%) dan yang berumur kurang dari sama dengan 40 tahun berjumlah 67 responden (55,4%) dan yang berjenis kelamin yang menderita hipertensi berjumlah 58 responden (37,4%), laki-laki yang tidak hipertensi berjumlah 54 responden (44,6%). sedangkan responden yang lebih dari 40 tahun yang tidak Hasil uji statistik didapatkan nilai chi square = 0,535 maka hipertensi berjumlah 52 responden (42,9%) dan kurang dari dapat disimpulkan tidak ada hubungan jenis keiamin dengan sama dengan 40 tahun yang tidak hipertensi berjumlah 69 kejadian hipertensi. responden (57,0%). Hasil uji statistik didapatkan nilai chi square OR untuk jenis keiamin 0,9 dengan nilai Lower 0,5 =10,515 (x 2 =3,841) ini dapat disimpulkan ada hubungan umur dan nilai Upper 1,4 hal ini dapat di simpulkan bahwa pada jenis dengan kejadian yaitu hipertensi. kelamin perempuan memiliki risiko 0,9 kali lebih besar atau OR untuk umur yaitu 2,2 dengan nilai Lower 1,44 47,4 menderita hipertensi di bandingkan responden berjenis dan nilai Upper 3,6 hal ini dapat di simpulkan bahwa umur lebih kelamin Laki-Laki. dari sama dengan 40 tahun memiliki risiko 2,2 kali lebih besar Dari hasil wawancara yang telah di lakukan di dapatkan hasil atau 69% untuk menderita hipertensi di bandingkan yang bahwa penderita hipertensi ini berasal dari keturunan atau kurang dari 40 tahun. keluarga orang tua mereka dalam hal ini ayah atau ibu yang Banyaknya responden yang menderita hipertensi di atas menderita hipertensi, walaupun tidak menutup kemungkinan umur 40 tahun hal ini di disebabkan pada umur 40 tahun keatas bahwa disini juga ada riwayat dari kakek atau nenek penderita. lebih rentan terkena hipertensi, hal ini juga di sebabkan Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi responden yang di wawancarai banyak yang berumur lebih dari terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi iebih 40 tahun, sehingga kemungkinan yang akan banyak menderita banyak pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada hipertensi ini adalah responden dengan umur lebih dari 40 tahun heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang Menurut bannet (1997) bahwa umur akan cenderung mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila mempengaruhi daya tahan tubuh terhadap kejadian suatu dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama penyakit. Semakin bertambah umur seseorang akan semakin lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang menurun pula daya tahan tubuh seseorang. dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi gejala (Qiu, 2003 : 130). meningkat. bisa terjadi pada segala usia, namun Hal tersebut menunjukan bahwa responden yang paling sering dijumpai pada usia 35 tahun atau lebih. Hal ini mempunyai keluarga yang menderita hipertensi mempunyai disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah risiko mempunyai penyakit hipertensi. Hasil penelitian ini dan hormon. Apabila perubahan tersebut disertai faktor-faktor sejalan dengan dengan penelitian yang di lakukan oleh Sugiharto lain maka bisa rnemicu terjadinya hipertensi. bahwa riwayat keturunan merupakan faktor risiko dari kejadian Penelitian sejenis yang di lakukan oleh Rosidah tentang hipertensi. Jika seorang dari orang tua kita mempunyai umur yaitu rnengatakan bahwa umur merupakan factor risiko hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25% dari kejadain hipertensi, tekanan darah meningkat pada usia kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita lanjut, tekanan darah sitolik akan meningkat seeara perlahan mempunyai hipertensi, kemungkinan kita mendapatkan penyakit pada umur 40 tahun dan akan teras meningkat curam setalah tersebut 60%. umur 40 tahun. c. Hubungan Riwayat Keluarga dengan kejadian b. Hubungan Jenis Kelamin dengan kejadian Hubungan Riwayat Keluarga dengan kejadian Hubungan Jenis Kelamin dengan kejadian Hipertertensi disajikan pada tabel 4.12 disajikan pada tabel 4.11.

Tabel 4.12 Hubungan Riwayat Keluarga dengan Kejadian Di Kelurahan Paguyaman Kecamatan Kota Tengah Riwayat Keluarga Ya Kejadian Jumlah X 2 OR Hiperte nsi 113 42 73,0 27,0 40 81 33,0 67,0 153 123 Jml 155 100 121 100 276 100 55,4 44,6 43,7 5,4 Lwr = 3,2 Uppr = 9.2 Prob abilit as 84,4% d. Hubungan Merokok dengan kejadian Hubungan Merokok dengan kejadian disajikan pada tabel 4.1 Tabel 4.13 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Di Kelurahan, Paguyaman Kecamatan Kota Tengah Kebiasaa n Meroko k Kejadian Jumlah n % n % N % Ya 80 75 51,6 48,4 50 71 41,3 8,7 13 0 47,1 52,9 Jml 155 100 121 100 276 14 100 X 2 2,88 OR 1,5 Lwr = 0,9 Uppr =2,4 Probabilitas 60% Dari hasil analisis hubungan antara riwayat keluarga dengan Kejadian diperoleh bahwa responden yang memiliki riwayat keluarga yang menderita hipertensi dan menderita hipertensi berjumlah 113 responden (73,0%) dan yang tidak memiliki riwayat keluarga yang menderita hipertensi dan menderita hipertensi berjumlah 42 responden (27,0%), sedangkan yang rnemiliki riwayat keluarga yang menderita hipertensi tapi tidak hipertensi berjumlah 40 responden (33,0%) dan yang tidak memiliki riwayat keluarga yang menderita hipertensi dan tidak menderita hipertensi berjumlah 81 responden (67,0%). Hasil uji statistik didapatkan nilai chi square = 43,67 maka dapat disimpulkan ada hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian hipertensi. OR untuk Riwayat Keturunan yaitu 5,4 dengan nilai Lower 3,2 dan nilai Upper 9,2 hal ini dapat di simpulkan bahwa riwayat keluarga 5,4 kali lebih besar atau 84,4% menderita hipertensi di bandingkan responden yang tidak mempunyai riwayat keluarga yang hipertensi. Responden yang menderita hipertensi di keluarahan paguyaman lebih banyak memiliki kebiasaan merokok, dari hasil wawancara yang di lakukan kebiasaan merokok ini bukan hanya pada laki-laki tapi perempuan pun memiliki kebiasaan tersebut, sehingga untuk kejadian hipertensi antara laki-laki dan perempuan hampir seimbang. Hal ini didukung oleh teori bahwa apapun yang rnenimbulkan ketegangan pembuluh darah dapat menaikkan tekanan darah, termasuk nikotin yang ada dalam rokok. Nikotin rnerangsang sistem saraf sirnpatik, sehingga pada ujung saraf tersebut melepaskan hormon stres norephinephrine dan segera mengikat hormon receptor-. Hormon ini mengalir dalam pembuluh darah ke seluruh tubuh. Oleh karena itu, jantung akan berdenyut lebih cepat dan pembuluh darah akan mengkerut. Selanjutnya akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan menghalangi arus darah secara normal, sehingga tekanan darah akan rneningkat.(kodyat, 2008 : 76) Kandungan nikotin dan zat senyawa kimia yang cukup berbahaya yang terdapat pada rokok juga memberikan peluang besar seseorang menderita hipertensi terutama pada mereka yang termasuk dalam perokok aktif. Tak hanya rnengkibatkan hipertensi, zat rokok yang terhirup dan rnasuk ke dalam tubuh akan meningkatkan resiko pada penyakit diabetes mellitus, serangan jantung dan stroke. Penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh sugiarto Kebiasaan merokok, untuk perokok terbukti merapakan faktor risiko terjadinya hipertensi dengan nilai p = 0,001; OR = 2,47; 95% CI = 1,44-4,23 mendapatkan bahwa ada hubungan merokok dengan kejadian hipertensi karena kandungan yang ada dalam rokok tersebut. Dari hasil analisis hubungan antara kebiasaan merokok dengan Kejadian diperoleh bahwa responden yang memiliki kebiasaan merokok yang menderita hipertensi berjumlah 80 responden (51,6%) dan yang tidak memiliki kebiasaan merokok dan menderita hipertensi berjumlah 75 responden (48,4%) 5 sedangkan yang memiliki kebiasaan merokok dan tidak hipertensi berjumlah 50 responden (41,3%) dan yang tidak memiliki kebiasaan merokok dan tidak hipertensi berjumlah 71 responden (58,7%). Hasil uji statistik didapatkan nilai chi square - 2,88 maka dapat disimpuikan tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi. OR pada kebiasaan merokok yaitu 1,5 dengan nilai Lower 0,9 dan nilai Upper 2,4 hal ini dapat di simpulkan bahwa kebiasaan merokok memiliki risiko 1,5 kali lebih besar atau 60% menderita hipertensi di bandingkan responden yang tidak mempunyai kebiasaan merokok. Responden yang menderita hipertensi di keluarahan paguyaman lebih banyak memiliki kebiasaan merokok, dari hasil wawancara yang dilakukan kebiasaan merokok ini bukan hanya pada laki-laki tapi perernpuan pun memiliki kebiasaan tersebut, sehingga untuk kejadian hipertensi antara laki-laki dan perempuan hampir seimbang. Hal ini didukung oleh teori bahwa apapun yang menimbulkan ketegangan pembuluh darah dapat menaikkan tekanan darah, termasuk nikotin yang ada dalam rokok. Nikotin merangsang sistem saraf simpatik, sehingga pada ujung saraf tersebut rnelepaskan hormon stres norephinephrine dan segera mengikat hormon receptor-. Hormon ini mengalir dalam pembuluh darah ke seluruh tubuh. Oleh karena itu, jantung akan berdenyut lebih cepat dan pembuluh darah akan mengkerut. Selanjutnya akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan menghalangi arus darah secara normal, sehingga tekanan darah akan meningkat(kodyat, 2008 : 76) Kandungan nikotin dan zat senyawa kirnia yang cukup berbahaya yang terdapat pada rokok juga memberikan peluang besar seseorang menderita hipertensi terutarna pada rnereka yang terrnasuk dalam perokok aktif. Tak hanya mengkibatkan hipertensi, zat rokok yang terhirup dan masuk ke dalam tubuh akan rneningkatkan resiko pada penyakit diabetes rnellitus, serangan jantung dan stroke. Penelitian sebelurnnya yang di lakukan oleh sugiarto Kebiasaan merokok, untuk perokok terbukti merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi dengan nilai p = 0,001; OR = 2,47; 95% CI = 1,44-4,23 rnendpatkan bahwa ada hubungan merokok dengan kejadian hipertensi karena kandungan yang ada dalam rokok tersebut.

e. Hubungan Intensitas Kebisingan dengan kejadian Hubungan Intensitas Kebisingan dengan kejadian disajikan pada tabel 4.1 Tabel 4.14 Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Kejadian Di Kelurahan Paguyaman Kecamatan Kota Tengah Intensit as Bising (db) Kejadian Tdk Jumlah X 2 OR Probabilitas >55 111 71,6 75 62 186 67,4 1,5 60% 2,87 <55 44 28,4 46 38 90 32,6 Lwr=0,4 Jml 155 100 121 100 276 100 Uppr =1,9 Sumber: Data Frimer Dari hasil analisis hubungan antara kebiasaan kebisingan dengan Kejadian diperoleh bahwa responden, yang terpapar dengan kebisingan lebih dari sama dengan 55 db dan menderita hipertensi berjumlah 111 responden (71,6%) dan yang terpapar dengan kebisingan kurang dari 55 db dan menderita hipertensi bejumlah 44 responden (28,4%), sedangkan yang terpapar dengan kebisingan lebih dari sama dengan 55 db dan tidak hipertensi berjumlah 75 responden (62%) dan yang terpapar dengan kebisingan kurang dari 55 db dan tidak hipertensi berjumlah 46 responden (38%). Hasil uji statistik didapatkan nilai chi square -2,87 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara intensitas kebisingan dengan kejadian hipertensi. OR pada intensitas kebisingan yaitu 1,5 dengan nilai Lower 0,4 dan nilai Upper 1,9 hai ini dapat di sirnpulkan bahwa intensitas kebisingan lebih dari sama dengan 55 db 1,5 kali lebih besar atau 60% menderita hipertensi di bandingakan responden yang tidak tidak terpapar dengan kebisingan kurang dari 55 db. Intensitas kebisingan di sini merupakan faktor risiko dari kejadian hipertensi karena di kelurahan paguyaman ini terdapat PLTD yang menimbulkan suara bising yang sangat menganggu masyarakat sekitar yang berada di wilayah tersebut. Kebisingan bisa di respon oleh otak yang merasakan pengalaman ini sebagai ancaman atau stress, yang kemudian berhubungan dengan pengeluaran hormon stress seperti epinephrine (hormon katekolamin yang disekresi oleh bagian mendula kelenjar adrenal dan sebuah neurotransmiter yang dilepas oleh neuron-neuron tertentu yang bekerja aktif di sistem susunan saraf pusat), norepineprhrine (salah satu katakolamin alamia) dan cortisol (glukokortikoid alami utama yang disintesis dalam zona fascieulata cortex adrenalis; mempengaruhi metabolisme glukosa, protein, dan lemak dan memiliki aktivitas mineralokor tikoid yang cukup berarti). Stress akan mempengaruhi sistem saraf yang kemudian berpengaruh pada denyutan jantung, yang mengakibatkan perubahan tekanan darah. Stress yang berulang-ulang bisa menjadikan perubahan tekanan darah itu menetap. Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan berakibat pada hipertensi. Penelitian sejenis yang di lakukan oleh rosidah bahwa ada hubungan antara intensitas bising dengan kejadian hipertensi pada masyarakat yang tinggal di sekitar lintasan kereta api. p value 0,022 dan besamya rasio prevalens 1,483 CL 95% = 1,076-2,044 artinya prevalensi kejadian hiperter.si pada wanita yang tinggal di daerah dengan intensitas bising yang melebihi nilai ambang batas 1,483 kali lebih besar dibandingkan yang tinggal di daerah dengan intensitas bising kurang dari nilai ambang batas. KESIMPULAN DAN SARAN Disimpulkan bahwa faktor risiko dari kejadian hipertensi yaitu umur,riwayat keluarga dan kebiasaan rnerokok dan untuk jenis kelarnin dan kebisingan merupakan faktor protektif dari dari kejadian hipertensi. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, diharapkan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi tentang pola makan, yaitu niakanan yang dikonsurnsi oleh niasyarakat hubungannya dengan hipertensi dan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dalam pola hidup sehat. DAFTAR PUSTAKA Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Pdnekacipta Saraswati, R. 2008. Faktor Risiko Kejadian Pada Pekerja Industri Tekstil. Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang. Soepudin, M. 2011. Metedologi Penelitian Kesehatan Masyarakat. Pontianak : TIM Tambunan, S. T. B. 2005. Kebisingan Di Tempat Kerja (Occupational Noise). Yogyakarta: Penerbit Andi. Tamilian. S, Rahajeng. E. 2009. Prevalensi dan Determinannya di Indonesia. Artikel, Maj Kedokt Indon, Volume: 59, Nomor: 12 Wardana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta : Penerbit Andi