Performans Produksi Babi Akibat Tingkat Pemberian Manure Ayam Petelur Sebagai Bahan Pakan Alternatif

dokumen-dokumen yang mirip
Pengaruh Penggunaan Zeolit dalam Ransum terhadap Konsumsi Ransum, Pertumbuhan, dan Persentase Karkas Kelinci Lokal Jantan

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU.

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

PENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER

Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Daun Singkong dalam Ransum Komersial terhadap Performa Broiler Strain CP 707

PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

Penampilan Kelinci Persilangan Lepas Sapih yang Mendapat Ransum dengan Beberapa Tingkat Penggunaan Ampas Teh

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

Tepung Ampas Tahu Dalam Ransum, Performa Ayam Sentul... Dede Yusuf Kadasyah

I. PENDAHULUAN. Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

Pengaruh Penggunaan...Trisno Marojahan Aruan

PengaruhImbanganEnergidan Protein RansumterhadapKecernaanBahanKeringdan Protein KasarpadaAyam Broiler. Oleh

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

M. Datta H. Wiradisastra Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, Bandung ABSTRAK

KANDUNGAN LEMAK KASAR, BETN, KALSIUM DAN PHOSPOR FESES AYAM YANG DIFERMENTASI BAKTERI Lactobacillus sp

Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

KONVERSI SAMPAH ORGANIK MENJADI SILASE PAKAN KOMPLIT DENGAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI FERMENTASI DAN SUPLEMENTASI PROBIOTIK TERHADAP PERTUMBUHAN SAPI BALI

Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**, Yuniar Mulyani**

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

Respon Broiler terhadap Pemberian Ransum yang Mengandung Lumpur Sawit Fermentasi pada Berbagai Lama Penyimpanan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN TEPUNG LIMBAH ROTI DALAM RANSUM AYAM BROILER DAN IMPLIKASINYA TERHADAP EFISIENSI RANSUM SERTA

SUHU FERMENTOR TERHADAP NILAI GIZI PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR PRODUK FERMENTASI BUNGKIL KELAPA SAWIT

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

PENGARUH TINGKAT PEMBERIAN AMPAS TAHU DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMANS ENTOK (Muscovy duck) PADA PERIODE PERTUMBUHAN

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

Animal Agriculture Journal 3(3): , Oktober 2014 On Line at :

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di

ENERGI METABOLIS DAN DAYA CERNA BAHAN KERING RANSUM YANG MENGANDUNG BERBAGAI PENGOLAHAN DAN LEVEL CACING TANAH (LUMBRICUS RUBELLUS)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

MATERI. Lokasi dan Waktu

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG KETELA RAMBAT (Ipomea Batatas L) SEBAGAI SUMBER ENERGI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI AYAM PEDAGING FASE FINISHER

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai Kecernaan Protein Ransum yang Mengandung Bungkil Biji Jarak (Ricinus communis, Linn) Terfermentasi pada Ayam Broiler (Tjitjah Aisjah)

D. Akhmadi, E. Purbowati, dan R. Adiwinarti Fakultas Peternakan Unuversitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower.

Pengaruh Pemberian Tepung Buah Mengkudu Rizki

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak cukup tinggi, nutrisi yang terkandung dalam lim

MATERI DAN METODE. Materi

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

PENGGUNAAN TEPUNG LIMBAH PENGALENGAN IKAN DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA BROILER. Arnold Baye*, F. N. Sompie**, Betty Bagau**, Mursye Regar**

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

PENGARUH PENGGUNAAN FERMENTASI KULIT BUAH KAKAO DALAM KONSENTRAT TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DOMBA LOKAL

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

PENGARUH PENGGUNAAN KUNYIT DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMANS AYAM PEDAGING

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus

PENGARUH PENAMBAHAN SARI BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi) SEBAGAI ACIDIFIER TERHADAP EFISIENSI RANSUM PADA BABI STARTER

PENGARUH TINGKAT PEMBERIAN AMPAS TAHU DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMAN ENTOK (MUSCOVY DUCK) PADA PERIODE PERTUMBUHAN

PENGARUH MANIPULASI RANSUM FINISHER TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PAKAN DALAM PRODUKSI BROILER

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ade Trisna*), Nuraini**)

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu

Pengaruh Penambahan Tepung Kunyit...Rafinzyah Umay Adha

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN

UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN PAKAN PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH MENGGUNAKAN SUPLEMEN KATALITIK

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENGARUH TINGKAT PENGGUNAAN CAMPURAN BUNGKIL INTI SAWIT DAN ONGGOK TERFERMENTASI OLEH

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL PUYUH JANTAN

NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur yang berumur 27

BAB I PENDAHULUAN. dapat mencapai 60%-80% dari biaya produksi (Rasyaf, 2003). Tinggi rendahnya

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi hewani membuat

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

Ali, S., D. Sunarti dan L.D. Mahfudz* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang

PENGARUH PENGGUNAAN DAUN MURBEI (Morus alba) SEGAR SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN RANSUM TERHADAP PERFORMANS BROILER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

VI. TEKNIK FORMULASI RANSUM

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

Transkripsi:

Performans Produksi Babi Akibat Tingkat Pemberian Manure Ayam Petelur Sebagai Bahan Pakan Alternatif SAULAND SINAGA 1 dan MARSUDIN SILALAHI 2 1 Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran-Bandung 2 BPTP- Lampung (Diterima dewan redaksi 3 Desember 2002) ABSTRACT SINAGA, S. dan M. SILALAHI. 2002. The effect adding layer manure in ration as alternative feed on pig production. JITV 7 (4): 207 213. An experiment had been conducted to find out the effect of layer manure in the ration pig. Twenty four pig were randomized into 24 individual pens. Completely Randomized Design was used in this experiment; treatments consist of four levels of layer manure (0; 5; 10 and 15%), each treatment was replicated six times. The result indicated that up to 5% layer manure add to the starter-grower diet can be fed without any significant effect. Key words: Layer manure, starter-grower period ABSTRAK SINAGA, S. dan M. SILALAHI. 2002. Performans produksi babi akibat tingkat pemberian manure ayam petelur sebagai bahan pakan alternatif. JITV 7 (4): 207 213. Suatu studi untuk mempelajari tingkat penggunaan manure ayam petelur sebagai bahan pakan alternatif untuk babi telah dilakukan. Sebanyak 24 ekor babi dengan bobot hidup 20 kg dengan koefisien variasi 9,5%, ditempatkan dalam 24 kandang individu secara acak. Rancangan Acak Lengkap digunakan dengan empat perlakuan ransum yang masing-masing mengandung 0; 5; 10; dan 15% manure ayam petelur, setiap perlakuan diulang sebanyak enam kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampai tingkat 5% manure ayam petelur dapat dipakai dalam ransum babi. Kata kunci: Manure ayam petelur, periode pemula-pertumbuhan PENDAHULUAN Keberadaan peternakan di masa mendatang memerlukan ketersediaan pakan yang cukup dan berkesinambungan. Kecukupan itu kecil kemungkinan untuk dipenuhi hanya berdasarkan pakan konvensional. Oleh karena itu, perlu ada usaha untuk mencari pakan alternatif yang persediaannya dapat diandalkan dalam jangka panjang. Salah satu bahan pakan alternatif yang dapat dimanfaatkan adalah limbah peternakan, seperti manure ayam petelur. Babi merupakan salah satu komoditi ternak yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena memiliki keunggulan tersendiri antara lain laju pertumbuhan yang cepat, litter size yang banyak dan cukup efisien dalam menggunakan ransum (FCR 2,2-2,5). Disisi lain permintaan daging babi dilaporkan cukup tinggi yakni sekitar satu juta kg per tahun (DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN, 1999). Salah satu aspek yang menentukan tinggi rendahnya kualitas ransum adalah kandungan protein dan asamasam amino dari bahan pakan penyusun ransum tersebut. Kendala yang dihadapi adalah mahalnya harga bahan pakan sumber protein sehingga perlu dicari bahan pakan alternatif yang murah dan tersedia dalam jumlah yang cukup tetapi tetap mengandung gizi yang baik dan memenuhi syarat sebagai bahan pakan penyusun ransum. Salah satu bahan pakan alternatif dimaksud adalah manure ayam petelur atau kotoran ayam petelur. ESMAY (1971) melaporkan bahwa produksi manure segar yang dihasilkan oleh seekor ayam adalah rata-rata 150 g/hari. Sementara MULLER (1980) melaporkan bahwa seratus ekor ayam petelur dapat menghasilkan 1,6 ton kotoran kering/tahun, dengan kandungan protein antara 24 31%. Menurut data Direktorat Jenderal Peternakan, jumlah ayam petelur yang ada di Indonesia tahun 1998 adalah 46 juta ekor (DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN, 1999). Dengan asumsi nilai diatas, maka ketersediaan manure ayam di negara kita masingmasing untuk produksi manure dan protein manure adalah 736.000 dan 176.640 kg, nilai tersebut merupakan potensi yang harus dieksplorasi sekaligus upaya mengurangi pencemaran lingkungan yang sudah merupakan isu global. TRUNG et al. (1990) menemukan bahwa pemberian manure ayam petelur pada pakan sapi perah sampai 207

SINAGA dan SILALAHI: Performans produksi babi akibat tingkat pemberian manure ayam petelur pada tingkat 30% tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ransum dan produksi susu. Penggunaan manure ayam petelur dalam ransum perlu dipertimbangkan batasannya dan disesuaikan dengan kebutuhannya karena manure ayam petelur mempunyai kandungan serat kasar yang cukup tinggi dan energi metabolis rendah. Serat kasar manure ayam petelur dapat mencapai 14,9% (BLAIR, 1982) dan pemberiannya pada ransum babi periode grower dianjurkan mengandung serat kasar sebanyak 6% (ARITONANG, 1993). Oleh karena itu pemberian tepung manure ayam petelur harus dibatasi supaya ransum tidak amba. Manure ayam petelur mengandung protein yang cukup tinggi tetapi pemanfaatannya masih mempunyai kendala karena tingginya kandungan NPN (Nitrogen Bukan Protein) terutama untuk ternak monogastrik. Selain itu bahaya yang mungkin timbul yaitu adanya bakteri patogen, jamur, sisa pestisida, sisa obat-obatan dan logam berat, oleh karena itu manure ayam petelur tidak dapat digunakan secara langsung, perlu diolah agar diperoleh bahan baku yang memenuhi persyaratan, misalnya dikeringkan dengan sinar matahari. Penggunaan manure ayam petelur sebagai bahan baku ransum tidak dapat langsung dicampur dengan bahan baku lain, sebab kandungan air manure ayam petelur sangat tinggi yaitu 75% (BIELY et al., 1980). Oleh sebab itu sebelum dipakai manure ayam petelur harus dikeringkan terlebih dahulu agar kadar airnya berkurang dan mudah dicampur dengan bahan baku lain. Pengolahan melalui proses pengeringan baik secara alamiah maupun dengan oven bertujuan untuk mengurangi kadar air, membunuh mikroorganisme patogen dan menghilangkan bau. Manure ayam petelur cepat mengalami proses fermentasi, oleh karena itu bila akan digunakan sebagai bahan pakan harus segera dikeringkan (KAMAL, 1998). Manure ayam petelur mengandung protein kasar sekitar 30% dari bahan keringnya namun kandungan asam amino esensialnya rendah. Oleh karena itu penggunaannya dalam ransum broiler sebanyak 5%, untuk ayam petelur sampai sebanyak 20% (KAMAL, 1998). Atas dasar pertimbangan tersebut maka penelitian bertujuan mempelajari tingkat pemanfaatan manure ayam sebagai salah satu bahan ransum untuk ternak babi. MATERI DAN METODE Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan empat tingkat penambahan manure ayam petelur (0, 5, 10, dan 15%), yang diulang enam kali pada ransum babi. Penelitian menggunakan 24 ekor babi dengan rataan bobot badan 20 ± 0,52 kg dengan koefisien variasi adalah 9,5% dimana tiap ekor babi merupakan satu unit percobaan. Penelitian dilakukan selama 4 bulan di Kandang Penelitian Koperasi Peternak Babi Indonesia (PT Babi Obor Swastika) Cisarua, Kabupaten Bandung. Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individu sebanyak 24 unit, berlantai semen, beratap seng dengan ukuran kandang 0,6 x 2,0 x 0,8 meter. Masing-masing ternak ditempatkan dalam suatu kandang yang dilengkapi dengan palaka dan tempat minum. Manure ayam petelur yang digunakan dalam percobaan adalah manure segar yang diperoleh dari peternakan ayam petelur di Tanjung Sari, Kabupaten Sumedang. Manure segar yang diambil langsung dikeringkan di bawah sinar matahari selama dua sampai tiga hari, dengan lama penjemuran 6 7 jam/hari. Setelah kering, manure ditumbuk dan diayak dengan menggunakan ram kawat, sehingga manure dapat dicampurkan dengan bahan makanan lain yang telah ditentukan. Sebelum digunakan, manure dianalisa terlebih dahulu untuk menentukan zat makanan yang terkandung didalamnya. Ransum percobaan dibuat dengan kandungan protein dan energi yang sama (iso energi dan protein) untuk setiap perlakuan. Perubahan ransum dilakukan dari periode babi pemula (starter) ke periode grower. Susunan ransum starter dan grower masing-masing dapat dilihat pada Tabel 1, kandungan zat makanan dari tiap bahan makanan yang digunakan dalam penelitian tertera pada Tabel 2, sedangkan kandungan zat makanan ransum dalam Tabel 3. Pemberian ransum dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan siang hari secara ad lib. dan air minum selalu tersedia. Peubah yang diamati adalah pertambahan bobot hidup harian (PBHH), konsumsi ransum harian, umur mencapai bobot potong yaitu 88-92 kg dan persentase karkas. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh perlakuan terhadap konsumsi ransum harian Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan konsumsi harian babi selama penelitian adalah 1,893 ± 0,145 kg ekor -1 hari -1 (Tabel 4). Penggunaan manure 5% dalam ransum menunjukkan konsumsi ransum harian tertinggi, sedangkan penambahannya dalam ransum hingga 15% secara nyata (P<0,05) menunjukkan penurunan konsumsi ransum harian. 208

JITV Vol. 7. No. 4. Th. 2002 Tabel 1. Susunan ransum babi percobaan (%) Bahan makanan R 0 R 1 R 2 R 3 Starter Grower Starter Grower Starter Grower Starter Grower Jagung 37,95 34,75 37,50 30,15 34,05 27,00 31,80 26,70 Manure 0,00 0,00 5,00 5,00 10,00 10,00 15,00 15,00 Dedak padi 36,63 45,35 32,70 45,20 31,25 43,80 28,25 40,00 Tepung ikan 10,10 6,30 9,75 6,10 9,70 5,70 9,80 5,45 Bungkil kelapa 12,30 9,55 12,20 9,50 11,30 9,20 11,30 7,90 Tepung tulang 0,60 1,00 0,00 0,40 0,00 0,00 0,00 0,00 Minyak nabati 2,40 2,95 2,80 3,55 3,65 4,20 3,80 4,90 Premix 0,05 0.10 0,05 0,10 0,05 0,10 0,05 0,05 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 R 0 = ransum kontrol, tanpa manure R 1 = tingkat penambahan manure 5% R 2 = tingkat penambahan manure 10% R 3 = tingkat penambahan manure 15% Harga ransum Rp. 1500/kg Tabel 2. Kandungan zat makanan dari bahan ransum yang digunakan dalam penelitian Bahan makanan EM (kkal) Persentase PK SK Lisin Ca P Jagung 3250,00 8,45 5,90 0,28 0,02 0,30 Manure 2280,00 24,50 20,00 0,18 6,70 2,34 Dedak padi 2978,00 12,75 22,1 0,50 0,03 0,26 Tepung ikan 2860,00 54,20 0,00 3,72 3,90 2,85 Bungkil kelapa 2931,00 17,60 6,00 0,55 0,08 0,15 Tepung tulang 0,00 0,00 0,00 0,00 29,58 11,64 Minyak nabati 8200,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Premix* 0,00 0,00 0,00 0,07 0,13 0,11 Hasil analisis Balai Bioteknologi Penelitian Tanaman Pangan Bogor 2001 *Kandungan bahan dari brosur produk Tabel 3. Perhitungan kandungan zat makanan ransum penelitian periode starter dan grower Ransum percobaan Periode starter : EM (kkal) Persentase PK SK Lisin Ca P R 0 A 3175,61 16,01 5,00 0,78 0,60 0,53 R 1 A 3177,53 16,04 5,22 0,77 0,85 0,57 R 2 A 3177,52 16,04 5,51 0,77 1,29 0,69 R 3 A 3175,25 16,05 5,83 0,76 1,72 0,80 Periode grower : R 0 B 3191,65 14,05 5,98 0,61 0,57 0,53 R 1 B 3190,14 14,05 6,46 0,76 0,80 0,55 R 2 B 3191,08 14,07 6,80 0,76 1,13 0,62 R 3 B 3190,11 14,04 6,92 0,75 1,56 0,73 209

SINAGA dan SILALAHI: Performans produksi babi akibat tingkat pemberian manure ayam petelur Tabel 4. Pengaruh penambahan manure ayam petelur dalam ransum terhadap pertambahan bobot badan harian, konsumsi, konversi ransum dan umur bobot potong (90 kg) Perlakuan ransum Konsumsi (kg ekor -1 hari -1 ) PBBH (g ekor -1 hari -1 ) Konversi ransum Umur s/d bobot potong (hari) Persentase karkas Kontrol 5% Manure 10% Manure 15% Manure 2,007 a 2,022 a 1,820 ab 1,725 b 647 a 647 a 578 b 540 b 3,11 a 3,14 a 3,15 a 3,19 a 111,50 a 110,33 a 121,00 b 127,83 b 72,0 a 72,2 a 74,9 a 72,9 a Rataan 1,894 ± 0,145 603 ± 53 3,148 ± 0,03 117,67 ± 8,29 73 ± 1,32 Huruf yang berbeda pada kolom menyatakan berbeda nyata (P<0,05) Gambar 1 menunjukkan bahwa rataan konsumsi ransum harian tertinggi adalah 2,02 kg pada penambahan manure ayam petelur 5%, dan yang terendah adalah 1,73 kg pada penambahan manure ayam petelur sejumlah 15%. Hubungan antara tingkat pemberian manure ayam dengan konsumsi ransum harian pada ternak babi dapat dilihat pada Gambar 1 dan mengikuti pola persamaan y = -19,9x 2 0,313x + 2,389, dengan tingkat keeratan hubungan sebesar (r) 0,839. Dari hasil analisa sidik ragam diperoleh bahwa pengaruh pemberian manure ayam petelur dalam ransum berbeda nyata (P<0,05) terhadap konsumsi ransum harian. Konsumsi ransum harian dengan penambahan manure ayam petelur pada tingkat 0 dan 5% tidak berbeda nyata (P>0,05), dan lebih tinggi dibandingkan dengan 10 dan 15%. Perbedaan konsumsi ini menunjukkan bahwa palatabilitas manure ayam petelur berpengaruh terhadap konsumsi ransum babi. Palatabilitas merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang besarnya tingkat konsumsi ransum oleh babi. SUTARDI (1980) menyatakan bahwa faktor umum yang mempengaruhi konsumsi adalah palatabilitas terhadap ransum yang diberikan. FONTENOT dan WEBB (1975) menyatakan bahwa manure ayam petelur yang telah diolah (pengeringan dengan sinar matahari) dapat meningkatkan palatabilitas dan mengurangi bau yang terdapat dalam manure. Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan Hasil pengamatan yang dilakukan selama penelitian mengenai pengaruh perlakuan terhadap rataan pertambahan bobot hidup harian (PBHH) dari bobot 20 sampai dengan 90 kg dapat dilihat pada Tabel 4. Rataan umum pertambahan bobot hidup babi adalah 603 ± 53 g ekor -1 hari -1 Terlihat bahwa penggunaan manure ayam petelur dalam ransum hingga 15% nyata menurunkan pertambahan bobot hidup harian. Analisa sidik ragam pengaruh manure ayam petelur terhadap pertambahan bobot hidup harian babi adalah sangat nyata (P<0,01) dimana perlakuan 0 dan 5% manure ayam petelur memiliki pertambahan bobot hidup harian lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan manure 2,05 2.05 2 1,95 1.95 2,00 2,02 kg/hari 1,9 1.9 1,85 1.85 y = -19,9x 2-0,313x + 2,3894 R 2 = 0,8394 1,8 1.8 1,82 1,73 1,75 1.75 1,7 1.7 0% 0% 5% 10% 15% Tingkat penggunaan manure Konsumsi Poly. (Konsumsi) Gambar 1. Konsumsi harian babi terhadap tingkat penggunaan manure ayam petelur dalam ransum 210

JITV Vol. 7. No. 4. Th. 2002 sejumlah 10 dan 15%. Penambahan 10 dan 15% manure ayam petelur dalam ransum tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap pertambahan bobot hidup harian. Pada Gambar 2 terlihat pertambahan bobot hidup harian tertinggi yakni 647 g diperoleh pada ternak babi yang mendapat ransum dengan penambahan manure ayam petelur sejumlah 0 maupun 5%. Sementara PBHH babi yang mendapat perlakuan dengan penambahan manure ayam petelur sebesar 15% menunjukkan nilai terendah, yakni 540 g. Dari data yang diperoleh bahwa PBHH (y) memiliki hubungan dengan tingkat pemberian manure (x) dan mengikuti persamaan y = - 3800x 2-210x + 652 dengan tingkat keeratan hubungan r = 0,96 (Gambar 2) Pertambahan bobot hidup babi selama penelitian sebagai akibat penambahan manure ayam petelur dapat diilustrasikan pada Gambar 3. Dari Gambar 3 terlihat bahwa pertumbuhan babi yang mendapat perlakuan dengan tingkat pemberian manure 0 dan 5% lebih baik jika dibandingkan dengan pertumbuhan babi yang diberi manure ayam petelur sejumlah 10 dan 15%. Rendahnya laju pertumbuhan babi yang mendapat ransum dengan kandungan manure ayam petelur sejumlah 10 dan 15%, boleh jadi disebabkan tingginya kandungan NPN yang berasal dari manure 660 640 647 647 y = -3800x 2-210x + 652 R 2 = 0,9409 620 g/hari 600 580 578 560 540 540 540-1% 1% 3% 5% 7% 9% 11% 13% 15% Dosis manure PBB Poly. (PBB) Gambar 2. Hubungan pertambahan bobot badan harian dengan penambahan manure ayam petelur 100 90 80 Bobot badan (kg) 70 60 50 40 30 20 1 2 3 4 umur (bulan) Kontrol 5% manure 10% manure 15% manure Gambar 3. Pertambahan bobot badan babi akibat penambahan manure ayam petelur dalam ransum 211

SINAGA dan SILALAHI: Performans produksi babi akibat tingkat pemberian manure ayam petelur ayam petelur. BLAIR (1982) melaporkan bahwa kandungan NPN manure ayam petelur dapat mencapai 47 64% dari total nitrogen. Sementara di lain sisi, ternak babi tidak dapat atau sangat terbatas memanfaatkan NPN. Hal ini disebabkan proses pencernaan pada ternak babi terjadi secara enzimatis dan bukan disebabkan karena aktivitas mikroba seperti yang terjadi pada ternak ruminansia (SIHOMBING, 1997). Bila dihitung kandungan nitrogen bukan protein (NPN) sebesar 50% (BLAIR, 1982) dari protein kasar manure ayam petelur, penambahan 5% manure ayam petelur akan memberikan NPN sebesar 2,5% dalam ransum, maka dapat dikatakan secara tidak langsung bahwa toleransi babi terhadap penambahan NPN sampai 2,5% tidak berpengaruh terhadap proses pencernaan, sekaligus tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot hidup babi selama penelitian. Pengaruh perlakuan terhadap konversi ransum harian Konversi ransum sangat dipengaruhi oleh tingkat konsumsi ransum dan tingkat pertambahan bobot hidup harian dari babi. Nilai konversi yang tinggi menunjukkan bahan makanan tersebut kurang efisien untuk diubah menjadi daging, dan sebaliknya semakin rendah nilai konversi ransum menunjukkan bahan makanan tersebut sangat efisien untuk diubah menjadi daging. Hasil perhitungan yang dilakukan selama penelitian mengenai pengaruh perlakuan terhadap rataan konversi ransum harian dapat dilihat pada Tabel 4. Rataan umum konversi ransum selama penelitian adalah 3,148 ± 0,03. Berdasarkan nilai konversi, dapat dilihat bahwa babi yang memperoleh ransum perlakuan 15% manure ayam petelur mempunyai nilai tertinggi dalam menggunakan bahan makanan menjadi satu unit pertambahan bobot hidup atau paling tidak efisien dalam mengubah bahan makanan menjadi satu unit pertambahan bobot hidup. Secara umum, peningkatan taraf pemberian manure ayam petelur dalam ransum, cenderung meningkatkan konversi ransum, meskipun analisa sidik ragam memperlihatkan bahwa rataan konversi ransum harian tidak berbeda nyata (P>0,05) akibat penambahan manure ayam petelur. Dengan perkataan lain pemberian manure ayam petelur sampai dengan 15% dalam ransum, dapat dilakukan karena menghasilkan nilai konversi ransum yang sama. Pengaruh perlakuan terhadap umur mencapai bobot potong Lamanya pemeliharaan babi erat kaitannya dengan biaya produksi yang dikeluarkan oleh peternak. Oleh karena itu waktu yang singkat tentu menjadi pilihan peternak mengingat biaya pemeliharaan yang cukup mahal (biaya pakan, tenaga kerja, risiko kematian, penyakit dan lain-lain). Bobot potong yang sudah ditetapkan adalah 88 92 kg. Pengaruh penggunaan manure ayam petelur dalam ransum terhadap umur mencapai bobot potong dapat dilihat pada Tabel 4. Rataan umur babi untuk mencapai bobot potong pada penelitian ini adalah 117,67 ± 8,29 hari. Umur mencapai bobot potong paling cepat terjadi pada ternak babi yang mendapat ransum dengan penambahan 5% manure ayam petelur dan paling lama diperoleh pada babi yang memperoleh ransum dengan 15% manure ayam petelur (110,33 vs 127,83 hari). Peningkatan taraf pemberian manure ayam petelur dalam ransum cenderung memperpanjang phase pemeliharaan untuk mencapai bobot potong. Pada taraf 5% penggunaan manure ayam petelur menunjukkan sedikit lebih singkat dibandingkan dengan kontrol. Analisa sidik ragam perlakuan ransum memperlihatkan bahwa rataan umur mencapai bobot potong adalah berbeda nyata (P<0,05). Phase pemeliharaan untuk mencapai bobot potong, babi yang menggunakan manure ayam petelur 0 dan 5 dalam ransum tidak berbeda nyata, dan lebih singkat jika dibandingkan dengan waktu pemeliharaan babi yang diberi ransum yang menggunakan 15% manure ayam petelur. Pengaruh perlakuan terhadap persentase karkas Data hasil pengamatan selama penelitian mengenai pengaruh penggunaan manure ayam petelur dalam ransum terhadap persentase karkas dapat dilihat pada Tabel 4. Rataan umum persentase karkas babi penelitian adalah 73 ± 1,32%. Persentase karkas tertinggi 74,9% diperoleh pada babi yang mendapat ransum dengan taraf penambahan manure ayam petelur sejumlah 10% dengan kenaikan sekitar 4,06% jika dibandingkan dengan persentase karkas babi yang mendapat ransum kontrol. Hasil analisa sidik ragam memperlihatkan bahwa pengaruh penambahan manure ayam petelur tidak berpengaruh nyata terhadap persentase karkas yang dihasilkan. Penambahan manure ayam petelur dalam ransum hingga 10% cenderung meningkatkan persentase karkas, kemudian menurun dengan penambahan 15%. Perbedaan persentase karkas yang diperoleh pada penelitian ini jika dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh BLAKELY dan BADE (1998), mungkin disebabkan perbedaan komposisi organ dalam ternak babi dari masing-masing bangsa. ENSMINGER (1991) melaporkan bahwa kisaran karkas babi adalah 60-90% dari bobot hidup, tergantung pada kondisi ternak, kekenyangan, kualitas dan cara pemotongan. Faktor kekenyangan pada babi kurang begitu penting pengaruhnya terhadap 212

JITV Vol. 7. No. 4. Th. 2002 bobot karkas dibandingkan dengan sapi karena babi mempunyai kapasitas lambung yang lebih kecil dan persentase karkas kurang lebih tiga perempat bagian dari bobot hidup dengan rentangan 72,09 76,2%. Sementara DEVENDRA dan FULLER (1979) melaporkan bahwa persentase karkas dipengaruhi oleh pengurangan relatif dari organ bagian dalam, peningkatan lemak dari organ dalam, perlemakan ternak, pemberian makanan yang mempunyai sifat bulky dan lama pemuasaan ternak. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian manure ayam petelur sampai dengan 5% dalam ransum babi tidak menghambat pertumbuhan dan bobot hidup harian, konsumsi ransum harian, konversi ransum, persentase karkas dan umur mencapai bobot potong. Oleh karena itu dalam upaya pemanfaatan manure ayam petelur dalam ransum babi tidak melebihi 5% dari total komposisi ransum. DAFTAR PUSTAKA ARITONANG, D. 1993. Perencanaan dan Pengelolaan Usaha Ternak Babi. Penebar Swadaya. Jakarta. BIELY, J., W. D. KITTS and M. R. BULLEY. 1980. Dried poultry waste as a feed ingredients. World Anim. Review. 34 : 35-42. BLAIR, R. 1982. Utilization of ammonium compounds and certain non essential amino acid by poultry. World Poultry Sci. 29 : 189 BLAKELY, J. dan D. H. BADE. 1998. Ilmu Peternakan. Terjemahan B. SRIGANDONO. Edisi Keempat. Gadjah Mada University, Yogyakarta. DEVENDRA, C. and M. F. FULLER. 1979. Pig Production in the Tropics. Oxford Tropical Handbooks. Oxford University Press. DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 1999. Buku Statistik Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta. ENSMINGER, M. E. 1991. Animal Science. 9 th Ed. Interstate Publishers. Inc, Illinois. ESMAY, M. L. 1971. Principles of Animal Environtment. The Avi Publishing Company Inc. Wesport.Connecticut. FONTENOT, J. P. and K. E. WEBB. 1975. Health aspec of recycling animal waste by feeding. J. Anim. Sci 40: 1267-1275. KAMAL, M. 1998. Bahan Pakan dan Ransum Ternak. Laboratorium Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. MULLER, Z. O. 1980. Feed From Animal Wastes. Stats of Knowledge. FAO. Rome. SIHOMBING, D. T. H. 1997. Ilmu Ternak Babi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. SUTARDI, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. IPB. TRUNG, L. T., E. E. EBENEIR and B. RUSTAMADJ. 1990. Suplementary Values of Dried Poultry Manure and Laucena to Corn Silage for Early Lactating Cows. In: The Utilization of Fibrous Agricultural Residues as Animal Feeds. Laguna Philippines Univ. 154-159. 213