STRUKTUR KOMUNITAS PADANG LAMUN PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA DI PERAIRAN DESA BERAKIT KABUPATEN BINTAN

dokumen-dokumen yang mirip
STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI PERAIRAN PULAU NIKOI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

ADI FEBRIADI. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

Biomassa Padang Lamun di Perairan Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau

Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA

STRUKTUR KOMUNITAS PADANG LAMUN DI PERAIRAN PULAU DUYUNG KABUPATEN LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Keanekaragaman Lamun di Perairan Sekitar Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA BERAKIT KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

KOMPARASI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI BANTAYAN KOTA DUMAGUETE FILIPINA DAN DI TANJUNG MERAH KOTA BITUNG INDONESIA

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN PERAIRAN PULAU LOS KOTA TANJUNGPINANG

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS SUMBERDAYA BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DAN PEMANFAATANNYA DI DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN

BAB III METODE PENELITIAN

STRUKTUR KOMUNITAS, KEPADATAN DAN POLA DISTRIBUSI POPULASI LAMUN (SEAGRASS) DI PANTAI PLENGKUNG TAMAN NASIONAL ALAS PURWO KABUPATEN BANYUWANGI.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo Utara, yang meliputi 4 stasiun penelitian yaitu:

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN PANTAI SAKERA KECAMATAN BINTAN UTARA KABUPATEN BINTAN

Kondisi Komunitas Padang Lamun Di Perairan Kampung Bugis, Bintan Utara.

BAB III METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega-

Studi Struktur Komunitas dan Pola Sebaran Padang Lamun di Perairan Senggarang Kecil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode penelitian

KERAPATAN DAN DISTRIBUSI LAMUN (SEAGRASS) BERDASARKAN ZONA KEGIATAN YANG BERBEDA DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

BAB III METODE PENELITIAN

KEANEKARAGAMAN JENIS DAN POLA SEBARAN LAMUN DI PERAIRAN TELUK DALAM KABUPATEN BINTAN ABSTRAK

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN

STRUKTUR KOMUNITAS ECHINODERMATA DI PADANG LAMUN PERAIRAN DESA PENGUDANG KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU ABSTRAK

SEBARAN DAN BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA MALANG RAPAT DAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU RUTH DIAN LASTRY ULI SIMAMORA

Program Studi Biologi, Jurusan Biologi FMIPA UNSRAT Manado, * korespondensi:

KEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS)

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan kegiatan penelitian ini berlangsung selama 2 bulan dihitung

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Lokasi pengambilan data

III. METODE PENELITIAN

TELAAH EKOLOGI KOMUNITAS LAMUN (SEAGRASS) PERAIRAN PULAU OSI TELUK KOTANIA KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT

Struktur Komunitas Padang Lamun. Perairan Teluk Siantan. Kabupaten Kepulauan Anambas

REPORT MONITORING SEAGRASS PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI

Analisis Kelompok dan Tutupan Lamun di Wilayah TRISMADES Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau

3. METODOLOGI PENELITAN

Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik dan kimia di keempat lokasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

STUDI TUTUPAN DAN KERAPATAN LAMUN DI DESA SITARDAS KECAMATAN BADIRI KABUPATEN TAPANULI TENGAH SKRIPSI AMOS CHRISTOPER MELIALA

Jenis dan Biomassa Lamun (Seagrass) Di Perairan Pulau Belakang Padang Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Kepulauan Riau.

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN PERAIRAN PANTAI GORAH DESA BUSUNG KECAMATAN SERI KUALA LOBAM KABUPATEN BINTAN

3. METODE PENELITIAN

KEANEKARAGAMAN GASTROPODA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PULAU RAMBUT. Universitas Pakuan Bogor

Korelasi Kelimpahan Ikan Baronang (Siganus Spp) Dengan Ekosistem Padang Lamun Di Perairan Pulau Pramuka Taman Nasional Kepulauan Seribu

Fluktuasi Biomassa Lamun di Pulau Barranglompo Makassar

STRUKTUR KOMUNITAS PADANG LAMUN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DI PERAIRAN PESISIR TANJUNG UNGGAT KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG

ANALISIS HUBUNGAN KEBERADAAN DAN KELIMPAHAN LAMUN DENGAN KUALITAS AIR DI PULAU KARIMUNJAWA, JEPARA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang

ASOSIASI GONGGONG (Strombus sp) DENGAN LAMUN DI WILAYAH KONSERVASI LAMUN DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN

PRODUKTIVITAS BIOMASSA VEGETASI LAMUN DIPERAIRAN DESA PENGUDANG KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPELAUAN RIAU

Keragaman Lamun (Seagrass) di Pesisir Desa Lihunu Pulau Bangka Kecamatan Likupang Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten

HUBUNGAN KEBERADAAN DAN KERAPATAN JENIS LAMUN DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA AIR DI EKOSISTEM PADANG LAMUN DESA BERAKIT KABUPATEN BINTAN

SEBARAN SPASIAL KOMUNITAS LAMUN DI PERAIRAN PESISIR KAMPUNG PULAU PUCUNG DESA MALANG RAPAT KECAMATAN GUNUNG KIJANG KABUPATEN BINTAN

PROPOSAL PRAKTIK KERJA LAPANGAN BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA DAUN Thalassia hemprichii PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN DESA SEBONG PEREH, BINTAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo pada bulan September-Oktober 2012.

BAB III METODE PENELITIAN

KEANEKARAGAMAN BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN PULAU PENGUJAN. Herry Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

The Association of Gastropods and Seagrass in Coastal Waters of Beruk Island of North Rupat of Riau Province

Andi zulfikar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,

PENYUSUN Marindah Yulia Iswari, Udhi Eko Hernawan, Nurul D. M. Sjafrie, Indarto H. Supriyadi, Suyarso, Kasih Anggraini, Rahmat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan

AKUATIK. Volume 6. Nomor. 1. Tahun PENANGGUNG JAWAB Eddy Nurtjahya. REDAKTUR Eva Utami

BAB III METODE PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei. Penelitian survei yaitu

Lampiran 1. Gambar Lembar Pengamatan yang digunakan (Mckenzie & Yoshida 2009)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

3. METODE PENELITIAN

3. METODOLOGI. Koordinat stasiun penelitian.

ANALISIS TUTUPAN LAMUN BERDASARKAN JENIS DAN SUBSTRAT DI WILAYAH TRISMADES DESA MALANG RAPAT KECAMATAN KABUPATEN BINTAN ABSTRAK

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di perairan Pulau Penjaliran Timur, Kepulauan

ABDUR RAHMAN. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Transkripsi:

STRUKTUR KOMUNITAS PADANG LAMUN PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA DI PERAIRAN DESA BERAKIT KABUPATEN BINTAN Community Structure Seagrass Bad in Different Depth in Aquatic Berakit Village District Bintan M. Kasim 1) Arief Pratomo 2) dan Muzahar 2) Programme Study of Marine Science Faculty of Marine Science and Fisheries, Maritime Raja Ali Haji University Tanjungpinang, Riau Islands Province Email: Kasim_lingga@yahoo.com Abstrak Lamun ditemukan di perairan Desa Berakit cukup beragam dan menyebar hingga kedalaman 3-4 meter. Tujuan penelitian untuk menentukan kepadatan, tutup dan lamun indeks ekologi pada kedalaman yang berbeda. Metode yang digunakan transek garis dan petak contoh secara acak. Kedalaman perairan yang diteliti adalah kedalaman msl (mean sea level) d < 1 meter, 2 < d 1 meter dan 3 < d 2 meter. Hasil menunjukkan bahwa berdasarkan uji statistik dengan tingkat kepercayaan 95%, kerapatan dan tutupan lamun pada kedalaman d < 1 m berbeda nyata dengan kedalaman 2 <d 1 meter dan 3 < d 2 meter. Sedangkan kedalaman 2 < d 1 meter tidak berbeda nyata dengan kedalaman 3 <d 2 meter. Kata kunci: Desa Berakit, lamun, kedalaman, kerapatan, tutupan Abstract The Seagrass found in the village of Berakit waters are quite diverse and spread to depth of 3-4 meters. The purpose of research was to determine the density, cover, and seagrass ecology index on the different depths. The method used were the line transect and sample plots randomly. The research of differents depths are msl (mean sea level) depth d < 1 meters, 2 < d 1 meters and 3 < d 2 meters. The results showed that the statistical tests based on the 95% confidence level, density and seagrass cover at a depth d <1 m depth was significantly different with 2 < d 1 meter and 3 < d 2 meters. While the depth of 2 < d 1 meter was not significantly different from a depth of 3 <d 2 meters. Keywords: Berakit Village, seagrass, depth, density, cover 1) 2) Student of Marine Science Programme Study Lectures of Marine Science Programme Study

PENDAHULUAN Nainggolan (2011) mengatakan lamun dapat tumbuh di daerah pasang surut terbuka serta perairan pantai yang berupa lumpur, pasir, kerikil dan patahan karang mati hingga kedalaman 4 m. Menurut Kiswara (1994) dalam Putri (2004), jenis lamun akan ditemukan berbeda berdasarkan kedalaman perairan. Lamun di perairan Desa Berakit cukup beragam, dapat ditemukan hingga kedalaman tiga sampai empat meter. Bedasarkan survei maka penelitian ini dilakukan hanya sampai kedalaman 3 meter karena setelah kedalaman tersebut terjadi peralihan habitat, dari habitat lamun ke habitat terumbukarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis, kerapatan, frekuensi, tutupan, indeks nilai penting, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi lamun di perairan Desa Berakit pada tiga kedalaman yang berbeda. Manfaat penelitian ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang struktur komunitas padang lamun dan digunakan sebagai salah satu sumber informasi bagi penelitian selanjutnya yang dapat menjadi dasar pengelolaan ekosistem lamun di perairan Desa Berakit. METODE PENELITIAN Penelitian ini akan dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Desember 2012 sampai Februari 2013. Lokasi penelitian terletak di perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1: Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan selama penelitian ALAT DAN NO BAHAN KEGUNAAN ALAT 1. GPS Mengetahui posisi stasiun penelitian 2. Rol Meter Mengukur jarak antar plot dan transek 3. Tali Rafia/pipa Membuat transek paralon dan plot pada setiap transek Mempermudah melakukan pengamatan di air 4. Perlengkapan Snorkling Dan SCUBA 5. Kertas Label Label sampel penelitian 6. Alat Tulis Mencatat hasil 7. Buku Identifikasi Mengidentifikasi Lamun 8. Kamera Digital Dokumentasi penelitian Alat Pengukuran Parameter Lingkungan 9. Thermometer Mengukur suhu 10. Tongkat berskala Mengukur kedalaman 11. Hand Refraktometer Mengukur salinitas 12. Current drouge Untuk mengukur kecepatan arus 13. Stopwatch Untuk mengukur waktu 14. DO meter Untuk mengukur DO BAHAN 15. Lamun Sebagai Sampel Penelitian 16. Sampel Air Sebagai sampel air 17. Sedimen/Substrat Mengetahui jenis substrat Metode yang digunakan untuk mengetahui kondisi padang lamun adalah metode transek dan petak contoh (Transect Plot). Metode transek dan petak contoh (Transect Plot) adalah metode pencuplikan contoh populasi suatu komunitas dengan pendekatan petak contoh yang berada pada garis yang ditarik melewati wilayah ekosistem tersebut (Kepmen LH 2004). Dalam penelitian ini peneliti menetapkan 3 stasiun penelitian. Setiap stasiun pengamatan dibagi menjadi 3 kedalaman penelitian yang mana setiap kedalaman penelitian memiliki tingkatan kedalaman msl (mean sea level) yang berbeda yaitu kedalaman msl d < 1 m, 2 < d 1 m dan 3 < d 2 m. Setiap kedalaman penelitian tersebut terdapat 1 transek sepanjang 50 meter, setiap transek diletakkan 10 plot ukuran 0,5 m x 0,5 m secara acak.

Identifikasi jenis lamun dilakukan dengan cara mencocokkan data-data dilapang seperti: bentuk daun, bunga dan akar pada lamun dengan mengacu pada Kepmen LH (2004), kemudian jenis-jenis lamun yang didapat dilapangan disajikan dalam bentuk tabel. Pengukuran kualitas perairan dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruhnya terhadapa ekositem lamun. Pada penelitian ini peneliti menetapkan pengukuran kualitas perairan seperti: Suhu, oksigen terlarut dan derajat keasaman (ph) pengukuran dilakukan pada waktu pagi, siang dan sore hari. Untuk pengukuran kecepatan arus dan salinitas pengukuran dilakukan pada waktu pasang dan surut dengan pengulangan sampling sebanyak 3 kali pengulangan pada titik yang sama di setiap kedalaman penelitian. Untuk sedimen pengukuran dilakukan di setiap kedalaman penelitian dengan 1 kali pengulangan. Kepadatan/kerapatan jenis adalah jumlah individu (tegakan) per satuan luas. Kepadatan masing-masing jenis pada setiap stasiun dihitung dengan menggunakan rumus Odum (1971) sebagai berikut: Di = ni / A Di = Kerapatan jenis (tegakan/m 2 ) ni = Jumlah total tegakan species A = Luas daerah yang disampling (m 2 ) Frekuensi jenis adalah peluang suatu jenis ditemukan dalam titik contoh yang diamati. Frekuensi jenis dihitung dengan rumus (Odum, 1971): Pi F P F i = Frekuensi Jenis P i = Jumlah petak contoh dimana ditemukan species i p= Jumlah total petak contoh yang diamati Untuk mengetahui luas area penutupan jenis lamun tertentu dibandingkan dengan luas total area penutupan untuk seluruh jenis lamun, digunakan metode saito dan adobe (Kepmen LH, 2004). C = Σ(Mi x fi) Σf C = presentase penutupan jenis lamun i, Mi = presentase titik tengah dari kelas kehadiran jenis lamuni, fi = banyaknya sub petak dimana kelas kehadiran jenis lamun i sama. Kelas 5 4 3 2 Tabel 2. Kelas Kehadiran Lamun Luas area penutupan % Penutupan area % Titik tengah (M) 1 / 2 - penuh 50-100 75 1 / 4 - ½ 25-50 35,5 1 / 8-1 / 4 12,5-25 18,75 1 / 16-1 / 8 6,25-12,5 9,38 1 < 1 / 16 < 6,25 3,13 0 Tidak ada 0 0 (Sumber : Kepmen LH 2004) Indeks nilai Penting (INP), digunakan untuk menghitung dan menduga keseluruhan dari peranan jenis lamun di dalam satu komunitas. Semakin tinggi nilai INP suatu jenis relatif terhadap jenis lainnya, semakin tinggi peranan jenis pada komunitas tersebut (Ferianita, 2007) Rumus yang digunakan untuk menghitung INP adalah : INP = FR + RC + RD RC = Penutupan relatif FR = Frekuensi relatif RD = Kerapatan relatif Keanekaragaman ditentukan berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dengan rumus (Shanon, 1948). s H = P i log 2 P i i 1 H = Indeks keanekaragaman Shannon P = (Proporsi jenis ke-i) n = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah total individu seluruh jenis Untuk mengetahui seberapa besar kesamaan penyebaran jumlah individu tiap jenis digunakan indeks keseragaman, dengan rumus : E = H H maks

E = Indeks keseragaman H = Indeks keanekaragaman H maks = Indeks keanekaragaman maksimum (log 2 S) Dominasi dapat dinyatakan dalam indeks dominasi simpson (Brower, 1989) : D = ni N D = Indeks dominasi Simpson ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah total individu seluruh jenis Semua hasil yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dalam bentuk tabel dan gambar. Untuk kualitas perairan akan mengacu pada Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut (Kep.MenLH No.51, 2004). Sedangkan untuk mengetahui apakah ada perbedaan jenis lamun pada masing-masing tingkat kedalaman di setiap stasiun dilakukan uji statistik terhadap tingkat kerapatan (uji Kruskal-Wallis) dan tutupan lamun (uji one-way ANOVA). Proses perhitungan dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SPSS. HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan parameter fisika dan kimia optimum sangat dibutuhkan oleh tumbuhan lamun untuk menunjang kehidupannya. Berdasarkan hasil penelitian di Perairan Desa Berakit didapat nilai-nilai parameter fisika dan kimia dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini: Tabel 3. Kondisi Umum Parameter Kualitas Perairan pada Kedalaman Berbeda d < 1 2 < d 3 < d Parameter m 1 m 2 m Suhu ( C) 29.90 29.33 29.67 Salinitas ( ) 29.77 30.33 30.57 Kecepatan Arus 9.55 12.01 26.11 (cm/dt) ph 8.18 8.13 8.13 DO (mg/l) 7.63 7.83 7.47 Substrat fine sand / pasir halus (0,125-0,25 mm) Medium sand/pasir sedang (0,25-0,5mm) Secara umum parameter kualitas perairan di perairan Desa Berakit di hingga kedalaman 3 meter homogen dan mampu mendukung kehidupan lamun akan tetapi untuk kecepatan arus didapatkan perbedaan yang kontras pada kedalaman 3 < d 2 meter lebih kuat dibandingkan kedalaman lainnya. Perbedaan kecepatan arus ini diduga dipengaruhi oleh jarak tubir sangat dekat dengan lokasi pengukuran serta pada saat pengukuran musim gelombang besar dan angin kuat. Diketahui bahwa perairan Desa Berakit memiliki 7 jenis lamun yang tersebar di kedalaman yang berbeda yaitu Cymodoceae rotundata, Cymodoceae serrulata, Enhalus acoroides, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii. Pada kedalaman kurang dari satu meter dan kedalaman lebih dari atau sama dengan dua sampai kedalaman kurang dari tiga meter (3 < d 2) ditemukan masingmasing 6 jenis lamun dari 7 jenis lamun dan terdapat sedikit perbedaan komposisi jenis yang ditemukan yaitu tidak ditemukannya jenis Syringodium isoetifolium di kedalaman kurang dari satu meter dan di kedalaman lebih dari atau sama dengan dua sampai kedalaman kurang dari tiga meter (3 < d 2) tidak ditemukan jenis lamun Cymodoceae serrulata. Jenis lamun Thalassia hemprichii dan Enhalus acoroides yang menyebar merata di setiap stasiun penelitian disebabkan Thalassia hemprichii menyukai habitat dengan kecepatan arus yang cukup tinggi dan Enhalus acoroides mempunyai struktur morfologi akar yang panjang dan kokoh sehingga tidak mudah tercabut (Fauziyah, 2004).

Jenis lamun Syringodium isoetifolium tidak dijumpai pada kedalaman d < 1 meter disebabkan jenis lamun Syringodium isoetifolium sulit tumbuh di daerah yang dangkal dan dapat tumbuh subur pada perairan yang selalu tergenang oleh air. Perbedaan komposisi jenis lamun di setiap kedalaman yang berbeda di masing-masing stasiun disebabkan oleh perbedaan karakteristik jenis lamun terhadap kondisi lingkungan. Kerapatan jenis lamun pada tiap kedalaman dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini: individu/m 2 600.0 500.0 400.0 300.0 200.0 100.0 0.0 Ea Cs Cr Th Hu Ho Si d < 1m 23.1 36.5 554.9 46.3 115.6 53.2 2 < d 1 m 10.5 1.5 119.7 110 154.4 100 2.8 3 < d 2 m 40.9 4.9 77.6 14.4 32.1 56.8 Gambar 1. Kerapatan Jenis Lamun pada Kedalaman Berbeda Ket : Ea = Enhallus acoroides Cr = Cymodoceae rotundata Cs = Cymodoceae serrulata Th = Thalassia hemprichii Hu = Halodule uninervis Ho = Halophila ovalis Si = Syringodium isoetifolium Kedalaman d < 1 m didapatkan kerapatan jenis tertinggi dengan kisaran 23,1-554,9 individu/m 2. Kerapatan jenis lamun yang berbeda disebabkan karena perbedaan kondisi lingkungan pada setiap kedalaman. Selain itu perbedaan kerapatan jenis diduga akibat aktivitas manusia seperti mencari kerang-kerangan, tempat wisata dan tempat labuh kapal sampai pada kedalaman tertentu. Persentase penutupan lamun menggambarkan seberapa luas lamun yang menutupi suatu perairan. Tingginya persen penutupan lamun tidak selamanya linear dengan tingginya jumlah jenis maupun tingginya kerapatan jenis karena pengamatan penutupan yang dilihat adalah helaian daun sedangkan pada kerapatan jenis yang dilihat adalah jumlah tegakan. Lebar helaian daun sangat berpengaruh pada penutupan substrat, makin lebar helaian daun dari jenis lamun tertentu maka semakin besar menutupi substrat semakin besar. Tabel 4. Persen Penutupan Jenis Lamun pada Kedalaman Berbeda Jenis 2 < d 3 < d d < 1m lamun 1 m 2 m Ea 6.94 1.37 11.18 Cs 0.83 0.09 0 Cr 22.10 6.81 0.18 Th 7.98 12.98 6.93 Hu 3.33 5.06 0.28 Ho 1.43 2.17 0.40 Si 0 0.15 1.52 Total 42.62 28.62 20.48 Secara umum, jenis lamun Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata dan Thalassia hemprichii mempunyai total persen penutupan yang tinggi di Perairan Berakit. Jenis lamun Cymodocea rotundata memiliki persen penutupan yang tertinggi di kedalaman d < 1 meter, Thalassia hemprichii Memiliki persen penutupan yang tertinggai di kedalaman 2 < d 1 meter dan kedalaman 3 < d 2 meter, jenis lamun Enhalus acoroides merupakan yang tertinggi. Perbedaan persen penutupan tertinggi di setiap kedalaman oleh jenis tertentu tersebut disebabkan lamun tersebut sangat umum dijumpai pada masing-masing kedalaman tersebut selain itu morfologi jenis lamun juga mempengaruhi besarnya tingkat tutupan. Penyebaran masing-masing lamun tersebut yang seragam pada habitat di masing-masing kedalaman mengindikasikan jenis lamun tersebut

mampu hidup dengan baik pada habitat manapun yang memiliki kondisi lingkungan yang sesuai. Indeks nilai penting memberikan gambaran besar kecilnya pengaruh atau peranan suatu jenis lamun dalam suatu komunitas padang lamun. Semakin tinggi nilai INP maka peranan atau pengaruhnya dalam suatu komunitas semakin besar. Tabel 5. INP pada Kedalaman Berbeda Jenis Lamun INP d < 1 m 2<d 1 m 3<d 2 m Ea 49.28 29.86 151.28 Cs 14.41 2.88 0.00 Cr 68.48 50.59 2.38 Th 102.64 107.92 103.65 Hu 33.01 50.11 7.82 Ho 32.18 53.86 14.00 Si 0.00 4.77 20.87 Total 300.00 300.00 300.00 Secara umum hasil perhitungan indeks nilai penting di seluruh kedalaman menunjukkan pada kedalaman d < 1 meter nilai INP tertinggi terdapat pada jenis lamun Cymodocea rotundata berkisar antara 90,06-235,05. Hal ini menunjukkan bahwa spesies Cymodocea rotundata mempunyai peranan yang penting dalam komunitas padang lamun di kedalaman d < 1 meter. Secara umum nilai INP terendah terdapat pada jenis lamun Cymodocea serulata dikedalaman 2 < d 1 meter dan kedalaman 3 < d 2 meter. Hal ini menunjukkan peranan dari jenis lamun Cymodocea serulata relatif kecil terhadap komunitas padang lamun secara keseluruhan pada kedalaman tersebut di perairan Desa Berakit. Indeks keanekaragaman (H ) dapat digunakan untuk mengukur kelimpahan komunitas berdasarkan jumlah jenis spesies dan jumlah tegakan dari setiap spesies pada suatu lokasi. Semakin banyak jumlah jenis spesies, maka semakin beragam komunitasnya (Nainggolan, 2011). Kelimpahan suatu jenis berkaitan erat dengan faktor biotik dan abiotik lingkungan hidupnya. Indeks keseragaman (E) dapat indeks menggambarkan penyebaran tegakan antar spesies yang berbeda. Sedangkan indeks dominansi (D) dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar suatu spesies mendominansi suatu habitat. 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 1.61 2.25 2.15 0.770.80 0.62 0.48 0.24 0.17 H' E D indeks ekologi Gambar 2. Indeks Ekologi Lamun pada Kedalaman Berbeda Untuk indeks ekologi lamun pada kedalaman yang berbeda didapatkan indeks keanekaragaman jenis lamun pada tingkatan kedalaman penelitian dapat dikategorikan dalam indeks keanekaragaman jenis sedang karena nilai indeks keanekaragaman berada dalam kisaran 1,61-2,25. Indeks keseragaman lamun disemua kedalaman penelitian didapatkan keseragaman yang tinggi. Nilai indeks berada diatas 0,6 yang dikategorikan keseragaman tinggi. Dapat dikatakan jenis lamun yang ditemukan di perairan Desa Berakit dalam keadaan seimbang, yaitu jumlah lamun yang dijumpai tersebar merata setiap jenisnya. Untuk dominansi lamun secara umum dapat dikatakan hampir tidak terjadi dominansi atau tidak terjadi dominansi yang ekstrim oleh spesies tertentu di perairan Desa Berakit. Pada penelitian ini dilakukanuji statistic terhadap kerapatan dan tutupan lamun. Untuk tingkat kerapatan dilakukan uji Kruskal Wallis. Uji Kruskal Wallis merupakan uji statistik non-parametrik, uji ini dilakukan karena pada tingkat kerapatan tidak memungkinkan dilakukan uji statistik parametrik karena sebaran data tidak normal walaupun telah dilakukan

tranformasi data. Pada tingkat tutupan dilakukan uji statistik one-way ANOVA, uji ini dapat dilakukan karena data yang didapatkan memenuhi syarat untuk diuji. Berdasarkan hasil uji tes Kruskal Wallis di atas dengan tingkat kepercayaan 95% didapatkan kerapatan pada setiap kedalaman berbeda nyata. Hal ini dapat dilihat dari nilai Signifikan yang didapatkan di bawah 0,05. Dapat disimpulkan bahwa kerapatan lamun akan dijumpai berbeda pada setiap kedalaman. Artinya kedalaman memberikan pengaruh yang nyata terhadap kerapatan lamun di Perairan Desa Berakit. Hasil uji one-way ANOVA pada tingkat tutupan lamun dengan tingkat kepercayaan 95 % menunjukkan nilai signifikan kurang dari atau di bawah 0,05 yang artinya tingkat tutupan lamun pada kedalaman berbeda di Perairan Desa Berakit berbeda nyata. Untuk itu dilakukan uji lanjut dan didapatkan bahwa kedalaman d < 1 meter mempunyai tingkat tutupan lamun yang berbeda nyata dengan kedalaman 2 < d 1 meter dan kedalaman 3 < d 2 meter karena nilai sig. yang di dapatkan berada di bawah 0,05. Sedangkan kedalaman kedalaman 2 < d 1 meter mempunyai tingkat tutupan lamun yang tidak berbeda nyata dengan kedalaman 3 < d 2 meter, nilai sig. Berada di atas 0,05. Perbedaan struktur komunitas padang lamun pada kedalaman penelitian di duga kuat dipengaruhi oleh kecepatan arus. Arus berperan penting dalam penyusunan komposisi substrat. Arus akan mentransportasi sedimen atau partikel yang tersuspensi dibadan perairan dari kedalaman yang tinggi menuju kedalaman yang rendah dan pengadukan partikel yang terlarut akan semakin berkurang ketika mendekati pada kedalaman yang rendah atau arah menuju pantai, tetapi sedimentasi akan semakin tinggi. Sedimen terperangkap di kedalaman rendah tersebut menjadikan komposisi substrat mengalami perbedaan dengan kedalaman yang lebih dalam. Substrat di kedalaman yang lebih dalam mempunyai tipe yang cenderung kasar dibandingkan dengan tipe substrat di kedalaman rendah yang lebih halus. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengukuran substrat hingga kedalaman tiga meter didapatkan dua jenis ukuran substrat yang berbeda. kanopi lamun memiliki peran dalam mengurangi kecepatan aliran air dan pengadukan (turbulensi). Hal ini menyebabkan terjadinya pengurangan tingkat kekeruhan (resuspensi) dan meningkatkan pengendapan partikel halus (sedimentasi). Selain mempengaruhi komposisi substrat, diduga kecepatan arus mempengaruhi asupan nutrient padang lamun di Perairan Desa Berakit. Nutrien terakumulasi pada kedalaman yang lebih rendah sehingga jumlah kandungan nutrien baik yang tersuspensi maupun kandungan nutrien dalam substrat akan mempengaruhi kehidupan lamun. Menurut Erftemeijer (1993) dalam Dedi (2013), Lamun memperoleh nutrien melalui dua jaringan tubuhnya yaitu melalui akar dan daun. Penyerapan nutrien pada kolom air dilakukan oleh daun sedangkan penyerapan nutrien dari sedimen dilakukan oleh akar. Badaria (2007) mengatakan pengaruh yang lebih mendominasi pertumbuhan lamun adalah kandungan nutrien dalam substrat, dimana nutrient dimanfaatkan lamun untuk proses metabolisme dan pembentukkan biomassa. Nybakken (1992) menyatakan semakin kasar suatu subtrat maka kemampuan untuk menahan nutrien semakin jelek. Nutrien yang terakumulasi pada kedalaman d < 1 meter menjadikan lamun yang terdapat pada kedalaman kedalaman d < 1 meter ini menjadi lebih subur dibandingkan dengan kedalaman lainnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai kerapatan dan tutupan yang lebih tinggi dibandingkan kedalaman 2 < d 1 meter dan kedalaman 3 < d 2 meter. Kecepatan aliran air akan semakin berkurang seiring dengan meningkatnya kepadatan tegakan lamun. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan uji statistik dengan tingkat kepercayaan 95%, kerapatan dan tutupan lamun pada kedalaman d < 1 m berbeda nyata dengan kedalaman 2 <d 1 meter dan 3 < d 2 meter. Sedangkan kedalaman 2 < d 1 meter tidak berbeda nyata dengan kedalaman 3 <d 2 meter.

Dari hasil tersebut, perairan Desa Berakit memiliki struktur komunitas padang lamun yang dapat dibagi menjadi dua zona padang lamun berdasarkan tingkat kerapatan dan tutupan. Zona pertama berada pada kedalaman d < 1 meter dengan kerapatan dan tutupan lamun yang tinggi. Sedangkan zona kedua adalah zona yang terletak pada kedalaman 3 < d 1 meter dengan kerapatan dan tutupan yang lebih kecil dibandingkan zona lamun pada kedalaman d < 1 meter. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh nutrien terhadap pertumbuhan lamun di setiap kedalaman yang berbeda UCAPAN TERIMAKASIH Penulis menyampaikan terimakasih yang tidak terhingga kepada: 1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunianya sehingga segala kemudahan selalu Ia berikan dalam kehidupan. 2. Ayahanda tercinta H. Mara i dan Ibunda tersayang Rugayah yang selama ini membimbing, mendoakan, mengasuh dan menyayangiku serta memberikan bantuan tenaga dan materil dengan setulus hati tanpa mengenal lelah. 3. Bapak Arief Pratomo, S.T, M.Si dan Muzahar, S.Pi, M.Si selaku pembimbing dalam penyelesaian skripsi yang telah banyak membantu dalam berbagai hal kepada penulis, yang dalam kesibukan yang tinggi tetap menyediakan waktu bagi penulis untuk berkonsultasi, serta memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini yang dilakukan beliau dengan penuh dedikasi, kepakaran serta kesabaran yang luar biasa. 4. Bapak Zulkarnain dan Ibu Rosmaini yang telah memberikan penulis tempat untuk berteduh dan segala nasehat yang telah banyak membantu penulis untuk menyelesaikan kuliah di Kota Tanjungpinang. 5. Untuk teman-temanku Ikhlas utama, M. Aris Suhud dan Sahri Ramadhan yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Terakhir untuk semua pihak yang telah membantu tapi tidak sempat disebutkan satu persatu, terima kasih untuk segala bantuannya. DAFTAR PUSTAKA Badaria, S. 2007. Laju Pertumbuhan Daun Lamun (Enhalus acoroides) pada Dua substrat yang Berbeda di Teluk Banten. Skripsi, IPB. Bogor. Brower, J.E. dan J.H Zar. 1989. Field and Laboratory Methods for General Ecology. W. M. Brown Company Publ. Dubuque Lowa. Dedy, et al. 2013. Kajian Hubungan Fosfat Air Dan Fosfat Sedimen Terhadap Pertumbuhan Lamun Thalassia Hemprichii Di Perairan Teluk Awur dan Pulau Panjang, Volume 2, Nomor 2, 2013 : 39-44.e-journal-s1-UNDIP.Semarang. Fauziyah,I,M.,2004. Struktur Komunitas Padang Lamun di Pantai Batu Jimbaran Sanur. Skripsi. IPB. Bogor Ferianita,M., 2007. Metode Sampling Bioekologi, PT Bumi Aksara. Jakarta. Kepmen LH, Nomor 200. 2004. Kriteria baku kerusakan dan pedoman penentuan status padang lamun. Nainggolan,P., 2011. Distribusi Spasial dan Pengelolaan Lamun (Seagrass) Di Teluk Bakau, Kepulauan Riau. Skripsi, IPB. Bogor. Nybakken,J. W., 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia. Jakarta. Odum, E. P., 1971. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Putri, A.E., 2004. Struktur Komunitas Padang Lamun di Perairan Pantai Pulau Tidung Besar Kepulauan Seribu, Jakarta. Skripsi, IPB. Bogor. Shannon,C.E. 1948. A Mathematical Theory of Communication. Bulletin systematic technology,27:379-423.