BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP DOSIS MAKSIMUM BAHAN ANESTESI LOKAL LIDOKAIN 2% 1 : , ARTIKAIN 4% 1 : 100

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gigi impaksi adalah gigi yang gagal untuk erupsi secara utuh pada posisi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang

(SUATU PENELITIAN KLINIS) SKRIPSI. Oleh: KHARIS LINA FATMAWATI PEMBIMBING: drg. Winny Adriatmoko drg. Zainul Cholid, Sp.

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Perbandingan efektivitas kerja antara lidokain dan artikain pada anestesi blok nervus alveolaris inferior

GAMBARAN PENGGUNAAN BAHAN ANESTESI LOKAL UNTUK PENCABUTAN GIGI TETAP OLEH DOKTER GIGI DI KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN. Anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit atau nyeri ketika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang

BAB I PENDAHULUAN. disertai oleh kerusakan jaringan secara potensial dan aktual. Nyeri sering dilukiskan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BUKU PANDUAN INSTRUKTUR SKILLS LEARNING SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATOLOGI ANESTESI LOKAL INFILTRASI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Jl Dame No.59 SM Raja Km 10 Medan-Amplas : TK Panglima Angkasturi, Medan : SD Negeri , Medan

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan ekstraksi adalah prosedur yang menerapkan prinsip bedah, fisika, dan

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2016

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS APLIKASI DUA GOLONGAN AMIDA YANG DIGUNAKAN PADA PENCABUTAN GIGI SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. diinginkan (Covino et al., 1994). Teknik ini pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Anestesi spinal telah digunakan sejak tahun 1885 dan sekarang teknik ini dapat

SKRIPSI. Oleh. Anak Agung Ngurah Jelantik Andy Jaya NIM

PENATALAKSANAAN PENCABUTAN GIGI PADA PASIEN HIPERTENSI, DIABETES MELLITUS DAN POST STROKE. Oleh : Rozario N. Ramandey

UJI EFEK PEMBERIAN ASAM MEFENAMAT SEBELUM PENCABUTAN GIGI TERHADAP DURASI AMBANG NYERI SETELAH PENCABUTAN GIGI

Pendahuluan. Bab Pengertian

BAB 2 EKSTRAKSI GIGI. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang

PERUBAHAN TEKANAN DARAH PASIEN SEBELUM DAN SESUDAH ODONTEKTOMI DENGAN PENGGUNAAN ANASTESI KOMBINASI LIDOKAIN 2% DAN ADRENALIN1:80

BAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status

Masukkan jarum pada daerah papila interdental, masukkan obatnya sebanyak ± 0,2 0,3 cc. Akan terlihat mukosa daerah tersebut memucat.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan masalah global yang sering dihadapi di dunia baik di

RINI ASTRIYANA YULIANTIKA J500

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan gigi di masyarakat masih menjadi sebuah masalah di Indonesia.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1mm/KgBB + tramadol. Dalam hal ini, masing-masing data akan

EKSTRAKSI GIGI PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER DAN GAGAL GINJAL KRONIK VITA NIRMALA ARDANARI,DR, SP.PROS, SP.KG

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan saat ini memiliki paradigma baru yaitu menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan, gigi impaksi dan untuk keperluan prosedur ortodontik. 1, 2

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL PENELITIAN

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

MACAM ANASTESI LOKAL. Perbandingan golongan ester dan amida : 2. Klasifikasi Potensi Mula Kerja (Onset) Ester. Toksisitas

LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP. Tempat/Tanggal Lahir : Medan/17 April 1992

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Era globalisasi yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase

BAB I PENDAHULUAN. visualisasi saluran napas melalui bronkoskop. Bronkoskopi berfungsi sebagai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN X O-1

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB 2 IMPLAN. Dental implan telah mengubah struktur prostetik di abad ke-21 dan telah

PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP

Sudah Siap Untuk Belajar?

PERTIMBANGAN PEMILIHAN ANESTESI LOKAL PADA PA SIEN DENGAN PENYAKIT SISTEMIK SKRIPSI. Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir ini, namun demikian perkembangan pada

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia ( Depkes, 2015). Hasil Sensus Penduduk (SP) 2010

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANESTETIK LOKAL LIDOKAIN. struktur molekul, yaitu golongan amida dan ester (tabel 1). Masing-masing. golongan mempunyai kaitan pada struktur kimianya

BAB I PENDAHULUAN. dengan Sectio Caesaria (SC) adalah sekitar 10 % sampai 15 %, dari semua

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida

I. PENDAHULUAN. Persaingan ketat dibidang kualitas semua instansi berlomba-lomba untuk

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak

Lampiran I LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Radiografi baik intra maupun ekstra oral sangat banyak pemakaiannya

Dry Socket Elsie Stephanie DRY SOCKET. Patogenesis Trauma dan infeksi adalah penyebab utama dari timbulnya dry soket.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

BAB I PENDAHULUAN. Propofol adalah obat intravena paling sering digunakan anestesi saat ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 6 Evaluasi pasca perawatan penting untuk mendeteksi penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tindakan perbaikan kemudian akan diakhiri dengan penutupan dengan cara. penjahitan luka (Sjamsuhidajat & De Jong, 2013).

ENDODONTIC-EMERGENCIES

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas

Transkripsi:

16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Popularitas anestesi lokal yang semakin meluas dan meningkat dalam bidang kedokteran gigi merupakan cerminan dari efisiensi, kenyamanan dan adanya kontraindikasi yang minimal dari anestesi lokal. Rasa sakit dapat diredakan melalui terputusnya perjalanan neural pada berbagai tingkatan dan melalui cara-cara yang dapat memberikan hasil permanen atau sementara. Dalam kedokteran gigi sering digunakan anestesi lokal untuk melakukan suatu prosedur operasi atau ekstraksi gigi. 1 Menurut Surjadi K, anestesi lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestesi lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf. 2 Setiap dokter gigi di Kanada menyuntikkan sekitar 1.800 kartrid dari anestesi lokal pertahunannya, dan telah diperkirakan bahwa lebih dari 300 juta kartrid yang diberikan oleh dokter gigi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Oleh karena itu, semua dokter gigi harus memiliki keahlian dalam anestesi lokal. 3 Alvarez RG et al. melakukan penelitian mengenai pengetahuan penggunaan anestesi lokal pada tahun 2009 di National University of Mexico pada 244 mahasiswa kedokteran gigi yang diuji dengan 11 pertanyaan mengenai pengetahuan anestesi lokal di klinik seperti penggunaan dosis yang tepat, kemungkinan efek samping dan toksisitas yang mungkin terjadi. Dari hasil penelitian tersebut, 81,56% responden menjawab pertanyaan dengan kurang memuaskan. Hasil yang kurang memuaskan ini menunjukkan kurangnya pengetahuan tentang penggunaan anestesi lokal. 4 Selain itu, penelitian juga dilakukan oleh Foley J. et al. di Rumah Sakit Gigi Dundee (United Kingdom) terhadap 24 responden yang terdiri dari 5 orang mahasiswa kedokteran gigi, 8 orang mahasiswa kepaniteraan klinik, dan 11 orang

17 dokter gigi mengenai pengetahuan penggunaan anastesi lokal. Dari hasil penelitian didapat seluruh responden mempunyai pengetahuan yang kurang mengenai penggunaan dosis maksimum yang ideal untuk anestesi lokal. 5 Secara kimiawi obat anestesi lokal dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan ester dan golongan amida. Ester adalah golongan yang mudah terhidrolisis sehingga waktu kerjanya cepat hilang. Amida merupakan golongan yang tidak mudah terhidrolisis sehingga waktu kerjanya lama. 6 Obat anestesi lokal yang lazim dipakai di Indonesia untuk golongan ester adalah prokain, sedangkan golongan amida adalah lidokain, bupivakain, artikain, mepivakain. Idealnya, suntikan harus diikuti segera dengan timbulnya efek anestesi lokal. Bila anestesi lokal digunakan dalam dosis yang tepat, maka akan menimbulkan efektivitas yang konsisten. 1 Hasil percobaan menunjukkan bahwa waktu timbul rata-rata setelah anestesi infiltrasi dengan lidokain 2% (20 mg per 1 ml) dan larutan adrenalin 1:80.000 adalah sekitar 1 menit 20 detik. Larutan adrenalin 1:80.000 diartikan, bahwa ada 1 gram (atau 1000 mg) obat yang terdapat pada 80.000 ml larutan. Sehingga larutan 1:80.000 mengandung 1000 mg dalam 80.000 ml larutan atau 80 mg/ml. Larutan lidokain menimbulkan durasi anestesi terlama, diikuti secara berurutan oleh larutan yang mengandung prilokain, prokain dan mepivakain. 1,6 Penelitian yang dilakukan di Klinik Gigi Dentes Yogyakarta oleh Wulandari NM (2008) mengenai evaluasi penggunaan obat anestesi dan analgesik pada pasien bedah mulut, menunjukkan bahwa penggunaan obat anestesi lokal jenis articain HCl 4% dengan epinefrin sebanyak 97%, sedangkan jenis Lidokain HCl 2% dengan epinefrin sebanyak 3%. 7 Di Jerman dan Kanada, artikain menjadi anestesi lokal yang paling sering digunakan untuk menggantikan lidokain. Oleh karena kapasitasnya yang tinggi saat berdifusi, infiltrasi maksila dengan menggunakan artikain memberikan efek anestesi pada palatum durum dan jaringan lunak, sehingga tidak perlu lagi melakukan infiltrasi palatal atau blok saraf. Douglas Robertson dkk menyimpulkan bahwa aplikasi satu ampul artikain 4% (40 mg per 1 ml) dengan epinefrin 1 : 100.000

18 (terdapat obat epinefrin 100 mg/ml) untuk infiltrasi bukal gigi molar satu dan anestesi pulpa pada gigi-gigi posterior rahang bawah, secara signifikan bekerja lebih baik dibanding dengan aplikasi satu ampul lidokain 2% dengan epinefrin 1 : 100.000. 6 Menurut Ellis, F.R, adrenalin sering ditambahkan ke larutan anestesi lokal untuk mengurangi aliran darah lokal, sehingga memperpanjang kerja. Kokain berbeda dari obat lain karena ia mempunyai sifat vasokonstriktor. Vasokonstriktor yang biasa digunakan adalah adrenalin 1:200.000 konsentrasi akhir. Larutan 20 ml lidokain 1% (10 mg per 1 ml) mengandung 200 mg. 8 Stanley M. dkk, melakukan penelitian untuk membandingkan keamanan dan efektifitas dari artikain HCL 4% dengan konsentrasi epinefrin 1 : 100.000 dan lidokain 2% dengan konsentrasi epinefrin 1: 100.000. Hasilnya menunjukkan bahwa artikain HCL 4% dengan konsentrasi epinefrin 1 : 100.000 dapat ditoleransi dengan baik oleh subyek, efektif dalam mencegah timbulnya nyeri selama prosedur perawatan gigi, memiliki mula kerja yang cepat dan durasi anestesi yang lama, sehingga aman untuk digunakan pada praktek kedokteran gigi. 6 Menurut Dr. Haas, mepivakain dan prilokain dapat digunakan untuk prosedur perawatan yang singkat, terutama yang melibatkan blok mandibula dimana vasokonstriktor kurang penting. Obat ini juga dapat digunakan ketika epinefrin harus dihindari seperti pada pasien dengan penyakit jantung iskemik atau infark miokard. Bupivakain dapat digunakan ketika perawatan memerlukan durasi yang panjang terutama perawatan di rahang bawah. 3 Artikain mempunyai cincin thiopene yang mudah larut dalam lemak, sehingga meningkatkan mula kerja obat, memperpanjang waktu absorbsi sistemik, dan dengan resiko toksis yang rendah. Dalam melakukan anestesi, operator haruslah melakukannya secara hati-hati, karena dapat menyebabkan terjadinya komplikasi. Setiap dokter gigi diharapkan selalu menggunakan larutan anestesi lokal dengan dosis yang tepat dan teknik yang tepat sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi. 6 Sejauh ini penelitian mengenai pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi belum pernah dilakukan, sehingga berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui

19 pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU Tahun 2013. Mahasiswa kepaniteraan klinik dijadikan sampel penelitian karena sebagian dari tindakan yang mereka lakukan pada masa sekarang, akan dilakukan juga ketika sudah menjadi dokter gigi nantinya, sehingga apabila pada saat melakukan evaluasi terdapat tindakan medis yang masih belum sesuai prosedur, diharapkan tindakan tersebut dapat diperbaiki. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengetahuan penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa USU 2013. 2. Bagaimanakah perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa USU 2013. 3. Bagaimanakah alasan dari perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh I.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan : 1. Untuk mengetahui pengetahuan penggunaan dosis anestesi lokal oleh 2. Untuk mengetahui perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa USU 2013

20 3. Untuk mengetahui alasan dari perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh I.4. Manfaat Penelitian Beberapa manfaat penelitian ini antara lain: 1. Sebagai evaluasi pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen Bedah 2. Sebagai perbaikan pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen Bedah 3. Sebagai tambahan referensi dan masukan di Klinik Bedah Mulut FKG USU. 4. Sebagai tambahan pengetahuan bagi peneliti, dan sebagai bahan perbandingan antara praktek dan teori yang ada.