Pada Bab III akan dijelaskan metode untuk memperoleh besaran fisis dari citra

dokumen-dokumen yang mirip
Data eksperimen didapat melalui pengolahan data skala centimeter dan skala

KARAKTERISASI MIKROSTRUKTUR BATUAN KARBONAT PADA BERBAGAI UKURAN: MILI SAMPAI CENTIMETER

BAB III METODE PENGUKURAN PERMEABILITAS. berupa rangkaian sederhana dengan alat dan bahan sebagai berikut :

BAB III METODOLOGI. bagian penting untuk dapat mengetahui sifat aliran fluida pada medium berpori.

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS. Pengukuran dilakukan pada empat sampel batuan berbeda. Data yang

BAB IV DATA, HASIL, DAN PEMBAHASAN

PENGUKURAN PERMEABILITAS BATUAN SAMPEL DENGAN MENGGUNAKAN METODE FALLING HEAD DAN PERBANDINGAN DENGAN ANALISIS CITRA DIGITAL TUGAS AKHIR

Batuan berpori merupakan media dengan struktur fisik yang tersusun atas bahan

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah penelitian secarageografisterletakpada107 o o BT

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan

BAB III PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK

SEGMENTASI REGION GROWING UNTUK MONITORING PERTUMBUHAN PANJANG KECAMBAH

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

III. METODE PENELITIAN. menggunakan matlab. Kemudian metode trial dan error, selalu mencoba dan

OPTIMASI ALGORITMA IDENTIFIKASI STRABISMUS

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB III PENGOLAHAN DATA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai analisis pola interferensi pada interferometer Michelson

SISTEM PENJEJAK POSISI OBYEK BERBASIS UMPAN BALIK CITRA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Aplikasi Pembesaran Citra Menggunakan Metode Nearest Neighbour Interpolation

Sekayu. Prabumulih. Muarainim. Baturaja

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR TABEL... xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

BAB 2 PENGENALAN IRIS, PENENTUAN LOKASI IRIS, DAN PEMBUATAN VEKTOR MASUKAN

PENGKONVERSIAN IMAGE MENJADI TEKS UNTUK IDENTIFIKASI PLAT NOMOR KENDARAAN. Sudimanto

BAB 3 PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK

BAB III METODE PENELITIAN. dan bahan, agar mendapatkan hasil yang baik dan terstruktur. Processor Intel Core i3-350m.

BAB II LANDASAN TEORI

Pertemuan 2 Representasi Citra

9. K omunikasi Bukti Bukti Secara Visual

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan September 2011 s/d bulan Februari

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III PENGOLAHAN DATA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III PERANCANGAN SISTEM. tangan huruf vokal seperti terlihat pada gambar 3.1.

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Implementasi antar muka dalam tugas akhir ini terdiri dari form halaman

BAB III METODE PENELITIAN. geolistrik dengan konfigurasi elektroda Schlumberger. Pada konfigurasi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV IMPLEMENTASI & EVALUASI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengembangan Sistem Pengenalan Wajah 2D

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

Tanah Homogen Isotropis

LAMPIRAN 1 Evaluasi Dengan Software Csicol

IV. RANCANG BANGUN SISTEM. Perangkat lunak bantu yang dibuat adalah perangkat lunak yang digunakan untuk

BAB 3 PERALATAN DAN PROSEDUR PENELITIAN

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

3.2.1 Flowchart Secara Umum

BAB III METODE PENELITIAN. tracking obyek. Pada penelitian tugas akhir ini, terdapat obyek berupa bola. Gambar 3.1. Blok Diagram Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

Analisis Kesalahan Pengukuran Kecepatan Akibat Distorsi Lensa

PENGENALAN PLAT NOMOR KENDARAAN MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS DAN SUPPORT VECTOR MACHINE BERBASIS PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

Pedoman Penulisan Tabel dan Gambar TABEL ILUSTRASI TABEL TABEL. Pedoman Penulisan Tabel dan Gambar sesuai dengan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah di IPB

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penelitian

BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK

BAB III REKONTRUKSI 3D MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK PHOTOMODELER.

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI

BAB III ANALISIS KEBUTUHAN DAN PERANCANGAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini mengacu pada tahapan proses yang ada pada sistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3 BAB III METODE PENELITIAN

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut

APLIKASI REKONSTRUKSI OBJEK 3D DARI KUMPULAN GAMBAR 2D DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENERALIZED VOXEL COLORING

BAB 3 PERUMUSAN PENELITIAN. Signal. Sparse Coding. Reconstruction. Reconstructed. Assessment

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA

PENGIDENTIFIKASIAN CACAT KELURUSAN SISI DAN KESIKUAN PADA UBIN KERAMIK MENGGUNAKAN TEKNIK MORFOLOGI. Kurniawan Teknik Informartika

BAB III METODE PENELITIAN. Gambar Gambar Beberapa Gunungapi di Pulau Jawa

Rika Oktaviani

RANCANG BANGUN ROBOT PENGGAMBAR BERBASIS MIKRO KONTROLER ATMEGA 8535

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain : akan digunakan untuk melakukan pengolahan citra.

ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN

KULIAH 2 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA HISTOGRAM CITRA

Kata Kunci: Kacang Kedelai, Texture, MATLAB. 1. Pendahuluan

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 3 METODE PERANCANGAN

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN

METODE PENELITIAN. Simulasi putaran/mekanisme pisau pemotong tebu (n:500 rpm, v:0.5 m/s, k: 8)

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Sistem sortir mur dan baut ini terdiri dari beberapa rangkaian sub sistem yang

oleh: M BAHARUDIN GHANIY NRP

Pendekatan Statistik Pada Domain Spasial dan Frekuensi untuk Mengetahui Tampilan Citra Yustina Retno Wahyu Utami 1)

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. implementasi dan evaluasi yang dilakukan terhadap perangkat keras dan

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS HASIL PENGUJIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISA ALGORITMA PENGHITUNG KENDARAAN RODA EMPAT DALAM KONDISI SIANG DAN MALAM HARI DENGAN METODE FRAME INTERSECTION

BAB 2 LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB III METODOLOGI Pada Bab III akan dijelaskan metode untuk memperoleh besaran fisis dari citra yang telah dilakukan pengolahan citra digital. Dimulai dari teknik pengambilan citra, teknik pengolahan citra sampai dengan memperoleh besaran fisis dengan menggunakan MATLAB dan DIPMA (Digital Citra Processing for Citra Analysis). 3.1 DIPMA DIPMA 3.0 (Faisal, 2003) adalah kependekan dari Digital Citra Processing for Micro Analysis. Perangkat lunak ini memiliki kemampuan olah citra dan estimasi besaran fisis dari citra batuan. Penulis menggunakan DIPMA sebagai salah satu alat olah citra yang digunakan untuk merubah citra warna menjadi citra biner. setelah didapat citra biner lalu dilakukan proses TPCF untuk melakukan estimasi dari besaran-besaran fisis seperti porositas, luas permukaan spesifik, radius hidraulik dan permeabilitas. Persamaan untuk mendapatkan besaran-besaran fisis diatas telah dijelaskan pada subbab 2.2.3. Dibawah akan diperlihatkan tampilan DIPMA 3.0 yang penulis gunakan untuk melakukan estimasi besaran fisis :

21 Gambar 3.1 Tampilan DIPMA. Gambar 3.1 merupakan tampilan dari program DIPMA. Pada DIPMA terdapat beberapa label kegunaan yang dapat digunakan untuk mengestimasi besaran fisis dari citra batuan dalam 2 dimensi. Gambar 3.2 Hasil grafik TPCF.

22 Gambar 3.2 merupakan hasil grafik yang diperoleh dengan menggunakan DIPMA. Prinsip dari grafik telah dijelaskan pada subbab 2.2.3. Dari grafik diatas dapat diperoleh besaran-besaran fisis yang akan digunakan oleh penulis untuk mengkaji perubahan besaran fisis terhadap ukuran. 3.2 Data Skala Centimeter dan Skala Milimeter 3.2.1 Pengukuran citra dalam skala centimeter Untuk memperoleh citra dalam skala centimeter yang sesuai dan mudah untuk dilakukan pengolahan citra penulis menggunakan rancangan alat seperti gambar 3.3 di bawah : Gambar 3.3 Alat yang digunakan utuk pengambilan citra digital untuk skala centimeter Alat yang digunakan adalah kamera yang diletakkan dalam rangkaian alat yang memiliki rel geser yang dapat digunakan untuk memajukan dan memundurkan kamera atau sampel batuan sesuai dengan fokus yang kita inginkan. Penulis menggunakan alat di atas untuk memperoleh citra yang diinginkan. Batuan sampel yang digunakan adalah batuan karbonat.

23 Gambar 3.4 Batu karbonat yang digunakan. Gambar 3.4 merupakan batuan karbonat yang berbentuk bongkahan di potong menjadi bentuk balok dengan ukuran 10 x 5.4 x 4.1 cm. Dengan ukuran yang lebih kecil dan berbentuk persegi diharapkan dapat diperoleh citra yang sesuai untuk dilakukan pengolahan citra digital. Pengambilan citra batuan karbonat dalam skala centimeter dilakukan dengan menggunakan kamera digital. Sebelum dilakukan pengambilan citra, sisi yang akan diambil citranya diwarnai dengan menggunakan cat pilox atau kapur sehingga terlihat jelas perbedaan pori dengan matriks. Setelah terlihat perbedaan pori dan matriks baru dilakukan pengambilan citra dengan menggunakan kamera digital. Citra yang diperoleh dengan menggunakan kamera digital diatur memiliki ukuran 640 x 480 pixels. Untuk menentukan skala pada citra, penulis menggunakan penggaris untuk menentukan skala pada citra batuan karbonat. Gambar 3.5 Citra disebelah kiri tidak menggunakan penggaris, citra disebelah kanan menggunakan penggaris.

24 Gambar 3.5 merupakan citra berukuran sama 640 x 480 pixels, gambar kiri tidak menggunakan penggaris dan gambar kanan menggunakan penggaris berskala centimeter. Penulis menggunakan kedua citra tersebut untuk menentukan skala. Untuk memperoleh skala pada citra, penulis membandingkan antara citra yang tidak menggunakan penggaris dengan citra yang menggunakan penggaris. Dari perbandingan kedua citra tersebut diperoleh skala batuan karbonat, dimana 1 pixel dari citra sama dengan 0,008 cm. Untuk melakukan pengolahan citra digital, terlebih dahulu dilakukan croping pada citra. Hal ini dilakukan agar pengolahan citra digital dengan menggunakan DIPMA lebih mudah dilakukan. Citra yang diperoleh dengan ukuran 640 x 480 pixels kemudian di crop dengan menggunakan PhotoshopCS2 atau CorelDraw12. Penulis mengubah ukuran dari 640 x 480 pixels menjadi ukuran 300 x 300 pixels. Hasil cropping dapat dilihat pada gambar 3.6 : Gambar 3.6 Citra hasil croping dengan ukuran 300x300 pixels. Kemudian dilakukan edit pori dengan menggunakan Photoshop agar terlihat perbedaan yang jelas antara pori dan padatan. Setelah terlihat jelas perbedaan

25 antara pori dan padatan, pengolahan citra digital dapat dilakukan pada citra tersebut. Proses pengolahan citra dari awal sampai siap dilakukan pengolahan citra dapat dilihat pada alur gambar 3.7 : Gambar 3.7 Alur pengambilan citra digital untuk skala centimeter. Gambar pertama menunjukkan citra awal dari kamera digital yang berukuran 640 x 480 pixels, gambar kedua adalah citra setelah dilakukan cropping dengan ukuran 300 x 300 pixels, dan gambar terakhir adalah hasil citra setelah dilakukan edit pori agar terlihat perbedaan antara pori dan padatannya sehingga dapat dilakukan pengolahan citra digital. 3.2.2 Pengukuran citra dalam skala milimeter Untuk memperoleh citra dalam skala milimeter yang sesuai untuk dilakukan pengolahan citra penulis menggunakan mikroskop yang dihubungkan dengan komputer. Susunan alat dapat dilihat pada gambar dibawah :

26 Gambar 3.8 Alat yang digunakan utuk pengambilan citra digital untuk skala milimeter. Gambar 3.8 merupakan alat yang digunakan untuk mendapatkan citra yang dibutuhkan dalam skala milimeter. Susunan alat adalah mikroskop yang terhubung dengan komputer. Pembesaran mikroskop yang digunakan adalah 100x untuk memperoleh citra yang diinginkan. Gambar 3.9 Skala. Gambar 3.9 merupakan skala yang digunakan sebagai alat perbandingan dari citra milimeter pada batu yang telah diukur. Citra batuan dalam skala milimeter tersebut diperoleh dengan mengambil citra dari thin section (sayatan tipis) yang diperoleh dari batuan karbonat.

27 Gambar 3.10 Thin section batuan karbonat. Kemudian untuk pengambilan citra digunakan mikroskop optik yang terhubung langsung pada komputer dengan menggunakan software Motic plus. Data yang diperoleh melalui mikroskop yang telah dihubungkan dengan komputer tersebut menjadi citra yang kemudian disimpan ke dalam komputer dengan ukuran 320 x 240 pixels. Penulis menggunakan perbandingan citra untuk memperoleh skala untuk citra skala milimeter. Gambar 3.11 Citra disebelah kiri tidak menggunakan skala, citra disebelah kanan menggunakan skala lingkaran. Gambar 3.1 merupakan citra berukuran sama 320 x 240 pixels. Untuk memperoleh skala pada citra penulis membandingkan kedua citra diatas dan diperoleh perbandingan skala 1 pixel sama dengan 0,004 mm. Berbeda dengan citra yang diperoleh dalam skala centimeter dimana citra diperoleh dari satu tahap pengambilan citra digital, pengambilan citra dalam skala milimeter dilakukan dalam beberapa tahapan. Dikarenakan keterbatasan dari mikroskop yang hanya memiliki view citra yang sangat terbatas, sehingga keseluruhan dari citra batuan

28 karbonat yang terdapat pada thin section tidak tercitra secara keseluruhan. Hanya sebagian kecil citra dari preparat yang berhasil didapat melalui satu kali pengambilan gambar. Untuk mengatasi permasalahan diatas, penulis menarik beberapa pengamatan yakni : 1. Citra yang diperoleh harus berbentuk persegi/persegi panjang agar mudah dilakukan penggabungan citra dengan menggunakan program software MATLAB. 2. Citra yang diperoleh harus jelas dari segi retakan (fracture) atau pori. Karena batuan karbonat memiliki dua struktur yang dominan yakni fracture dan pori. Hasil citra yang berbentuk persegi tersebut kemudian diambil bagian per bagian dari preparat lalu digabungkan menjadi satu dengan menggunakan MATLAB. Pengambilan data dilakukan 256 kali untuk satu preparat dengan rincian pengambilan citra 16 x 16 pengambilan citra (16 baris dan 16 kolom). Hasil dari penggabungan citra dengan menggunakan MATLAB dapat dilihat pada citra dibawah : Gambar 3.12 Hasil penggabungan citra thin section 3 dengan menggunakan MATLAB (3995x3840 pixels).

29 Citra gambar diatas merupakan citra yang telah digabungkan, dari citra tersebut dapat dilakukan pengolahan citra digital. Hasil perbandingan citra antara citra lingkaran (berdiameter 0,6 mm) dan citra thin section dapat diperoleh informasi bahwa 1 pixels adalah 0,004 mm (0,004x3885=15,54 mm). Karena citra memiliki pixels terlalu besar untuk dilakukan pengolahan citra di komputer, penulis berinisiatif untuk mereduksi ukuran dari citra diatas menjadi 12,5% nya sehingga berukuran 500x480 pixels. Perubahan ukuran pada citra juga mengubah skala, dimana skala menjadi 1 pixels = 0,032 mm. Gambar 3.13 Citra thin section 3 dengan ukuran 500x480 pixels. Gambar diatas merupakan hasil dari penggabungan 256 citra yang telah di reduksi. Proses pengolahan citra dari awal sampai akhir dan dapat dilakukan pengolahan citra dapat digambarkan pada alur gambar 3.14 dibawah :

30 Gambar 3.14 Alur pengambilan citra digital untuk skala milimeter. Gambar pertama menunjukkan citra awal dari mikroskop yang berukuran 320 x 240 pixels, gambar kedua adalah citra setelah dilakukan penggabungan citra, yang ketiga adalah gambar saat dilakukan penyesuaian ukuran, cropping, dan edit pori agar terlihat perbedaan antara pori dan padatannya, dan gambar terakhir merupakan hasil citra yang siap untuk dilakukan pengolahan citra digital. 3.2.3 Algoritma dan diagram alir menggabungkan citra skala milimeter Langkah pertama dari penggabungan citra adalah menggabungkan citra dalam bentuk satu baris, dimana sebanyak 16 buah citra yang diperoleh dari 16 kali

31 pegambilan citra secara horizontal pada mikroskop. Hasil dari penggabunggan citra tersebut secara horizontal dapat dilihat pada gambar dibawah : Gambar 3.15 Hasil penggabungan citra secara horizontal Secara berurutan, algoritma penggabungan citra secara horizontal adalah sebagai berikut : 1. Membaca data citra mulai dari n=1 sampai n=16. 2. Melakukan proses menggabungkan citra secara horizontal. 3. Melakukan proses pengubahan citra menjadi citra biner 4. Rendering objek baru menjadi citra gabungan secara horizontal. start input Input berupa citra sebanyak 16 buah citra Membaca citra n, n = 1-16 (horizontal) Proses menggabung citra (horizontal) Proses menggabung Citra menjadi output end Gambar 3.16 Diagram alir algoritma menggabungkan citra digital secara horizontal.

32 Gamabar 3.16 merupakan diagram alir dari penggabungan citra secara horizontal. Proses dimulai dari menggunakan program MATLAB di komputer, lalu membaca citra sebagai input, mulai dari citra pertama hingga citra ke-16 yang digabung menjadi citra horizontal. Setelah itu dilakukan proses mengubah citra gabungan menjadi citra biner. Hasil dari penggabungan tersebut adalah citra berukuran 3995 x 240 pixels. Setelah mendapatkan data citra horizontal, dilakukan penggabungan citra vertikal dengan menggabungkan citra horizontal secara vertikal dari atas ke bawah hingga membentuk sebuah citra besar berukuran 3995x3840 pixels. Hasil dari penggabunggan citra secara vertikal dapat dilihat pada gambar 3.12. Secara sederhana algoritma penggabungan citra secara vertikal adalah sebagai berikut : 1. Membaca data gambar n=1 sampai n=16. 2. Melakukan proses menggabungkan citra secara vertikal. 3. Melakukan proses pengubahan citra menjadi citra biner. 4. Rendering objek baru menjadi citra gabungan secara vertikal.

33 start input Input berupa citra sebanyak 16 buah citra Membaca citra n, n = 1-16 (vertikall) Proses menggabung citra (vertikal) Proses menggabung Citra menjadi output end Gambar 3.17 Diagram alir algoritma menggabungkan citra digital secara vertikal. Gamabar 3.17 merupakan diagram alir dari penggabungan citra secara vertikal. Proses dimulai dari menggunakan program MATLAB di komputer, lalu membaca citra sebagai input, mulai dari citra pertama horizontal hingga citra ke-16 horizontal yang digabung menjadi citra vertikal. Setelah itu dilakukan proses mengubah citra gabungan menjadi citra biner. Hasil dari penggabungan tersebut adalah citra berukuran 3995 x 3840 pixels. Hasil dari penggabungan citra kemudian diolah sesuai dengan alur pada gambar 3.14

34 3.3 Metode Perhitungan Besaran Fisis Batuan Untuk melakukan perhitungan besaran fisis citra batuan harus diubah terlebih dahulu menjadi citra biner. Kemudian dilakukan estimasi besaran fisis pada citra tersebut. Dalam Tugas Akhir ini pernulis melakukan estimasi besaran fisis dengan menggunakan DIPMA. Dari program tersebut dapat ditentukan porositas, luas permukaan spesifik dan radius hidraulik sampel batuan. Besaran fisis diatas dihitung berdasarkan persamaan (2.17) dan (2.19) yang dilakukan dengan menggunakan TPCF. Perhitungan permeabilitas dihitung berdasarkan persamaan (2.12) yang merupakan persamaan permeabilitas yang memiliki hubungan antara porositas dan luas permukaan spesifik yang telah diperoleh dengan menggunakan TPCF. Gambar 3.18 Grafik TPCF yang diperoleh dengan menggunakan DIPMA

35 Gambar 3.18 adalah grafik TPCF yang diperoleh untuk citra skala centimeter. Penjelasan lebih lanjut mengenai cara perhitungan dan bagaimana diperoleh besaran fisis dengan menggunakan korelasi tersebut telah dijelaskan pada subbab 2.2.3. Data yang diperoleh dari DIPMA hanya berupa satu besaran fisis setiap pengambilan data. Misalkan pengambilan data dengan menggunakan TPCF dilakukan pada absis 1, ordinat 1 dan panjang sel 50 pixel Gambar 3.19 Parameter TPCF dalam DIPMA Gambar 3.19 merupakan parameter untuk mendapatkan grafik TPCF dari DIPMA. Absis titik awal adalah letak koordinat x pada citra, sedangkan Ordinat titik awal adalah letek koordinat y pada citra dan panjang sel adalah luas dari citra yang akan dilakukan proses pengolahan citra digital. Sehingga dari satu kali penggunaan TPCF pada citra tersebut dengan parameter diatas diperoleh grafik TPCF hanya untuk citra dengan koordinat absis 1, ordinat 1 pada panjang sel citra 50 x 50 pixel. Untuk pengukuran citra 300 x 300 pixels dilakukan perhitungan besaran fisis sebanyak 36 kali untuk panjang sel 50 x 50 pixels.

36 300x300 (Pixel) 300x300 (Pixel) BW 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 Gambar 3.20 Bagan perhitungan besaran fisis Gambar 3.20 merupakan bagan urutan untuk melakukan perhitungan yang dilakukan pada setiap panjang sel 50 x 50 pixels. Perhitungan untuk panjang sel 75, 100, 150, 200, 250 hingga 300 juga dilakukan dengan prosedur yang sama. Hasil dari perhitungan besaran fisis digunakan untuk mengetahui perubahan besaran fisis terhadap ukuran.