Membangun Ownership G20: Penguatan Pangan yang Berkelanjutan; Pengelolaan Pangan dan Kesejahteraan Petani, Round Table Discussion, INFID, Jakarta 28 Maret 2011 Gunawan Sekjend IHCS (Indonesian Human Rights Committee for Social Justice); Anggota Pokjasus DKP (Kelompok Kerja Khusus Dewan Ketahanan Pangan 1
Problematika Nasional di Bidang Pangan 1. Kemampuan Negara Menjalankan Kewajiban dalam Pemenuhan dan PemenuhanHak Atas Pangan 2. Kasus Daerah Rawan Pangan, Busung Lapar dan Gizi Buruk 3. Kasus Keamanan Pangan 4. Kebutuhan Air Bersih 5. Buruknya Nasib Petani dan Nelayan sebagai Produsen Pangan 6. Minimnya Bantuan Pangan dan Pangan Sebagai Jaminan Sosial 2
1. Ketidakoptimalan Negara dalam Menjalankan Kewajiban Jungle of Regulation. Produk peraturan perundangan yang terkait persoalan agraria pada umumnya dan pertanian serta pangan pada khususnya, saling tidak singkron dan justru mengakibatkan akses masyarakat kepada sumber-sumber agraria dan pangan terhalangi, tetapi justru mengintegrasikan ik sumber-sumber b agraria dan sumber-sumber b pangan dengan internasionalisasi modal lewat liberalisasi, privatisasi, dan komersialisasi yang membawa dampak alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, berkurangnya wilayah tangkap nelayan maupun kriminalisasi petani, nelayan dan masyarakat adat. Sektoralisme. Tidak singkronnya badan-badan pemerintahan yang berwenang mengelola pertanahan, pertanian, perkebunan, kehutanan, pertambangan, perindustrian dan perdagangan serta keuangan. Sebagai negara pihak dalam kontradiksi internasional. Di internasional telah terjadi ketidaksingkronan instrumen dan mekanisme dalam mekanisme di PBB, yaitu antara instrumen pelindung hak atas pangan dengan instrumen pelanggar hak atas pangan. Badan-badan PBB terlibat dalam blunder ini. Intrumen konstruktif hak atas pangan meliputi Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, Budaya. Beberapa yang diinisiasi oleh FAO, seperti World Conference on Agrarian Reform and Rural Development tahun 1979 yang melahirkan Peasants Charter, World Food Summit setiap lima tahun mulai tahun 1996, Voluntary Guidelines to Support the Progressive Realization of the Right to Adequate Food in the Context of National Food Security (Pedoman Sukarela untuk Mendukung Realisasi Progresif Pemenuhan Hak Atas Pangan secara Layak dalam Kerangka Ketahanan Pangan Nasional) tahun 2004, dan International Conference on Agrarian Reform and Rural Development tahun 2007. Ada juga Pelapor Khusus Hak Atas Pangan (Special Rapporteur on the right to food) yang dibentuk oleh Commission on Human Rights bersandar resolution 2000/10 of 17 April 2000 dan resolution 2001 0f 20 April 2001,, Hak atas pangan juga muncul dalam UN Millenium i Development Goals tahun 2000. Sedangkan yang destruktif dengan hak atas pangan misalnya perjanjian-perjanjian dalam WTO, proyek-proyek World Bank, arahan-arahan IMF, dan berbagai perjanjian perdagangan bebas. 3
2. Daerah Rawan Pangan dan Kasus Busung Lapar Serta Gizi i Buruk Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan/A Food Security And Vulnerability Atlas of Indonesia (FSVA) 2009 Dewan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian, World Food Progame FSVA dibuat Berdasarkan Pilar Ketahanan Pangan: Ketersediaan Pangan (Produksi Domestik, Impor/Perdagangan, Bantuan Pangan); Akses Terhadap Pangan (Kemampuan rumah tangga untuk memperoleh cukup pangan; Pemanfaatan Pangan dan situasi gizi(penyimpanan, ii( i pengolahan, lh penyajian, dll) dll,); Daerah Rawan Pangan yang memerlukan prioritas lebih tinggi 100 Kabupaten paling rentan berdasarkan index ketahanan pangan komposit 4
5
3. Keamanan Pangan Kasus pangan yang mengandung bahan tambahan makanan (BTM) dan bahan pengawet atau zat kimia berbahaya seperti boraks, formalin, Sulfit, rhodamin B, Metanil Kuning dan berbagai pewarna. Kasus Pangan Tercermar Bakteri 6
4. Kebutuhan Air Bersih Kelangkaan Air Bersih Pencemaran Air Komersialisasi i Sumber Air Sengketa Sumber Air Problematika Saluran Irigasi 7
5. Derita Petani, Nelayan, dan Masyarakat Adat Sempitnya lahan pertanian Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian Konflik Agraria Kriminalisasi Petani Pemulia Benih Monokultur dan Monopoli Pertanahan Subsidi idipet Pertanian nd dan nh Harga Pasca Panen Perubahan Iklim dan Bencana Alam 8
6. Bantuan Pangan dan Jaminan Sosial Baru sebatas respon bencana Raskin dan BLT serta Askes Jaminan Sosial mengandalkan anggaran atau redistribusi kekayaan alam melalui reforma agraria 9
Perjuangan Nasional: Menolak Fundamentalisme Pasar dan Reformasi PBB Di hadapan Majelis Umum PBB tahun 2002, Sekjen PBB melaporkan hasil temuan dan rekomendasi Pelapor Khusus Hak Atas Pangan. : Kesimpulan yang paling mengecewakan dari Pertemuan Puncak Pangan Dunia: 5 Tahun Berjalan (World Food Summit: 5 Years Later) ) adalah hanya sedikit kemajuan yang sudah dicapai dalam usaha menguragi kelaparan, meski sudah dinyatakan komitmen tahun 1996 untuk mengurangi kelaparan sampai dengan setengah. Pelapor khusus percaya bahwa hal itu berakar pada persoalan mengenai dampak dari model fundamentalisme-pasar yang ada sekarang, dan lebih menekankan k model keamanan pangan yang berdasar perdagangan. Hal itu juga menjadi akar dari kegagalan untuk memecahkan masalah yaitu kontradiksi internal yang amat menyolok dalam sistem PBB, dimana badan PBB bekerja untuk mempromosikan keadilan sosial, sedang lembaga Bretton Woods (bersama dengan pemerintahan tertentu dan World Trade Organization), yang terus memaksakan Washington Consensus bahkan ketika semakin jelas bahwa hal itu bukanlah jawaban untuk merespon masalah kelaparan dan kemiskinan. Masalah yang dijabarkan sebagai pertanyaan haruslah mengenai model pembangunan yang sekarang ini didasarkan pada Washington Consensus.. Sedang produk ini menghasilkan negara kaya di dunia, hasilnya tidak secara memadai pemerataannya. Ketaksetaraan antar negara terus meningkat, dan model ini jelas tidak memecahkan masalah kelaparan dan kemiskinan di dunia. Kontradiksi internal yang amat nyata dalam sistem PBB dan dalam tindakan negara tertentu harus ditinjau. Kewajiban engara atas penduduk dari negeri lain, khususnya dalam soal hak atas pangan, haruslah diakui. Hal ini mendorong suatu pemahaman, misalnya, bahwa hubungan perdagangan harus diuji untuk memastikan bahwa kebijakan dagang dari suatu negara tidak mempunyai efek negatif terhadap hak atas pangan masyarakat di negeri lain. 10
Perjuangan Nasional : Menentang Perampasan Tanah Sekjend PBB menyatakan, Special Rappoteur on the right to food, percaya bahwa akses ke tanah adalah elemen kunci yang gp penting untuk menghapus kelaparan di dunia. Hal ini berarti bahwa pilihan kebijakan seperti reforma agraria harus memainkan peranan penting dalam suatu strategi suatu negara dalam hal keamanan pangan, di mana akses atas tanah adalah mendasar. Seringkali reforma agraria dinyatakan sebagai pilihan yang ketinggalan jaman dan tidak efektif, tetapi bukti tidaklah mendukung pernyataan itu. Aakses atas reforma agraria dan tanah harus menjadi kunci dari Hak atas Pangan (right to food). Dasar legal sudah jelas di dalam teks Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Di bawah artikel 11, paragraf 2 (a), negara-negara berkomitmen untuk mengembangkan atau memulai reforma sistem agraria dengan cara mana sehingga tercapai pembangunan yang paling efisien dan penggunaan sumber daya alam (developing or reforming agrarian systems in such a way as to achieve the most efficient development and utilization of natural resources). Sekarang ini terjadi peningkatan pengertian terhadap hal di mana pertanian skala kecil lebih efisien daripada d yang berskala besar, dan lebih mampu untuk melindungi i lingkungan. Hal ini i dapat dapat dipahami bahwa mempromosikan reforma agraria juga berarti mempromosikan pertanian skala kecil. General Comment 12, yang merupakan interpretasi yang otoritatif Komite Ekonomi, Sosial, Ekonomi, Budaya (CESCR) mengenai Hak atas Pangan, menyatakan secara jelas bahwa Hak atas Pangan memerlukan akses fisik dan ekonomi atas sumber daya. Komentar itu mengakui bahwa akses atas pangan datang baik dari akses atas pendapatan, p atau akses atas sumber daya produktif seperti tanah. Argumen yang diajukan adalah bahwa kelompok rentan, termasuk mereka yang tidak mempunyai tanah, membutuhkan perhatian khusus, dan bahwa masyarakat adat dan perempuan mempunyai hak atas warisan dan kepemilikan tanah. Jelas bahwa kewajiban pemerintah untuk menghormati Hak atas Pangan berarti bahwa negara harus mengambil segala langkah yang dapat memperbaiki akses atas pangan. Dengan ini, penggusuran tanpa kompensasi yang pantas berati pelanggaran atas Hak atas Pangan 11