I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadilan dan kesetaraan gender telah menjadi isu global. Perubahan terjadi sejalan dengan pergeseran paradigma pembangunan dari pendekatan keamanan dan kestabilan (security) menuju pendekatan kesejahteraan dan keadilan (prosperity) atau dari pendekatan produksi (production centered development) menjadi pendekatan kemanusiaan (people centered development) dalam suasana yang lebih demokratis dan terbuka. Masalah gender pada dasarnya adalah prinsip kemitraan dan keharmonisan, meskipun pada kenyataannya sering terjadi perlakuan diskriminasi, marjinalisasi, sub ordinasi, beban ganda, dan tindak kekerasan dari satu pihak pada pihak lain baik di dalam maupun di luar kehidupan keluarga. Perlakuan yang merupakan hasil akumulasi dan ekses dari nilai sosio-kultural suatu masyarakat tanpa ada klarifikasi yang rasional akan mengakibatkan seluruh kesalahan ditimpakan pada satu jenis kelamin yang lebih mendominasi dan memarjinalkan jenis kelamin yang lain, tanpa ada kejelasan mengapa budaya tersebut terjadi. Untuk itu informasi tentang perjuangan kaum perempuan menuntut kesetaraan dengan kaum laki-laki menjadi isu yang cukup relevan. World Conference International Year of Women-PBB yang diselenggarakan di Mexico City pada tahun 1975 menghasilkan deklarasi kesamaan antara perempuan dan laki-laki dalam hal: a. pendidikan dan pekerjaan, b. prioritas pembangunan bagi kaum perempuan, c. perluasan partisipasi perempuan dalam pembangunan, d. ketersediaan data dan informasi partisipasi perempuan, dan e. pelaksanaan analisis perbedaan peran berdasarkan jenis kelamin. Berbagai program untuk pemberdayaan perempuan (Women Empowerment Program) dirancang guna mengintegrasikan perempuan dalam pembangunan yang dikenal sebagai Women in Development-WID

2 World Conference UN Mid Decade Of Women di Kopenhagen tahun 1980 dan World Conference on Result on Ten Years Women Movement di Nairobi tahun 1985 mengubah seluruh konsep-konsep pembangunan dan penelitian yang lebih menekankan pada kesetaraan perempuan dan laki-laki. Selanjutnya pada tahun 1984, Pemerintah Republik Indonesia meratifikasi Konvensi CEDAW (Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women konvensi tentang peniadaan seluruh bentuk diskriminasi terhadap perempuan) menjadi UU Nomor 7 tahun Pemberdayaan perempuan tanpa melibatkan laki-laki ternyata kurang membawa hasil yang diharapkan. Tanpa kerjasama dan keterlibatan kaum lakilaki, program pemberdayaan perempuan tidak akan tercapai. Konsep ini dikenal dengan istilah pendekatan gender yang kemudian dikenal dengan istilah Gender and Development (GAD). Pandangan ini berkembang dalam The fourth World Conference on Women, di Beijing tahun 1995 yang menyepakati 12 bidang kritis permasalahan perempuan meliputi: kemiskinan, pendidikan dan pelatihan, kesehatan reproduksi, kekerasan dalam rumah tangga, konflik militer dan kerusuhan, akses sumberdaya ekonomi, pengambilan keputusan dan politik, lembaga yang dapat memperjuangkan perempuan, hak azasi perempuan, akses media informasi, pencemaran lingkungan, dan kekerasan terhadap anak dan anak perempuan. Pemerintah Republik Indonesia telah menandatangani Millenium Declaration pada bulan September tahun Promoting Gender Equality and Empowering Women merupakan salah satu dari 8 tujuan yang ditetapkan. MDG s 2015 (Millenium Development Goals in 2015) menjadi referensi utama dalam penyusunan kebijakan di tingkat nasional, propinsi dan kabupaten/kota berupa dokumen-dokumen perencanaan pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) dan daerah (RPJMD) dan tahunannya. Beberapa permasalahan yang dihadapi Indonesia di masa depan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat adalah penghapusan kemiskinan dan pengangguran, meningkatkan investasi, revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan, pembangunan perdesaan, meningkatkan akses pada pendidikan dasar dan kesehatan, memantapkan jaminan 2

3 sosial dan pembangunan infrastruktur. Permasalahan gender menjadi isu penting dalam penyelesaian seluruh permasalahan pencapaian MDG s. Komitmen pemerintah Republik Indonesia dalam World Food Summit Declaration yang diselenggarakan oleh FAO pada November 1996 mengemukakan bahwa kesetaraan dalam akses, kontrol dan partisipasi perempuan dan laki-laki merupakan variabel penting untuk mencapai keberlanjutan ketahanan pangan. Lapangan usaha yang paling banyak menyerap pekerja adalah pertanian, perdagangan, dan industri (44,47%). Hal ini mencerminkan bahwa struktur dan potensi sektor perekonomian dalam menyerap tenaga kerja didukung oleh sektor tersebut. Untuk sektor pertanian, tidak ada perbedaan antara pekerja laki-laki (44,40%) dan perempuan (44,59%). Sebanyak 30 propinsi di Indonesia (90,9%) masih mengandalkan sektor pertanian sebagai lapangan usaha utama kecuali Provinsi DKI, Kepulauan Riau dan Bangka Belitung (KPP, 2005a). Di tingkat nasional, tantangan yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia pada sektor pertanian yang dituangkan dalam Rencana Jangka Menengah Nasional dan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2008 bahwa akses pangan rumah tangga dan peningkatan produktivitas pertanian dalam arti luas menjadi salah satu target penting untuk peningkatan kesejahteraan keluarga. Sasaran utama yang ingin dicapai pada tahun 2008 adalah pertumbuhan PDB pertanian sebesar 3,7 persen, yang terdiri dari pertumbuhan bahan makanan, perkebunan, peternakan dan perikanan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat perdesaan (Perpres, 2007). Hal tersebut akan dicapai melalui: (1) peningkatan pangan dan akses pangan bagi rumah tangga, (2) peningkatan produksi perikanan sebesar 6,5 persen, (3) peningkatan industri kayu dan hasil hutan sebesar 5,0 persen, (4) perluasan kesempatan kerja dan meningkatnya keragaman/diversifikasi usaha ekonomi di perdesaan agar kemiskinan di perdesaan semakin berkurang, (5) penataan kembali ketimpangan penguasaan dan penggunaan tanah yang lebih adil. Landasan operasional pelaksanaan seluruh kebijakan dan program tersebut di tingkat nasional dan daerah adalah melalui pengarusutamaan partisipasi masyarakat, pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan, pengarusutamaan gender, pengarusutamaan pengurangan 3

4 kesenjangan, pengarusutamaan good governance, dan pengarusutamaan otonomi daerah (Bappenas, 2007). Luas lahan kering di Indonesia mencapai 51,4 juta hektar atau 86,2 persen dari total luas lahan pertanian seluas 59,6 juta hektar karena itu permasalahan lahan kering relatif strategis. Tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya pada lahan ini relatif banyak. Masih rendahnya produksi aktual lahan kering dibandingkan produksi potensial menjadikan keberhasilan pengembangan lahan kering akan berimplikasi luas dan signifikan terhadap pembangunan nasional. Sementara itu, investasi pemerintah dalam penyediaan infrastruktur dan penanganan pascapanen serta pemasaran hasil untuk mendukung pengembangan lahan kering relatif terbatas dibandingkan dengan lahan sawah yang selama ini telah menikmati fasilitas pengadaan saluran irigasi, subsidi pupuk dan pestisida, kredit, dan sarana transportasi. Kurangnya peran pemerintah dalam pengembangan lahan kering menyebabkan perkembangan perekonomian dan pendapatan usahatani lahan kering terbatas, sehingga berimplikasi terhadap akselerasi marginalisasi perempuan. Indikatornya antara lain akses, kontrol dan partisipasi sumberdaya perempuan terhadap lahan kering sangat terbatas, sehingga memicu terjadinya marginalisasi perempuan (Irianto et al., 2003). Pengelolaan lahan kering yang tidak berkelanjutan karena keterbatasan air dan resiko gagal panen yang tinggi serta penurunan produktivitas lahan akan menyebabkan hilangnya sumber mata pencaharian petani dan terjadi proses pemiskinan dan penurunan mutu lingkungan hidup karena dikelola oleh petani miskin. Kehidupan petani miskin akan berimplikasi secara signifikan terhadap penurunan kualitas hidup keluarga petani dalam jangka panjang. Rendahnya kualitas hidup dan konstruksi sosial budaya patriakhi akan berdampak pada ketimpangan pola relasi laki-laki dan perempuan. Hak atas sumberdaya alam terkait dengan akses dan keadilan dalam pemanfaatannya tanpa membedakan peran gender dan status sosial ekonominya. Kurang optimalnya peran gender dalam pengelolaan sumberdaya lahan kering akan berdampak pada perekonomian rumah tangga petani yang akan semakin sulit untuk keluar dari lingkaran kemiskinan. Petani yang miskin tidak dapat 4

5 melakukan investasi terhadap lahannya sehingga berakibat terjadinya degradasi kualitas tanah yang terus menerus. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa petani perempuan karena kepanjangan fungsi domestiknya sangat berperan pada kegiatan-kegiatan pemeliharaan, pasca panen dan pemasaran hasil. Kegiatan tersebut memberikan andil yang nyata pada peningkatan pendapatan keluarga dan kondisi rumah tempat tinggal (LDUI, 2003). Partisipasi aktif wanita dalam kegiatan keluarga petani sangat dipengaruhi oleh (1) Status pendapatan: pada umumnya lebih miskin keluarga petani maka lebih besar keterlibatan perempuan tani dalam proses produksi, kegiatan pasca panen, dan buruh tani atau buruh lainnya, (2) Kondisi sosial budaya terutama tingkat pendidikan, kesehatan, posisi dalam proses pengambilan keputusan, dan mobilitas yang sangat dipengaruhi norma tradisional, (3) Status perkawinan dan umur yang sangat mempengaruhi dalam pengambilan keputusan keluarga (Jiggins, 1996). Kontribusi perempuan petani lahan kering terhadap pendapatan keluarga mencapai 43,3 persen dari total pendapatan keluarga. Selain itu, perempuan mempunyai kedudukan yang sama dengan laki-laki dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penentuan modal (62,2% responden), meskipun untuk pembelanjaan selanjutnya ternyata laki-laki atau suami lebih dominan (78,4% responden). Kondisi ini menunjukkan bahwa peningkatan pengetahuan dan keterampilan perempuan dalam kegiatan produktif akan berpengaruh positif terhadap upaya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan keluarga, serta sekaligus mengangkat status perempuan di lahan kering yang umumnya terbatas dalam pendidikan dan modal. Salah satu karakteristik biofisik lahan kering adalah ketersediaan air yang terbatas karena lebih dari sembilan bulan mengalami defisit air, produktivitas rendah, resiko usahatani tinggi dengan tingkat kegagalan dua kali panen per lima tahun, dan pendapatan usahatani rendah. Dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi (1.6% per tahun) maka kompetisi penggunaan air antar sektor pertanian, industri, domestik, munisipal dan antar wilayah semakin tinggi, sehingga memicu terjadinya kelangkaan air (BPS, 2005a). 5

6 Permasalahan keterbatasan air pada lahan kering umumnya adalah ketidaksesuaian antara kebutuhan dan pasokan pada suatu waktu tertentu. Air merupakan faktor produksi yang tidak dapat disubtitusi dan memegang peranan penting untuk mendukung keberhasilan sistem produksi pertanian lahan kering, sehingga air dapat dikatagorikan sebagai faktor pembatas produksi pertanian lahan kering. Pada wilayah yang rawan kekeringan maka kelebihan air pada musim hujan perlu dikelola dengan cara disimpan dan dapat dimanfaatkan pada musim kemarau. Pengelolaan air untuk pertanian dapat dilakukan dengan penampungan dalam waduk, bendung, embung maupun sumur resapan. Embung atau tandon air adalah waduk berukuran mikro di lahan pertanian yang dibangun untuk menampung kelebihan air hujan di musim kemarau. Teknik pemanenan air (water harvesting) dengan embung sangat cocok bagi ekosistem tadah hujan dengan intensitas dan distribusi curah hujan tidak pasti (Sjamsiah et al., 2004). Sumberdaya lahan kering di Indonesia relatif luas, potensi sumberdaya airnya bervariasi menurut ruang dan waktu. Kegiatan usahatani dan pendapatannya beragam, sehingga diperlukan karakterisasi dan pemetaan untuk menyusun kebijakan dan strategi pengelolaan dan pemanfaatannya. Lahan kering dengan produktivitas dan pendapatan usahatani rendah akan mendorong terjadinya marginalisasi perempuan, karena akan menurunkan kemampuan akses, kontrol, dan partisipasi perempuan terhadap sumberdaya, sehingga manfaat yang diperoleh perempuan akan terus menurun. Sebaliknya, lahan kering yang produktif dan akan memberikan peluang yang lebih besar bagi perempuan untuk mengembangkan potensi dirinya. Sampai saat ini, penelitian ataupun kajian tentang pengelolaan lahan kering yang secara spesifik memperhatikan aspek gender masih sangat terbatas. Penelitian disain sistem pengelolaan lahan kering berkelanjutan dengan cara merumuskan kebijakan dan strategi pengelolaan yang berbasis gender diperlukan agar dapat diperoleh manfaat yang optimal dari sumberdaya lahan kering. 6

7 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian adalah merumuskan kebijakan dan strategi pengelolaan lahan kering berkelanjutan berbasis gender. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui tujuan antara sebagai berikut: 1. mengidentifikasi atribut pengelolaan lahan kering berkelanjutan, 2. menentukan nilai indeks keberlanjutan pengelolaan lahan kering, 3. mengidentifikasi pola relasi gender pada pengelolaan lahan kering berkelanjutan, 4. membangun model pengelolaan lahan kering berkelanjutan berbasis gender,dan 5. merumuskan arahan kebijakan dan strategi pengelolaan lahan kering berkelanjutan berbasis gender Kerangka Pemikiran Secara potensial, lahan kering mempunyai kemampuan produksi dan diversifikasi komoditas yang lebih menjanjikan dibandingkan dengan lahan sawah apabila masalah pasokan dan kelangkaan air dapat diatasi serta adanya penerapan kesetaraan dan keadilan gender. Kendala pendayagunaan lahan kering sudah lama diidentifikasi, namun demikian, pola, strategi dan metode pengelolaan lahan kering selama ini belum sepenuhnya memperhatikan aspek keberlanjutan sehingga terjadi ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender (bias gender). Akibatnya, manfaat yang diperoleh dari sumberdaya lahan kering belum optimal. Pengarusutamaan gender dalam pengelolaan lahan kering akan meningkatkan partisipasi, fungsi kontrol, distribusi sumberdaya, dan tanggungjawab masyarakat dalam pengelolaan lahan kering. Untuk menjamin keberlanjutan pengelolaan lahan kering maka langkah pertama yang perlu mendapat perhatian adalah ketersediaan sumberdaya air dengan cara menentukan teknologi yang paling tepat untuk diintroduksi sesuai dengan karakteristik wilayah dan peran gender. Pada saat ini sumber air yang digunakan oleh petani dalam pengelolaan lahan kering digolongkan dalam empat kategori yaitu air hujan, sumur ladang, embung, dan mesin pompa air. 7

8 Upaya pengelolaan lahan kering dengan pola usahatani yang diidentifikasi pada lokasi penelitian diarahkan pada pengembangan komoditas unggulan yang memiliki kriteria dapat meningkatkan pendapatan masyarakat (feasible), tidak menyebabkan erosi tanah yang merusak tanah, dan dapat meningkatkan kualitas peran gender. Pengembangan komoditas unggulan tersebut harus didukung oleh pemanfaatan teknologi tepat guna dan pro perempuan, kelembagaan petani, dan informasi pasar. Secara skematis kerangka pikir penelitian dalam pengelolaan lahan kering berkelanjutan berbasis gender dapat dilihat pada Gambar 1. Lahan Kering Curah Hujan Sumur Ladang Embung Mesin Pompa Air MDS (Rapid Appraisal) Nilai Indeks Keberlanjutan Pengelolaan Lahan Kering Pola Relasi Gender pada Akses, Kontrol Perempuan dan Laki- Laki Analisis Gender Model Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis Gender Propinsi DI Yogyakarta Analisis Prospektif Simulasi Prediksi Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis Gender Propinsi DI Yogyakarta Kebijakan Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan berbasis gender Prop DI Yogyakarta Gambar 1. Kerangka pemikiran sistem pengelolaan lahan kering berkelanjutan berbasis gender. 8

9 1.4. Perumusan Masalah Komitmen Internasional dan Nasional yang dituangkan dalam MDG s dan Rencana Kerja Pemerintah tahun 2008 mengemukakan bahwa kesetaraan gender dalam berbagai bidang pembangunan akan mendorong pencapaian indikator pembangunan sektor pertanian secara berkelanjutan. Tantangan sektor pertanian ke depan adalah meningkatkan produksi, diversifikasi pola konsumsi, dan memenuhi kebutuhan konsumsi pangan khususnya bagi keluarga miskin melalui pengembangan potensi lahan yang belum dimanfaatkan. Lahan kering merupakan sumberdaya lahan yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Namun demikian, sumberdaya lahan yang demikian besar tersebut belum dapat memberikan manfaat yang optimal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat yang sumber penghasilannya tergantung pada sumberdaya lahan kering memiliki tingkat penghasilan yang relatif jauh lebih rendah dari pada masyarakat yang penghasilannya bersumber pada lahan sawah. Hal ini dikarenakan produktivitas lahan kering rendah, resiko usahatani tinggi dengan tingkat kegagalan dapat mencapai dua kali gagal panen per lima tahun sebagai akibat keterbatasan ketersediaan air baik dari segi kualitas, kuantitas maupun kontinuitas, serta penggunaan teknologi yang belum optimal. Keterbatasan ketersediaan air dan penggunaan teknologi, memerlukan curahan tenaga kerja laki-laki dan perempuan yang lebih banyak dibanding lahan sawah. Konstruksi sosial budaya masyarakat perdesaan yang menempatkan perempuan pada peran domestik dan posisi yang marginal dibanding laki-laki, menyebabkan kebijakan pengelolaan lahan kering selama ini tidak mempertimbangkan peran dan tanggung jawab yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, sehingga manfaat yang diperoleh menjadi tidak optimal. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, pertanyaan penelitian (research question) dalam mendisain sistem pengelolaan lahan kering berkelanjutan berbasis gender adalah: 1. apa yang menjadi atribut pengelolaan lahan kering dikatakan berkelanjutan?, 2. seberapa besar nilai indeks keberlanjutan pengelolaan lahan kering pada saat ini?, 3. bagaimana pola relasi gender dalam pengelolaan lahan kering saat ini?, 9

10 4. bagaimana model pengelolaan lahan kering berkelanjutan berbasis gender?, dan 5. bagaimana rumusan kebijakan dan strategi pengelolaan lahan kering berkelanjutan berbasis gender? Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberi manfaat terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengelolaan dan pemanfaatan lahan kering secara berkelanjutan sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih optimal bagi masyarakat yang penghasilannya bergantung pada sumberdaya lahan kering. Manfaat yang diharapkan tersebut secara lebih rinci adalah sebagai berikut: 1. memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan dalam hal pengelolaan lahan kering secara berkelanjutan berbasis gender, 2. merepresentasikan status, potensi dan peluang penerapan kesetaraan dan keadilan gender, pendayagunaan lahan kering dan sumberdaya air untuk optimalisasi produktivitas lahan kering berkelanjutan, dan 3. membantu pengambil keputusan, baik tingkat nasional maupun tingkat daerah, untuk membuat kebijakan yang tepat dalam pengelolaan sumberdaya lahan kering berkelanjutan dan berbasis gender Novelty (Kebaruan) Kebijakan pengelolaan lahan kering sekarang ini belum sepenuhnya menerapkan konsep keberlanjutan. Hal ini ditunjukkan oleh masih rendahnya produksi aktual lahan kering dibanding produksi potensial dan peran pemerintah dalam pengembangan lahan kering yang responsif gender juga masih sangat terbatas sehingga cenderung memarjinalisasikan perempuan. Penelitian-penelitian tentang teknik pengelolaan lahan kering yang berkelanjutan sudah banyak dilakukan dengan berbagai pendekatan, sedangkan penelitian gender di sektor pertanian baru sebatas pada pemetaan peran laki-laki dan perempuan di fungsi domestik, publik dan sosial kemasyarakatan. Sedangkan 10

11 kesenjangan gender dalam pengelolaan sumberdaya lahan kering belum banyak dibahas dalam berbagai studi. Novelty (kebaruan) dari penelitian kebijakan Desain Sistem dalam Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis Gender di lokasi penelitian adalah: 1. menghasilkan disain sistem pengelolaan lahan kering yang memperhatikan keberlanjutan dimensi ekologi, ekonomi, dan sosial pada sumber air curah hujan, sumur ladang, embung dan mesin pompa air dengan memperhatikan akses, kontrol, manfaat dan partisipasi laki-laki dan perempuan, 2. menghasilkan atribut untuk menilai keberlanjutan dan ketidakberlanjutan pengelolaan lahan kering berbasis gender pada sumber air curah hujan, sumur ladang, embung dan mesin pompa air, dan 3. memberikan alternatif solusi bagi sektor pertanian untuk melaksanakan pembangunan pertanian berkelanjutan berbasis gender dalam kebijakan dan program pengelolaan lahan kering. 11

12 11

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA PELUNCURAN STRATEGI NASIONAL (STRANAS) PERCEPATAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) MELALUI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan agraris, dimana terdiri dari banyak pulau dan sebagian besar mata pencaharian penduduknya bercocok tanam atau petani. Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan sistem usahatani yang selama ini dilakukan pada umumnya belum sepenuhnya menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya produktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara bertujuan untuk mewujudkan kehidupan seluruh masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera lahir dan batin.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

Dra. Tati Hatimah, MA. Dipreentasikan pada Kajian Gender PSGA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dra. Tati Hatimah, MA. Dipreentasikan pada Kajian Gender PSGA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dra. Tati Hatimah, MA Dipreentasikan pada Kajian Gender PSGA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1 ISTILAH GENDER Pertama kali diperkenalkan oleh Robert Stoller (1968) untuk memisahkan pencirian manusiayang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women

Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women Stand Alone Goal Prinsip Stand Alone Goal: 1. Kesetaraan Gender 2. Hak-hak perempuan sebagai hak asasi manusia. 3. Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

PENERAPAN PUG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PENERAPAN PUG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN PENERAPAN PUG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DEPUTI BIDANG PUG BIDANG EKONOMI KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PERPRES NO. 5 TAHUN 2010 RPJMN 2010-2014 A. 3

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... DAFTAR TABEL Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan... 40 Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... 54 Tabel IV.3 Komposisi pegawai berdasarkan golongan kepangkatan...

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA

KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA Penduduk Indonesia 231 Juta 49,9% Perempuan Aset dan Potensi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran

BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% perempuan dan kaitannya dalam penyusunan anggaran responsif gender. Yang menjadi fokus dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dipenuhi dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan, sbg produk primer atau olahan Ketersediaan Pangan Nasional (2003)=

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara berkembang, Indonesia turut serta dan berperan aktif dalam setiap kegiatan dan program-program pembangunan yang menjadi agenda organisasi negara-negara

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk Indonesia, sepakat untuk mengadopsi deklarasi Millenium Development Goals (MDG) atau Tujuan Pertumbuhan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya. No.20, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perolehan pangan yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu merupakan sesuatu yang penting bagi setiap manusia agar dapat hidup secara berkualitas. Oleh karena itu hak atas kecukupan

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Pembangunan daerah agar dapat berhasil sesuai dengan tujuannya harus tanggap terhadap kondisi yang terjadi di masyarakat. Kondisi tersebut menyangkut beberapa masalah

Lebih terperinci

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN Dina Novia Priminingtyas Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Potensi perempuan dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN (PPRG) DALAM PERUBAHAN IKLIM

KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN (PPRG) DALAM PERUBAHAN IKLIM KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN (PPRG) DALAM PERUBAHAN IKLIM Disampaikan Oleh: Drg. Ida Suselo Wulan, MM Deputi Bidang PUG Bidang Politik, Sosial dan Hukum Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan

Lebih terperinci

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi 1.1. Latar Belakang Upaya pemenuhan kebutuhan pangan di lingkup global, regional maupun nasional menghadapi tantangan yang semakin berat. Lembaga internasional seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sektor yang paling strategis dalam. memberdayakan manusia menuju pembangunan adalah pendidikan.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sektor yang paling strategis dalam. memberdayakan manusia menuju pembangunan adalah pendidikan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sektor yang paling strategis dalam mendukung pembangunan nasional, sehingga aspek yang penting diperhatikan untuk memberdayakan manusia menuju

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Irigasi Jatiluhur terletak di Daerah Aliran Sungai Citarum Provinsi Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan

I. PENDAHULUAN. dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep penting yang harus dipahami dalam membahas kaum perempuan adalah membedakan antara konsep seks (Jenis Kelamin) dan konsep gender. Pemahaman dan pembedaan terhadap

Lebih terperinci

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 1. Pendahuluan Sektor pertanian merupakan tumpuan ekonomi dan penggerak utama ekonomi nasional dan sebagian besar daerah, melalui perannya dalam pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akses, bersifat privat dan tergantung kepada pihak lain (laki-laki). Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. akses, bersifat privat dan tergantung kepada pihak lain (laki-laki). Perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan merupakan makhluk sosial yang membutuhkan pengakuan dan penghormatan untuk memosisikan dirinya sebagai manusia yang bermartabat. Dalam pandangan politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman kebutuhan kelompok dan individu masyarakat, tak terkecuali

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman kebutuhan kelompok dan individu masyarakat, tak terkecuali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prinsip partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dalam good governance menjamin berlangsungnya proses pembangunan yang partisipatoris dan berkesetaraan gender. Menurut

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

Pengembangan Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan untuk Mengurangi Risiko Kekeringan Mendukung Ketahanan Pangan

Pengembangan Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan untuk Mengurangi Risiko Kekeringan Mendukung Ketahanan Pangan Pengembangan Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan untuk Mengurangi Risiko Kekeringan Mendukung Ketahanan Pangan Nani Heryani, telp.0251-8312760, hp 08129918252, heryani_nani@yahoo.com ABSTRAK Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) yakni di

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) yakni di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu proses prioritas pembangunan nasional sebagaimana dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) 2005-2009 yakni di bidang sumber daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting perananya dalam Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal tersebut bisa kita lihat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian adalah sektor penting dalam perekonomian Indonesia. Beberapa peran penting sektor pertanian yaitu menyerap tenaga kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat,

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH Bengkulu Tengah yang Lebih Maju, Sejahtera, Demokratis, Berkeadilan, Damai dan Agamis 1. Maju, yang diukur dengan : (a) meningkatnya investasi;

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS 3.1 Identifikasi Faktor Lingkungan Berdasarkan Kondisi Saat Ini sebagaimana tercantum dalam BAB II maka dapat diidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 A. KONDISI KEMISKINAN 1. Asia telah mencapai kemajuan pesat dalam pengurangan kemiskinan dan kelaparan pada dua dekade yang lalu, namun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN 2019-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA Jl. PEMBANGUNAN NO. 183 GARUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Salah satu output yang diharapkan dalam pembangunan nasional adalah membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut Menteri Kesehatan (2000), SDM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan memperluas keanekaragaman hasil pertanian. Hal ini berguna untuk memenuhi

Lebih terperinci

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan

Lebih terperinci

IRIGASI AIR TANAH DALAM / IRIGASI TEKANAN/POMPA

IRIGASI AIR TANAH DALAM / IRIGASI TEKANAN/POMPA IRIGASI AIR TANAH DALAM / IRIGASI TEKANAN/POMPA IRIGASI AIR TANAH DALAM LATAR BELAKANG Kekeringan yang menyebabkan terjadinya kegagalan usaha pertanian, perkebunan, dan peternakan adalah penyebabnya. Menyadari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sumber pendapatan yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui perannya dalam pembentukan Produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional sebagai sumber pendapatan, pembuka kesempatan kerja, pengentas kemiskinan dan peningkatan ketahanan

Lebih terperinci

Penguatan Peran Petani untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan dan Pencapaian Target Swasembada Pangan

Penguatan Peran Petani untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan dan Pencapaian Target Swasembada Pangan Penguatan Peran Petani untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan dan Pencapaian Target Swasembada Pangan Purwo Hadi Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional Disampaikan pada acara Round Table

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensifikasi pertanian di lahan yang selama ini digunakan untuk pertanian tradisional, ladang berpindah atau bentuk pertanian extensif lainnya membutuhkan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENELITIAN

ANALISIS HASIL PENELITIAN 69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA Disusun Oleh : ANDRE RISPANDITA HIRNANTO D 1114001 SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hampir seluruh kegiatan ekonomi berpusat di Pulau Jawa. Sebagai pusat pertumbuhan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DI BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

Lebih terperinci

Drought Management Untuk Meminimalisasi Risiko Kekeringan

Drought Management Untuk Meminimalisasi Risiko Kekeringan Drought Management Untuk Meminimalisasi Risiko Kekeringan Oleh : Gatot Irianto Fakta menunjukkan bahhwa kemarau yang terjadi terus meningkat besarannya (magnitude), baik intensitas, periode ulang dan lamanya.

Lebih terperinci

ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Oleh : Sigit Pranoto F34104048 2008 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Kebijakan Jender. The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 1.0

Kebijakan Jender. The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 1.0 Kebijakan Jender 1.0 The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 2015 1 Latar Belakang Jender dipahami sebagai pembedaan sifat, peran, dan posisi perempuan dan lakilaki yang dibentuk oleh masyarakat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KATA PENGANTAR Untuk melaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN PENDAHULUAN Bambang Sayaka Gangguan (shocks) faktor-faktor eksternal yang meliputi bencana alam, perubahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi budaya patriarki yang masih mengakar kuat di Indonesia hingga saat ini, mengakibatkan posisi perempuan semakin terpuruk, terutama pada kelompok miskin. Perempuan

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN

ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian nasional dan dunia saat ini ditandai dengan berbagai perubahan yang berlangsung secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tembakau sebagai bahan baku rokok kretek merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai peranan strategis dalam perekonomian nasional, yaitu sebagai sumber pendapatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN 8.1. Rekomendasi Kebijakan Umum Rekomendasi kebijakan dalam rangka memperkuat pembangunan perdesaan di Kabupaten Bogor adalah: 1. Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat, adalah

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sofware dalam hidup dan kehidupan manusia darinya manusia hidup, tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sofware dalam hidup dan kehidupan manusia darinya manusia hidup, tumbuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbincang tentang persoalan pendidikan memang tidak ada habisnya. Semakin dibicarakan dan didialektikakan semakin tidak menemukan ujungnya. Bukan karena pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG Aladin Nasution*) Abstrak Secara umum tingkat pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi suatu rumah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menurut Dillon (2009), pertanian adalah sektor yang dapat memulihkan dan mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Peran terbesar sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

B A B I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional B A B I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Agar peran pemerintah bersama masyarakat semakin efektif dan efisien dalam upaya mewujudkan sistem pemerintahan yang baik (good

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting. Indonesia dikenal dengan negara yang kaya akan hasil alam, kondisi

Lebih terperinci