BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA



dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS

BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

BAB I PENDAHULUAN. barat dan kelompok timur. Kawah bagian barat meliputi Kawah Timbang, Kawah

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

BAB IV KARAKTERISTIK AIR PANAS DI DAERAH TANGKUBAN PARAHU BAGIAN SELATAN, JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Komplek vulkanik Dieng di Jawa Tengah memiliki sistem panas bumi

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR

BAB VI INTERPRETASI DATA GEOKIMIA

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

BAB III PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia memiliki daerah vulkanik yang berlimpah. Sebagian besar

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI DI GUNUNG RAJABASA

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa (Busur Sunda) merupakan daerah dengan s umber daya panas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Wai Selabung secara administratif termasuk ke dalam wilayah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI CIMANDIRI

KARAKTERISTIK MATA AIR PANAS DAERAH PANAS BUMI DESA AKESAHU GAMSUNGI KECAMATAN JAILOLO TIMUR KABUPATEN HALMAHERA BARAT PROPINSI MALUKU UTARA

BAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

Klasifikasi Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.

Bab III Akuisisi dan Pengolahan Data

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV MANIFESTASI PERMUKAAN PANASBUMI DI DATARAN TINGGI DIENG DAN SEKITARNYA

BAB IV PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

PENYELIDIKAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI TAMBU KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH

sumber daya alam yang tersimpan di setiap daerah. Pengelolaan dan pengembangan

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS DI DAERAH GUNUNG KROMONG DAN SEKITARNYA, CIREBON

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum

Untuk mengetahui ketelitian dari hasil groundtruth dan diperoleh 83.67% maka klasifikasi dianggap benar. (Purwadhi, 2001) Pembahasan

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi saat ini semakin meningkat khususnya di wilayah

4.10. G. IYA, Nusa Tenggara Timur

PENGUJIAN UAP/MONITORING SUMUR PANAS BUMI MATALOKO, NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2006

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI MARANA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH. Oleh: Asep Sugianto 1) dan Suwahyadi 2)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu kawasan yang terbentuk akibat pertemuan tiga

BAB I PENDAHULUAN. uap yang terbentuk di dalam reservoir bumi melalui pemanasan air bawah

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD-ON DAERAH PANAS BUMI SEMBALUN, KABUPATEN LOMBOK TIMUR - NTB

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

senyawa alkali, pembasmi hama, industri kaca, bata silica, bahan tahan api dan penjernihan air. Berdasarkan cara terbentuknya batuan dapat dibedakan

BAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN

PEMANFAATAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS UNTUK MENGETAHUI STRUKTUR GEOLOGI SUMBER AIR PANAS DI DAERAH SONGGORITI KOTA BATU

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

PENCEMARAN LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir merupakan mata kuliah wajib dalam kurikulum pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Pasirmunjul, Kabupaten Purwakarta, masuk ke dalam zona

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai potensi sumber daya alam dengan jumlah yang

BAB V PEMBAHASAN. mana tinggi rendahnya konsentrasi TDS dalam air akan mempengaruhi besar

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Analisis dan Pemetaan Tingkat Polusi Udara di Zona Pendidikan (Studi Kasus : Wilayah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dan Universitas Jambi)

BAB III METODE PENELITIAN. panasbumi di permukaan berupa mataair panas dan gas. penafsiran potensi panasbumi daerah penelitian.

BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

Jurnal Einstein 2 (2) (2014): Jurnal Einstein. Available online

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. HALAMAN PERSEMBAHAN...iii. UCAPAN TERIMAKASIH...iv. KATA PENGANTAR...vi. SARI...

SURVEI LANDAIAN SUHU DAERAH PANAS BUMI SUMANI. Yuanno Rezky, Robertus S. L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi ABSTRAK

BAB V GEOKIMIA DAERAH PENELITIAN

BAB V PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA

GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI GERAGAI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDUGAAN RESERVOIR DAERAH POTENSI PANAS BUMI PENCONG DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAHANAN JENIS

BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA LAPANGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, SUMATERA SELATAN. Oleh: Asep Sugianto dan Yudi Aziz Muttaqin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Triantara Nugraha, 2015

Bab IV Pemodelan dan Pembahasan

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. BAB I PENDAHULUAN

Identifikasi Sistem Panas Bumi Di Desa Masaingi Dengan Menggunakan Metode Geolistrik

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN

APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI POLE-POLE UNTUK MENENTUKAN SEBARAN DAN KEDALAMAN BATUAN SEDIMEN DI DESA WONOSARI KECAMATAN NGALIYAN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. dan perekonomian. Data Kementerian ESDM (2014) menyatakan bahwa

SURVEI PENDAHULUAN PANAS BUMI GEOLOGI DAN GEOKIMIA

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN

SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI BUKIT KILI GUNUNG TALANG, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung

PENENTUAN SEBARAN DAN KANDUNGAN UNSUR KIMIA KONTAMINASI LIMBAH CAIR BAWAH PERMUKAAN DI TPA CAHAYA KENCANA, KABUPATEN BANJAR

Transkripsi:

BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA IV.1 TINJAUAN UMUM Pengambilan sampel air dan gas adalah metode survei eksplorasi yang paling banyak dilakukan di lapangan geotermal. Namun, pada lapangan dengan sedikit kemunculan manifestasi di permukaan, survei tanah dan udara tanah dapat dilakukan untuk mengetahui sistem panas bumi. Beberapa manfaat dari survei ini adalah identifikasi zona permeabel dan kemungkinan zona upflow dan boiling, mendeliniasi batas sistem geotermal, dan melengkapi survei geofisika jika interpretasi data geofisika cukup sulit dilakukan, misalkan dikarenakan efek topografi (Nicholson, 1993). Anomali pada survei geokimia tanah dihasilkan oleh uap yang merembes dari reservoir geotermal di bawah permukaan. Rembesan uap ini akan membesar sepanjang zona permeabel, misalnya sesar, dan dapat mengindikasikan arah aliran bawah tanah atau kemungkinan zona upflow. Setiap survei tanah terbagi dalam tiga tahapan, yaitu: pengambilan sampel, analisis, dan interpretasi. Informasi dari ketiga tahapan ini digabungkan untuk memenuhi ketiga tujuan utama survei ini yaitu mengidentifikasi area target, mengeliminasi zona tidak prospek, dan mengeliminasi anomali yang salah. Target survei ini tentu saja zona permeabel dan batasan lapangan panasbumi. Anomali salah adalah nilai konsentrasi unsur tinggi tetapi terbentuk dari proses-proses yang tidak berhubungan dengan aktivitas geotermal. Metode survei udara tanah dan tanah memiliki perbedaan pada metode pengambilan sampel. Pada survei tanah, sampel yang diambil berupa tanah yang terdapat di dekat permukaan sedangkan pada survei udara tanah, sampel diambil dengan tujuan menghitung konsentrasi unsur pada udara yang terkandung di dalam tanah. Untuk hasil yang lebih dapat diandalkan, nilai konsentrasi pada sampel udara tanah sebaiknya merupakan hasil dari pengambilan sampel selama periode waktu tertentu (beberapa hari atau minggu), bukan hanya dari sekali pengambilan sampel saja. 29

Survei tanah sendiri memiliki kelebihan dibandingkan dengan survei udara tanah dimana nilai anomali berkembang seiring waktu karena penyerapan unsur pada uap ke dalam tanah, dan oleh karena itu tidak terpengaruhi oleh perubahan jangka pendek pada lingkungannya (Nicholson, 1993). Dengan kata lain survei udara tanah dapat dengan mudah dipengaruhi oleh perubahan iklim lokal dibandingkan survei tanah. Pengaruh ini meliputi temperatur udara dan tanah, tekanan barometrik, dan juga kelembaban tanah (Klusman dan Jaacks, 1987, op.cit., Nicholson, 1993). Unsur yang paling banyak digunakan dalam survei ini adalah merkuri, tetapi unsurunsur lain juga terbukti berhasil, termasuk arsenik, antimoni, boron, dan ammonia. Kebanyakan survei dilakukan pada lapangan panas bumi bertemperatur tinggi dan vulkanik, tetapi penelitian belakangan membuktikan bahwa survei ini juga efektif pada lapangan panas bumi bertemperatur rendah dan berbatuan dasar sedimen (Liu dan Nicholson, 1990, dan Nicholson et al., 1989, op.cit., Nicholson, 1993). IV.2 TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian adalah membandingkan hasil analisis kimia sampel yang diambil pada horison tanah A dan B untuk unsur merkuri (Hg) dan boron (B) dan melihat pola penyebaran unsur boron (B) pada daerah sekitar Kawah Timbang. Horison tanah A adalah horison tanah yang mengandung material organik tinggi dan diduga memiliki kemampuan menyerap boron dan merkuri yang lebih tinggi dibanding horison tanah B. Horison tanah B merupakan horison dengan kandungan fraksi berukuran lempung yang tinggi. Hasil perbandingan analisis unsur dari kedua horison ini akan berguna untuk menentukan sumber pengambilan sampel yang sesuai untuk survei geotermal. IV.3 ANALISIS DATA IV.3.1 Lokasi studi khusus Lokasi pengambilan sampel untuk analisis unsur Hg dan B berada pada sekitar Kawah Timbang, bagian utara daerah penelitian, yaitu pada koordinat 109 0 50 30 109 0 50 45 BT dan 07 0 11 49 07 0 11 53 LS, secara geografis daerah ini terletak di daerah yang meliputi 2 kabupaten yaitu Wonosobo dan Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah (gambar 4.1). Lokasi penelitian dipilih dengan pertimbangan daerah ini memiliki sistem geotermal bertemperatur rendah-menengah dan batuan dasar berupa batuan sedimen. Hal ini berbeda 30

dengan kebanyakan survei sejenis yang dilakukan pada sistem bertemperatur tinggi dengan batuan dasar berupa batuan vulkanik. Gambar 4.1 Lokasi pengambilan sampel tanah (Google Earth, 2010). IV.3.2 Manifestasi permukaan. Dari pengamatan di lapangan terdapat 2 manifestasi panasbumi yang teridentifikasi pada daerah penelitian diantaranya : a. Kawah Candradimuka Berada di Gunung Jimat, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Temperatur air di lapangan sekitar 71,6 o C dan ph 7,4-7,5. Secara fisik menunjukan air jernih, berbau belerang, dan mengeluarkan gelembung gas. b. Kawah Timbang Berada di Gunung Jimat, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Secara terus menerus mengeluarkan gas dari lubang kawah. Pada tahun 1979 terjadi tragedi Kawah Timbang yang memakan korban akibat pelepasan gas CO yang tidak disadari penduduk setempat yang melintas. Untuk mencegah tragedi yang sama terulang lagi, dipasang alat 31

pendeteksi gas di pinggir kawah yang terhubungkan secara real time ke Pos Pengamatan Gunung Api di Karang Tengah dan Bandung. IV.3.3 Geokimia Tanah Pengambilan sampel tanah dilakukan pada 64 titik lokasi yang berada di sekitar Kawah Timbang (gambar 4.2). Penentuan titik pengambilan sampel dilakukan melalui pola grid dimana jarak antara satu titik dengan titik lain adalah 50 m. Jarak antara titik sampel ini ditentukan oleh ukuran target, topografi, dan geologi area tersebut. Pemilihan arah grid ini juga disesuaikan agar memotong pola struktur geologi yang ada di daerah tersebut seperti kawah dan tidak paralel terhadap struktur itu (Nicholson, 1993). Untuk keperluan analisis, berat sampel yang diambil dari tiap titik berkisar 500 gr. Dari setiap lokasi, diambil 2 sampel mewakili horison tanah A dan B. Sebanyak 12 sampel dari horison A diambil untuk dianalisa unsur merkuri (Hg), dan 22 sampel pada horison yang sama untuk boron (B) dan ph. Untuk horison B, dianalisis 12 sampel untuk ph dan boron. Selain itu, dilakukan juga pengukuran temperatur tanah secara langsung di lapangan. Lokasi pengambilan sampel tanah dapat dilihat pada gambar 4.2. IV.3.4 Analisis Geokimia Tanah Sampel tanah yang telah diambil pada tahap pengambilan 1 dan 2 selanjutnya dianalisis di Laboratorium Buangan Padat dan B3, Program Studi Teknik Lingkungan ITB sehingga didapat hasil seperti pada tabel 4.1. Berdasarkan pada hasil analisis didapat bahwa nilai B berkisar antara 106,8 dan 557,02 ppm, temperatur pengukuran lapangan antara 12,4 dan 16,5 C, dan ph antara 4,98 dan 6,72. Sedangkan untuk merkuri, kebanyakan berada di bawah limit deteksi (not detected/nd). Disamping analisis pada horison A, juga dilakukan analisis tanah unsur B pada horison B yang diambil pada titik yang sama dengan lokasi pengambilan sampel horison A (tabel 4.2). Hal ini dilakukan untuk membandingkan nilai kandungan pada horison yang berbeda di titik yang sama untuk unsur yang sama. Adapun merkuri tidak dianalisis untuk sampel horison B karena pada analisis sebelumnya (horison A) menunjukkan nilai yang umumnya di bawah limit deteksi. Hasil perbandingan menunjukkan bahwa nilai konsentrasi 32

unsur B pada horison A selalu lebih tinggi daripada hasil analisis horison B. Hal ini dikarenakan oleh karakteristik masing-masing horison tanah tersebut. Horison tanah A merupakan horison tanah yang kaya akan material organik yang menyerap lebih banyak unsur logam berat (boron) daripada horison B yang kaya akan oksida besi dan mineral lempung (Nicholson, 1993). 33

Gambar 4.2 Lokasi pengambilan sampel tanah. 34

Tabel 4.1 Hasil pengukuran lapangan dan laboratorium Temperatur Hasil Analisis Laboratorium Koordinat ( C) B (ppm) Hg (ppm) Lintang No Sampel Bujur Timur Selatan (Lapangan) ph Horison A Horison B Horison A 1 A 1 109⁰ 50' 28,3" 7⁰ 11' 51,9" 13,7 6,12 328,3 na na 2 A 2 109⁰ 50' 29,9" 7⁰ 11' 51,4" 13,4 na na na na 3 A 3 109⁰ 50' 31,5" 7⁰ 11' 51,8" 13,1 na na na na 4 A 4 109⁰ 50' 33,1" 7⁰ 11' 51,3" 16,3 na na na na 5 A 5 109⁰ 50' 34,8" 7⁰ 11' 51,5" 16,5 6,45 318,8 na na 6 A 6 109⁰ 50' 36,3" 7⁰ 11' 51,0" 16,3 na na na na 7 A 7 109⁰ 50' 37,9" 7⁰ 11' 50,5" 16,6 na na na na 8 A 8 109⁰ 50'39,5" 7⁰ 11' 50,4" 16,2 na na na na 9 A 9 109⁰ 50' 41,2" 7⁰ 11' 50,0" 16,1 na na na na 10 A 10 109⁰ 50' 42,8" 7⁰ 11' 49,9" 15,7 6,22 218,7 na na 11 A 11 109⁰ 50' 43,4" 7⁰ 11' 51,4" 14,9 na na na na 12 A 12 109⁰ 50' 41,8" 7⁰ 11' 51,7" 15,2 na na na na 13 A 13 109⁰ 50' 40,2" 7⁰ 11' 52,0" 15,5 na na na na 14 A 14 109⁰ 50' 38,6" 7⁰ 11' 52,2" 15,9 na na na na 15 A 15 109⁰ 50' 36,9" 7⁰ 11' 51,4" 16,2 na na na na 16 A 16 109⁰ 50' 35,3" 7⁰ 11' 51,7" 16,2 na na na na 17 A 17 109⁰ 50' 33,7" 7⁰ 11' 52,3" 16,3 na na na na 18 A 18 109⁰ 50' 32,2" 7⁰ 11' 51,7" 15,3 na na na na 19 A 19 109⁰ 50' 30,6" 7⁰ 11' 52,3" 15,7 na na na na 20 D 1 109⁰ 50' 26,3" 7⁰ 11' 52,5" 12,9 na na na na 21 D 2 109⁰ 50' 25,8" 7⁰ 11' 54,0" 13,6 5,97 213,4 na na 22 D 3 109⁰ 50' 25,8" 7⁰ 11' 50,9" 13,6 na na na na 23 D 4 109⁰ 50' 26,1" 7⁰ 11' 49,3" 12,8 6,41 216 na na 24 D 5 109⁰ 50' 27,9" 7⁰ 11' 49,9" 13,6 na na na na 25 D 6 109⁰ 50' 29,6" 7⁰ 11' 50,0" 13,3 na na na na 26 D 7 109⁰ 50' 31,2" 7⁰ 11' 49,6" 12,9 na na na na 27 D 8 109⁰ 50' 32,8" 7⁰ 11' 50,2" 13,7 na na na na 28 D 9 109⁰ 50' 34,4" 7⁰ 11' 50,5" 16,2 na na na na 29 D 10 109⁰ 50' 36,0" 7⁰ 11' 50,2" 15,3 6,72 557,02 493 1,6 x 10-3 30 D 11 109⁰ 50' 37,5" 7⁰ 11' 49,7" 15,7 na na na na 31 D 12 109⁰ 50' 39,2" 7⁰ 11' 49,4" 14,6 6,46 159,9 na na 32 D 13 109⁰ 50' 40,9" 7⁰ 11' 49,1" 14,8 6,13 540,6 477 nd 33 D 14 109⁰ 50' 42,6" 7⁰ 11' 48,9" 14,7 na na na na 34 D 15 109⁰ 50' 43,2" 7⁰ 11' 50,5" 16,3 6,19 518,13 331 6 x 10-4 35 D 16 109⁰ 50' 41,7" 7⁰ 11' 51,0" 15,7 na na na na 36 D 17 109⁰ 50' 40,1" 7⁰ 11' 51,1" 16,4 na na na na 37 D 18 109⁰ 50' 38,5" 7⁰ 11' 51,0" 16,3 na na na na 35

Temperatur Hasil Analisis Laboratorium Koordinat ( C) B (ppm) Hg (ppm) Lintang No Sampel Bujur Timur Selatan (Lapangan) ph Horison A Horison B Horison A 38 D 19 109⁰ 50' 36,7" 7⁰ 11' 51,6" 16,5 6,15 482,52 332 nd 39 D 20 109⁰ 50' 35,1" 7⁰ 11' 52,1" 16,3 na na na na 40 D 21 109⁰ 50' 33,1" 7⁰ 11' 52,2" 16,4 6,51 481,59 328 4 x 10-4 41 D 22 109⁰ 50' 31,6" 7⁰ 11' 51,5" 15,2 na na na na 42 D 23 109⁰ 50' 29,9" 7⁰ 11' 51,4" 15,9 na na na na 43 D 24 109⁰ 50' 28,4" 7⁰ 11' 51,9" 14,9 na na na na 44 E 1 109⁰ 50' 27,0" 7⁰ 11' 53,3" 13,6 na na na na 45 E 2 109⁰ 50' 28,9" 7⁰ 11' 53,4" 13,3 na na na na 46 E 3 109⁰ 50' 30,6" 7⁰ 11' 53,7" 14,7 6,14 123,6 na na 47 E 4 109⁰ 50' 31,7" 7⁰ 11' 50,1" 15,2 5,96 106,8 na na 48 E 5 109⁰ 50' 33,3" 7⁰ 11' 50,4" 16,4 6,3 423,01 359 nd 49 E 6 109⁰ 50' 34,9" 7⁰ 11' 50,8" 16,3 na na na na 50 E 7 109⁰ 50' 36,5" 7⁰ 11' 50,4" 16,3 na na na na 51 E 8 109⁰ 50' 14,1" 7⁰ 11' 50,1" 14,4 4,98 577,37 212 nd 52 E 9 109⁰ 50' 39,7" 7⁰ 11' 50,1" 13,8 na na na na 53 E 10 109⁰ 50' 43,6" 7⁰ 11' 51,8" 13,6 5,98 526,47 157 4 x 10-4 54 E 11 109⁰ 50' 43,0" 7⁰ 11' 50,3" 16,4 5,25 400,77 183 nd 55 E 13 109⁰ 50' 42,1" 7⁰ 11' 52,4" 13,5 na na na na 56 E 14 109⁰ 50' 40,5" 7⁰ 11' 52,9" 12,9 5,51 336,26 119 nd 57 E 15 109⁰ 50' 38,9" 7⁰ 11' 53,1" 15,9 na na na na 58 E 16 109⁰ 50' 37,2" 7⁰ 11' 53,5" 14,4 6,45 308,45 105 nd 59 E 17 109⁰ 50' 35,6" 7⁰ 11' 54,1" 12,9 na na na na 60 E 18 109⁰ 50' 34,0" 7⁰ 11' 54,4" 12,9 6,51 210,95 109 nd 61 E 19 109⁰ 50' 32,5" 7⁰ 11' 55,0" 13,5 na na na na 62 E 20 109⁰ 51' 30,8" 7⁰ 11' 55,3" 14,4 5,74 203 na na 63 E 21 109⁰ 50' 29,1" 7⁰ 11' 55,0" 12,9 na na na na 64 E 22 109⁰ 50' 27,5" 7⁰ 11' 54,9" 12,4 6,05 156,2 na na Ket: na=tidak dianalisis; nd=di bawah limit deteksi Tabel 4.2 Perbandingan nilai boron pada horison A dan B (dalam ppm). B (ppm) B (ppm) No Sampel Horison A Horison B No Sampel Horison A Horison B 1 D 10 557.02 493 7 E 8 577.37 212 2 D 13 540.60 477 8 E 10 526.47 157 3 D 15 518.13 331 9 E 11 400.77 183 4 D 19 482.52 332 10 E 14 336.26 119 5 D 21 481.59 328 11 E 16 308.45 105 6 E 5 423.01 359 12 E 18 210.95 109 36

IV.3.5 Pengolahan Data Geokimia Tanah Hasil analisis dari laboratorium selanjutnya diolah untuk mendapatkan nilai ambang yang berlaku untuk daerah penelitian. Untuk penentuan nilai ambang, digunakan metode seperti yang dijelaskan oleh Rose et al. (1979) yang mengelompokkan konsentrasi hasil analisis menjadi 10 kelas yang selanjutnya diplot seperti dalam gambar 4.3. Gambar 4.3 Nilai persentase kumulatif yang telah diplot pada kertas log probabilitas, diperoleh kelompok anomali (biru) dan latar belakang (merah). Nilai anomali diperoleh pada persen kumulatif 2,5% sebesar 2,59 log ppm atau sama dengan 389 ppm. Dari hasil pengeplotan pada kertas log probabilitas, didapat bahwa nilai ambang boron di daerah penelitian adalah 389 ppm. IV.3.6 Peta Penyebaran Boron, Temperatur, dan ph Berdasarkan pada nilai ambang boron yang didapat sebelumnya yaitu 389 ppm, maka berikutnya dibuat peta penyebaran pada Kawah Timbang (gambar 4.6). 37

Di samping membuat peta penyebaran boron, dibuat juga peta temperatur (gambar 4.7) dan ph (gambar 4.8) sebagai peta pengontrol penyebaran boron. Gambar 4.4 Peta distribusi boron pada horizon A di sekitar Kawah Timbang. Gambar 4.5 Peta distribusi temperatur di sekitar Kawah Timbang. Gambar 4.6 Peta distribusi ph di sekitar Kawah Timbang. 38

IV.4 PEMBAHASAN Hasil analisis boron pada horison A dan B menunjukkan nilai yang berbeda; nilai konsentrasi pada horison A selalu lebih tinggi daripada horison B. Hal ini dikarenakan perbedaan karakteristik dari kedua horison tanah tersebut. Horison A yang terdekat ke permukaan merupakan lapisan kaya organik dan horison B dibawahnya merupakan horison yang kaya akan mineral lempung dan oksida besi. Dalam survei geotermal, hasil terbaik diperoleh dari pengambilan sampel tanah kaya material organik, atau horison A, dimana unsur-unsur volatil terakumulasi lebih banyak pada material organik daripada mineral lempung dan oksida besi. Meski survei tanah pada lapangan geotermal biasanya juga berhasil dilakukan pada horison B, tetapi nilai anomali latar belakangnya lemah dan dapat berakibat hilangnya beberapa anomali (Nicholson, 1993). Di daerah penelitian, hal ini dibuktikan dengan tidak terdeteksinya kandungan Hg pada horison B. Terdapat beberapa penyebab mengapa logam berat pada horison A lebih tinggi daripada horison B. Logam berat seperti B dan Hg dapat terikat pada material organik dalam beberapa cara, diantaranya adalah dengan asam organik berisikan COOH, -OH, atau beberapa kelompok lain yang mirip yang dapat membentuk garam organik. Logam berat akan menempati posisi dari H + yang dapat terionisasi dari garam tersebut. Ikatan ini biasanya cukup kuat. Logam dapat terikat langsung ke atom karbon, membentuk senyawa organometallic, atau terikat ke N, O, P, atau S atau atom donor elektron lain dalam senyawa organik. Ikatan pada senyawa ini biasanya cukup kuat (Rose et al., 1979). Dari peta distribusi unsur B dapat dilihat adanya pola konsentrasi tinggi di bagian utara dan timurlaut daerah penelitian dengan arah utara-selatan. Tingginya nilai konsentrasi boron ini juga didukung oleh peta distribusi temperatur dan ph yang juga menunjukkan adanya peningkatan konsentrasi masing-masing parameter di lokasi yang sama dengan arah yang sama juga. Tingginya nilai konsentrasi boron di daerah utara dan timur laut daerah penelitian menunjukkan adanya kemungkinan dua rekahan tersembunyi. Rekahan ini memiliki arah kelurusan yang berbeda dengan arah kelurusan yang ditunjukkan Kawah Sendringo, Sinila, Jalatunda, Timbang, dan Candradimuka (gambar 3.10). Arah dari rekahan ini juga dapat menunjukkan permeabilitas dan arah aliran bawah tanah. 39

Penyebaran boron dan kemungkinan kehadiran dari kedua rekahan tersebut juga dapat memberikan indikasi adanya lokasi bahaya yang potensial. Jika mengingat bencana gas Kawah Timbang dan Sinila sebelumnya dimana gas beracun keluar dari rekahan yang ditunjukkan oleh kelurusan kawah-kawah yang ada, maka ada kemungkinan keluarnya gas beracun dari rekahan tak tampak yang ditunjukkan oleh anomali distribusi boron ini. 40