BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. elektrokoagulasi sistem batch dan sistem flow (alir) dengan aluminium sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode

Penggunaan Metode Elektrokoagulasi Pada Pengolahan Limbah Industri Penyamakan Kulit Menggunakan Aluminium Sebagai Sacrificial Electrode

Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a

PENURUNAN INTENSITAS WARNA REMAZOL RED RB 133 DALAM LIMBAH BATIK DENGAN ELEKTROKOAGULASI MENGGUNAKAN NaCl

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SEMINAR TUGAS AKHIR APLIKASI ELEKTROKOAGULASI PASANGAN ELEKTRODA BESI UNTUK PENGOLAHAN AIR DENGAN SISTEM KONTINYU. Surabaya, 12 Juli 2010

STUDI PENURUNAN KONSENTRASI NIKEL DAN TEMBAGA PADA LIMBAH CAIR ELEKTROPLATING DENGAN METODE ELEKTROKOAGULASI

KAJIAN PENGGUNAAN METODE ELEKTROKOAGULASI UNTUK PENYISIHAN COD DAN TURBIDITI DALAM LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT. Ratni Dewi *) ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. 3.2 Waktu Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan februari 2015 dan berakhir pada bulan agustus 2015.

Studi Efektifitas pada Penurunan Kadmium (Cd) terhadap Seng (Zn) dan Tembaga (Cu) dengan Metode Elektrolisis

APLIKASI METODE ELEKTROKOAGULASI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH COOLANT. Arie Anggraeny, Sutanto, Husain Nashrianto

PENGARUH WAKTU TINGGAL CAIRAN TERHADAP PENURUNAN KEKERUHAN DALAM AIR PADA REAKTOR ELEKTROKOAGULASI. Satriananda 1 ABSTRAK

SUNARDI. Jl. Babarsari Kotak Pos 6101 YKBB Yogyakarta Telp. (0274) Abstrak

BAB 4 HASL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN Waktu Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Juni 2013 dan berakhir pada bulan Desember 2013.

APLIKASI ELEKTROKOAGULASI MENGGUNAKAN PASANGAN ELEKTRODA ALUMINIUM UNTUK PENGOLAHAN AIR DENGAN SISTEM KONTINYU

KAJIAN PROSES ELEKTROKOAGULASI UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

PENGOLAHAN AIR KOLAM RENANG MENGGUNAKAN METODE ELEKTROKOAGULASI DENGAN ELEKTRODA ALUMUNIUM GRAFIT

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI BATIK PADA SKALA LABORATORIUM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEKTROKOAGULASI

BAB V PEMBAHASAN. Pada penelitian ini dilakukan pengolahan limbah laboratorium dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Juni-Juli 2013 di Unit Pelaksanaan

OPTIMASI KONDISI ELEKTROKOAGULASI ION LOGAM TIMBAL (II) DALAM LIMBAH CAIR ELEKTROPLATING

EFEKTIFITAS ELEKTROFLOKULATOR DALAM MENURUNKAN TSS DAN BOD PADA LIMBAH CAIR TAPIOKA

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

BAB. 3 METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental laboratorium, yaitu

Bab IV Hasil dan Pembahasan

OPTIMASI KONDISI PROSES ELEKTROKOAGULASI LOGAM KROMIUM DALAM LIMBAH CAIR ELEKTROPLATING

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Rumah Makan Sederhana Natar-Lampung Selatan.

PENURUNAN MINYAK DAN TSS PADA AIR LIMBAH BALAI YASA DENGAN MENGGUNAKAN ELEKTROKOAGULASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber daya alam merupakan bagian penting bagi kehidupan dan. keberlanjutan manusia serta makhluk hidup lainnya.

Kegiatan Belajar 3: Sel Elektrolisis. 1. Mengamati reaksi yang terjadi di anoda dan katoda pada reaksi elektrolisis

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

Bab III Metode Penelitian

Penyisihan Besi (Fe) Dalam Air Dengan Proses Elektrokoagulasi. Satriananda *) ABSTRAK

PROTOTIPE UNIT PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN REAKTOR ELEKTROKIMIA (UPAL-RE) UNTUK MELAYANI HOME INDUSTRY BATIK (259L) ABSTRAK

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

TINJAUAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI DENGAN PROSES ELEKTROKOAGULASI

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Penelitian Prodi Kimia UII.

SIDANG HASIL TUGAS AKHIR. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2010

JURNAL PRAKTIKUM KIMIA DASAR II Elektrolisis Disusun Oleh:

Pengaruh Variasi Tegangan pada Pengolahan Limbah Cair Laundry Menggunakan Proses Elektrolisis

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian Yang Relevan

PERCOBAAN AWAL PROSES ELEKTROKOAGULASI SEBAGAI METODE ALTERNATIF PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

RACE-Vol.4, No.1, Maret 2010 ISSN PENGARUH PASANGAN ELEKTRODA TERHADAP PROSES ELEKTROKOAGULASI PADA PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI TEKSTIL

STUDI PENURUNAN KONSENTRASI NIKEL DAN TEMBAGA PADA LIMBAH CAIR ELEKTROPLATING DENGAN METODE ELEKTROKOAGULASI

PERBANDINGAN METODE ELEKTROKOAGULASI DENGAN PRESIPITASI HIDROKSIDA UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT RUSYADI WICAHYO AULIANUR

PENURUNAN BOD dan TSS PADA LIMBAH INDUSTRI SAUS SECARA ELEKTROKOAGULASI MENGGUNAKAN ELEKTRODA Fe, Cu dan STAINLESS

POTENSI PEMANFAATAN LIMBAH LAUNDRY RUMAH TANGGA DALAM MEMPRODUKSI GAS HIDROGEN HIDROGEN OKSIDA (HHO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi hidro-orologi dan fungsi lingkungan lain yang penting bagi kehidupan seluruh

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara langsung maupun dalam jangka panjang. Berdasarkan sumbernya, limbah

PENYISIHAN COD LIMBAH CAIR PKS DENGAN METODE ELEKTROKOAGULASI

STUDI PENURUNAN KONSENTRASI KHROMIUM DAN TEMBAGA DALAM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR ELEKTROPLATING ARTIFICIAL DENGAN METODE ELEKTROKOAGULASI

Skala ph dan Penggunaan Indikator

Lokasi pengambilan sampel yaitu di Tempat Pembuangan Akhir Sampah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

FILTER AIR DENGAN METODE ELEKTROLISA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI

MODUL SEL ELEKTROLISIS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

UJI KEMAMPUAN PIPA ALUMUNIUM DAN TEMBAGA PADA REAKTOR DESALINASI ELEKTROGRAVITASI UNTUK MENURUNKAN KLORIDA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

VOLUME 5 NO. 1, JUNI 2009

PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH TANGGA DENGAN PROSES ELEKTROLFOKULATOR SECARA BATCH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai penanganan pencemaran limbah laboratorium

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. 1. Pengembangan Tanah (Swelling) Lempung Ekspansif tanpa Metode Elektrokinetik

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan

PENGAMBILAN TEMBAGA DARI BATUAN BORNIT (Cu5FeS4) VARIASI RAPAT ARUS DAN PENGOMPLEKS EDTA SECARA ELEKTROKIMIA

PRODUKSI GAS HIDROGEN MELALUI PROSES ELEKTROLISIS SEBAGAI SUMBER ENERGI

Bab IV Hasil dan Pembahasan

APLIKASI METODE ELEKTROKOAGULASI TERHADAP PENURUNAN KADAR ION LOGAM Fe DAN Mn, KEKERUHAN SERTA WARNA PADA PENGOLAHAN AIR GAMBUT SECARA BATCH

Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

KEGUNAAN KITOSAN SEBAGAI PENYERAP TERHADAP UNSUR KOBALT (Co 2+ ) MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR KOPI DENGAN METODE ELEKTROKOAGULASI SECARA BATCH

PROSES ELEKTROKOAGULASI PENGOLAHAN LIMBAH LAUNDRY

PENGARUH KUAT ARUS PADA ANALISIS LIMBAH CAIR URANIUM MENGGUNAKAN METODA ELEKTRODEPOSISI

Indonesian Journal of Chemical Science

KIMIA ELEKTROLISIS

(Kode : D-16) PENGGUNAAN METODE ELEKTROKOAGULASI PADA PENURUNAN KADAR LOGAM BERAT Cu DALAM AIR LIMBAH PABRIK TEKSTIL

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area

3. ELEKTROKIMIA. Contoh elektrolisis: a. Elektrolisis larutan HCl dengan elektroda Pt, reaksinya: 2HCl (aq)

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

Pengolahan Limbah Tekstil Menggunakan Elektrokoagulasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

penanganan limbah, yaitu dengan menampung limbah laboratorium tersebut,

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA SEL VOLTA SEDERHANA

Transkripsi:

43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses elektrokoagulasi terhadap sampel air limbah penyamakan kulit dilakukan dengan bertahap, yaitu pengukuran treatment pada sampel air limbah penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini Shimadzu 1240, optimasi pada beberapa variasi yaitu tegangan, waktu operasi, ph, jarak elektroda, dan laju alir. Proses elektrokoagulasi yang dilakukan dengan menggunakan sistem batch dan sistem flow (alir). Sistem batch yang digunakan bukan untuk membandingkan hasilnya dengan sistem alir, namun untuk mempermudah aplikasi pada sistem flow (alir) ketika menentukan kondisi optimum variasi tegangan, waktu operasi, ph dan jarak elektroda. 4.1 Tahap Pre-Treatment Pengukuran pre-treatment berupa penentuan panjang gelombang (λ) maksimum, selanjutnya hasil pengukuran pre-treatment dibandingkan pada proses elektrokoagulasi dengan berbagai variasi parameter. Rentang panjang gelombang yang digunakan dalam penelitian ini adalah antara 500 nm hingga 700 nm karena sampel berada pada rentang visible, panjang gelombang maksimum yang diperoleh adalah pada 582,0 nm dengan absorbansi 1,514. 4.2 Proses Elektrokoagulasi Sistem Batch 4.2.1 Variasi Tegangan Reaksi redoks dalam larutan limbah penyamakan kulit pada proses elektrokoagulasi memerlukan tegangan agar dapat terjadi, sehingga diperoleh arus listrik pada area aktif dalam elektroda aluminium. Besarnya tegangan listrik yang

44 diterima elektroda mempengaruhi besarnya kemampuan elektroda untuk membentuk koagulan karena semakin besar arus listrik yang diterima maka jumlah ion Al 3+ yang dilepaskan oleh anion pada elektroda pun semakin besar. Dalam percobaan, sampel air limbah penyamakan kulit diberi perlakuan dengan besar tegangan listrik yang bervariasi secara berurutan 2 V, 5 V, 8 V, 11 V, 17 V dan 20 V, volume sampel 50 ml, waktu reaksi selama 10 menit dan aluminium berukuran 30 mm x 50 mm x 0,1 mm dalam gelas kimia 250 ml tanpa pengadukan (stirer). Berdasarkan percobaan diperoleh hasil seperti pada gambar 4.1 berikut: 1,6 Absorbansi 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 1,337 1,099 0,544 0,999 0,693 0,2 0 0,162 0,117 0 5 10 15 20 25 Tegangan (Volt) Gambar 4.1 Grafik Hubungan Absorbansi Terhadap Voltase Gambar 4.1 menunjukkan semakin besar tegangan yang diberikan akan mengakibatkan absorbansi menurun. Penurunan absorbansi pada gambar 4.1 menunjukkan bahwa pada proses elektrokoagulasi terjadi koagulasi dalam sampel air limbah dan terbentuk flok didalam yang akan mengendap, sehingga kadar dari polutan dalam limbah penyamakan kulit semakin berkurang. Pada

45 saat tegangan dinaikkan maka jumlah partikel-partikel ion akan semakin besar sehingga menyebabkan arus yang mengalir semakin besar. Berdasarkan data pada grafik tersebut diperoleh data voltage optimum yaitu 17 Volt yang memiliki absorbansi terendah yang menunjukkan konsentrasi kromium dalam larutan yang paling rendah. 4.2.2 Variasi Waktu Operasi Proses elektrokoagulasi ini dilakukan pada tegangan optimum yang diperoleh dari proses sebelumnya yaitu 17 Volt. Volume larutan limbah 50 ml dan ph larutan 5 pada suhu ruangan dengan ukuran elektroda aluminium 30 mm x 50 mm x 0,1 mm. Proses ini dilakukan dalam gelas kimia berukuran 250 ml tanpa pengadukan (tanpa menggunakan stirer). Hasil percobaan diperoleh pada gambar 4.2 berikut: 0,35 0,3 0,302 Absorbansi 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 0,149 0,078 0,04 0 5 10 15 Waktu (menit) Gambar 4.2 Grafik Hubungan Absorbansi Terhadap Waktu Operasi Menurut hukum Faraday dalam Putero, S.H (2008), jumlah muatan yang mengalir selama proses elektrolisis sebanding dengan jumlah waktu kontak yang digunakan. Berdasarkan hasil analisis pada gambar 4.2 menunjukkan bahwa

46 semakin lama waktu reaksi yang dilakukan akan menyebabkan absorbansi dari polutan dalam limbah industri penyamakan kulit semakin menurun. Menurunnya absorbansi tersebut menunjukkan bahwa jumlah polutan dalam limbah juga berkurang karena banyak yang terbentuk menjadi flok kemudian mengendap. Namun, pada rentang 6 menit hingga 8 menit terjadi kenaikan absorbansi. Kenaikan ini menunjukkan bahwa limbah masih mengandung polutan yang berbahaya. Reaksi yang terjadi pada variasi waktu ini terlihat pada gambar 4.3 berikut: Gambar 4.3 Reaksi Sistem Batch pada Variasi Waktu Menurut Susetyaningsih, Retno, dkk. (2008) ketika tegangan diberikan ke dalam larutan terus menerus akan menghasilkan jumlah Al 3+ dari elektroda yang terbentuk semakin bertambah sehingga jumlah flok Al(OH) 3 pun juga bertambah. Jumlah flok yang terlalu banyak akan menyebabkan kejenuhan pada plat elektroda, sehingga kemampuan elektroda untuk menarik ion-ion kromium dalam limbah akan berkurang. Dampak dari kondisi ini menyebabkan penurunan medan magnet. Proses elektrokimia dan elektrokoagulasi akan minimum bila terjadi kejenuhan pada plat elektroda dan medan magnetnya juga akan sangat kecil yang menyebabkan kadar kromium dalam limbah menjadi tetap. Jika berlangsung terus menerus maka kadar kromium dalam limbah tidak akan berkurang lagi. Ini

47 disebut proses elektrokoagulasi sudah mencapai titik terendah (tidak menimbulkan medan magnet). Berdasarkan data pada grafik tersebut diperoleh data waktu operasi optimum yaitu 10 menit yang memiliki nilai absorbansi terendah. 4.2.3 Variasi ph Proses elektrokoagulasi dengan ph yang bervariasi ini dilakukan pada tegangan dan waktu optimum yang diperoleh dari proses sebelumnya dengan variasi ph 3, 4, 5 dan 7. Kondisi yang dilakukan dalam proses ini adalah pada tegangan optimum 17 Volt, waktu optimum 10 menit, volume larutan limbah 50 ml, dan pada suhu ruangan. Proses ini dilakukan dalam gelas kimia 250 ml dengan metode sistem batch tanpa stirer. Elektroda yang digunakan adalah aluminium berukuran 30 mm x 50 mm x 0,1 mm. Pada plat elektroda (aluminium) akan menyebabkan kation terlepas kemudian berinteraksi bebas dengan sampel air limbah industri penyamakan kulit. Terjadi hidrolisa yang membentuk kompleks hidro-aluminium atau dapat juga terjadi presipitasi. Proses hidrolisis ini tergantung pada konsentrasi total dari logam aluminium dan ph air limbah. Absorbansi 0,6 0,5 0,509 0,4 0,3 0,2 0,139 0,1 0 0,01 0,01 0 2 4 6 8 ph Gambar 4.4 Grafik Hubungan Absorbansi Terhadap ph

48 Dari grafik 4.4 hubungan absorbansi terhadap ph dalam pengolahan limbah industri penyamakan kulit, setelah dilakukan serangkaian perlakuan pada masing-masing ph, diperoleh hasil yang optimum pada ph 4 dan 5. Pada ph lebih dari 5 terjadi kenaikan absorbansi dikarenakan jumlah kromium yang terikat sangatlah sedikit. Ini diduga karena pada kondisi tersebut (ph > 6) terjadi kemasifan elektroda. Kemasifan elektroda adalah kondisi saat elektroda pasif artinya tidak terbentuk ion Al 3+ yang dapat berikatan dengan 4OH - - membentuk Al(OH) 4. Elektroda mempunyai kecendrungan menjadi pasif sebab kemampuan memproduksi ion aluminium terbatas pada rentang ph tertentu, sehingga rapat arus yang digunakan akan terbatas. Penjelasan ini dapat diterangkan oleh diagram pourbaix aluminium dibawah ini: Gambar 4.5 Diagram Pourbaix Dari gambar 4.5 di atas dapat diketahui bahwa pada ph > 5 yaitu kondisi saat terjadi kenaikan absorbansi terbentuk Al 2 O 3.H 2 O. Ketika aluminium terbentuk menjadi senyawa Al 2 O 3.H 2 O maka kromium tidak dapat berikatan karena kondisi tersebut adalah kondisi passivation bukan kondisi corrosion. Oleh

49 sebab itu penambahan ph tidak menyebabkan berkurangnya jumlah kromium dalam limbah. Berdasarkan hasil penelitian variasi ph diatas maka diperoleh kesimpulan bahwa spesi yang terbentuk dalam elektrokoagulasi kondisi ph optimum yaitu ph 5 adalah spesi Al 3+. 4.2.4 Variasi Jarak Elektroda Proses elektrokoagulasi dengan jarak elektroda yang bervariasi ini dilakukan pada tegangan, waktu dan ph optimum yang diperoleh dari prosesproses sebelumnya dengan jarak elektroda 2 cm; 4 cm; 6 cm dan 8 cm. Kondisi yang dilakukan dalam proses ini adalah pada tegangan optimum 17 Volt, waktu optimum 10 menit, ph optimum 5, volume larutan limbah 100 ml dan pada suhu ruangan. Proses ini dilakukan didalam bak yang berukuran 11 cm x 7,5 cm x 5,5 cm dengan metode sistem batch tanpa stirer. Elektroda yang digunakan adalah aluminium berukuran 7 cm x 5,5 cm x 0,1 cm. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses elektrokoagulasi adalah jarak antar elektroda. Besarnya jarak antar elektroda mempengaruhi besarnya hambatan elektrolit, semakin besar jaraknya semakin besar hambatannya, sehingga semakin kecil arus yang mengalir (Putero, S. H, dkk, 2008). Arus yang kecil menyebabkan reaksi yang terjadi tidak maksimal karena jumlah Al 3+ -nya sedikit sehingga polutan yang terendapkan pun juga sedikit.

50 Gambar 4.6 Rangkaian Alat Elektrokoagulasi Sistem Flow Berdasarkan hasil penelitian diperoleh grafik 4.7 berikut: Jarak Elektroda Variasi Jarak Elektroda terhadap Arus 3 2,5 2,7 2,3 2 1,5 1,7 1,5 1 0,5 0 0 1 2 3 4 5 Arus Gambar 4.7 Grafik Hubungan Variasi Jarak Elektroda Terhadap Arus Grafik 4.7 menunjukkan bahwa jarak elektroda berbanding terbalik dengan arus juga absorbansi (dapat dilihat di lampiran 4). Analisis ini sesuai dengan teori Putero, S. H, dkk. Namun pada jarak elektroda 4 cm terjadi penyimpangan ketika dibandingkan terhadap jarak elektroda 6 dan 8 (data absorbansi pada lampiran 4), yangmana seharusnya ion kromium yang ada dalam limbah jarak elektroda 4 cm memiliki absorbansi lebih rendah daripada jarak elektroda 6 dan 8 cm karena hambatannya lebih kecil. Diperkirakan hal tersebut terjadi karena pada plat aluminium terjadi kejenuhan sehingga tidak ada pengaruh medan magnet yang akan menarik ion-ion aluminium pada plat elektroda.

51 Gambar 4.8 Reaksi Sistem Flow Variasi Jarak Berdasarkan data pada grafik 4.7 diperoleh jarak elektroda optimum yaitu 2 cm. 4.3 Proses Elektrokoagulasi Sistem Alir (Flow) Proses elektrokoagulasi dengan variasi laju alir cepat (100 ml/menit), sedang (6,2 ml/menit) dan lambat (4 ml/menit) ini dilakukan pada tegangan optimum 17 Volt, waktu optimum 10 menit, ph optimum 5, jarak elektroda optimum 2 cm dan volume larutan limbah 100 ml pada suhu ruangan. Setiap laju alir divariasikan lagi dengan cara ditampung limbah setiap menitnya hingga menit ke tujuh untuk memperoleh hasil limbah terbanyak. Sedangkan tiga variasi laju alir ( yaitu 100; 6,2 dan 4 ml/ menit) bertujuan untuk mengetahui kadar polutan yang paling rendah setelah dilakukan proses elektrokoagulasi variasi laju alir (absorbansi polutan dam limbah penyamakan kulit). Proses ini dilakukan didalam bak yang berukuran 11 cm x 7,5 cm x 5,5 cm dengan metode sistem batch tanpa stirer (Gambar 4.6). Elektroda yang digunakan adalah aluminium berukuran 7 cm x 5,5 cm x 0,1 cm. Menurut Susetyaningsih, R dkk (2008) proses elektrokoagulasi sistem flow (alir) dipengaruhi oleh laju alir, semakin lambat laju alirnya berarti semakin lama waktu reaksinya sehingga semakin banyak ion-ion yang bereaksi.

52 Hasil percobaan menunjukkan bahwa laju alir yang memiliki jumlah limbah terbanyak dengan absorbansi terendah adalah laju alir lambat pada aliran pertama yaitu 4 ml/ menit. Sedangkan pada aliran kedua hingga ketujuh menghasilkan limbah penyamakan kulit yang semakin sedikit dikarenakan adanya gas dan flok-flok yang menghalangi limbah untuk keluar. 4.4 Perubahan Fisis pada Plat Aluminium Percobaan elektrokoagulasi ini menggunakan dua plat elektroda (anoda dan katoda) jenis aluminium, yang dipotong dengan ukuran yang sama yaitu 30 mm x 50 mm x 0,1 mm untuk wadah yang menggunakan gelas kimia 250 ml sedangkan untuk wadah bak berukuran 7 cm x 5,5 cm x 0,1 cm. Kedua plat elektroda ini dimasukkan kedalam sampel air limbah penyamakan kulit dan dialiri arus listrik selama proses elektrokoagulasi dilakukan dengan voltage tertentu. Pada proses ini terjadi reaksi kimia yang berbeda pada permukaan kedua elektroda. Pada bagian katoda terjadi penyerapan permukaan elektroda atau umumnya disebut absorpsi sedangkan pada anoda terjadi penurunan ion positif. Anoda akan melepaskan ion-ion positif sehingga ion-ion positifnya akan terus berkurang saat dialiri arus listrik, reaksinya seperti berikut ini: Al(s) Al 3+ (aq) + 3e -...(i) Sedangkan pada katoda akan menghasilkan lapisan baru di atas permukaan platnya. Hal ini terjadi karena adanya absorpsi dari interaksi antara ion-ion yang ada pada air limbah penyamakan kulit. Lapisan baru ini akan mengubah permukaan plat elektroda secara signifikan dan meningkatkan daya potensial listrik untuk mengalirkan arus listrik sebelum percobaan berlangsung.

53 Pada reaksi diatas (i), anoda (Al) melepaskan ionnya (Al 3+ ) dalam sampel air limbah penyamakan kulit. Ion-ion yang terlepas akan menyebabkan pengikisan pada permukaan elektroda, berlawanan terjadinya pada permukaan katoda. Ketika Al 3+ bertemu dengan polutan air limbah penyamakan kulit maka ia akan membentuk endapan dan gas. Endapan inilah yang terlihat dalam kedua plat elektroda sedangkan gas dapat terlihat berupa buih disekeliling plat elektroda selama berlangsungnya elektrokoagulasi. Saat percobaan dilakukan, elektroda aluminium dapat digunakan bergantian yakni plat yang awalnya digunakan sebagai katoda dapat ditukar menjadi anoda begitu juga sebaliknya. Hal ini dilakukan setelah elektrodanya diamplas agar reaksinya berjalan dengan lancar karena tidak ada komponen lain yang ikut bereaksi dalam proses elektrokoagulasi. Namun ketika plat aluminium tidak memiliki ukuran yang sama maka digunakan plat aluminium yang baru. Ilustrasi ini dapat dilihat pada gambar 4.9 Plat aluminium sebelum dan sesudah analisis. Gambar 4.9 Plat Aluminium Sebelum dan Sesudah Reaksi Elektrokoagulasi 4.5 Proses Elektrokoagulasi pada Kondisi Optimum Berdasarkan data hasil percobaan telah diperoleh kondisi optimum sebagai berikut: tegangan listrik sebesar 17 V, waktu reaksi pada rentang 10 menit, dan ph sampel seharga 5, jarak elektroda 2 cm dan laju alir lambat pada aliran

54 pertama 4 ml/menit. Al 3+ (agen koagulan) dapat berikatan dengan partikel-partikel yang ada dalam air limbah penyamakan kulit sehingga terbentuk flok. Terbentuknya flok-flok ini akan mengalami flotasi dan sedimentasi yang menyebabkan kepekatan warna semakin menurun. Berikut merupakan gambar sampel air limbah industri penyamakan kulit sesudah dan sebelum pengolahan, terlihat pada gambar 4.7. Gambar 4.7 Limbah Sebelum dan Sesudah Reaksi Elektrokoagulasi Reaksi yang dilakukan pada kondisi optimum dalam pengolahan air limbah dapat mengubah warna limbah penyamakan kulit dari hijau pekat menjadi hijau muda. Warna hijau muda menunjukkan masih terdapat logam berat dan zat organik dalam air limbah penyamakan kulit dikarenakan senyawa-senyawa ini tidak dapat terendapkan sebab sifatnya yang positif sama dengan koloid dari air limbah. Sedangkan kandungan logam yang terkandung akan berbeda pada setiap air limbah di setiap daerah. Setelah diperoleh hasil pada kondisi optimum maka dilakukan uji penentuan kadar kromium dalam limbah, uji TDS, DHL, warna (kekeruhan) dan bau sebelum dan setelah reaksi elektrokoagulasi, yang dapat dilihat pada tabel ini:

55 Tabel 4.1 Kondisi Optimum Limbah Sebelum dan Setelah Reaksi Parameter Sebelum Reaksi Setelah Reaksi Kadar Kromium 3560,606 ppm 2325,758 ppm DHL 306,25 µs/cm 131,25 µs/cm TDS 196 ppm 084 ppm Bau Sangat berbau Sedikit berbau Warna Hijau pekat Hijau muda ph 5 5 Berdasarkan tabel 4.1 di atas maka dapat disimpulkan bahwa efisiensi dari limbah industri yang mengandung logam kromium sebesar 30,47% (dari harga 3560,606 ppm menjadi 2325,758 ppm), efisiensi DHL sebesar 57,14% (dari harga 306,25 µs/cm menjadi 131,25 µs/cm) dan efisiensi TDS sebesar 57,14% (dari harga 196 menjadi seharga 084). Selain itu, bau dan warna dari limbah industri penyamakan kulit juga berbeda sebelum dan setelah dilakukan reaksi elektrokoagulasi. Bau dan warna limbah industri sebelum dilakukan reaksi elektrokoagulasi adalah sangat berbau dan berwarna hijau pekat, sedangkan setelah dilakukan reaksi elektrokoagulasi bau dan warnanya menjadi sedikit berbau dan berwarna hijau muda. Tapi ph dari limbah industri ini tidak berubah sebelum ataupun setelah dilakukan reaksi elektrokoagulasi.