Dimuat: pada jurnal Pendidikan bahasa (JPB) No.1 Vol: 2 Juni 2013, Hal ISSN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. harus dikuasai oleh peserta didik, yaitu kemampuan mendengarkan, berbicara, membaca,

MENGANALISIS ASPEK-ASPEK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAMPUAN MEMBACA. Sumarni. Jurusan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

Nurdia Artu. Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako ABSTRAK

PENINGKATAN KEMAMPUAN LISTENING COMPREHENSION MELALUI STRATEGI TOP-DOWN DAN BOTTOM-UP

PENINGKATAN PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN DENGAN STRATEGI KUMUAT DI KELAS VIII SMP

Abstrak Kata Kunci 1. Pendahuluan

Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif (Qualitative research) adalah suatu

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDK Terpencil Punsung Beau Berbantuan Media Gambar Pada Mata Pelajaran IPA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PERAN GURU KELAS AWAL DALAM MENYIAPKAN KEMAMPUAN DASAR PADA KURIKULUM 2013

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman mengajar, permasalahan seperti siswa jarang

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN BANTUAN MEDIA VIDEO UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS TEKS EKSPOSISI SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pembelajaran yang dibangun oleh guru dan siswa adalah kegiatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. (Classroom Action Research) yaitu suatu bentuk penelitian dengan

BAB II KAJIAN TEORI. pemberian makna terhadap tulisan, sesuai dengan maksud penulis. Membaca

I. PENDAHULUAN. menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian diperlukan suatu. tersebut membutuhkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis,

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA MAHASISWA PROGRAM STUDI BAHASA INGGRIS DENGAN MENGGUNAKAN TASK BASED LEARNING

BAB III METODE PENELITIAN. B. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V di MI Falahiyyah Rowosari yang berjumlah 18 siswa.

BAB III METODE PENELITIAN. difokuskan pada situasi kelas atau yang dikenal classroom action research.

MODEL GROUP MAPPING ACTIVITY (GMA) DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA

PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA PEMAHAMAN MELALUI PENERAPAN STRATEGI PQ4R KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI GEMBONGAN

BAB III METODE PENELITIAN

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN MELALUI STRATEGI PEMENGGALAN KALIMAT

X f fx Jumlah Nilai rata-rata 61 Keterangan :

I. PENDAHULUAN Permasalahan dalam proses pembelajaran saat ini adalah kurangnya usaha

PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA LANCAR KALIMAT SEDERHANA MELALUI PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN SURVEY, QUESTION, READ, RECITE, AND REVIEW (SQ3R)

Peningkatan Penguasaan Vocabulary Teks Deskriptif melalui Pendekatan Scientific dengan Model Guide Inquiry pada Siswa SMPN 1 Besuki.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan yang penting untuk menjamin

Penerapan Strategi DRTA untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Intensif Siswa Kelas IV SDN 1 Sedayu Bantul

BAB III METODE PENELITIAN

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD 6

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

YAYASAN AKRAB PEKANBARU Jurnal AKRAB JUARA Volume 2 Nomor 2 Edisi Maret 2017 (80-87)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dirancang dan dilaksanakan menggunakan metode penelitian. berbagai aspek (Wardhani dan Wihardit 2008:4).

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 4 No. 4 ISSN X

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA SEKOLAH DASAR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA SAPAAN FORMAL BAHASA JERMAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAY

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

PENERAPAN MODEL BELAJAR GROUP INVESTIGATION

PENERAPAN PENDEKATAN SAVI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 8 PALU

Oleh : Nur Utami Guru SDN Mendiro 2 Kecamatan Ngrambe Kata Kunci : Kemampuan Membaca, Pemahaman, Surat Kabar

BAB III METODE PENELITIAN. 10 siswa perempuan dan 19 siswa laki-laki. Penelitian ini dilakukan di SDN 1 Kaliawi Bandar Lampung.

KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN LITERAL DAN INTERPRETATIF MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME. Sitti Fauziah M. (Dosen Jurusan Dakwah STAIN Kendari)

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN KARTU BERGAMBAR SISWA KELAS SATU

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan B. Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP...

Abas. Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan PMIPA FKIP UNIB ABSTRAK

Oleh : Ari Pramono Guru SMA Negeri 1 Jogorogo, Ngawi ABSTRAK

Prosedur penelitian dilaksanakan dengan menggunakan siklus-siklus

Abstrak. Kata kunci : Pembelajaran Pendidikan Ilmu Sosial, Keaktifan Belajar, Hasil Belajar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah aktivitas atau upaya sadar dan terencana, dirancang untuk

BAB III METODE PENELITIAN. lazim dikenal classroom action research (Wardhani dkk, 2007: 13). Menurut

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INGGRIS MELALUI METODE ROLE PLAYING. Khoirul Huda

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Rancangan penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut : 1. Tempat Penelitian Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bung Hatta Padang

BAB 3 METODE PENELITIAN. Inggris dikenal dengan Clasroom Action Research (ARC). Penelitian tindakan

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X MA DINIYAH PUTERI PEKANBARU

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI PADA MATERI IPA DI KELAS VI SD BK TANAPOBUNTI.

BAB III METODE PENELITIAN. Lampung, tepatnya pada tahun pelajaran 2012/2013. waktu 2 bulan yaitu bulan Januari sampai dengan Februari 2013.

BAB III METODE PENELITIAN

PENERAPAN MODEL INKUIRI TERBIMBING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK MENINGKATKAN KERJA ILMIAH DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X MIA-2 SMA N 6 MALANG

Oleh: Nur Adha Wahyuningsih Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa

BAB III METODE PENELITIAN. atau Classroom Action Research (CAR). Pendekatan PTK dipilih karena

Yusuf Gafur Guru Biologi, SMP Negeri 2 Sano Nggoang -

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS. tindakan kelas merupakan salah satu upaya guru atau praktisi dalam bentuk

jumlah siswa sebanyak 423, maka jumlah kelas terbagi menjadi 12 kelas.

Fachry Erick Mohammad, Baharuddin Paloloang, dan Sukayasa

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN SAINS

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kelas V SDN Tatarandang Pada Materi FPB Dan KPK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA MELALUI PEMANFAATAN TULISAN SINGKAT BRAILLE BAGI SISWA TUNANETRA

PENINGKATAN PEMAHAMAN UNSUR INSTRINSIK DAN EKSTRINSIK SASTRA MELALUI METODE PRESENTASI DISKUSI. Eri Sutatik SMA Negeri 2 Tanggul Kabupaten Jember

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS LAPORAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Melalui Pendekatan Contekstual Teaching Learning (CTL) Pada Siswa Kelas IV SDN Santigi

MENINGKATKAN KECEPATAN MEMBACA SISWA KELAS XI IPA 1 SMA NEGERI 11 BANJARMASIN DENGAN METODE SQ3R

BAB III METODE PENELITIAN. Kelas (PTK) yang difokuskan pada situasi kelas atau yang dikenal dengan

PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA PEMAHAMAN MELALUI METODE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDESKRIPSIKAN NKRI MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN MODEL THINK-PAIR-SHARE. Erly Pujianingsih

Eka Pratiwi Tenriawaru*, Nurhayati B, Andi Faridah Arsal. Program Studi Biologi, Fakultas MIPA Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Kata Kunci: Kemampuan Membaca, Permainan Bahasa Melengkapi Cerita, Kartu Bergambar

PENINGKATAN PEMAHAMAN MATERI LEMBAGA PEMERINTAHAN DESA DAN KECAMATAN MELALUI MODEL BERMAIN PERAN. Bambang Turjayus

BAB III METODE DAN RENCANA PENELITIAN. yang dalam istilah Bahasa Inggris adalah Classroom Action Research (CAR),

Lalu Hamdan Sriyanah Guru SD di Lombok Barat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PROSIDING Kajian Ilmiah Dosen Sulbar ISBN: PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA PEMAHAMAN MELALUI STRATEGI MEMBACA EKSPRESIF

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK TWO STAY TWO STRAY UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses

Transkripsi:

1 Dimuat: pada jurnal Pendidikan bahasa (JPB) No.1 Vol: 2 Juni 2013, Hal. 89-101 ISSN 2252-9896. Penerapan Strategi Top-Down untuk Meningkatkan Kemampuan Memahami Isi Bacaan Siswa Kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Wawotobi Aris Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Halu Oleo arisbadara71@yahoo.co.id Abstrak: Tujuan penelitian ialah meningkatkan aktivitas belajar dalam memahami isi bacaan pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Wawotobi. Penelitian ini mengikuti langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas, yang dilakukan dalam 2 siklus. Hasil penelitian menunjukkan Aktivitas guru mata pelajaran bahasa Indonesia menunjukkan peningkatan. Akitvitas siswa dalam memahami isi bacaan pada siklus II tergolong sangat baik dengan rata-rata persentase aktivitas sebesar 88,5%. Keterampilan kerjasama siswa dalam kegiatan diskusi kelompok pada siklus II tergolong sangat baik dengan persentase sebesar 80,98%. Adapun persentase ketuntasan belajar siswa meningkat dari 33,33% pada pembelajaran siklus I menjadi 93,94% pada pembelajaran siklus II. Kata Kunci: Strategi top-down, PTK, Pemahaman isi bacaan, Siswa SMAN 1 Wawotobi Latar Belakang Hasil observasi awal menunjukkan kemampuan siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Wawotobi tahun pelajaran 2011/2012 memahami isi bacaan masih tergolong rendah. Hal tersebut merupakan masalah yang memerlukan solusi yang tepat. Umumnya, siswa menganggap bahwa kurangnya penguasaan kosa kata merupakan penyebab utama dari kesulitan yang mereka hadapi dalam memahami isi bacaan. Sementara itu, pembelajaran membaca pemahaman yang dilakukan tidak menakankan pada penguasaan pada kosa kata. Padahal, peserta didik yang telah dibekali dengan strategi membaca pemahaman diharapkan dapat mengurangi ketergatungannya pada kosa kata dalam memahami bacaan. Hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru bahasa Indonesia, khususnya kemampuan membaca pemahaman siswa pada semester genap tahun pelajaran 2011/2012 di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Wawotobi belum mencapai nilai ketuntasan nilai 70. Dari 33 orang siswa, hanya 10 orang siswa atau 30% yang mencapai ketuntasan belajar dengan nilai 70 atau lebih, dan 23 orang siswa atau 70% yang tidak mencapai ketuntasan belajar dengan nilai di bawah 70. Gambaran kemampuan memahami isi bacaan yang terjadi di kelas XI IPA SMA Negeri 1 Wawotobi seperti yang dikemukakan di atas, menuntut guru menggunakan strategi yang tepat. Strategi yang ditawarkan oleh peneliti ialah strategi top-down yang dipandang efektif dalam membaca. Dalam penelitian ini, penulis menerapkan strategi membaca top-down yang dikemas dalam model penelitian tindakan kelas (PTK). Strategi membaca top-down dipilih untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa dengan beberapa alasan. Pertama, siswa sebagai subjek pembelajaran diyakini memiliki pengalaman tentang bahan bacaan yang disajikan yang seharusnya digali oleh guru pada saat proses pembelajaran membaca. Pengalaman yang telah mereka dapatkan tersebut membentuk pengetahuan yang tersimpan dalam memori masing-masing. Kedua, melalui strategi top-down kegiatan belajar siswa tidak hanya menjadi rutinitas pada setiap pembelajaran bahasa Indonesia, tetapi siswa diarahkan untuk memperoleh pemahaman secara utuh tentang topik bacaan yang terhubungkan dengan pengalaman siswa dalam kehidupan nyata. Ketiga, melalui strategi top-down siswa dilatih untuk membuat prediksi-prediksi yang tepat tentang topik bacaan. Dengan keunggulan strategi top-down tersebut, maka kemampuan membaca siswa dapat ditingkatkan.

2 Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penelitian ialah untuk meningkatkan aktivitas belajar dalam memahami isi bacaan pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Wawotobi. Hakikat dan Proses Membaca Terdapat beberapa batasan membaca yang dikemukakan oleh pakar. Masing-masing batasan tersebut memiliki persamaan dan perbedaan. Perbedaan antara batasan membaca tersebut pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan sudut pandang atau pendekatan dan juga teori yang digunakan berbeda. Penganut teori keterampilan mengartikan membaca sebagai kegiatan menerapkan seperangkat keterampilan dalam mengolah tuturan tertulis yang dibaca untuk menangkap maknanya. Berbeda dengan penganut teori keterampilan, teori persepsi memandang membaca sebagai proses mempersepsi, yaitu memberikan respon bermakna pada simbol-simbol grafis yang telah dikenal (Oka, 1997:13). Penerapan studi psikolinguistik ke dalam studi membaca cenderung memandang membaca sebagai pengolahan informasi yang berwadahkan bahasa tulis, dengan daya intelektual pembaca dan kompetensi bahsanya (Palmer dalam Oka, 1997:14). Proses berpikir kritis, evaluatif, dan kreatif dalam membaca bukan saja menjadi bagian integral dari proses membaca, melainkan juga merupakan kelanjutan serta kesudahan proses pemahaman (Oka, 1997: 16). Sejalan dengan pendapat di atas, Burns (1984:4) mengemukakan bahwa membaca merupakan proses yang kompleks. Dalam membaca, pembaca harus harus mampu menangkap sejumlah simbol tertulis yang dibaca dan menginterpretasikan simbol-simbol atau kata-kata yang dibaca, memahami alur berpikir dan bentuk-bentuk gramatikal tulisan, menghubungkan pengalaman yang telah mereka peroleh sebelumnya untuk memahami makna kata-kata yang ia baca, mengingat apa yang telah mereka baca dan menghubungkannya dengan ide-ide yang terdapat dalam bacaan dan kenyataan yang ada, membuat kesimpulan dan penilaian terhadap materi yang dibaca, serta menghubungkan minat dan sikap yang mempengaruhi keberhasilan membacanya. Dengan demikian jelaslah bahwa kegiatan membaca bukan merupakan kegiatan yang mudah dan muncul dengan sendirinya. Kemampuan membaca dapat ditingkatkan melalui pembelajaran membaca dan juga latihan yang tepat. Menurut Rahim (2008:2) membaca adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berfikir, psikolinguisutik, dan metakognitif. Membaca sebagai proses visual merupakan proses menerjemahkan simbol tulis ke dalam bunyi. Sebagai suatu proses berfikir, membaca mencakup pengenalan kata, pemahaman literal, interprestasi, membaca kritis, dan membaca kreatif. Membaca sebagai proses linguistik, skemata pembaca membantunya membangun makna. Sedangkan fonologis, semantik dan fitur sintaksis membantu mengomunikasikan pesan-pesan. Proses metakognitif melibatkan perencanaan, pembetulan suatu strategi, pemonitoran, dan pengevaluasian. Pengertian Strategi Membaca Top-Down Top-down merupakan salah satu strategi membaca yang penting dan direkomendasikan oleh banyak ahli untuk digunakan dalam pembelajaran membaca. Barnet (1989:11) menjelaskan bahwa topdown adalah strategi membaca yang dimulai dari tahap kegiatan mental yang lebih tinggi yaitu pemahaman tentang topik bacaan ke tahap memahami isi teks itu sendiri. Dalam strategi ini, membaca dipandang sebagai proses yang bersifat linear. Dengan kata lain, proses membaca melalui strategi ini dikendalikan oleh pikiran pembaca untuk memahami teks. Dengan menggunakan strategi ini, pembaca menggunakan pengetahuan umum yang dimilikinya tentang komponen teks tertentu untuk membuat tebakan tentang komponen teks berikutnya. Pearson (2013:2) dalam Global Post-International News mengemukakan bahwa top-down adalah strategi membaca, yaitu siswa membaca teks secara keseluruhan dan bukan membaca kata demi kata. Siswa dapat menggunakan konteks kalimat untuk memahami kata-kata yang tidak dimengerti. Jadi, dapat dikatakan bahwa top-down adalah strategi membaca untuk mendapatkan makna teks secara keseluruhan.

3 Pada strategi membaca top-down, pengaktifan pengetahuan awal pembaca dapat membantu meningkatkan pembelajaran dan pemahaman membaca. Dengan kata lain content schemata atau skemata yang berhubungan dengan topik harus diaktifkan. Namun demikian, Carrell (1988:239) membantah bahwa kurangnya pengaktifan content schemata akan mengakibatkan kesulitan dalam memproses teks bacaan bagi pembaca. Bahkan Hudson (1982:10) juga membantah bahwa tingkat pengetahuan awal yang tinggi dapat mengatasi kelemahan pembaca pada aspek linguistik. Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi membaca top-down merupakan strategi membaca yang menghubungkan antara pengetahuan awal pembaca dengan teks yang dibaca. Pembaca membawa pengetahuan awalnya untuk memperoleh pemahaman yang utuh tentang teks yang dibaca. Penggunaan Strategi Top-Down dalam Pembelajaran Membaca Strategi membaca top-down berkenaan dengan penggunaan pengetahuan-pengetahuan awal (schemata) untuk berinteraksi dengan teks yang dibaca untuk mendapatkan pesan atau makna yang disampaikan penulis teks. Dalam proses pembelajaran membaca di kelas, Anderson (2003:68) memberikan langkah-langkah strategi top-down yang dapat diuraikan sebagai berikut: a. Pre-Reading - Menggali pengetahuan awal tentang topik - Mengajukan pertanyaan tentang topik - Melakukan prediksi-prediksi tentang isi bacaan - Mengidentifikasi struktur teks. - Menemukan gambaran umum teks b. During Reading - Menebak makna kata-kata sulit berdasarkan konteks. - Melakukan prediksi tentang ide pokok setiap paragraf. - Menuangkan isi teks ke dalam bentuk gambar. c. After Reading - Merevisi prediksi-prediksi yang dibuat pada saat pre-reading. - Membuat diagram tentang organisasi teks. - Menceritakan ulang pesan penulis teks. - Menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang isi teks. Berdasarkan langkah-langkah strategi top-down di atas, peneliti menyusun rencana perbaikan pembelajaran. Tentu saja, peneliti juga melakukan modifikasi atau penyesuaian langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan kondisi siswa. Metode Penelitian A. Setting Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Wawotobi pada Juli sampai dengan September 2012 pada semester Ganjil tahun pelajaran 2012/2013. B. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini ialah siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Wawotobi sebanyak 33 siswa yang terdaftar pada semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013. C. Prosedur Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan berdasarkan langkah-langkah yang di jabarkan dalam perencanaan PTK, yang dilakukan sebanyak 2 siklus pada mata pelajaran bahasa Indonesia dalam memahami isi bacaan. Setiap siklus terdiri dari 4 tahapan yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.

4 D. Instrumen Penelitian Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen tes kemampuan memahami isi bacaan dan format observasi. E. Tekhnik Pengumpulan dan Analisis Data Data-data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan teknik: observasi dan catatan lapangan. Adapun tes digunakan untuk memperoleh data tentang hasil kemampuan memahami isi bacaan siswa. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis deskripsi kuantitatif. G. Indikator Kinerja PTK ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Indikator keberhasilan penelitian yang digunakan adalah apabila pada akhir siklus jumlah siswa yang tuntas belajar telah mencapai 90% dengan nilai 70 berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada mata pelajaran bahasa Indonesia Tahun pelajaran 2012/2013 maka siklus akan dihentikan. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 1. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Siklus I a. Perencanaan Pada Selasa, 28 Agustus 2012 penulis bersama guru mengawali pelaksanaan penelitian dengan perencanaan berupa persiapan pelaksanaan tindakan. b. Pelaksanaan Tindakan Dalam pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan pembelajaran keterampilan membaca dengan menggunakan strategi top-down. Pelaksanaan tindakan ini berlangsung selama dua kali pertemuan. Pertemuan 1 Pada Rabu, 29 Agustus 2012 peneliti bersama guru memulai tindakan dengan melaksanakan rencana program pembelajaran. Pertemuan 2 Pada Rabu, 5 September 2012 peneliti bersama guru melanjutkan tindakan dengan melaksanakan rencana program pembelajaran. c. Pengamatan Pengamatan dilakukan pada saat yang bersamaan dengan pelaksanaan tindakan pada tiga hal, yaitu: (a) aktivitas guru melaksanakan pembelajaran, (b) aktivitas siswa mengikuti proses pembelajaran, dan (c) kerjasama kelompok belajar siswa. Aktivitas Guru Pengamatan terhadap aktivitas guru berkaitan dengan keterlaksanaan tahapan kegiatan pembelajaran, yaitu kegiatan membuka pelajaran, kegiatan inti, dan kegiatan menutup pelajaran. Persentase aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 1 Persentase Aktivitas Guru dalam Tahapan Pembelajaran Siklus I Pertemuan 1 dan 2 Pertemuan Keterlaksanaan Tahapan Pembelajaran Jumlah aspek yang diamati Persentase Kriteria 1 Terlaksana 8 40 Sangat Belum Terlaksana 12 60 Kurang

5 2 Terlaksana 15 68 Belum Terlaksana 7 32 Cukup Baik Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa, pada pertemuan 1, dari 20 aspek pembelajaran yang diamati hanya 8 atau 40% aspek pembelajaran yang terlaksana dengan baik sedangkan 12 atau 60% aspek pembelajaran belum terlaksana dengan baik. Berdasarkan kriteria pembelajaran yang ditetapkan, maka pelaksanaan pembelajaran oleh guru pada pertemuan 1 tergolong sangat kurang. Artinya guru belum melaksanakan dengan baik 60% aspek pembelajaran yang diamati. Pada pertemuan kedua aspek pembelajaran yang diamati bertambah 2 aspek yaitu mengumpulkan tugas kelompok belajar dan memberi penghargaan atas kinerja kelompok belajar dan keduanya telah dilakukan oleh guru. Jadi jumlah aspek yang diamati secara keseluruhan pada pertemuan kedua menjadi 22 aspek. Tabel di atas juga menunjukkan bahwa pada pertemuan kedua dari 22 aspek pembelajaran yang diamati, 15 atau 68% aspek pembelajaran telah terlaksana dengan baik sedangkan 7 atau 32% aspek pembelajaran belum terlaksana dengan baik. Berdasarkan kriteria pembelajaran yang ditetapkan, maka pelaksanaan pembelajaran oleh guru pada pertemuan kedua tergolong cukup baik. Artinya guru telah melaksanakan dengan baik 68% aspek pembelajaran yang diamati. Dari uraian keterlaksanaan kegiatan pembelajaran, dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa pada siklus I dari pertemuan 1 sampai pertemuan 2, guru berhasil melakukan banyak perbaikan dalam melaksanakan pembelajaran. Aktivitas Siswa Pengamatan terhadap aktivitas siswa berkaitan dengan keikutsertaan siswa dalam tahapan kegiatan pembelajaran. Persentase aktivitas siswa mengikuti tahapan pembelajaran disajikan pada Tabel berikut ini. Tabel 2 Persentase Aktivitas Siswa dalam Tahapan Pembelajaran Siklus I Pertemuan 1 dan 2 Pertemuan 1 2 Keterlaksanaan Aktivitas dalam Tahapan Pembelajaran Jumlah aspek yang diamati Persentase Terlaksana 5 23 Belum Terlaksana 17 77 Terlaksana 11 50 Belum Terlaksana 11 50 Kriteria Sangat Kurang Kurang Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa, pada pertemuan 1, dari 22 aspek aktivitas yang diamati hanya 5 atau 23% aktivitas yang terlaksana dengan baik sedangkan 17 atau 60% aktivitas belum terlaksana dengan baik oleh siswa. Berdasarkan kriteria yang ditetapkan, maka aktivitas belajar siswa pada pertemuan 1 tergolong sangat kurang. Hal ini menunjukkan bahwa keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran masih sangat kurang. Pada pertemuan 2, dari 22 aspek aktivitas yang diamati, 11 atau 50% aktivitas yang terlaksana dengan baik sedangkan 11 atau 50% aktivitas belum terlaksana dengan baik oleh siswa. Berdasarkan kriteria yang ditetapkan, maka aktivitas belajar siswa pada pertemuan 2 masih tergolong kurang. Hal tersebut menunjukkan bahwa keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran masih kurang. Kerjasama Kelompok Belajar Pada siklus I, seperti halnya aktivitas guru dan siswa, keterampilan kerjasama kelompok juga diamati pada pertemuan 1 dan 2. Pada pertemuan 1, data keterampilan kerjasama kelompok disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 3 Rata-Rata Skor dan Persentase Keterampilan Kerjasama Kelompok Siklus I Pertemuan 1

6 No Kelompok Belajar Rata-Rata Persentase Keterampilan Kerjasama Kelompok TP PI KB Arg. Rata- Rata Kategori 1. Kelompok I 28,57 57,14 14,29 21,43 30,36 Sangat kurang 2. Kelompok II 35,71 50,00 21,43 21,43 32,14 Sangat kurang 3. Kelompok III 28,57 50,00 21,43 21,43 30,36 Sangat kurang 4. Kelompok IV 33,33 58,33 16,67 25,00 33,33 Sangat kurang 5. Kelompok V 16,67 50,00 16,67 8,33 22,92 Sangat kurang Rata-Rata 28,57 53,09 18,10 19,52 29,82 Sangat Kurang Keterangan: TP = Tingkat Partisipasi PI = Pola Interaksi KB = Kemampuan Bertanya Arg. = Argumen Tabel 3 menunjukkan bahwa pada siklus I pertemuan 1 dari 5 kelompok yang diamati, kelompok I menunjukkan kerjasama yang sangat kurang dengan persentase kerjsama kelompok sebesar 30,36%. Kelompok II menunjukkan kerjasama yang sangat kurang dengan persentase kerjsama kelompok sebesar 32,14%. Kelompok III menunjukkan kerjasama yang sangat kurang dengan persentase kerjsama kelompok sebesar 30,36%. Kelompok IV menunjukkan kerjasama yang sangat kurang dengan persentase kerjsama kelompok sebesar 33,33%. Kelompok V menunjukkan kerjasama yang sangat kurang dengan persentase kerjsama kelompok sebesar 29,82%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada pertemuan 1 rata-rata kelompok belajar menunjukkan kerjasama yang sangat kurang. Ini dapat diartikan bahwa keterampilan bekerjasama siswa dalam kelompok masih harus dilatih. Tabel 4 Rata-Rata Skor dan Persentase Keterampilan Kerjasama Kelompok Siklus I Pertemuan 2 Rata-Rata Persentase Rata- Kelompok No Keterampilan Kerjasama Kelompok Rata Kategori Belajar TP PI KB Arg. 1. Kelompok I 71,43 85,71 42,86 28,57 57,14 Cukup 2. Kelompok II 78,57 71,43 42,86 42,86 57,14 Cukup 3. Kelompok III 64,29 85,71 50,00 50,00 62,50 Cukup 4. Kelompok IV 58,33 83,33 41,67 33,33 54,17 Kurang 5. Kelompok V 58,33 91,67 41,67 16,67 52,08 Kurang Rata-Rata 66,19 83,57 43,81 34,29 56,61 Cukup Keterangan: TP = Tingkat Partisipasi

7 PI = Pola Interaksi KB = Kemampuan Bertanya Arg. = Argumen Tabel 4 menunjukkan bahwa ada tiga kelompok yang telah memiliki keterampilan kerjasama yang tergolong cukup baik, yaitu kelompok I dan II dengan persentase keterampilan kerjasama masing-masing 57,14%, dan kelompok III dengan persentase keterampilan kerjasama 62,50%. Sedangkan dua kelompok lainnya masih menunjukkan ketarampilan kerjasama yang tergolong kurang, yaitu kelompok IV dengan persentase keterampilan kerjasama 54,17% dan kelompok V dengan persentase keterampilan kerjasama 52,08%. Namun demikian, secara umum, keterampilan kerjasama kelompok tergolong cukup dengan rata-rata persentase keterampilan kerjasama sebesar 56,61%. Evaluasi Tahap selanjutnya dari penelitian ini setelah pengamatan adalah evaluasi yang dilaksanakan pada Rabu, 5 September 2012. Evaluasi ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang ketuntasan hasil belajar siswa setelah diberikan tindakan. Hasil belajar siswa berupa kemampuan memahami isi bacaan yang ditampilkan pada tabel 5. Tabel 5 Ketuntasan Hasil Belajar Siswa dalam Memahami Isi Bacaan pada Siklus I (Kriteria Ketuntasan Minimal = 70) No Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Jumlah Siswa Persentase 1. Tuntas (Nilai 70) 11 33,33 2. Tidak Tuntas (Nilai 70) 22 66,67 Total 33 100 Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 33 orang siswa yang mengikuti tes akhir siklus I, 11 orang siswa atau 33% telah mencapai ketuntasan belajar dengan nilai lebih besar atau sama dengan 70. Sedangkan 22 orang siswa atau 66,67% belum mencapai ketuntasan belajar dengan nilai lebih kecil dari 70. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada siklus I, secara klasikal siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Wawotobi belum tuntas belajar. Dengan kata lain, indikator keberhasilan penelitian belum tercapai sebab penelitian ini dapat dikatakan berhasil jika 85% siswa telah mencapai ketuntasan belajar dengan nilai lebih besar atau sama dengan 70. d. Refleksi Setelah dilakukannya evaluasi, peneliti dan gurubahasa Indonesia kelas XI IPA 1 SMA Negeri Wawotobi melakukan refleksi pada hari yang sama dengan pelaksanaan evaluasi. Refleksi ini dilakukan dengan melihat hasil pengamatan aktivitas guru, aktivitas siswa, keterampilan kerjasama kelompok siswa maupun hasil evaluasi. Hasil pengamatan aktivitas guru menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran oleh guru pada pertemuan 1 tergolong sangat kurang dengan persentase pelaksanaan pembelajaran sebesar 40% dan pada pertemuan 2 pelaksanaan pembelajaran oleh guru tergolong cukup baik dengan persentase pelaksanaan pembelajaran sebesar 68%. Secara rata-rata pelaksanaan pembelajaran keterampilan membaca dengan menggunakan strategi top-down pada siklus I tergolong kurang dengan rata-rata persentase aktivitas guru sebesar 54%. Hasil pengamatan aktivitas siswa menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa pada pertemuan 1 tergolong sangat kurang dengan persentase aktivitas yang terlaksana dengan baik sebesar 23% dan aktivitas belajar siswa pada pertemuan 2 masih tergolong kurang dengan persentase aktivitas yang terlaksana dengan baik sebesar 50%. Secara rata-rata aktivitas belajar siswa tergolong sangat kurang dengan rata persentase aktivitas sebesar 36,5%. Hasil pengamatan keterampilan kerjasama siswa dalam kelompok menunjukkan bahwa

8 pada pertemuan 1 rata-rata kelompok belajar menunjukkan kerjasama yang sangat kurang dengan persentase aktivitas kerjasama sebesar 29,82% dan pada pertemuan 2 keterampilan kerjasama kelompok tergolong cukup dengan rata-rata persentase keterampilan kerjasama sebesar 56,61%. Secara rata-rata keterampilan kerjasama kelompok belajar pada siklus I tergolong kurang dengan persentase aktivitas kerjasama kelompok sebesar 43,22%. II. Pembelajaran Keterampilan Membaca Siklus II a. Perencanaan Pada Kamis, 6 September 2012 peneliti bersama guru melanjutkan kegiatan penelitian pada siklus II dengan perencanaan berupa persiapan pelaksanaan tindakan b. Pelaksanaan Tindakan Pada siklus II, peneliti kembali melaksanakan pembelajaran keterampilan membaca dengan menggunakan strategi top-down. Seperti siklus I, pelaksanaan tindakan pada siklus ini berlangsung selama 2 kali pertemuan. Pertemuan 1 Pada Jum at, 7 September 2012, peneliti bersama guru memulai tindakan pada pertemuan 1 siklus II dengan melaksanakan rencana program pembelajaran. Pertemuan 2 Pada Rabu, 10 September 2012 peneliti bersama guru melanjutkan tindakan dengan melaksanakan rencana program pembelajaranaktivitas Guru.Pengamatan terhadap aktivitas guru berkaitan dengan keterlaksanaan tahapan kegiatan pembelajaran, yaitu kegiatan membuka pelajaran, kegiatan inti, dan kegiatan menutup pelajaran. Berdasarkan data aktivitas guru pada lampiran 13 dan 14, persentase aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran disajikan pada Tabel 6 berikut ini. Tabel 6 Persentase Aktivitas Guru dalam Tahapan Pembelajaran Siklus II Pertemuan 1 dan 2 Pertemuan Keterlaksanaan Tahapan Pembelajaran Jumlah aspek yang diamati Persentase Kriteria 1 Terlaksana 17 77 Belum Terlaksana 5 23 Baik 2 Terlaksana 19 86 Belum Terlaksana 3 14 Sangat Baik Tabel 6 menunjukkan bahwa, pada pertemuan 1, dari 22 aspek pembelajaran yang diamati 17 atau 77% aspek pembelajaran yang terlaksana dengan baik sedangkan 5 atau 23% aspek pembelajaran belum terlaksana dengan baik. Berdasarkan kriteria pembelajaran yang ditetapkan, maka pelaksanaan pembelajaran oleh guru pada pertemuan 1 tergolong baik. Artinya, guru telah melaksanakan dengan baik 77% aspek pembelajaran yang diamati. Pada pertemuan kedua, dari 22 aspek pembelajaran yang diamati, 19 atau 86% aspek pembelajaran telah terlaksana dengan baik sedangkan 3 atau 14% aspek pembelajaran belum terlaksana dengan baik. Berdasarkan kriteria pembelajaran yang ditetapkan, maka pelaksanaan pembelajaran oleh guru pada pertemuan kedua tergolong Sangat baik. Artinya guru telah melaksanakan dengan sangat baik 86% aspek pembelajaran yang diamati. Pada siklus II, guru telah berhasil melaksanakan proses pembelajaran. Keberhasilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran keterampilan membaca dengan menggunakan strategi top-down terlihat pada pelaksanaan tahapan pembelajaran dari pertemuan 1 hingga pertemuan 2 Aktivitas Siswa

9 Seperti pengamatan terhadap aktivitas guru, pengamatan terhadap aktivitas siswa berkaitan dengan keikutsertaan siswa dalam tahapan kegiatan pembelajaran. Persentase aktivitas siswa mengikuti tahapan pembelajaran disajikan pada Tabel 7 berikut ini. Tabel 7 Persentase Aktivitas Siswa dalam Tahapan Pembelajaran Siklus II Pertemuan 1 dan 2 Pertemuan 1 2 Keterlaksanaan Aktivitas dalam Tahapan Pembelajaran Jumlah aspek yang diamati Persentase Terlaksana 19 86 Belum Terlaksana 3 14 Terlaksana 20 91 Belum Terlaksana 2 9 Kriteria Sangat Baik Sangat Baik Tabel 7 menunjukkan bahwa, pada pertemuan 1, dari 22 aspek aktivitas yang diamati 19 aspek atau 86% aktivitas yang terlaksana dengan baik sedangkan 3 aspek atau 14% aktivitas belum terlaksana dengan baik oleh siswa. Berdasarkan kriteria yang ditetapkan, maka aktivitas belajar siswa pada pertemuan 1 tergolong sangat baik. Pada pertemuan 2, dari 22 aspek aktivitas yang diamati, 20 atau 91% aktivitas yang terlaksana dengan baik sedangkan 2 atau 9% aktivitas belum terlaksana dengan baik oleh siswa. Berdasarkan kriteria yang ditetapkan, maka aktivitas belajar siswa pada pertemuan 2 masih tergolong sangat baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran sudah sangat baik. Keterampilan kerjasama kelompok juga diamati pada pertemuan 1 dan 2. Pada pertemuan 1, data keterampilan kerjasama kelompok disajikan pada tabel 8 berikut ini. No Tabel 8 Rata-Rata Skor dan Persentase Keterampilan Kerjasama Kelompok Siklus II Pertemuan 1 Rata-Rata Persentase Rata- Kelompok Keterampilan Kerjasama Kelompok Rata Kategori Belajar TP PI KB Arg. 1 Kelompok I 78,57 100 71,43 42,86 73,21 Baik 2 Kelompok II 85,71 85,71 71,43 57,14 75,00 Baik 3 Kelompok III 85,71 100 78,57 57,14 80,36 Baik 4 Kelompok IV 75,00 100 66,67 50,00 72,92 Baik 5 Kelompok V 83,33 100 66,67 33,33 70,83 Baik Rata-Rata 81,664 97,142 70,954 48,094 74,46 Baik Keterangan: TP = Tingkat Partisipasi PI = Pola Interaksi KB = Kemampuan Bertanya Arg. = Argumen Tabel 8 menunjukkan bahwa pada siklus I pertemuan 1 dari 5 kelompok yang diamati, kelompok I menunjukkan kerjasama yang baik dengan persentase kerjsama kelompok sebesar 73,21%. Kelompok II menunjukkan kerjasama yang baik dengan persentase kerjsama kelompok sebesar 75%.

10 Kelompok III menunjukkan kerjasama yang baik dengan persentase kerjasama kelompok sebesar 80,36%. Kelompok IV menunjukkan kerjasama yang baik dengan persentase kerjsama kelompok sebesar 72,92%. Kelompok V menunjukkan kerjasama yang baik dengan persentase kerjsama kelompok sebesar 70,83%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada pertemuan 1 rata-rata kelompok belajar menunjukkan kerjasama yang baik. No Tabel 9 Rata-Rata Skor dan Persentase Keterampilan Kerjasama Kelompok Siklus II Pertemuan 2 Rata-Rata Persentase Rata- Kelompok Keterampilan Kerjasama Kelompok Rata Kategori Belajar TP PI KB Arg. 1 Kelompok I 85,71 100 85,71 64,29 83,93 Sangat baik 2 Kelompok II 92,86 100 85,71 71,43 87,50 Sangat baik 3 Kelompok III 92,86 100 92,86 78,57 91,07 Sangat baik 4 Kelompok IV 91,67 100 91,67 75,00 89,58 Sangat baik 5 Kelompok V 91,67 100 83,33 66,67 85,42 Sangat baik Rata-Rata 90,95 100 87,86 71,19 87,50 Sangat baik Keterangan: TP = Tingkat Partisipasi PI = Pola Interaksi KB = Kemampuan Bertanya Arg. = Argumen Tabel 9 menunjukkan bahwa semua kelompok telah memiliki keterampilan kerjasama yang tergolong sangat baik. Secara rata-rata persentase kerjasama kelompok I sebesar 83,93%, kelompok II sebesar 87,5%, kelompok III sebesar 91,07%, kelompok IV sebesar 89,58%, dan kelompok V sebesar 85,42. Dengan demikian, secara umum, keterampilan kerjasama kelompok tergolong sangat baik dengan rata-rata persentase keterampilan kerjasama sebesar 87,50%. c. Evaluasi Setelah berakhirnya pelaksanaan tindakan siklus II, peneliti melakukan evaluasi. Evaluasi ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang ketuntasan hasil belajar siswa setelah diberikan tindakan. Hasil belajar siswa berupa kemampuan memahami isi bacaan yang ditampilkan pada tabel 10 berikut ini. Tabel 10 Ketuntasan Hasil Belajar Siswa dalam Memahami Isi Bacaan pada Siklus II (Kriteria Ketuntasan Minimal = 70) No Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Jumlah Siswa Persentase 1. Tuntas (Nilai 70) 31 93,94 2. Tidak Tuntas (Nilai 70) 2 6,06

11 Total 33 100 Tabel 10 menunjukkan bahwa dari 33 orang siswa yang mengikuti tes akhir siklus II, 31 orang siswa atau 93,94% telah mencapai ketuntasan belajar dengan nilai lebih besar atau sama dengan 70. Sedangkan 2 orang siswa atau 6,06% tidak mencapai ketuntasan belajar dengan nilai lebih kecil dari 70. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada siklus II, secara klasikal siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Wawotobi telah tuntas belajar. Dengan kata lain, indikator keberhasilan penelitian telah tercapai dengan jumlah siswa yang tuntas di atas kriteria yang ditetapkan yaitu 85% siswa harus mencapai ketuntasan belajar dengan nilai lebih besar atau sama dengan 70. d. Refleksi Setelah dilakukannya evaluasi pada siklus II, peneliti dan gurubahasa Indonesia kelas XI IPA 1 SMA Negeri Wawotobi melakukan refleksi pada hari yang sama dengan pelaksanaan evaluasi. Refleksi ini dilakukan dengan melihat hasil pengamatan aktivitas guru, aktivitas siswa, keterampilan kerjasama kelompok siswa maupun hasil evaluasi. Hasil pengamatan aktivitas guru menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran oleh guru pada pertemuan 1 tergolong baik dengan persentase pelaksanaan pembelajaran sebesar 77% dan pada pertemuan 2 pelaksanaan pembelajaran oleh guru tergolong Sangat baik dengan persentase pelaksanaan pembelajaran sebesar 86%. Secara rata-rata pelaksanaan pembelajaran keterampilan membaca dengan menggunakan strategi top down pada siklus I tergolong sangat baik dengan rata-rata persentase aktivitas guru sebesar 81,5%. Hasil pengamatan aktivitas siswa menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa pada pertemuan 1 tergolong sangat baik dengan persentase aktivitas yang terlaksana dengan baik sebesar 86% dan aktivitas belajar siswa pada pertemuan 2 tergolong Sangat Baik dengan persentase aktivitas yang terlaksana dengan baik sebesar 91%. Secara rata-rata aktivitas belajar siswa tergolong sangat baik dengan rata persentase aktivitas sebesar 88,5%. Hasil pengamatan keterampilan kerjasama siswa dalam kelompok menunjukkan bahwa pada pertemuan 1 rata-rata kelompok belajar menunjukkan kerjasama yang tergolong baik dengan persentase aktivitas kerjasama sebesar 74,46% dan pada pertemuan 2 keterampilan kerjasama kelompok tergolong Sangat Baik dengan rata-rata persentase keterampilan kerjasama sebesar 87,5%. Secara rata-rata keterampilan kerjasama kelompok belajar pada siklus II tergolong Sangat baik dengan persentase aktivitas kerjasama kelompok sebesar 80,98%. Sejalan dengan meningkatnya aktivitas guru dan siswa serta kemampuan siswa bekerjasama dalam kelompok, ketuntasan belajar siswa juga mengalami peningkatan hingga mencapai ketuntasan belajar. Hingga akhir siklus II, ketuntasan belajar siswa mencapai 93,94% yang jauh berada di atas kriteria minimal ketuntasan belajar 85%. Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa semua indikator keberhasilan penelitian telah tercapai bahkan terlampaui. Aktivitas guru melaksanakan pembelajaran, aktivitas siswa mengikuti pembelajaran dan keterampilan siswa bekerjasama dalam kelompok serta ketuntasan belajar siswa dalam memahami isi bacaan, semuanya telah memenuhi indikator keberhasilan penelitian. Dengan demikian, siklus penelitian dihentikan pada siklus II. Pembahasan A. Aktivitas Guru Melaksanakan Pembelajaran Membaca Melalui Strategi Top Down Aktivitas guru melaksanakan pembelajaran membaca melalui strategi top-down yang diamati pada siklus I dan II mengalami peningkatan yang mendorong tercapainya ketuntasan belajar siswa. Pada siklus I yang terdiri atas 2 kali pertemuan, secara rata-rata keterlaksanaan pembelajaran tergolong cukup baik dengan rata-rata persentase keterlaksanaan sebesar 54%, di mana pada pertemuan 1 persentase keterlaksanaan sebesar 40% (sangat kurang) dan pada pertemuan 2 persentase keterlaksanaan sebesar 68% (cukup baik). Pada siklus II yang juga terdiri atas 2 kali pertemuan, secara rata-rata keterlaksanaan pembelajaran tergolong sangat baik dengan rata-rata persentase

12 keterlaksanaan sebesar 81,5%, di mana pada pertemuan 1 persentase keterlaksanaan sebesar 77% (baik) dan pada pertemuan 2 persentase keterlaksanaan sebesar 86% (sangat baik). B. Aktivitas Siswa Mengikuti Pembelajaran Membaca Melalui Strategi Top Down Aktivitas siswa mengikuti pembelajaran membaca melalui strategi top-down yang diamati pada siklus I dan II juga mengalami peningkatan sebagai efek dari keberhasilan guru melaksanakan proses pembelajaran. Pada siklus I yang terdiri atas dua kali pertemuan, secara rata-rata keterlaksanaan pembelajaran tergolong kurang dengan rata-rata persentase keterlaksanaan sebesar 36,5%, di mana pada pertemuan 1 persentase keterlaksanaan sebesar 23% (kurang) dan pada pertemuan 2 persentase keterlaksanaan sebesar 50% (cukup baik). Pada siklus II yang juga terdiri atas dua kali pertemuan, secara rata-rata keterlaksanaan pembelajaran tergolong sangat baik dengan rata-rata persentase keterlaksanaan sebesar 88,5%, di mana pada pertemuan 1 persentase keterlaksanaan sebesar 86% (sangat baik) dan pada pertemuan 2 persentase keterlaksanaan sebesar 91% (sangat baik). Keterampilan kerjasama siswa dalam kegiatan diskusi kelompok selama dua siklus pembelajaran juga mengalami peningkatan. Pada siklus I, secara rata-rata keterampilan kerjasama siswa dalam diskusi kelompok tergolong cukup baik dengan persentase sebesar 43,22%, di mana pada pertemuan 1 persentase kerjasama siswa sebesar 29,82% (kurang) dan pada pertemuan 2 persentase kerjasama siswa sebesar 56,61% (cukup baik). Pada siklus II, secara rata-rata keterampilan kerjasama siswa dalam diskusi kelompok tergolong sangat baik dengan persentase sebesar 80,98%, di mana pada pertemuan 1 persentase kerjasama siswa sebesar 74,46% (baik) dan pada pertemuan 2 persentase kerjasama siswa sebesar 87,50% (sangat baik). Peningkatan keterampilan kerjasama siswa dalam kegiatan diskusi kelompok tergambar dalam hal-hal sebagai berikut a. Tingkat partisipasi siswa dalam kelompok, interaksi antar siswa dalam kelompok, dan kemampuan bertanya siswa sangat baik. b. Kemampuan siswa memberikan argumen tergolong baik. Penutup A. Kesimpulan Berdasarkan deskripsi dan pembahasan hasil penelitian yang dilaksanakan dalam dua siklus, dapat disimpulkan bahwa: a. Aktivitas guru mata pelajaranbahasa Indonesia menerapkan strategi top-down di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Wawotobi mengalami peningkatan. Pada siklus I secara rata-rata keterlaksanaan pembelajaran tergolong cukup baik dengan rata-rata persentase keterlaksanaan sebesar 54% dan pada siklus II secara rata-rata keterlaksanaan pembelajaran tergolong sangat baik dengan rata-rata persentase keterlaksanaan sebesar 81,5%. Ini berarti bahwa guru mampu melaksanakan pembelajaran membaca melalui strategi top-down. b. Akivitas siswa dalam memahami isi bacaan dengan penerapan strategi top-down di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Wawotobi mengalami peningkatan. Pada siklus I secara rata-rata aktivitas siswa tergolong kurang dengan rata-rata persentase aktivitas sebesar 36,5%. Pada siklus II secara rata-rata aktivitas siswa tergolong sangat baik dengan rata-rata persentase aktivitas sebesar 88,5%. Keterampilan kerjasama siswa dalam kegiatan diskusi kelompok yang meliputi tingkat partisipasi, pola interaksi, kemampuan bertanya, dan kemampuan berargumen, juga mengalami peningkatan. Pada siklus I, secara rata-rata keterampilan kerjasama siswa tergolong cukup baik dengan persentase sebesar 43,22% dan pada siklus II, secara rata-rata keterampilan kerjasama siswa tergolong sangat baik dengan persentase sebesar 80,98%. c. Kemampuan siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Wawotobi dalam memahami isi bacaan dapat ditingkatkan dengan menggunakan strategi top-down. Persentase ketuntasan belajar siswa meningkat dari 33,33% pada pembelajaran siklus I menjadi 93,94% pada pembelajaran siklus II. B. Saran

13 Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, maka disarankan adalah sebagai berikut. a. Sebaiknya guru menerapkan strategi top-down dalam pembelajaran keterampilan membaca. Melalui langkah-langkah strategi membaca top-down siswa dapat dilatih untuk menjadi pembaca kreatif. b. Sebaiknya kinerja siswa selama mengikuti pembelajaran diberikan penilaian untuk membangkitkan partisipasi aktif siswa. Daftar Pustaka Anderson, N. J. 2003. Exploring Skills: Reading. In D. Nunan (Ed.), Practical English Language Teaching (pp. 67-86). New York: McGraw-Hill. Barnet, M.A. 1989. More Than Meet the Eye Foreign Language Reading. Theory and Practice. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Burn, Paul C. Betty. D. Roe dan Elinor P Ross. 1984. Teaching Reading in Today s Elementary schools. Boston : Houghton Mifflin Company. Carrell, P. L. 1988. Interactive Text Processing: Implications for ESL/second language reading classrooms. In P. Carrell, J. Devine, & D. Eskey (Eds.) Interactive Approaches to Second Language Reading. (pp. 239-259). NY:Cambridge UP. Rahim, Farida. 2008. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara. Hudson, T. 1982. The Effect of Induced Schemata on the Short-Circuit in L2 Reading: Non-decoding Factors in L2 Reading Performance. Language Learning 32, (pp. 1-31). Oka, I Gusti Ngurah. 1997. Pengantar Teori Membaca dan Pengajarannya. Surabaya: Usaha Nasional. Pearson, A. 2013. The Top-Down Reading Model Theory. Global Post, America s World News Site.