BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pemilihan umum (Pemilu) tanggal 9 Juli 2014 adalah kompetisi pemilihan presiden sehingga media sangat dibutuhkan terutama media televisi yang benar-benar dirasakan keampuhannya. Media televisi boleh dianggap sebagai garda terdepan dalam mendongkrak popularitas seseorang. Selain karena jangkauan yang luas, media televisi juga bisa menggambarkan artikulasi secara visual dari sosok objek pemberitaan, yang kemudian bisa dilihat dan disaksikan bukan hanya kalangan menengah atas, tapi juga masyarakat bawah (grass root). Isu Pemberitaan calon presiden semakin ramai di beritakan oleh banyak media sehingga menjadi kepala berita (headline) di tayangan kabar unggulan di televisi untuk beberapa minggu selama masa kampanye. Media televisi adalah media paling efektif untuk pembentukan citra seseorang menjadi sosok yang dikenal. Oleh karena itu akibat pemberitaan mengenai peristiwa tersebut hampir seluruh masyarakat indonesia mengetahui tentang Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta sesuai apa yang telah mereka dapat dari media yang mereka gunakan. Seperti kita ketahui Aburizal Bakrie sebagai ketua umum partai Golkar yang memiliki salah satu televisi swasta yakni TV One, telah bekerjasma dengan partai Gerindra, Sehingga TV One kecenderungan pemberitaannya kepada Prabowo. Pada pemberitaan TV One setiap kali menyiarkan ulasan tentang capres, cuti atau mundur pada Jokowi yang masih menjabat sebagai gubernur, hal itu dilakukan oleh TV One secara berulang-ulang. TV One juga berkali-kali mempertunjukkan politisasi perkataan Abdurrahman Wahid (Gusdur), menayangkan survei yang unggul pada kubu Prabowo-Hatta, menayangkan Jusuf
Kalla mengkritik Jokowi dan dilakukan secara berulang-ulang. Sedangkan Surya Paloh ketua umum Partai Nasdem CEO salah satu TV swasta yakni Metro TV yang kini telah menjalin kerjasama atau berkoalisi dengan PDI perjuangan yang mengusung Jokowi sebagai calon presiden, sehingga kecenderungan pemberitaan Metro TV mengenai Jokowi porsinya lebih banyak. Metro TV juga berkali-kali mengangkat kasus bencana lumpur LAPINDO, korupsi dana haji, kasus pelanggaran HAM, dan surat pemberhentian Prabowo, ada black campaign dan negative campaign yang digunakan oleh kedua media untuk saling menyerang. Hal ini tentu berbeda pada pemberitaan Metro TV pada Jokowi-JK kecenderungan pemberitaannya adalah positif. sebaliknya TV One dengan pemberitaan yang kecenderungan positif kepada Prabowo-Hatta. Hal ini tentu sangat jauh dari visi-misi kedua media tersebut seperti TV One dengan visi untuk mencerdaskan semua lapisan masyarakat yang pada akhirnya memajukan bangsa dan misinya menjadi stasiun TV Berita & Olahraga nomor satu, menayangkan program News & Sport yang secara progresif mendidik pemirsa untuk berpikiran maju, positif dan cerdas, Memilih program News & Sport yang informatif dan inovatif dalam penyajian dan kemasan. Begitu juga dengan visi Metro TV menjadi stasiun televisi yang berbeda Indonesia dengan nomor satu untuk berita, menawarkan kualitas hiburan dan program lifestyle. Memberikan kesempatan iklan yang unik dan mencapai loyalitas dengan pemirsa dan pengiklan. Misi Metro TV mempromosikan kemajuan bangsa dan negara menuju suasana yang demokratis, agar unggul dalam persaingan global, dengan apresiasi yang tinggi dari moral dan etika, Untuk menambahkan kehadiran berharga bagi industri televisi dengan memberikan perspektif baru, dengan meningkatkan cara informasi disajikan dan dengan menawarkan alternatif hiburan berkualitas dan untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang signifikan dengan mengembangkan dan meningkatkan
aset, untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan karyawan, dan untuk menghasilkan keuntungan yang signifikan bagi pemegang sahamnya. Betapa sentralnya peran media massa dalam kehidupan politik seringkali aktivitas media dalam melaporkan peristiwa-peristiwa politik memberi dampak signifikan bagi perkembangan politik. Konteks ini semakin relevan seiring dengan perubahan sistem poltik di tanan air, sehingga peran media cukup efektif dan menjadi mesin politik dalam mempengaruhi opini dan persepsi publik. Sehingga pada kerangka pembentukan opini dan persepsi publik, media melakukan tiga kegiatan sekaligus, pertama menggunakan simbol-simbol politik (language politic), melaksanakan strategi pegemasan pesan (framing strategies), dan fungsi agenda media (agenda setting function). Ketiganya inilah yang pada akhirnya nanti akan menghasilkan citra bagi partai dan aktor politik. Pemilik modal berpengaruh atau dapat mengintervensi semua proses yang terjadi di media. Anggapan bahwa media dapat independen dipandang mustahil bagi sejumlah ahli media. Beberapa penelitian menunjukkan adanya intervensi pemilik media terhadap wacana atau tema yang di munculkan oleh media tersebut. Apalagi jika pemilik media memiliki kepentingan secara langsung. Mengingat regulasi dalam UUD No.32 tahun 2002 tentang penyiaran, lembaga negara mengawasi pelaksanaan isi siaran pemilu dan kampanye pemilu untuk kepentingan publik. Pada pasal 5 tentang larangan pemanfaatan untuk kepentingan pribadi pemilik lembaga penyiaran bersangkutan dan/atau kelompoknya, kemudian lembaga penyiaran mengawasi netralitas isi siaran tentang prinsip adil, berimbang, dan tidak berpihak. Melalui bantuan media memainkan peranan khusus dalam mempengaruhi suatu budaya tertentu melalui penyebaran informasi. Media dapat menampilkan suatu cara untuk memandang kenyataan, atau menentukan kebenaran dan kesalahan
suatu peristiwa. Media tetap saja dianggap didominasi oleh ideologi kepentingan pihak yang berkuasa yang ada di balik media tersebut. Dalam kesehariannya, berita bukanlah peristiwa yang atau fakta riil. Berita merupakan produk interaksi antara wartawan dengan fakta. Dalam menyiarkan sebuah berita, media massa tentunya akan menyaring berita tersebut terlebih dahulu. Secara selektif, gatekeepers seperti penyunting, redaksi, bahkan wartawan sendiri menentukan mana yang pantas diberitakan dan mana yang harus disembunyikan (Rakhmat, 1985:229). Eriyanto (2002:122) menyebutkan media berperan mendefinisikan bagaimana realitas seharusnya dipahami, bagaimana realitas itu dijelaskan dengan cara tertentu kepada khalayak. Namun banyak fenomena yang sesungguhnya penting dan seharusnya diketahui oleh masyarakat diembargo oleh kekuasaan dan sebaliknya, banyak fakta kecil yang tidak justru di blow up oleh media massa, dan direproduksi secara berlebihan dalam arti melampaui apa yang dibutuhkan khalayak. Maka terjadilah ketimpangan antara realitas yang sebenarnya terjadi dengan pemberitaan di media. Dengan melihat beberapa tnyangan pemberitaan TV One dan Metro TV penulis berasumsi bahwa kedua media ini memaknai pemberitaan sebagai bentuk untuk menjatuhkan citra, mendiskreditkan, dan memojokkan salah satu calon presiden. Oleh karena itu, untuk mengetahui proses konstruksi tersebut maka dilakukan dengan menggunakan analisis framing karena merupakan metode yang paling sesuai dalam perspektif komunikasi dan analisis ini juga dipakai untuk menganalisa atau membedah cara-cara atau ideologi media, khususnya TV One dan Metro TV saat mengkonstruksi fakta. Sehingga peneliti menggunakan model analisis framing yaitu Robert Entman dan sebagai pendukung analisis media TV yaitu salah satu elemen dari model Wiliam A.Gamson yakni visual image. Model analisis Robert N.Entman merupakan model analisis yang mengamati dan mencermati strategi seleksi,
penonjolan, dan pertauatan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti dan lebih diingat serta menghasilkan perspektif khalayak. Sedangkan model Gamson merupakan pelengkap dari model pertama dengan penelitiannya lebih terhadap visual image, yakni gambar, grafik, citra yang mendukung bingkai secara keseluruhan. Melihat aspek-aspek seperti itu dan mengacu pada penjelasan diatas, penulis mencoba untuk melakukan sebuah penilitian dalam bentuk skiripsi yang berjudul : Analisis Framing Pemberitaan Kampanye Presiden 2014 di Metro TV Dan TV One B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana Metro TV dan TV ONE membingkai (frame) pemberitaan kampanye presiden 2014? 2. Bagaimana posisi Metro TV dan TV One dalam pemberitaan kampanye presiden 2014? C. Tujuan Penilitian a. Untuk mengetahui framing pemberitaan kampanye presiden pada Metro TV dan TV One. b. Untuk mengetahui posisi Metro TV dan TV One pada pemberitaan kampanye presiden. D. Kegunaan Penelitian a) Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan sekaligus menambah referensi pengembangan ilmu komunikasi studi analisis media dalam hal ini framing tentang pemberitaan kampanye presiden pada Metro TV dan TV One
b) Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat bagi mahasiswa, juga bagi jurusan ilmu komunikasi, serta dari pihak Metro TV dan TV One itu sendiri. Lebih jelasnya dapat diperinci sebagai berikut : 1. Memberi acuan kepada penulis dan yang ingin mengetahui konstruksi pemberitaan kampanye presiden 2014 di Metro TV dan TV One Untuk pembuatan skripsi guna memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. 2. Menunjukkan framing (bingkai) pemberitaan yang dilakukan oleh Metro TV dan TV One sehingga bisa menjadi masukan bagi pekerja media serta menggiring masyarakat menjadi penonton yang cerdas. E. Kerangka Konseptual Media massa pada dasarnya melakukan konstruksi terahadap realitas yang ada. Upaya media massa ialah melakukan perekayasaan sehingga terbentuk realitas yang baru dari realita yang ada dan nyata. Pada kenyataannya, realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran individu baik dalam maupun luar realitas tersebut. Realitas sosial itu mempunyai makna ketika realitas sosial dikonstruksi dan diberi makna secara subjektif oleh individu. Jadi individu mengonstruksi realitas sosial dan mengkonstruksikannya dalam dunia nyata serta memantapkan realitas itu berdasarkan pandangan subjektif individu. Konstruksi juga sangat erat dengan kepentingan, masyarakat selalu berupaya mengenalkan diri mereka melalui hal-hal yang mereka miliki. Menurut Berger dan Luckmann (dalam bungin, 2010 : 7), realitas sosial adalah pengetahuan yang bersifat keseharian yang hidup
dan berkembang di masyarakat seperti konsep, kesadaran umum, wacana publik, sebagai hasil dari konstruksi sosial. Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media, pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses konstruksi. Dalam hal ini, realitas dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Peristiwa dipahami dalam bentukan tertentu, hasilnya pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara dengan orang-orang tertentu, semua elemen tersebut tidak hanya bagian dari teknis, tetapi menandakan bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilkan. Pada dasarnya framing adalah metode untuk melihat cara bercerita media atas berita. Analisis framing termasuk ke dalam paradigma konstruksionis. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkannya. Konsep mengenai konstruksionisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif, Peter L.Berger, bersama Thomas Luckman (Eriyanto, 2002:13) ia banyak menulis karya dan menghasilkan tesis mengenai konstruksi sosial atas realitas. Tesis utama dari Berger adalah manusia dan masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis, dan plural secara terus-menerus mempunyai aksi kembali terhadap penghasilnya. Sebaliknya, manusia adalah hasil atau produk dari masyarakat. Seseorang baru menjadi seorang pribadi yang beridentitas sejauh ia tetap berada dalam masyarakatnya. Proses dialektis tersebut mempunyai tiga tahapan. Berger dalam Eriyanto (2002:14) menyebutnya sebagai momen. Ada tiga tahapan peristiwa. Pertama eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Ini sudah menjadi sifat dasar dari manusia, ia akan selalu mencurahkan diri ke tempat di mana ia berada.
Kedua, objektifitas, yakni hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu menghasilkan realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang berada di luar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya. Lewat proses objektifitas ini, masyarakat menjadi suatu realitas suigeneris, hasil dari eksternalisasi kebudayaan itu misalnya, manusia menciptakan alat demi kemudahan hidupnya, atau kebudayaan non-materil dalam bentuk bahasa baik alat tadi maupun bahasa adalah kegiatan eksternalisasi manusia ketika berhadapan dengan dunia, ia adalah hasil dari kegiatan manusia. Setelah dihasilkan, baik benda atau bahasa sebagai produk ekternalisasi tersebut menajadi realitas yang obejektif. Bahkan ia dapat menghadapi manusia sebagai penghasil dari produk kebudayaan. Kebudayaan yang telah berstatus sebagai realitas objektif, ada di luar kesadaran manusia, ada disana bagi setiap orang. Realitas objektif itu berada dengan kenyataan empiris yang bisa dialami oleh setiap orang. Ketiga, internalisasi. Proses internalisasi lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia yang telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas di luar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala realitas di luar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat. Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah tetapi di bentuk dan dikonstruksi.setiap orang memupunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing.
Ada dua karakter pendekatan konstruksionis. Pertama, pendekatan konstruksionis menekankan pada politik pemaknaan dan proses bagaimana seseorang membuat gambaran realitas. Makna bukanlah sesuatu yang absolut, kosep statistik yang ditemukan dalam suatu pesan. Makna adalah suatu proses aktif yang ditafsirkan seseorang dalam suatu pesan, kedua pendekatan konstruksionis memandang komunikasi sebagai proses yang dinamis. (Eriyanto, 2002 : 41). Media massa sampai saat ini berpotensi menciptakan hiperrealitas (hiperrealty), yakni suatu upaya media dalam melakukan pereakayasaan terhadap makna sehingga memungkinkan terjadinya realitas semu di balik sejumlah pemberitaan yang ada. Oleh karena itu, persoalan yang terdapaat dalam media tidak dapat bersifat netral. Antonio Gramsci dalam Sobur (2009:30) melihat media sebagai ruang dimana berbagai ruang direpresentasikan. Ini berarti, di sisi lain, media dapat menajadi alat penyebaran ideologi penguasa, alat legitimasi dan kontrol atas isu publik. Namun di sisi lain, media juga bisa menjadi alat perlawanan terhadap kekuasaan, media bisa menjadi alat untuk membangun kultur dan ideologi dominan bagi kepentingan kelas dominan, sekaligus juga bisa menjadi saranan perjuangan bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi tandingan. Wacana media dalam banyak kasus, terutama pemberitaan media yang berhubungan dengan pristiwa yang melibatkan pihak dominan akan selalu disertai dengan penggambaran buruk bagi yang kurang dominan.(sobur, 2009:36). John Hartley dalam Eriyanto (2002:131) Menjelaskan bahwa narasi berita hampir mirip dengan sebuah novel atau fiksi, dimana di dalamnya ada pahlawan dan ada pula penjahat. Untuk melihat bagaimana pemberitaan kampanye calon presiden Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK di TV One dan Metro TV, salah satu cara yang bisa digunakan untuk menangkap cara media membangun realitas beritanya ialah dengan menggunakan analisis framing. Analisis
framing adalah sebuah alat atau metode yang dapat digunakan untuk melihat cara media dalam menampilkan sebuah berita untuk melihat cara media dalam menampilkan sebuah berita untuk khalayak dan sangat tepat untuk melihat keberpihakan, atau kecenderungan sikap politik sebuah media dalam pemberitaanya. Pada dasarnya analisis framing dipahami dan banyak digunakan dalam penelitian sebagai salah satu teknik analisis isi. Tetapi dalam perkembangannya, analisis framing telah berubah menjadi seperangkat teori yang mana sejumlah pakar komunikasi memahaminya sebagai salah satu pendekatan untuk bagaimana penguasa dibalik teks media membentuk pesan. Secara metodologi, analisis framing perbedaan yang sangat mencolok dengan analisis isi (content analysis). Analisis isi dalam studi komunikasi lebih menitikberatkan pada metode penguraian fakta secara kuantitatif dengan mengkategorikan isi pesan teks media. Pada analisis isi, pertanyaan yang selalu muncul ; seperti, apa saja yang diberitakan oleh media dalam sebuah peristiwa? tetapi, dalam analisis framing yang ditekankan adalah bagaimana peristiwa itu dibingkai (Eriyanto 2009 : 3). Dalam menganalisa pemberitaan kampanye calon presiden Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK di TV One dan Metro TV penulis melihat analisis framing adalah metode yang tepat dalam melakukan penelitian. Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna. Selain itu metode ini juga dipakai untuk menganalisis isi media agar lebih menarik, lebih berarti, atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya.
(Eriyanto 2009:163) melihat framing dalam dua dimensi besar yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek realitas. Kedua faktor ini dapat mempertajam framing berita melalui proses seleksi isu yang layak ditampilkan dan penekanan isi beritanya perspektif wartawanlah yang akan menentukan fakta yang dipilihnya, ditonjolkannya dan dibuangnya. (Eriyanto 2002:217), dalam pandangannya wacana media adalah elemen yang penting untuk memahami dan mengerti pendapat umum yang berkembang atas suatu isu dan peristiwa. Pendapat umum tidak cukup kalau hanya didasarkan pada data survei khalayak. Data-data itu perlu dihubungkan dan diperbandingkan dengan bagaimana media mengemas dan menyajikan suatu isu. Sebab, bagaimana media meyajikan suatu isu menentukan bagaimana khalayak memahami dan mengerti suatu isu. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika memilah isu dan menyajikannya. Cara pandang itulah pada akhirnya menentukan fakta yang akan diambil, bagian mana yang ditayangkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa ke mana berita tersebut. Gamson dan Mondigliani menyebut cara pandang tersebut sebagai kemasan (package).
Gambar 1. Berikut kerangka Konseptual dalam penelitian ini Pemberitaan kampanye calon presiden Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK pada Metro TV dan TV One Analisis framing Model Robert N.Entman : - Define problems - Diagnose cause - Make moral judgement Wiliam A.Gamson Visual Image - Treatment recomendation Hasil frame pemberitaan kampanye calon presiden Prabowo- Hatta dan Jokowi-JK pada Metro TV dan TV One
F. Definisi Operasional 1. Konstruksi adalah cara sebuah media mengemas atau memberitakan suatu realitas, dalam hal ini konstruksi TV One dan Metro Tv terhadap pemberitaan kampanye presiden 2. Analisis framing ialah salah satu cara menganalisis teks media untuk atau mengetahui cara TV one dan Metro TV dalam mengangkat pemberitaan kampanye calon presiden Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK dan aspek apa yang ingin ditonjolkan dari kampanye tersebut. 3. Pemberitaan kampanye adalah merupakan laporan tentang sebuah upaya yang terorganisir yang bertujuan untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan para pemilih dan kampanye politik selalu merujuk pada kampanye pada pemilihan umum 4. Framing pada berita menurut Entman mencakup seleksi isu dan penonjolan pada aspek tertentu pada isu berita yang ada. 5. Siaran pemilu adalah program siaran maupun siaran iklan yang mengandung pemberitaan kampanye, penyiaran kampanye, dan iklan kampanye, tentang pemilu presiden dan wakil presiden. 6. Problem identification atau identifikasi masalah adalah elemen pertama yang ditemukan dalam analisis framing. Ditahap ini awal sebuah berita dikonstruksi sehingga dapat diteliti apa yang menjadi pokok masalah terhadap sebuah isu, wacana, peristiwa yang dapat diliput dapat diberitakan dan dipahami oleh wartawan.
7. Diagnose causes atau memperkirakan sumber permasalahan yaitu bagaimana media cetak membingkai siapakah pelaku/aktor yang menyebabkan sebuah masalah timbul. Disini penyebab bisa berarti apa (what) tetapi juga bisa menjadi aspek siapa (who). 8. Make moral judgment/evaluation atau keputusan moral elemen framing yang digunakan untuk memberikan argumen atas pendefinisian yang telah dibuat, ketika ditemukan masalah dan penyebab masalah telah ditentukan maka dibutuhkan argumen yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut. 9. Treatment recommendation atau menekankan penyelesaian yaitu bagaimana seharusnya sebuah pesan moral bisa ditawarkan untuk mengatasi masalah. 10. visual image yakni gambar, grafik, citra yang mendukung bingkai secara keseluruhan G. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Secara metodologi dalam penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan menggambarkan masalah yang sedang dihadapi dan selanjutnya dijawab tersebut yang diikuti dengan penyajian data. Cara menjelaskan sifat dari TV One dan Metro TV dalam mengkonstruksi kembali sebuah realitas dalam penelitian ini digunakan metode analisis framing Analisis framing dapat menjelaskan masalah pemberitaan kampanye presiden ini menjadi sebuah realitas media dalam usaha mengkonstruksi peristiwa tersebut. Analisis framing cocok digunakan untuk melihat konteks sosial budaya, khususnya hubungan antara berita dengan ideologi yakni proses atau mekanisme mengenai bagaimana berita membangun, mempertahankan, memproduksi, mengubah, dan meruntuhkan ideologi. Adapun ide penelitian terhadap pemberitaan kampanye presiden ini merupakan tipe penelitian kualitatif. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada pemberitaan TV pada Metro TV dan TV One. Waktu penelitian berlangsung sejak pendaftaran capres dan cawapres di KPU Pusat hingga penutupan masa kampanye pilpres yang tercatat pada bulan Mei 2014 hingga Juli 2014. Dengan memilih semua data pemberitaan tentang kampanye presiden pada bulan Mei hingga Juli 2014. 3. Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui merekam dan mengamati terhadap tayangan pemberitaan kampanye Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK yakni data audio visual (video) dari pemberitaan TV One dan Metro TV. Untuk melengkapi data primer penelitian, maka ditunjang dengan referensi atau sumber dokumentasi seperti buku-buku jurnal, laporan penelitian dokumen-dokumen, makalah dan surat kabar serta berbagai informasi dari media online/informasi. 4. Analisis Data Analisis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah analisis framing berdasarkan model Robert Entman dengan keempat elemen analisisnya dan sebagai pendukung analisis media TV yaitu salah satu elemen dari model Wiliam A.Gamson yakni visual image. Analisis framing merupakan salah satu cara menganalisis media untuk mengetahui realitas yang dikonstruksi atau dibingkai oleh media. Dalam kaitan dengan permasalahan penelitian ini, analisis framing digunakan untuk mengetahui bagaimana TV One dan Metro TV membingkai pemberitaan kampanye Presiden. Melalui analisis ini ingin diketahui seperti apa realitas yang dikonstruksi oleh TV One dan Metro TV dalam menyajikan pemberitaan kampanye Presiden 2014.
Entman melihat framing dalam dua dimensi besar : seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas/isu penonjolan adalah proses membuat informasi menjadi lebih bermakna, lebih menarik, atau lebih diingat oleh khalayak. Seleksi isu Aspek ini berhubungan dengan pemilihan fakta.dari realitas yang kompleks dan beragam itu, aspek mana yang diseleksi untuk ditampilkan? dari proses ini selalu terkandung di dalamnya ada bagian berita yang dimasukkan (included), tetapi ada juga berita yang dikeluar (excluded). Tidak semua aspek atau bagian dari isu ditampilkan, wartawan memilih aspek tertentu dari suatu isu. Sumber : Eriyanto, 2002 : 187 Penonjolan aspek tertentu dari isu Aspek ini berhubungan dengan penulisan fakta. ketika aspek tertentu dari suatu peristiwa/isu
tersebut dipilih, bagaimana aspek tersebut ditulis? hal ini sangat berkaitan dengan pemakaian kata, kalimat, gambar, dan citra tertentu untuk ditampilkan kepada khalayak. Dalam konsepsi Entman, framing pada dasarnya merujuk pada pemberitaan definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir tertentu tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan. Define problems (pendefinisian masalah) Bagaimana suatu peristiwa/ isu dilihat? sebagai apa? atau sebagai masalah apa? Diagnose causes (memperkirakan masalah atau sumber masalah) Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa? apa yang dianggap sebagai penyebab dari suatu masalah? siapa (aktor) yang dianggap sebagai penyebab masalah? Make moral judgement (membuat keputusan moral) Nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan masalah? nilai moral apa yang diapakai untuk
melegitimasi atau mendelegitisimasi suatu tindakan? Treatment Recommendation (menekankan masalah) Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah/isu? jalan apa yang ditawarkan dan harus ditempuh untuk mengatasi masalah? Sumber : Eriyanto, 2002 : 188 Konsepsi mengenai framing dari Entman tersebut menggambarkan secara luas bagaimana peristiwa dimaknai dan ditandakan oleh wartawan. Define problems ( pendefinisian masalah) adalah elemen yang pertama kali dapat kita lihat mengenai framing. Elemen ini merupakan master frame / binkai yang paling utama. Ia menekankan bagaimana peristiwa dipahami oleh wartawan. Diagnose cause (memperkirakan penyebab masalah), merupakan elemen framing untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari suatu peristiwa. Make moral judgement (membuat pilihan moral) adalah elemen framing yang dipakai untuk membenarkan/ memberi argumentasi pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Ketika masalah sudah didefinisikan, penyebab masalah yang sudah dibuat. Ketika masalah sudah didefinisikan, penyebab masalah sudah ditentukan, dibutuhkan sebuah argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut. Contoh gerakan mahasiswa, kalau wartawan memaknai demonstrasi mahasiswa sebagai upaya pertahanan diri, dalam teks berita dijumpai serangkaian moral yang diajukan. Misalnya disebut dalam teks mahasiswa adalah kelompok yang tidak mempunyai kepentingan, dan berjuang di garis moral.
Elemen framing lain adalah treatment recommendation (menekankan penyelesaian). Elemen ini dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan.jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian itu tentu saja sangat tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang dipandang sebagai penyebab masalah. Analisis framing dari Entman didukung atau diperkuat dengan menggunakan salah satu perangkat analisis framing dari Gamson yakni visual image. karena membahas bentuk gambar, grafik, citra yang mendukung bingkai secara keseluruhan bahkan bisa berupa foto, kartun, ataupun grafik untuk menekankan dan mendukung pesan yang ingin disampaikan, sehingga lebih mendekati terhadap objek penelitian.