III. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
METODOLOGI PENELITIAN

V. PENERAPAN SISTEM ERGONOMI DALAM PROSES PRODUKSI

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 270 juta kasus kecelakaan kerja pertahun di seluruh dunia (Ferusgel,

ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS

BAB I PENDAHULUAN. terutama kegiatan penanganan material secara manual (Manual Material

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pekerja yang melakukan kegiatan berulang-ulang dalam satu siklus sangat

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: DESAIN ALAT BANTU PADA AKTIVITAS PENUANGAN MATERIAL KEDALAM MESIN PENCAMPUR DI PT ABC DENGAN METODE REBA

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Ergonomi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS RISIKO POSTUR KERJA DI CV. A CLASS SURAKARTA

Analisis Postur Kerja dengan Metode REBA untuk Mengurangi Resiko Cedera pada Operator Mesin Binding di PT. Solo Murni Boyolali

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan manual material handling. Manual material handling didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. PT. Sinar Sosro merupakan salah satu perusahaan industri yang

Metode dan Pengukuran Kerja

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional di Indonesia selama ini telah dapat

BAB III METODE PENELITIAN

TUGAS AKHIR ANALISA AKTIVITAS KERJA FISIK DENGAN METODE STRAIN INDEX (SI)

Analisis Postur Kerja Terkait Musculoskeletal Disorders (MSDS) pada Pengasuh Anak

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih dominan dialami oleh para pekerja. secara fisik yang berat. Salah satu akibat dari kerja secara manual, seperti

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja pada industri

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pekerja merupakan salah satu komponen yang perlu mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1 UU Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja) (Kuswana,W.S, 2014).

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. atau man made disease. Penyakit Akibat Kerja menurut OSHA. tahun 1992, dimana sekitar 62% pekerja menderita Musculoskeletal

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tipe masalah ergonomi yang sering dijumpai ditempat kerja

BAB I PENDAHULUAN. dengan program pengembangan dan pendayagunaan SDM tersebut, pemerintah juga memberikan jaminan kesejahteraan, kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

ANALISIS POSTUR KERJA MANUAL MATERIAL HANDLING DENGAN METODE OVAKO WORKING ANALISIS SYSTEM (OWAS) PADA HOME INDUSTRI MAWAR

BAB I PENDAHULUAN. Pekerjaan konstruksi merupakan pekerjaan yang banyak menggunakan tenaga kerja. Kontribusi pekerja dalam merealisasikan

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe

BAB I PENDAHULUAN. PT. Indofood Sukses Makmur. Tbk Bogasari Flour Mills adalah produsen

ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN I-1

Tabel 4.1 Hasil Skor RPN. No. Moda Kegagalan (Failure Mode) Skor RPN

BAB I PENDAHULUAN. Unit kerja menengah CV. Raya Sport merupakan usaha yang. memproduksi pakaian (konveksi). Pada kegiatan proses produksi ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang memberikan sumbangan terbesar dalam industri tekstil pada

TUGAS AKHIR ANALISIS POSTUR KERJA PENYEBAB CUMULATIVE TRAUMA DISORDERS

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Hasil Pengolahan Data Analisa Histogram. Apabila dilihat dari hasil pengolahan data, berdasarkan histogram

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan survai ergonomi yang dilakukan pada 3 grup pekerjaan yaitu.

BAB I PENDAHULUAN. produksi, terutama perusahaan yang bersifat padat karya. Produktivitas tenaga kerja

PERBAIKAN POSTUR KERJA PADA PROSES PENGIKIRAN WAJAN DI SP ALUMINIUM YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kesepuluh penyebab terjadinya kesakitan dan kematian. Faktor pekerjaan

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. X merupakan gabungan antara perusahaan swasta nasional dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berdiri yang di lakukan secara terus menerus atau dalam jangka waktu yang lama

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran risiko..., Tati Ariani, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. kerja, modal, mesin dan peralatan dalam suatu lingkungan untuk menghasilkan

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

PENGEMBANGAN PRODUK BERBASIS ANTHROPOMETRI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. jasa produksi (Eko Nurmianto, 2008). Fasilitas kerja yang dirancang tidak

ANALISA RESIKO MANUAL MATERIAL HANDLING PADA PEKERJA PENGGILINGAN PADI DI UD. CITRA TANI

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya Abstrak

LAMPIRAN 1. MODUL VI KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA (K3) (Sekarang)

BAB I PENDAHULUAN. manual (Manual Material Handling/MMH). Kelebihan MMH bila

BAB I PENDAHULUAN. proses produksi. Jika manusia bekerja dalam kondisi yang nyaman baik

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Khususnya bagi industri pembuatan canopy, tralis, pintu besi lipat,

BAB 1 PENDAHULUAN. mendukung satu sama lain dari tiap-tiap bagian yang ada di dalamnya. Sistem

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V PEMBAHASAN. A. Analisis Postur Kerja Berdasarkan Metode REBA. area Die Casting dapat dijelaskan sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Cut Ita Erliana dan Ruchmana Romauli Rajagukguk. Lhokseumawe Aceh Abstrak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dari jenis produksi, teknologi yang dipakai, bahan yang digunakan,

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

IMPLEMENTASI CATIA V5R20 UNTUK PERBAIKAN POSTUR PEKERJA WAREHOUSE LOGISTIC DI PERUSAHAAN X

BAB I PENDAHULUAN. Dunia industri di Indonesia masih didominan dengan penggunaan tenaga

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

Penilaian Postur Kerja di Area Konstruksi CV. Valasindo dengan Metode Quick Exposure Check

ANALISIS POSTUR KERJA PADA PROSES MAINTENANCE EXCAVATOR PC200-7 DENGAN MENGGUNAKAN METODE OWAS DI PT. UNITED TRACTORS, Tbk PEKANBARU

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai salah satu bagian dari elemen sistem kerja yang dominan

Bab I Pendahuluan. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Low Back Pain (LBP) adalah suatu sindroma nyeri yang terjadi pada daerah

Transkripsi:

III. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan di PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia diawali dengan mengetahui semua pekerjaan yang dilakukan di pabrik. Setelan itu, dilakukan pengenalan istilah-istilah yang ada di pabrik serta peraturan yang ada dipabrik. Kegiatan perkenalan ini dilakukan agar mahasiswa mengetahui semua aktivitas, istilah-istilah serta peraturan yang ada di pabrik agar mahasiswa mengetahui dan memahami aktivitas yang ada di pabrik. Setelah mengetahui semua aktivitas yang dilakukan di pabrik, mahasiswa melakukan diskusi pemahaman untuk menyamakan presepsi antara mahasiswa dan staf ahli dari PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia. Setelah diskusi dilakukan, maka mahasiswa melakukan identifikasi masalah serta pengamatan. Identifikasi masalah serta pengamatan dilakukan pada subdivisi machining assembly. Dari pengamatan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa pada subdivisi machining assembly terdapat 18 pos yang dipakai untuk merakit mesin. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan pada Pos 1 sampai dengan Pos 10. Pos 1 sampai dengan Pos 5, pekerjaan yang dilakukan adalah mengambil part. Pekerjaan yang dilakukan pada Pos 6 sampai dengan Pos 10 adalah merakit part yang telah disusun pada Pos 1 sampai dengan Pos 5 sehingga menjadi mesin. Pekerjaan pada Pos 1 sampai dengan Pos 5 banyak pekerjaan manual material handling seperti mengambil part yang dilakukan oleh pekerja. Maka daripada itu, penelitian difokuskan pada subdivisi machining assembly pada Pos 1 sampai dengan Pos 5. Pengamatan yang telah dilakukan pada Pos 1 sampai dengan Pos 5 dilakukan dengan menggunakan kamera handycam. Dari hasil perekaman tersebut dapat terlihat posisi pekerja yang tidak akurat. Posisi kerja ini berupa membungkuk ke depan, Alat yang bergetar, alat untuk menarik dll. Contoh hasil perekaman kamera handycam dapat dilihat pada Gambar 6.

(a) Membungkuk ke depan (c) Mengangkat tangan ke atas (b) Membungkuk ke depan (d) Alat yang bergetar Gambar 6. Hasil perekaman kamera handycam. Kegiatan yang berada di divisi machining assembly pada dasarnya sudah memenuhi aspek ergonomika manual material handling, hal ini ditunjukan dengan banyaknya standar kerja yang dibuat pada subdivisi machining assembly. Meskipun sudah banyak standar kerja yang ada pada subdivisi machining assembly, kriteria kerja yang berpotensi menyebabkan terjadinya cedera otot dan kecelakaan kerja pada pekerja masih ada. Untuk mengatasi cedera otot dan keselamatan kerja yang ada, maka perusahaan harus melakukan improvement untuk mengatasinya. Pada subdivisi machining assembly diamati 5 pos dalam perakitan mesin. Pada 5 pos ini terdapat 2 pos yang banyak ditemukan elemen kerja yang memiliki potensi bahaya yang cukup besar pada cedera otot. Pos tersebut adalah pos 2 dan pos

3 yaitu pada saat operator mengambil part untuk dimasukkan kedalam case. Kegiatan mengambil part pada Pos 2 lebih banyak mengambil part yang menggantung pada rak. Sedangkan kegiatan mengambil part pada Pos 3 adalah mengambil part yang berada pada rak dan part yang diambil berukuran kecil. Kegiatan mengambil part pada pos 2 dan 3 dapat dilihat pada Gambar 7. Denah pos 1 sampai dengan pos 5 dapat dilihat pada Gambar 8. Sedangkan denah lengkap subdivisi machining assembly dapat dilihat pada Lampiran 3. Pada Pos 2 dan Pos 3 yang diberi warna merah, banyak ditemukan postur kerja yang dapat menyebabkan penyakit cedera otot. Gambar 7(a). Kegiatan mengambil Gambar 7(b). Kegiatan mengambil part pada Pos 2 part pada Pos 3 Gambar 8. Denah Pos 1 sampai dengan Pos 5 Untuk menganalisis dan memecahkan suatu permasalahan dalam kerja, dapat digunakan analisis 4 M + E, yaitu Machine, Method, Man, Material, dan Environment. Sehingga ditemukan akar permasalahannya dan dapat dilakukan perbaikan dengan secepat-cepatnya. Adapun hasil analisis fish bone diagram dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil analisis fish bone diagram No Faktor Masalah 1 Man Operator tidak mengetahui masalah tentang ergonomic sehingga pada nantinya operator akan mengalami cedera otot seperti Musculoskeletal Disorders (MSD) dan low back pain 2 Material Part yang Beratnya lebih dari 2kg ditaruh di bawah sehingga operator harus membungkuk dalam membawanya 3 Methode - Pekerjaan selalu membungkuk ketika operator mengambil part - Operator tidak diberitahu tentang mengambil part yang benar - Tidak ada SOP yang jelas tentang bagaimana cara mengambil part. 4 Mesin Ukuran rak tidak sesuai dengan operator sehingga menyebabkan operator harus membungkuk dalam pengambilan part Dari Tabel 5. dapat diketahui bahwa masalah dari man adalah operator tidak mengetahui secara detail tentang aspek ergonomika sehingga nantinya operator akan mengalami cedera otot seperti Musculoskeletal Disorders (MSD) dan low back pain. Permasalahan dari method adalah operator selalu membungkuk ketika mengambil part, operator tidak diberitahu tentang cara mengambil part yang benar, dan tidak adanya SOP yang menjelaskan tentang bagaimana cara mengambil part yang benar. Masalah yang ditemukan pada material adalah part yang beratnya lebih dari 2 kg ditaruh di bawah sehingga operator harus membungkuk untuk membawanya. Gambar 9. menunjukkan operator harus membungkuk 90 0 untuk mengambil part yang beratnya 2 kg yang ditaruh dibawah. Gambar 9. Sketsa pada saat operator mengambil part

Sedangkan masalah yang ditemukan pada machine adalah ukuran rak tidak sesuai dengan operator sehingga menyebabkan operator harus membungkuk dalam pengambilan part. Namun dalam kegiatan mengambil part, improvement yang dilakukan dapat difokuskan dari aspek machine, method, dan man. Improvement dalam aspek material tidak dilakukan karena di PT.TMMIN, part yang beratnya kurang dari 10 kg tidak harus menggunakan alat bantu untuk mengangkatnya. A. Machine Improvement Perhitungan ergonomic risk point dilakukan dengan menjumlahkan angka dari level kecelakaan, frekwensi kerja, dan level countermeasure yang ada dari setiap elemen kerja. Level kecelakaan kerja memiliki tiga kategori yaitu kecelakaan fatal yang dapat menyebabkan kematian atau cacat, kecelakaan yang memerlukan cuti/lwd (Lost working day), dan kecelakaan yang tidak memerlukan cuti/ non-lwd. Frekwensi kerja memiliki tiga kriteria yaitu frekwensi tinggi, frekwensi sedang, dan frekwensi rendah. Level Countermeasure adalah tingkat pencegahan kecelakaan atau cidera seperti tidak adanya alat bantu dalam pekerjaan tersebut termasuk tingkat kehati-hatian operator. Kriteria tersebut dilihat pada setiap element dan poin yang ada dijumlahkan sehingga diperoleh kategori resiko dari setiap element yang ada. Hasil penjumlahan ergonomic risk point dari setiap pengamatan ini menunjukan seberapa besar tingkat/kategori bahaya dari pekerjaan tersebut. Bardasarkan perhitungan ergonomic risk point, potensi yang dapat diamati dari aspek ergonomika manual material handling dan aspek K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) adalah sebanyak 2063 poin. Hasil perhitungan ergonomic risk point dapat dilihat pada Lampiran 4. Untuk menurunkan potensi bahaya, maka dilakukan improvement pada machine. Pihak manajemen dalam hal ini divisi SHE tidak menargetkan nilai penurunan yang harus dicapai, namun pihak manajemen berusaha menurunkan nilai Evaluasi Resiko Kerja OSHMS yang berkaitan dengan ergonomika manual material handling dan K3 seminim mungkin, agar

pekerja dapat terhindar dari penyakit yang disebabkan karena pekerjaan yang tidak ergonomis serta pekerjaan yang berpotensi berbahaya. Penurunan resiko bahaya ergonomika manual material handling dan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) dapat dilakukan salah satunya dengan perbaikan (improvement). Salah satu Improvement yang dilakukan adalah pada mesin/peralatan untuk menyimpan part. Improvement ini dilakukan karena sebagian besar posisi tidak ergonomis dalam proses pengambilan part yang berada di rak tersebut sehingga operator harus membungkuk. Gambar 10. menunjukan rak tempat penyimpanan part. Gambar 10. Rak yang berada di pos 2 Part yang letaknya berada di bawah membuat operator harus membungkuk untuk mengambilnya. Improvement pada rak yang diusulkan adalah dengan menambahan base stacking. Base stacking ini digunakan untuk meninggikan posisi part yang asalnya ada di bawah menjadi sedikit ke atas. Gambar 11. menunjukan pekerjaan pada saat pekerja mengambil part.

Gambar 11(a). Gambar 11(b). Pekerja mengambil part di Pos 2 Pekerja mengambil part di Pos 3 Ukuran dari base stacking yang terdapat di pos 2 yang sebelumnya 131 cm menjadi 139 cm dan 84 cm menjadi 94 cm. Peninggian ini dilakukan berdasarkan pada pengukuran antropometri para pekerja, hal ini dilakukan agar setiap pekerja tidak membungkuk ketika melakukan pekerjaan pengambilan part. Adapun tinggi badan rata rata dari setiap operator dalam pengambilan part ini adalah sebesar 168,3 cm. Penambahan tinggi 8 cm untuk base stacking atas didasarkan kepada tinggi rata-rata operator dalam mengambil part yang harus membungkuk membentuk sudut 45 0, sehingga dengan peninggian tersebut dapat merubah sudut dari 45 0 menjadi 30 0. Sedangkan Penambahan tinggi 10 cm untuk base stacking bawah didasarkan kepada tinggi rata-rata operator dalam mengambil part yang harus membungkuk membentuk sudut hamper 90 0, sehingga dengan peninggian tersebut dapat merubah sudut dari 90 0 menjadi 45 0 Gambar perbaikan rak pada Pos 2 dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar detail rak di Pos 2 dapat dilihat pada Lampiran 8.

Gambar 12(a). Gambar rak pada Pos 2 Gambar 12(b). Gambar rak tampak Gambar 12(c). Gambar rak tampak samping pada pos 2 samping pada pos 2 sebelum perbaikan sesudah perbaikan (Keterangan: a= tinggi base stacking 131cm (Keterangan: a = tinggi base stacking 139cm b= tinggi base stacking 84 cm) b = tinggi base stacking 94 cm) Perbaikan di pos 2 menurunkan potensi bahaya yang dapat mengakibatkan cedera otot. Perbaikan pada pos 2 ini telah dilakukan dan mendapatkan penurunan ergonomic risk point yang cukup baik. Perbaikan ini menurunkan potensi bahaya yang dapat menyebabkan oleh cedera otot yang sebelumnya 2063 poin menjadi 1718 poin atau sebesar 16.72%. Penurunan potensi bahaya di pos 2 dapat dilihat pada Lampiran 5. Gambar 13. menunjukan operator membawa part yang telah dilakukan perbaikan pada machine.

Gambar 13. Kegiatan operator mengambil part setelah perbaikan Usulan perbaikan yang dilakukan di Pos 3 sama dengan Pos 2 yaitu dengan penambahan base stacking, namun perbaikan ini tidak dilakukan karena biaya yang dibutuhkan cukup besar serta waktu yang diperlukan terlalu lama dilakukan untuk perbaikan. Meskipun perbaikan ini tidak dilakukan, akan tetapi perhitungan nilai dari penurunan potensi bahaya di pos 3 dapat dihitung dengan hasil menurunnya ergonomic risk point dari yang sebelumnya 2063 poin menjadi 1472 poin atau sebesar 28.64%. Penurunan potensi bahaya di pos 3 dapat dilihat pada Lampiran 6. Apabila dilakukan perbaikan antara Pos 2 dan Pos 3, maka penurunan nilai potensi kerja yang paling besar adalah pada pos 3. Hal ini terjadi karena pada pos 3, part yang dibawa cukup banyak dan ukurannya kecil sehingga menimbulkan pekerja membungkuk lebih lama untuk memilih part dan menghitung jumlah part yang dibawanya. Jadi apabila pada pos 3 dilakukan improvement, operator tidak harus membungkuk terlalu lama untuk mengambil part B. Method Improvement Mengambil benda dengan bertumpu pada tulang punggung jika dilihat dari sisi ergonomika manual material handling adalah prosedur yang salah. Perbaikan peralatan maupun tempat kerja dapat memakan waktu yang lama karena proses

pengerjaannya dapat berakibat pada terhentinya proses produksi dan kerugian perusahaan serta terkendala oleh dana perbaikan untuk tempat kerja tersebut. Maka prioritas improvement yang selanjutnya harus dilaksanakan adalah dari segi metode kerja. Metode kerja yang terdapat di PT. TMMIN sudah banyak yang menerapkan aspek ergonomika manual material handling, akan tetapi khususnya pada divisi machining assy terdapat kegiatan pengambilan part yang mengharuskan operator membungkuk lebih dari 45 0 yaitu pada Pos 2 dan Pos 3. Gerakan mengambil part pada pos 2 dilakukan secara terus menerus setiap 4 menit 32 detik selama 8 jam kerja dengan selang waktu 1 kali. Sedangkan pada pos 3 gerakan mengambil part dilakukan secara terus menerus setiap 7 menit 9 detik selama 8 jam kerja dengan selang waktu 1 kali. Adapun hasil penurunan perbaikan yang telah dilakukan pada machine adalah dengan menambah base stacking dengan hasil beban kerja lebih ringan dan waktu yang lebih singkat. Adapun hasil penurunan perbaikan yang telah dilakukan pada machine dengan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 7. Tabel Penurunan Poin dan Waktu Hasil Perbaikan ergonomika risk point Durasi Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Pos 2 2063 poin 1718 poin 4 menit 32 detik 4 menit 10 detik Pos 3 2063 poin 1472 poin 7 menit 9 detik - Posisi membungkuk yang dilakukan terus menerus akan menyebabkan masalah kesehatan yang tidak nampak pada pekerja jika dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan frekwensi yang cukup tinggi. Masalah yang dapat ditimbulkan adalah cedera otot atau musculoskeletal disorder (MSD) pada pinggang, bahu, dan lengan. Cedera seperti ini dapat mengganggu produktivitas pekerja sehingga berpotensi merugikan pekerja dan perusahaan.

Jika dilihat dari posisi tubuh pekerja pada pos 2 dalam melakukan kerja pengambilan part adalah membungkuk dengan membentuk sudut 90 0. Berdasarkan standar yang dibuat oleh PT. TMMIN, posisi tubuh seperti ini memiliki nilai kecelakaan ergonomika sebasar 6 poin. Posisi membungkuk ini dilakukan setiap 4 menit 32 detik sekali dengan lama membungkuk sebesar 17 detik secara terus menerus. Sedangkan pada pos 3, posisi pekerja juga membungkuk dengan membentuk sudut 90 0. Akan tetapi pada pos 3 posisi membungkuk dilakukan setiap 7 menit 9 detik sekali dengan lama membungkuk 34 menit secara terus menerus. Poin posisi tubuh berdasarkan standar yang dibuat PT.TMMIN dapat dilihat pada Lampiran 7. Posisi membungkuk yang dilakukan di pos 3 lebih lama dibandingkan dengan dengan pos 2 karena di pos 3 pengambilan part kecil dan harus menghitung berapa jumlah yang harus dibawanya. Pekerjaan seperti ini dikatakan tidak ergonomis karena membungkuk secara terus menerus dapat menyebabkan penyakit yang disebabkan oleh cedera otot yang berakibat pekerja mengalami sakit low back pain, Musculoskelatal disorder dll. Oleh karena itu sebaiknya pekerjaan membungkuk harus dihindari. Perbaikan yang dilakukan pada divisi machining assy adalah penerapan aspek ergonomika dalam manual material handling. Sosialisasi penerapan metodologi ergonomika tersebut dilakukan melalui pelatihan kepada operator mengenai ergonomika dan manual material handling. Gambar 14. menunjukan bahwa pekerja sedang melakukan pelatihan teoritis tentang aspek ergonomika sehingga nantinya pekerja mengetahui bahaya dari pekerjaan yang salah dan dan bahaya dari cedera otot. Pelatihan ini dilakukan oleh sebagian pekerja secara bergantian agar proses produksi tetap bekerja secara lancar.

Gambar 14. Pelatihan teoritis Dengan adanya pelatihan tersebut maka operator akan mengetahui bagaimana posisi tubuh yang baik untuk bekerja dan cara membawa beban yang berada di bagian bawah dengan benar. Gambar 15. menunjukan bahwa operator telah menerapkan aspek ergonomika pada saat mengambil part. Prinsip dari metode yang diberikan adalah mengusahakan agar operator menjaga posisi tulang belakang tetap lurus. Perbaikan metode kerja ini menitik beratkan pada objek yang menjadi tumpuan bekerja. Sebelum pekerja melakukan pekerjaan dengan bertumpu pada tulang belakang, namun setelah perbaikan pekerja menggunakan kaki sebagai tumpuan. Perubahan posisi kerja ini mengurangi poin bahaya ergonomika, sebelumnya 4 poin menjadi 2 poin. Perbaikan metode kerja ini dapat mengurangi potensi bahaya kerja ergonomika dari 2063 poin menjadi 1718 poin, atau sebanyak 16,72%.

Gambar 15. Operator setelah melakukan pelatihan aspek ergonomi C. Man Improvement Selain perbaikan dari mesin dan metode kerja, pengetahuan tentang ergonomika diberikan kepada pekerja dalam bentuk pelatihan pelatihan. Menurut Silalahi (1995) perilaku pekerja yang aman disebabkan oleh 2 hal yaitu: pekerja yang tidak tahu cara kerja yang aman atau tidak tahu perilaku yang berbahaya dan pekerja mampu memenuhi persyaratan kerja yang menyebabkan terjadinya seluruh peraturan dan persyaratan kerja, namun tidak memenuhi atau mematuhinya. Pelatihan tersebut bertujuan agar pekerja tahu tentang ilmu ergonomika dan akibat buruk yang disebabkan oleh pekerjaan yang tidak ergonomis serta nantinya pekerja dapat menerapkan ilmu ergonomika dalam pekerjaannya. Dalam pelatihan tersebut, operator diberikan ujian untuk mengetahui pemahaman dan posisi biasa operator dalam membawa beban yang berada di bawah. Setelah itu pelaksanaan pelatihan, operator diuji kembali untuk mengetahui perubahan pemahaman yang diperoleh dari pelatihan tersebut. Hasil dari pelatihan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 8. Hasil Pengujian operator bulan Maret dan April NO REG Nama Score materi Status Target Safety Quality SW HRD 1020091 F M 80 92 97 100 92 Lulus 1020092 S A 80 93 95 97 95 Lulus 1020093 N W 80 93 95 93 90 Lulus 1020094 E S 80 97 100 97 95 Lulus 1020095 J T S 80 93 97 97 100 Lulus 1020096 A R 80 97 97 95 100 Lulus 1020097 R B A 80 97 90 100 100 Lulus 1020098 R F 80 87 90 100 98 Lulus 1020128 D A 80 93 97 97 100 Lulus 1020127 S 80 93 85 97 100 Lulus 1020129 S F 80 93 90 97 100 Lulus 1020136 I A 80 97 93 90 100 Lulus 1020138 A G S 80 97 93 90 100 Lulus 1020135 K 80 100 97 100 100 Lulus 1020139 L 80 97 95 100 100 Lulus 1020137 D I 80 100 98 100 100 Lulus Dari hasil pengujian tersebut, dapat dilihat bahwa kemampuan operator dalam memahami prinsip dasar ergonomika meningkat setelah pelaksanaan pelatihan. Operator diberikan target nilai 80 karena operator sebelumnya telah mengetahui prinsip dasar ergonomika jadi pada pelatihan ini operator di ingatkan kembali tentang aspek aspek ergonomika tersebut. Hampir semua operator dapat poin melebihi target sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan operator tentang aspek ergonomika cukup baik. Selain itu perbaikan yang lain adalah dari kesadaran operator terhadap keselamatan diri sendiri dan orang lain dalam bekerja perlu ditingkatkan.

Sedangkan untuk melindungi dari bahaya yang ada, operator juga ditekankan selalu memakai alat pelindung diri. Dari ketiga perbaikan yaitu aspek machine, method, dan man nilai dari risk poin masih besar yaitu sekitar 1718 poin untuk perbaikan di pos 2 sedangkan jika perbaikan di pos 3 dilakukan adalah sebesar 1472 poin. Perbaikan di pos 2 dan pos 3 tidak mengurangi potensi bahaya STOP 6 dan non STOP 6 yang berada pada divisi machining assy tetapi hanya mengurangi potensi bahaya yang disebabkan oleh cedera otot. Potensi bahaya yang berada pada divisi machining assy khususnya pos 1 sampai pos 5 adalah potensi bahaya STOP 6 dan non STOP 6. Potensi ini dapat diturunkan dengan kesadaran tiap operator tentang pentingnya keselamatan kerja serta pentingnya bekerja sesuai dengan standar operasional yang ada di PT.TMMIN.