BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai Non Goverment Organization dan seterusnya disebut sebagai NGO mulai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. A. Komitmen Afektif. organisasi akan selalu bekerja dengan organisasi dan terus berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia meskipun dalam kadar yang berbeda. Manusia dimotivasi oleh dorongan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada dimasyarakat dan biasanya dituntut untuk dilakukan (Staub, dalam Baron

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Dunant. Bemula dari perjalanan bisnis yang Ia lakukan, namun pada. Kota kecil di Italia Utara bernama Solferino pada tahun 1859.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. individu yang menjalani kehidupan didunia ini. Proses seorang individu dalam

BAB I PENDAHULUAN. menarik perhatian kalangan organisasi. Perputaran karyawan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah belum optimal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Teoritis

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berbentuk perusahaan. Perusahaan merupakan badan usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga, lingkungan teman sebaya sampai lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hamzah, Nyorong, 2013). Sebagai instansi yang berorientasi pada pelanggan (consumeroriented),

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Sebagai makhluk sosial manusia tumbuh bersama-sama dan mengadakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. menggambarkan peristiwa kehidupan dalam suatu cara yang positif (Burke, Joyner, Ceko, &

BAB II URAIAN TEORITIS. a. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan pepatah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Nilai kesetiakawanan,

BAB 1 PENDAHULUAN. niversitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk memproduksi barang-barang yang berkualitas demi meningkatkan daya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dan keterlibatan (Muchlas, 2008). Dalam hal ini, karyawan mengidentifikasikan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. yang menyita waktu sehingga banyak individu yang bersikap. sikap egoisme, dan ini menjadi ciri dari manusia modern, dimana individu

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982;

untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terpenting di dalamnya. Tanpa adanya manusia, organisasi tidak mungkin dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada umumnya keteraturan, kedamaian, keamanan dan kesejahteraan dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu tantangan terberat bagi bangsa Indonesia pada era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku altruistik adalah salah satu dari sisi sifat manusia yang dengan

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN NASIONAL PMI DI SALATIGA

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan medis (McGuire, Hasskarl, Bode, Klingmann, & Zahn, 2007).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada jalur formal di Indonesia terbagi menjadi empat jenjang, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan

BAB II TELAAH TEORI. Locke, Teori ini menjelaskan hubungan antara tujuan yang ditetapkan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. 2. Perilaku prososial. B. Definisi Operasional

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik dan lingkungannya. Artinya guru memiliki tugas dan tanggung

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan pertolongan yang justru sangat dibutuhkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan salah satu aset berharga yang dimiliki sebuah

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran yang merupakan inti dari kegiatan sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. dalam hadist bekerja mencari rezeki yang halal itu wajib bagi setiap muslim.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terletak di wilayah cincin api atau ring of

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Rumah Sakit sebagai tempat layanan kesehatan publik makin dituntut

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. modal dasar pembangunan nasional. Dengan kata lain manusia adalah unsur kerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan kemajuan teknologi dan komunikasi pada saat ini semakin

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang sangat cepat pada berbagai aspek. Organisasi dituntut untuk lebih responsif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Budaya perusahaan adalah aturan main yang ada di dalam perusahaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis, pengaruh sosial,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB I PENDAHULUAN. lain baik orang terdekat seperti keluarga ataupun orang yang tidak dikenal, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peran sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan penentu yang

BAB I PENDAHULUAN. meliputi segala bidang, diantaranya politik, sosial, ekonomi, teknologi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

ALTRUISME DENGAN KEBAHAGIAAN PADA PETUGAS PMI NASKAH PUBLIKASI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai. Derajat Gelar Sarjana (S-1) Psikologi

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar

BAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan bisnis yang makin ketat seperti dewasa ini, sumber daya

Penulisan Ilmiah Jurusan Psikologi 2016

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa: A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan pada dasarnya bertanggungjawab untuk selalu menghasilkan kinerja

Contoh Komitmen Karyawan terhadap Perusahaan / Organisasi di PT. Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. secara sukarela untuk disimpan di bank darah yang digunakan untuk

BAB 2 LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. dalam organisasi tersebut memiliki sumber daya manusia yang menunjukkan komitmen yang

BAB II LANDASAN TEORI. organisasi di antara para ahli dan peneliti (Karim dan Noor, 2006). Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. kemampuannya mewujudkan organisasi yang profesional, efektif, efisien,

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. pembagian karyawan menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak, baik perusahaan

TANDA KECAKAPAN PALANG MERAH REMAJA. (buku saku untuk PMR)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. puncak dari seluruh kegiatan akademik di bangku kuliah adalah menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia dipandang sebagai salah satu aset perusahaan yang penting,

6. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan kehidupannya. Sekolah dipandang dapat memenuhi beberapa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Turnover. Definisi Intensi turnover menurut Harnoto (2002) adalah kadar atau

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. bukan hanya dari potensi akademik melainkan juga dari segi karakter

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga menyulitkan masyarakat jika membutuhkan darah (Susanto, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kekuatan untuk menghadapi persaingan (Cusway, 2002). terus menerus untuk mencapai tujuan (Robbins, 2006).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: 2. Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi;

BAB II LANDASAN TEORI. dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi

PELAKSANA TUGAS BUPATI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Meskipun bank darah telah berusaha memberikan persediaan darah yang adekuat,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awal abad ke 20 istilah organisasi non pemerintah atau disebut sebagai Non Goverment Organization dan seterusnya disebut sebagai NGO mulai digunakan untuk membedakan antara badan-badan khusus pemerintah dengan organisasi swasta (Mosthasari, 2005). Pada akhir abad ke 20 perkembangan NGO semakin pesat. Saat ini diperkirakan ada sekitar 200.000 NGO di negara-negara berkembang (Nelson, 2007). Pada tahun 2014, NGO Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional yang merupakan organisasi non profit secara global tercatat memiliki anggota relawan sebanyak 80 juta. Pesatnya perkembangan NGO disebabkan oleh tingginya tingkat pluralisme di berbagai negara, kemajuan komunikasi, dan pemahaman HAM, serta keterlibatan donatur kaya dalam isu-isu sosial (Anon, 2007). NGO pada umumnya bergantung pada bantuan amal dan pelayanan sukarela dengan prinsip altruisme dan kesukarelaan. Oleh karena itu, NGO pada umumnya digerakkan oleh sumber daya manusia yang disebut sebagai relawan yang bekerja secara sukarela dan harus siap melaksanakan tugas kapan saja saat dibutuhkan. Banyak orang menjadi mudah untuk menolong orang lain apabila dalam kondisi yang benar-benar dibutuhkan, misalnya dalam kondisi perang dan bencana internasional yang terjadi sekali selama beberapa tahun. Pada kondisi

darurat tentunya kehadiran orang lain sangat diperlukan. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Baron & Byrne (2005) bahwa dalam situasi darurat, siapa saja akan menawarkan diri untuk membantu dengan mengorbankan waktu, kemampuan, uang selama waktu tertentu. Namun, menjaga agar relawan tetap mau melakukan kerja sukarela sepanjang waktu merupakan masalah yang lebih sulit (Grube & Piliavin, dalam Baron & Byrne, 2005). Sekitar setengah dari mereka yang bekerja secara sukarela berhenti setelah satu tahun (Baron & Byrne, 2005). Hal ini juga terjadi pada salah satu NGO Palang Merah Indonesia (PMI) di Kota Surakarta. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan staf PPSDM PMI kota Surakarta, jumlah anggota relawan (Korps Sukarela) PMI kota Surakarta pada tahun 2015 adalah 984 orang. Setiap tahunnya PMI kota Surakarta merekrut anggota relawan baru rata-rata 300 orang, namun hanya sebanyak 70 % relawan yang aktif dalam kegiatan organisasi dan sisanya sudah tidak aktif lagi di dalam kegiatan relawan. Karakteristik anggota yang masih aktif adalah masih berstatus sebagai mahasiswa semester awal, dan biasanya berasal dari organisasi KSR Unit yang sudah lama berdiri seperti, KSR Unit Markas, KSR Unit PKU Muhammadiyah Surakarta, KSR Unit Poltekkes Surakarta, dan KSR Unit Universitas Sebelas Maret Surakarta. Alasan beberapa relawan PMI tidak aktif lagi antara lain telah bergabung dengan organisasi lain yang lebih menarik, fokus pada akademik, ingin konsentrasi mengerjakan skripsi, lulus kuliah, kembali ke daerah asal dan telah bekerja. Padahal NGO seperti PMI membutuhkan relawan yang banyak dan mampu bertahan dengan organisasi dalam waktu tertentu guna

melakukan tugas-tugas pelayanan kemanusiaan sesuai tujuan organisasi organisasi. Relawan merupakan kelompok yang paling penting dari sebuah organisasi kerelawanan (Wright, Larsen & Higgs dalam Kiangura & Nyambegera, 2012). Oleh karena itu, diperlukan komitmen yang tinggi untuk menjalani peran sebagai seorang relawan dalam mengabdi kepada masyarakat. Seorang relawan harus menunjukkan komitmen pada tugasnya, dapat bekerja sama dalam tim dan dapat bekerja dibawah tekanan (Himpsi, 2005). Jika seorang relawan tidak berkomitmen dengan tugasnya tentu akan merugikan berbagai pihak seperti tidak akan mampu memberikan pelayanan yang baik saat terjun di masyarakat dan akan menghambat kinerja organisasi. Komitmen relawan terhadap organisasi tempatnya bergabung disebut sebagai komitmen organisasi. Komitmen organisasi merupakan derajat keberpihakan identitas diri personil pada tujuan organisasi tertentu dan hasrat untuk memelihara keanggotaanya pada organisasi (Robbins, 2001). Salah satu komponen komitmen organisasi yang ditunjukan oleh Allen & Meyer (1990) adalah komitmen afektif. Komitmen afektif merupakan keterkaitan secara emosional, identifikasi, dan keterlibatan individu di dalam suatu organisasi. Individu dengan komitmen afektif yang tinggi akan tetap bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota (Allen & Meyer, 1990). Relawan yang memiliki komitmen afektif yang kuat akan tetap berada dan bekerja dalam organisasi karena mereka memang ingin (want to) melakukan hal tersebut, bukan merasa berkewajiban terhadap organisasi (normative) atau takut mengalami

kerugian apabila meninggalkan organisasi (continuance). Seorang relawan perlu memiliki komitmen afektif dan terikat secara emosional agar bisa bertahan pada NGO dalam waktu tertentu, menerima nilai dan tujuan organisasi, serta kesungguhan bekerja untuk organisasi. Komitmen individu terhadap organisasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Melalui pendekatan multidimensional, Van Dyne & Graham (dalam Coetzee, 2005) menyebutkan faktor personal sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi. Beberapa faktor personal yang mempengaruhi antara lain sikap dan nilai serta kebutuhan intrinsik individu. Individu yang lebih teliti, bersikap ekstrovert dan mempunyai pandangan positif terhadap hidupnya (optimis) cenderung lebih berkomitmen. Individu yang berempati, mau menolong sesama juga cenderung lebih menunjukkan perilaku sebagai anggota kelompok organisasinya. Komitmen afektif merupakan salah satu komponen dari komitmen organisasi. Faktor yang diduga berhubungan dengan terjadinya komitmen afektif pada relawan adalah sikap optimis. Agar relawan bisa terikat secara emosional atau afektif maka seorang relawan harus bisa memiliki pikiran positif akan perbuatan yang dikerjakan sekarang akan berdampak pada hal-hal yang baik dan bermanfaat bagi dirinya dan orang-orang di sekitarnya. Optimisme oleh Seligman (1991) diartikan sebagai suatu pandangan secara menyeluruh, melihat hal yang baik, berpikir positif, dan mudah memberikan makna bagi diri. Individu yang dihadapkan pada situasi buruk akan mempersepsikannya sebagai tantangan sehingga dia akan berusaha lebih keras. Orang yang optimis akan bersikap gigih terutama di bawah tekanan (Seligman,

2008). Lebih lanjut lagi, individu yang optimis akan mampu membuat atribusi positif menyangkut keberhasilan saat ini maupun keberhasilan yang akan datang (Luthans, Youssef, & Avolio 2007). Sikap optimis perlu dimiliki oleh relawan agar mampu bertahan dan berhasil menghadapi tekanan-tekanan serta kondisi buruk dalam organisasinya. Banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui hubungan optimisme dengan komitmen afektif. Bressler (2006) melakukan penelitian mengenai hubungan antara harapan, optimisme, komitmen organisasi, dan intensi turnover pada prajurit tentara cadangan Amerika. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara harapan dan optimisme terhadap komitmen afektif. Tingginya level harapan, optimisme dengan komitmen afektif mendukung pemikiran bahwa tentara yang terikat secara emosional pada organisasi akan lebih suka bertahan pada organisasinya. Penelitian lain dilakukan oleh Deddy, dkk (2014) mengenai psychological capital yang di dalamnya terdapat dimensi optimisme, hope, self-efficacy, dan resiliensi terhadap komitmen organisasi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa masing-masing dimensi termasuk dimensi optimisme berkorelasi signifikan terhadap komitmen organisasi yang di dalamnya terdapat komponen komitmen afektif. Penelitian mengenai hubungan optimisme dengan komitmen afektif sudah banyak dilakukan dan ditemukan bahwa optimisme memiliki hubungan positif dengan komitmen afektif. Individu dengan tingkat optimisme tinggi akan lebih berkomitmen secara afektif dibanding individu dengan tingkat optimisme rendah. Selain optimisme, terdapat faktor-faktor lain yang diduga berhubungan

dengan komitmen afektif individu. Salah satu faktor tersebut adalah perilaku menolong sesama atau yang lebih dikenal sebagai perilaku prososial. Perilaku prososial merupakan suatu tindakan yang memiliki konsekuensi positif bagi orang lain, tindakan menolong sepenuhnya yang dimotivasi oleh kepentingan sendiri tanpa mengaharapkan sesuatu untuk dirinya (Watson, 1984). Seseorang dengan perilaku prososial akan bertindak menolong untuk menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin bahkan melibatkan suatu risiko bagi orang yang menolong (Baron & Byrne, 2005). Perilaku prososial inilah yang dimiliki relawan dimana mereka mau bekerja secara sukarela menolong orang lain, peduli, dan bertindak sesuai tujuan organisasi serta mampu berdedikasi penuh terhadap organisasi. Beberapa penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara perilaku prososial dengan komitmen afektif. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Schad (1994) yang menguji hubungan antara perilaku prososial dengan komitmen organisasi dan keterlibatan jaringan komunikasi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perilaku prososial berkorelasi signifikan dengan komitmen organisasi. Penelitian lain juga dilakukan oleh Muhtada (2009) untuk mengetahui hubungan antara perilaku prososial dan komitmen organisasi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa komitmen organisasi pada perawat yang didalamnya terdapat komponen komitmen afektif, komitmen normatif dan komitmen kontinuan berkorelasi positif dengan perilaku prososial. Selain itu

Mathieu & Zajac (1990) & Meyer dkk (2002) menyatakan bahwa tindakan sukarela seperti prososial dan komitmen afektif berkorelasi positif. Adanya komitmen afektif yang dimiliki seorang relawan terhadap organisasi diharapkan mampu menjadikan relawan bertahan pada organisasi dalam jangka panjang serta mau melakukan pekerjaan secara sukarela. Pentingnya menciptakan komitmen afektif relawan berarti bahwa penting juga bagi organisasi untuk meningkatkan optimisme dan perilaku prososial dalam diri relawan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap Kepala Bidang Sumber Daya Anggota Korps Sukarela PMI Unit Universitas Sebelas Maret Surakarta (KABID SDA KSR PMI Unit UNS) bahwa komitmen relawan terhadap organisasi penting agar bisa mengemban tugas dan tanggung jawab sebagai relawan, serta memiliki sense of belonging terhadap KSR UNS. Ia menambahkan bahwa rata-rata jumlah relawan yang masih aktif ditahun-tahun berikutnya setelah Pendidikan dan Latihan Dasar rata-rata sebanyak 50 %. Seorang anggota relawan perlu beradaptasi dengan sistem dan pergaulan di lingkungan KSR UNS, karena terdapat tekanan dan risiko yang akan dihadapi. Tekanan-tekanan tersebut disebabkan dari padatnya jadwal kegiatan, benturan kepentingan dengan anggota lain, sulit membagi waktu antara organisasi dan akademik, serta tanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan. Kegiatan sebagai anggota relawan Korps Sukarela PMI Unit Universitas Sebelas Maret Surakarta adalah Pendidikan dan Latihan Dasar, Pelatihan Kepalangmerahan, kegiatan kepanitian, pelatihan PMR (Palang Merah Remaja) binaan, penjagaan medis untuk kegiatan dalam maupun luar

kampus, rapat rutin, donor darah, senam sehat, work shop, pengadaan lomba PMR SMP dan SMA, dan masih banyak lagi. Menurut penjelasan KABID SDA KSR PMI Unit UNS, seorang relawan KSR harus optimis karena hal ini diperlukan untuk menghadapi tekanan-tekanan di KSR dan beradaptasi dengan sistem serta pergaulan di KSR. Selain itu, relawan KSR harus mampu melewati proses Pendidikan dan Latihan Dasar yang cukup berat, mencapai tujuan-tujuan bersama yang telah ditentukan diawal, mencapai target-target setiap kegiatan, melaksanakan kegiatan dalam keadaan apapun meskipun dengan risiko. Seorang relawan perlu memiliki niat untuk menolong sesama dan bermanfaat untuk orang lain serta tidak hanya memikirkan dirinya sendiri. Meskipun anggota baru KSR UNS tidak memiliki bekal ilmu menolong, di KSR UNS mereka akan difasilitasi materi pertolongan dan praktek langsung di lapangan. Berdasarkan fenomena dan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti komitmen afektif pada Korps Sukarela PMI kota Surakarta sebagai topik dalam kaitannya dengan optimisme dan perilaku prososial sebagai hal yang berhubungan dengan komitmen afektif. Pemilihan topik tersebut berdasarkan pada penjelasan-penjelasan di atas bahwa optimisme merupakan ekspektasi terhadap hasil yang baik (Carver & Scheier, 2002), dan perilaku prososial merupakan tindakan menolong individu lain tanpa memperdulikan motif-motif si penolong, timbul karena adanya penderitaan yang dialami oleh orang lain yang meliputi saling membantu, saling menghibur, persahabatan, penyelamatan, pengorbanan, kemurahan hati, dan saling membagi (Sears, dkk 1994). Optimisme dan perilaku

prososial sangat penting ditanamkan pada relawan dan akan mempengaruhi berkomitmen afektif relawan terhadap organisasi. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai Hubungan antara Optimisme dan Perilaku Prososial dengan Komitmen Afektif pada Korps Sukarela PMI Unit Universitas Sebelas Maret Surakarta. ini adalah: B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan masalah penelitian 1. Apakah ada hubungan antara optimisme dan perilaku prososial dengan komitmen afektif pada Korps Sukarela PMI Unit Universitas Sebelas Maret Surakarta? 2. Apakah ada hubungan antara optimisme dengan komitmen afektif pada Korps Sukarela PMI Unit Universitas Sebelas Maret Surakarta? 3. Apakah ada hubungan antara perilaku prososial dengan komitmen afektif pada Korps Sukarela PMI Unit Universitas Sebelas Maret Surakarta? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Mengetahui adanya hubungan antara optimisme dan perilaku prososial dengan komitmen afektif pada Korps Sukarela PMI Unit Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Mengetahui adanya hubungan antara optimisme dengan komitmen afektif pada Korps Sukarela PMI Unit Universitas Sebelas Maret Surakarta. c. Mengetahui adanya hubungan antara perilaku prososial dengan komitmen afektif pada Korps Sukarela PMI Unit Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai komitmen afektif dan masukan bagi bidang ilmu psikologi, khususnya psikologi industri dan organisasi. b. Manfaat Praktis 1) Bagi Organisasi Korp Sukarela PMI Unit Universitas Sebelas Maret Surakarta Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada bagian manajemen relawan Korps Sukarela PMI Unit Universitas Sebelas Maret Surakarta pada khususnya dan organisasi non pemerintah lain pada umumnya akan pemahaman terhadap pentingnya meningkatkan komitmen afektif dengan cara meningkatkan optimisme dan perilaku prososial. 2) Bagi Relawan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi relawan khususnya anggota Korps Sukarela PMI Unit Universitas Sebelas Maret

Surakarta untuk memahami peranan komitmen afektif dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai relawan PMI. 3) Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan perbandingan bagi penelitian selanjutnya, khususnya penelitian mengenai komitmen afektif dengan pengembangan variabel-variabel lain yang lebih kompleks dan penelitian dalam bidang psikologi industri dan organisasi pada umumnya.