FAKTOR RISIKO TERJADINYA PNEUMONIA PADA ANAK BALITA

dokumen-dokumen yang mirip
Sukmawati 1), Sri Dara Ayu1 ) 1) Dosen Jurusan Gizi Poltekes Makassar ABSTRACT

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BAYI. Nurlia Savitri

Fator-Faktor yang Berhubungan dengan Kunjungan Pemeriksaan Antenatal Care K4 di Puskesmas Sipatana Kota Gorontalo

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN BBLR DI RSKDIA SITI FATIMAH MAKASSAR 2016

SUMMARY HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DAN LINGKUNGAN LUAR RUMAH DENGAN KEJADIAN MALARIA DI DESA KAIDUNDU KECAMATAN BULAWA KABUPATEN BONE BOLANGO TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

HUBUNGAN PEMBERIAN IMUNISASI DPT DAN CAMPAK TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA ANAK USIA 10 BULAN - 5 TAHUN DI PUSKESMAS SANGURARA KOTA PALU TAHUN 2015

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

Pengaruh Riwayat Pemberian ASI Terhadap Perkembangan Anak Usia Prasekolah di TK Kristen Imanuel Surakarta

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara yang menandatangani Millenium

Gambaran Perilaku Keluarga Terhadap Penderita Pasca Stroke Dalam Upaya Rehabilitasi Di RS St. Elisabeth Medan

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: Penta Hidayatussidiqah Ardin

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

Volume VI Nomor 3, Agustus 2016 ISSN: Latar Belakag

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

ASUPAN MAKANAN DAN PERTUMBUHAN BADUTA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JUMPANDANG BARU KOTA MAKASSAR

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

Putri E G Damanik 1, Mhd Arifin Siregar 2, Evawany Y Aritonang 3

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

HUBUNGAN KESEHATAN RUMAH TINGGAL TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA BALITA DI DESA SAMBANGAN KECAMATAN BATI-BATI KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia sering ditemukan pada anak balita,tetapi juga pada orang dewasa

Faktor-Faktor Risiko Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang Tahun

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA di WILAYAH KERJA PUSKESMAS BERGAS KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL PENELITIAN

ABSTRACT. : Unmet need, Family Planning

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada masa bayi, balita maupun remaja (Sidhartani, 2007).

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tertinggi terjadi pada kelompok usia 1-4 tahun. (Kemenkes RI, 2013).

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 4, Desember 2017 ISSN

Analisis Faktor Risiko Kejadian Penyakit Jantung Koroner di RSUP Dr Kariadi Semarang

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

Analisis Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Kepuasan Pasien di Instalasi Rawat Inap F RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

Analisis Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepuasan Pasien di Instalasi Rawat Inap A RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. utama kematian balita di Indonesia dan merupakan penyebab. diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. 1

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Karakteristik sampel, faktor risiko tumbuh kejar. dijadikan sebagai sampel, terdiri atas 13 bayi KMK dan 13 bayi SMK.

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB IV HASIL PENELITIAN. Telah dilakukan penelitian pada 53 pasien dengan polineuropati diabetika DM

* Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado * Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan empat sasaran pembangunan kesehatan, satu diantaranya menurunkan prevalensi

Analisis Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Kepuasan Pasien di Instalasi Rawat Inap Anggrek RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

HUBUNGAN BAURAN PEMASARAN DENGAN KEPUTUSAN MEMILIH BEROBAT DI POLIKLINIK AMBUN PAGI RSUP DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 Delsa Dezolla *

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

HUBUNGAN GAYA HIDUP IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN PREEKLAMPSIA CORRELATION LIFESTYLE OF PREGNANT WOMEN WITH PREECLAMPSIA

Unnes Journal of Public Health

Analisis Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Kepuasan Pasien di Instalasi Rawat Jalan Bedah RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA 0 23 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTO RAJO KABUPATEN PASAMAN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Global Mongolato merupakan salah satu Puskesmas yang

Secara umum seluruh keluarga contoh termasuk keluarga miskin dengan pengeluaran dibawah Garis Kemiskinan Kota Bogor yaitu Rp. 256.

Jurnal Husada Mahakam Volume IV No.4, November 2017, hal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat

Sri Lestari Kartikawati, Endang Sutedja, Dzulfikar DLH ABSTRAK

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

BAB V HASIL PENELITIAN. 2010, didapatkan jumlah keseluruhan neonatus yang memenuhi kriteria inklusi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Diare merupakan penyakit dengan tanda - tanda perubahan frekuensi buang air

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KEMANDIRIAN KELUARGA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN PERILAKU SEKS DAN KEHAMILAN REMAJA

Castanea Cintya Dewi. Universitas Diponegoro. Universitas Diponegoro

Kata Kunci: Kejadian ISPA, Tingkat Pendidikan Ibu, ASI Eksklusif, Status Imunisasi

BAB I PENDAHULUAN. kematian di negara berkembang bagi bayi (18%), yang artinya lebih dari

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Usia Menarche Siswi SMP Adabiah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Neonatus (AKN) di Indonesia mencapai 19 per 1.000

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. hidung sampai alveoli. ISPA terdiri dari bukan pneumonia, pneumonia, dan

HUBUNGAN FAKTOR RISIKO INTRINSIK DAN EKSTRINSIK DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA ANAK BALITA

Transkripsi:

FAKTOR RISIKO TERJADINYA PNEUMONIA PADA ANAK BALITA Susi Hartati,2*, Nani Nurhaeni 3, Dewi Gayatri 3. Akademi Keerawatan Mitra Keluarga Jakarta, Jakarta 3350, Indonesia 2. Program Studi Magister Fakultas Ilmu Keerawatan Universitas Indonesia, Deok 6424, Indonesia 3. Fakultas Ilmu Keerawatan Universitas Indonesia, Deok 6424, Indonesia *Email: susilia2002@yahoo.com Abstrak Pneumonia ada balita masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Hal ini terlihat dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas akibat neumonia. Salah satu uaya untuk menurunkannya adalah dengan mengetahui faktor risiko yang menyebabkan terjadinya neumonia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian neumonia ada anak balita di rumah sakit. Desain yang digunakan adalah cross sectional dengan 38 samel. Hasil enelitian dengan regresi logistik didaatkan 4 faktor risiko yang berhubungan secara bermakna yaitu usia balita, riwayat emberian ASI, status gizi balita dan kebiasaan merokok keluarga. Kegiatan edukasi tentang eningkatan emberian ASI dan nutrisi keada orangtua balita erlu ditingkatkan untuk mencegah terjadinya neumonia. Kata kunci: neumonia, balita, faktor risiko Abstract Pneumonia in children under five in Indonesia is still a major health roblem. This can be seen in the high rates of morbidity and mortality of neumonia. One of the efforts to decrease it is by knowing the risk factors that cause neumonia. This study aims to determine the risk factors associated with the incidence of neumonia in children under five in hosital. The study used cross sectional design with 38 samles. The results obtained with logistic regression showed four significant risk factors: children under five, history of breastfeeding, nutritional status of children and family smoking habits. Promotion and awareness camaign on breast feeding and nutritional status factors should be conducted to revent neumonia. Keywords: neumonia, children under five, risk factors Pendahuluan Pneumonia meruakan masalah kesehatan dunia karena angka kematiannya tinggi, tidak saja di negara berkembang tetai juga di negara maju seerti Amerika Serikat, Kanada, dan negara-negara Eroa. Di Amerika Serikat misalnya terdaat dua juta samai tiga juta kasus neumonia er tahun dengan jumlah angka kematian rata-rata 45.000 orang (Misnadiarly, 2008). Di Indonesia, angka kematian neumonia ada balita dierkirakan mencaai 2% (Unicef, 2006). Angka kesakitan neumonia ada bayi 2,2%, balita 3% sedang angka kematian neumonia ada bayi 29,8% dan balita 5,5% (Riset kesehatan dasar, 2007). Menurut data yang dieroleh dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2005, jumlah balita enderita neumonia di Indonesia ada sebanyak 600.720 balita yang terdiri dari 55 anak meninggal ada umur di bawah tahun dan 49 anak meninggal ada umur (satu) samai 4 (emat) tahun (Dekes RI, 2005). Pada tahun 2005 revalensi neumonia balita di DKI Jakarta adalah 2,5 er 000 balita. Angka ini meningkat ada tahun 2006 menjadi 6,8 er 000 balita (Dekes RI 2007). Sementara itu, berdasarkan data rofil kesehatan roinsi DKI Jakarta tahun 2007, diketahui bahwa terdaat 20.474 enderita neumonia dimana 45% adalah anak usia balita dengan revalensi 3,4 er 000 (Dinkes Pro DKI Jakarta, 2008). Di rumah sakit, enyakit neumonia termasuk dalam daftar 0 enyakit enyebab kematian ada enderita rawat ina yakni sebesar 2,92 % dari seluruh kematian (Dekes RI, 2007).

4 Jurnal Keerawatan Indonesia, Volume 5, No., Maret 202; hal 3-20 Faktor risiko neumonia meliuti malnutrisi, berat badan lahir rendah, ASI non-eksklusif, kurangnya imunisasi camak, olusi udara didalam rumah, keadatan rumah, orangtua yang merokok, kekurangan zinc, engalaman ibu sebagai engasuh, enyakit enyerta misalnya diare, enyakit jantung, asma, endidikan ibu, enitian anak, kelembaban udara, udara dingin, kekurangan vitamin A, urutan kelahiran dan olusi udara diluar rumah. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor risiko neumonia ada anak balita. Metode Penelitian ini meruakan enelitian deskritif analitik dengan rancangan cross-sectional Poulasi enelitian adalah balita yang dirawat di Rumah Sakit X di Jakarta. Samel enelitian adalah balita yang dirawat jalan dan rawat ina di RS X, tercatat dalam rekam medis rumah sakit selama 20 sesuai dengan kriteria inklusi; () asien balita usia samai 59 bulan di RS, dan (2) bersedia menjadi resonden. Kriteria eksklusi adalah resonden tidak mengerti bahasa Indonesia. Jumlah resonden yang digunakan yaitu 38 balita. Teknik engambilan samel menggunakan non robability samling jenis consecutive samling. Penelitian dilakukan di ruang oli anak dan ruang rawat anak RS X Jakarta. Waktu enelitian dilakukan ada Aril-Juni 20. Alat engumulan data kuesioner yang digunakan untuk mengumulkan data tentang karakteristik resonden dan mencatat adanya faktor risiko neumonia. Analisis data yang digunakan antara lain analisis univariat, analisis bivariat dengan uji statistik Chi Square serta analisis multivariat dengan uji regresi logistik. Hasil Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Pneumonia ada Anak Balita Kejadian neumonia Jumlah balita yang mengalami neumonia di rumah sakit 63 balita (45,7%), sedangkan balita yang tidak mengalami neumonia yaitu 75 balita (54,3%). Karakteristik anak balita Jumlah balita yang berusia < 2 bulan 52 balita (37,7%), berusia > 2 bulan samai < 60 bulan 86 balita (62,3%). Balita yang mendaatkan ASI eksklusif balita (2,7%) dan yang tidak mendaatkan ASI eksklusif 08 balita (78,3%). Balita yang memunyai status gizi baik 3 balita (8,9%) dan status gizi kurang 25 balita (8,%). Karakteristik lingkungan balita Ibu balita yang berendidikan menengah 78 orang (56,5%), berendidikan sarjana 32 orang (23,2%), berendidikan dasar 28 orang (20,3%). Ibu balita yang berengetahuan rendah dan cuku 08 orang (78,2%), dan engetahuan tinggi orang (2,7%). Orangtua yang berenghasilan sedang 76 orang (55, %), enghasilan rendah 42 orang (29,7%), dan enghasilan tinggi 2 orang (5,2%). Selain itu, balita yang tinggal di keadatan rumah tidak adat 80 balita (58%) dan balita yang tinggal di keadatan rumah yang adat 58 balita (42%). Rumah balita yang berventilasi udara 88 balita (63,8%) dan yang tidak berventilasi udara 50 balita (36,2%). Karakteristik erilaku Balita yang tidak memunyai anggota keluarga dengan kebiasaan merokok didalam rumah lebih banyak yaitu sebesar 74 (53,6%) dibanding dengan balita yang memunyai anggota keluarga dengan kebiasaan merokok didalam rumah. Karakteristik elayanan kesehatan Orangtua yang menggunakan elayanan kesehatan 27 orang (92%) dan orangtua yang tidak menggunakan elayanan kesehatan orang (8%). Hubungan antara Faktor Anak dengan Kejadian Pneumonia ada Anak Balita Tabel menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara usia, riwayat emberian ASI eksklusif, status gizi, riwayat emberian imunisasi camak, riwayat emberian imunisasi DPT ada balita dengan kejadian neumonia ( berturutturut= 0,002, 0,003, 0,000, 0,002, 0,049; α= 0,05).

Faktor risiko terjadinya neumonia ada anak balita (Susi Hartati, Nani Nurhaeni, Dewi Gayatri) 5 Tabel. Hubungan Faktor Anak dengan Kejadian Pneumonia ada Anak Balita Usia < 2 bln Variabel >2 < 60 bln Bukan Pneumonia Pneumonia Total OR n % n % n % (95 % CI) 9 56 36,5 65, 33 63,5 34,9 52 86 37,6 62,3 3,24 (,58-6,64) X² 3,254 0,002* Jenis Kelamin Laki-laki Peremuan 40 35 5,9 57,4 37 26 48, 42,6 77 6 55,8 44,2,24 (0,63-2,45) 0,634 0,64 BBL <2500 gram >2500 gram 9 66 47,4 55,5 0 53 52,6 44,5 9 9 3,8 6,2,38 (0,52-3,65) 0,655 0,68 Riwayat ASI ASI tidak eksklusif ASI eksklusif 5 24 47,2 80 57 6 52,8 20 08 78,3 2,7 4,47 (,68-,80) 3,77 0,003* Status Gizi Gizi kurang Gizi baik 5 70 20 6,9 20 43 80 38, 25 3 8, 8,9 6,52 (2,28-8,63) 3,796 0,000* Vitamin A Tidak daat Daat 9 56 46,3 57,7 22 4 53,7 42,3 4 97 29,7 70,3,58 (0,76-3,29),223 0,298 Imuninasi Camak Tidak daat Daat 2 54 37,5 65,9 35 28 62,5 34, 56 82 40,6 59,4 3,2 (,58-6,52) 3,272 0,002* Riwayat Asma Ada Tidak 7 68 4,2 56,2 0 53 58,8 43,8 7 2 2,3 87,6,83 (0,65-5,4),60 0,366 * bermakna ada α = 0,05 Hal ini menunjukkan usia, riwayat emberian ASI ekslusif, status gizi, riwayat emberian imunisasi camak dan imunisasi DPT berengaruh terhada kejadian neumonia ada balita. Hasil uji statistik menunjukkan balita yang berusia <2 bulan memunyai eluang 3,24 kali untuk mengalami neumonia dibanding dengan balita berusia >2 - <60 bulan (95% CI:,58-6,64). Pada balita yang tidak mendaatkan ASI eksklusif memunyai eluang mengalami neumonia 4,47 kali dibanding balita yang mendaatkan ASI eksklusif (95% CI:,68-,80). Pada balita yang memiliki status gizi kurang bereluang untuk terjadi neumonia sebesar 6,52 kali dibanding resonden yang berstatus gizi baik (95% CI: 2,28-8,63).

6 Jurnal Keerawatan Indonesia, Volume 5, No., Maret 202; hal 3-20 Hasil uji statistik juga menunjukkan balita yang tidak mendaatkan imunisasi camak bereluang mengalami neumonia 3,2 kali dibanding balita yang mendaatkan imunisasi camak (95% CI:,58-6,52). Pada balita yang tidak mendaat imunisasi DPT bereluang mengalami neumonia 2,34 kali dibandingkan balita yang mendaat imunisasi DPT (95% CI:,07 5,09). Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, berat badan lahir, riwayat emberian vitamin A, riwayat asma ada balita dengan kejadian neumonia ( berturutturut= 0,64; 0,68; 0,298; 0,366; α= 0,05). Hal ini menunjukkan jenis kelamin, berat badan lahir, riwayat emberian vitamin A, dan riwayat asma tidak memengaruhi kejadian neumonia ada balita. Berdasarkan hasil uji statistik, bahwa balita berjenis kelamin laki-laki bereluang,24 kali untuk mengalami neumonia dibanding balita berjenis kelamin eremuan (95% CI : 0,63-2,45). Pada balita dengan berat badan lahir <2500 gram bereluang mengalami neumonia sebanyak,38 kali dibanding balita dengan berat badan lahir > 2500 gram (95% CI: 0,52-3,65). Hasil uji statistik menunjukkan balita yang tidak mendaatkan vitamin A bereluang mengalami neumonia,58 kali dibanding balita yang mendaat vitamin A (95% CI: 0,76-3,29). Pada balita dengan riwayat asma bereluang mengalami neumonia,83 kali dibanding balita yang tidak memunyai riwayat asma (95% CI: 0,65-5,4). Hubungan antara Faktor Lingkungan dengan Kejadian Pneumonia ada Anak Balita Tabel 2 menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat endidikan ibu (rendah, menengah) dan tingkat enghasilan orangtua (sedang) dengan kejadian neumonia ada balita ( berturut-turut= 0,64, 0,64, 0,09; α= 0,05). Hal ini menunjukkan tingkat endidikan rendah dan menengah ada ibu serta tingkat enghasilan sedang orangtua tidak memengaruhi kejadian neumonia ada balita. Hasil uji statistik menunjukkan ibu balita berendidikan rendah bereluang anak balitanya mengalami neumonia sebesar 0,8 kali dibanding ibu balita berendidikan tinggi (95% CI: 0,34-,93). Pada ibu balita berendidikan menengah bereluang anak balitanya mengalami neumonia 0,78 kali dibanding ibu balita yang berendidikan tinggi (95% CI: 0,28-2,5). Pada orangtua balita berenghasilan sedang bereluang balitanya mengalami neumonia 0,39 kali dibanding orangtua balita berenghasilan tinggi (95% CI: 0,3-,6). Hasil analisis hubungan antara tingkat engetahuan ibu (rendah, sedang), tingkat enghasilan orangtua, keadatan rumah, dan ventilasi udara rumah balita dengan kejadian neumonia didaat ada hubungan antara tingkat engetahuan ibu balita rendah dengan kejadian neumonia ( berturut-turut= 0,024, 0,037, 0,028, 0,037, 0,08; α= 0,05). Hal ini menunjukkan tingkat engetahuan ibu (rendah, sedang), tingkat enghasilan orangtua, keadatan rumah, dan ventilasi udara rumah balita memengaruhi kejadian neumonia ada balita. Berdasarkan hasil uji statistik, menjelaskan ibu balita berengetahuan rendah bereluang balitanya mengalami neumonia 0,4 kali dibanding yang berengetahuan tinggi (95% CI: 0,8-0,88). Pada orangtua balita berenghasilan rendah bereluang balita mengalami neumonia 0,42 kali dibanding yang berenghasilan tinggi (95% CI: 0,9-0,9). Balita yang tinggal di keadatan hunian yang adat bereluang mengalami neumonia 2,20 kali dibanding balita yang tinggal di keadatan hunian tidak adat (95% CI:,0-4,38). Pada balita yang tinggal dengan rumah tidak berventilasi udara bereluang mengalami neumonia 2,5 kali dibanding balita yang tinggal dirumah yang memiliki ventilasi udara (95% CI:,23 5,09). Hubungan antara Faktor Perilaku dengan Kejadian Pneumonia ada Anak Balita Tabel 3 menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga di dalam rumah dengan kejadian neumonia (= 0,03; α= 0,05).

Faktor risiko terjadinya neumonia ada anak balita (Susi Hartati, Nani Nurhaeni, Dewi Gayatri) 7 Tabel 2. Hubungan Faktor Lingkungan dengan Kejadian Pneumonia ada Anak Balita Variabel Bukan neumonia Pneumonia Total OR n % n % n % (95 % CI) X² Tingkat Pendidikan Dasar Menengah Tinggi 4 43 8 50 55, 56,3 4 35 4 50 44,9 43,8 28 78 32 20,3 56,5 23, 0,8 (0,34-,93) 0,78 (0,28-2,5) -0,472 0,64 0,629 Tingkat Pengetahuan Rendah Sedang Tinggi 6 40 9 38, 60,6 63,3 26 26 6,9 39,4 36,7 42 66,4 47,8 2,8 0,40 (0,8-0,88) 0,35 (0,4-0,94) -2,26 0,024* 0,037* Penghasilan Rendah Sedang Tinggi 6 46 3 39 60,5 6,9 25 8 6 39,5 38, 4 76 2 29,7 55, 5,2 0,42 (0,9-0,90) 0,39 (0,3-,6) -2,048 0,028* 0,09 Keadatan Rumah Padat Tidak adat 25 50 43, 62,5 33 56,9 37,5 58 80 42,03 57,97 2,20 (,0-4,38) 2,250 0,037* Ventilasi Tidak Ada Ada 20 55 40 62,5 33 60 37,5 50 88 36,2 63,7 2,5 (,23-5,09) 2,54 0,08 Hal ini menunjukkan kebiasaan merokok anggota keluarga di dalam rumah berengaruh terhada kejadian neumonia ada balita. Hasil uji statistik menjelaskan balita yang memiliki keluarga dengan kebiasaan merokok di dalam rumah bereluang mengalami neumonia 2,53 kali (95% CI:,27-5,04) dibanding balita yang tidak memiliki keluarga dengan kebiasaan merokok didalam rumah. Hubungan antara Faktor Pelayanan Kesehatan dengan Kejadian Pneumonia ada Anak Balita Tabel 4 menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara enggunaan elayanan kesehatan balita dengan kejadian neumonia (= 0,763; α= 0,05). Hal ini menunjukkan enggunaan elayanan kesehatan berengaruh terhada kejadian neumonia ada balita. Hasil uji statistik menjelaskan balita yang tidak menggunakan elayanan kesehatan bereluang mengalami neumonia,47 kali (95% CI: 0,43-5,08) dibanding balita yang menggunakan elayanan kesehatan. Faktor yang Paling Berengaruh Terhada Kejadian Pneumonia ada Anak Balita Sejumlah 6 variabel (tabel 5) yang diduga berhubungan dengan kejadian neumonia ada balita di RS X, terdaat emat variabel yang secara bermakna berhubungan, yaitu variabel usia balita, riwayat emberian ASI, status gizi, dan kebiasaan merokok anggota keluarga.

8 Jurnal Keerawatan Indonesia, Volume 5, No., Maret 202; hal 3-20 Berdasar keemat variabel tersebut, faktor yang aling engaruhi kejadian neumonia ada anak balita di RS X yaitu status gizi (= 0,000; α= 0,05). Anak balita berstatus gizi kurang bereluang terjadi neumonia 6,63 kali dibanding anak yang berstatus gizi baik, setelah dikontrol oleh variabel usia, ASI, dan kebiasaan merokok anggota keluarga (95% CI: 2,-20,79). Pembahasan Faktor Anak dengan Kejadian Pada Anak Balita Usia balita Pneumonia Bayi dan balita memiliki mekanisme ertahanan tubuh yang masih rendah dibanding orang dewasa, sehingga balita masuk ke dalam kelomok yang rawan terhada infeksi seerti influenza dan neumonia. Anak-anak berusia 0-24 bulan lebih rentan terhada enyakit neumonia dibanding anak-anak berusia di atas 2 tahun. Hal ini disebabkan imunitas yang belum semurna dan saluran ernaasan yang relatif semit (DeKes RI, 2004). Selain itu, balita yang lahir rematur (usia gestasi<37 minggu) memunyai resiko tinggi terhada enyakit-enyakit yang berhubungan dengan imaturitas SSP (Susunan Syaraf Pusat) dan aru-aru antara lain asirasi neumonia karena refleks menghisa, menelan, dan batuk belum semurna dan sindroma gangguan ernafasan idioatik (enyakit membran hialin). Jenis kelamin balita Anak laki-laki adalah faktor risiko yang memengaruhi kesakitan neumonia (Dekes RI, 2004). Hal ini disebabkan diameter saluran ernaasan anak laki-laki lebih kecil dibandingkan dengan anak eremuan atau adanya erbedaan dalam daya tahan tubuh anak laki-laki dan eremuan (Sunyataningkamto, 2004). Berat badan lahir balita Pada bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) embentukan zat anti kekebalan kurang semurna, berisiko terkena enyakit infeksi terutama neumonia sehingga risiko kematian menjadi lebih besar dibanding dengan berat badan lahir normal. Tabel 3. Hubungan Faktor Perilaku dengan Kejadian Pneumonia ada Anak Balita Ada Kebiasaan merokok Tidak ada Bukan neumonia Pneumonia Total OR n % n % n % 95 % CI 27 48 42,2 64,9 37 26 57,8 35, 64 74 46,4 53,6 2,53 (,27-5,04) X² 2,657 0,03* Riwayat emberian ASI balita Berdasarkan edoman manajemen laktasi (200) yang dimaksud dengan emberian ASI eksklusif disini yaitu bayi hanya diberi ASI tana makanan atau minuman lain termasuk air utih kecuali obat, vitamin, mineral dan ASI yang dieras. Dari 38 resonden terdaat 08 resonden tidak memberi ASI eksklusif. Yang termasuk dalam golongan tidak memberi ASI eksklusif disini yaitu emberian ASI redominan (disaming ASI, bayi diberi sedikit air minum atau minuman cair lain misal air teh), emberian susu botol (cara memberikan makanan bayi dengan susu aa saja termasuk juga ASI dieras dengan botol), emberian susu buatan (memberi makanan bayi dengan susu buatan/ formula dan sama sekali tidak menyusui), emberian ASI arsial (sebagian menyusui dan sebagian lagi susu buatan/ formula atau sereal atau makanan lain). Status gizi balita Beberaa studi melaorkan bahwa kekurangan gizi akan menurunkan kaasitas kekebalan untuk mereson infeksi neumonia termasuk gangguan fungsi granulosit, enurunan fungsi komlemen, dan juga menyebabkan kekurangan mikronutrien (Sunyataningkamto, 2004). Oleh karena itu, emberian nutrisi yang sesuai dengan ertumbuhan dan erkembangan balita daat mencegah anak terhindar dari enyakit infeksi sehingga ertumbuhan dan erkembangan anak menjadi otimal.

Faktor risiko terjadinya neumonia ada anak balita (Susi Hartati, Nani Nurhaeni, Dewi Gayatri) 9 Tabel 4. Hubungan Faktor Pelayanan Kesehatan dengan Kejadian Pneumonia ada Anak Balita Penggunaan elayanan kesehatan Tidak menggunakan elayanan kesehatan Bukan Pneumonia Pneumonia Total OR (95 % CI) n % n % n % 5 45,5 6 54,5 7,8,47 (0,43-,08) X² 0,65 0,763 Menggunakan elayanan kesehatan 70 55, 57 44,9 27 92,0 Riwayat mendaatkan vitamin A Hasil enelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara riwayat emberian vitamin A dengan kejadian neumonia, roorsi anak balita yang mendaatkan vitamin A dan menderita neumonia masih lebih tinggi. Penelitian Herman (2002) menjelaskan balita yang tidak mendaat vitamin A dosis tinggi lengka memunyai eluang 3,8 kali terkena neumonia dibanding anak yang memilikii riwayat emberian vitamin A dosis tinggi lengka dan secara statistik memunyai hubungan (= 0,000). Hal ini bisa disebabkan karena jumlah samel yang diteliti tidak mencukui untuk meneliti variabel vitamin A. Pemberian vitamin A ada balita bersamaan dengan imunisasi daat meningkatkan titer antibodi yang sesifik. Riwayat imunisasi camak balita Balita yang telah mendaatkan imunisasi camak diharakan terhindar dari enyakit camak dan neumonia meruakan komlikasi yang aling sering terjadi ada anak yang mengalami enyakit camak. Oleh karena itu, imunisasi camak sangat enting membantu mencegah terjadinya enyakit neumonia (UNICEF-WHO, 2006). Riwayat imunisasi DPT Imunisasi DPT daat mencegah terjadi enyakit difteri, ertusis, dan tetanus. Menurut UNICEF- WHO (2006) emberian imunisasi daat mencegah infeksi yang daat menyebabkan neumonia sebagai komlikasi enyakit ertusis ini. Pertusis daat diderita oleh semua orang tetai enyakit ini lebih serius bila terjadi ada bayi. Oleh karena emberian imunisasi DPT sangatlah teat untuk mencegah anak terhindar dari enyakit neumonia. Riwayat asma balita Anak-anak dengan riwayat mengi memiliki risiko saluran ernafasan yang cacat, integritas lendir, dan sel bersilia terganggu dan enuruan humoral/ imunitas selular lokal mauun sistemik. Dawood (200) menjelaskan anak-anak dengan asma akan mengalami eningkatan risiko terkena radang aruaru sebagai komlikasi dari influenza. Bayi dan anak-anak <5 tahun berisiko lebih tinggi mengalami neumonia sebagai komlikasi dari influenza saat dirawat di RS. Hasil enelitian menjelaskan anak dengan riwayat asma tidak memunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian neumonia. Hal ini daat disebabkan jumlah samel tidak mencukui untuk meneliti variabel riwayat asma. Tabel 5. Faktor yang Paling Berengaruh terhada Kejadian Pneumonia ada Anak Balita Variabel Usia 0,00* Jenis kelamin 0,525 Berat badan lahir balita 0,52 Riwayat emberian ASI 0,003* Status gizi 0,000* Riwayat emberian vitamin A 0,22* Riwayat imunisasi camak 0,00* Riwayat imunisasi DPT 0,032* Riwayat asma 0,249* Pendidikan ibu 0,636 Pengetahuan ibu 0,025* Penghasilan orangtua 0,042* Penggunaan elayanan kesehatan 0,539 Keadatan rumah 0,025* Ventilasi udara rumah 0,02* Kebiasaan merokok anggota keluarga 0,008* * < 0,05

20 Jurnal Keerawatan Indonesia, Volume 5, No., Maret 202; hal 3-20 Kesimulan Hasil enelitian ada keemat faktor risiko yang diidentifikasi berhubungan dengan kejadian neumonia didaatkan tiga variabel faktor anak balita yang aling berengaruh terhada kejadian neumonia yaitu usia, riwayat emberian ASI dan status gizi. Faktor erilaku yang berhubungan dengan kejadian neumonia yaitu variabel kebiasaan merokok. Faktor yang aling berengaruh besar terhada kejadian neumonia ada anak balita di RS X yaitu faktor anak balita. Kegiatan edukasi keada orangtua yang memunyai anak balita berua komunikasi interaktif antara etugas kesehatan dengan orangtua balita, emasangan sanduk atau membagikan leaflet/ brosur, embuatan video yang memuat informasi tentang entingnya emberian ASI, emenuhan gizi anak, bahaya merokok dan imunisasi terhada encegahan enyakit neumonia. Peserta didik hendaknya meningkatkan engetahuan tentang faktor-faktor yang terkait dengan kejadian neumonia yaitu usia, emberian ASI eksklusif, emenuhan gizi serta faktor-faktor lain berdasar evidence based racticed. Penelitian tentang manfaat ASI eksklusif dengan metode kohort erlu dilakukan ada enelitian selanjutnya untuk mengetahui bagaimana eran emberian ASI eksklusif untuk mengurangi atau menurunkan kejadian neumonia ada balita (HW, SW, MK). Referensi Dekes, RI. ( 2004). Pedoman rogram emberantasan enyakit infeksi saluran ernaasan Akut (ISPA) untuk enanggulangan neumonia ada balita. Jakarta: Dekes RI. Dekes, RI. ( 2005). Rencana kerja jangka menengah nasional enanggulangan neumonia balita tahun 2005 2009. Jakarta: Dekes RI. Dekes, RI. (2006). Pedoman elaksanaan stimulasi, deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang anak ditingkat elayanan kesehatan dasar. Jakarta: Dekes RI. Dekes, RI. (2007). Pedoman tatalaksana neumonia balita. Jakarta: Dekes RI. Dekes, RI (2009). Manajemen teradu balita sakit (MTBS). Jakarta: Dekes RI. Hananto, M. (2004). Analisis faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian neumonia ada balita di 4 roinsi di Indonesia (Tesis Master, tidak diublikasikan). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta. Herman. (2002). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian neumonia ada anak balita di kab. Ogan komering ilir, Sumatera selatan (Tesis master, tidak diublikasikan). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta. Misnadiarly. (2008). Penyakit infeksi saluran nafas neumonia ada anak, orang dewasa, dan usia lanjut. Jakarta: Pustaka Obor ouler. Rudan, I., Boschi-Pinto, C., Biloglav, Z., Mulholland, K., & Cambell, H. (2008). Eidemiology and etiology of childhood neumonia. Bulletin World Health Organization, 86, 408-46. Doi: 0.247/ BLT.07.048769. Shah, N., Ramankutty, V., Premila, P.G., & Sathy, N. (994). Risk factors for severe neumonia in children in South Kerala: A hosital-based Case-Control Study. J Tro Pediatr, 40 (4), 20-206. Sunyataningkamto, Iskandar, Z., Alan, R.T., Budiman, I., Surjono, A., Wibowo, T., Lestari, E.D., & Wastoro, D. (2004). The role of indoor air ollution and other factors in the incidence of neumonia in under-five children. Paediatrica Indonesiana, 44 (-2), 25-29. Tiewsoh, K., Lodha, R., Pandey, R.M., Broor, S., Kalaivani, M., & Kabra, S.K. (2009). Factors determining the outcome of children hositalized withsevere neumonia. BMC Pediatrics, 9 (5). Doi: 0.86/47-243-9-5. WHO & UNICEF (2009). Global action lan for revention and control of neumonia (GAPP). New York: WHO. WHO & UNICEF (2006).The Forgotten killer of children. New York: WHO.