Indonesian Journal of Sociology and Education Policy

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001

BAB I PENDAHULUAN. atau di antara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu.komunikasi massa

BAB V KESIMPULAN. evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Taufik Hidayat, 2014 Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( )

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. banyak korban jiwa baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing, korban jiwa

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul Peranan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN. sehingga berada dalam ujung tanduk kehancuran, momentum yang tepat ini

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

BAB V KESIMPULAN. menolak Islamophobia karena adanya citra buruk yang ditimbulkan oleh hard

cambuk, potong tangan, dan lainnya dilaksanakan oleh Monarki Arab Saudi. Selain hal tersebut, Monarki Arab Saudi berusaha untuk meningkatkan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERADABAN AMERIKA MODERN DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP) JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. ini terjadi di Jalan Thamrin Jakarta. Peristiwa Bom Thamrin ini mengejutkan

BAB I PENDAHULUAN. Pusat yang dilakukan oleh beberapa teroris serta bom bunuh diri.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai

BAB IV PENUTUP. Hal itu dikarenakan kemunculannya dalam isu internasional belum begitu lama,

BAB 6 PENUTUP. Berebut kebenaran..., Abdil Mughis M, FISIP UI., Universitas Indonesia 118

SEJARAH PEPERANGAN ABAD MODERN DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI

BAB I PENDAHULUAN. menjadi landasan utama pemikiran marxisme. Pemikiran marxisme awal yang

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Centre (WTC) di New York,

ADAADNAN ABDULLA MUHAMMAD ADNAN ABDULLAH NEO KHAWARIJ MENGUNGKAP BIANG TERORISME, RADIKALISME, DAN SOLUSINYA. Diterbitkan secara mandiri

I. PENDAHULUAN. cadangan minyak bumi nomer dua terbesar di dunia dan gas alamnya yang

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

BAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Indonesian Journal of Sociology and Education Policy

BAB I PENDAHULUAN. realitas bisa berbeda-beda, tergantung bagaimana konsepsi

1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME

BAB V KESIMPULAN. dasawarsa terakhir ini dengan dilumpuhkannya beberapa pemimpin-pemimpin dictator

BAB IV KESIMPULAN. Dalam bab ini, penulis akan menuliskan kesimpulan dari bab-bab. sebelumnya yang membahas mengenai kelompok pemberontak ISIS dan

BAB V KESIMPULAN. Islamic State of Irak and Levant (ISIL) yang saat ini berubah nama menjadi

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut.

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan

NUSA DUA, BALI 10 AGUSTUS Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakaatuh. Selamat sore, salam sejahtera untuk kita semuanya. Yang saya hormati,

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

ANCAMAN LINTAS AGAMA DAN IDEOLOGI MELALUI BOM DI TEMPAT LAHIRNYA PANCASILA

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V. Penutup. Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok kelas menengah ke bawah, lebih banyak didorong oleh

CEGAH PERKEMBANGAN RADIKALISME DENGAN DERADIKALISASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdahulu ini mengemukakan hasil penelitian lain yang relevan dalam pendekatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai

9 Penyebaran hate..., Gloria Truly Estrelita, FISIP UI, 2009

Universitas Sumatera Utara REKONSTRUKSI DATA B.1. Analisa

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME

BAB I PENDAHULUAN. memberantas tindak terorisme global khusunya ISIS (Islamic State of Irak and

menjadi pemberitaan yang sering kali dikaitkan dengan isu agama. Budi Gunawan dalam bukunya Terorisme : Mitos dan Konspirasi (2005, 57) menekankan : K

Realitas di balik konflik Amerika Serikat-Irak : analisis terhadap invasi AS ke Irak Azman Ridha Zain

BAB I PENDAHULUAN. media visual yang bekerja dengan gambar-gambar, simbol-simbol, dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Islam masuk ke Rusia tidak lama setelah kemunculannya pada pertengahan kedua

BAB I PENDAHULUAN. Ketika menulis sebuah teks, penulis harus berupaya menarik minat pembaca

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

Mam MAKALAH ISLAM. Gerakan ISIS, Ancaman Ideologi dan Keamanan NKRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto

Tabel 1. Potensi Ancaman Perang Asimetris di Indonesia Ditinjau dari Berbagai Aspek Pelaku Sasaran Skala Metode Motif Dampak

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri

BAB VI PENUTUP. Analisis Percakapan Online atas Diskusi Politik Online tentang pembentukan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Eksistensi pemberitaan terorisme tidak pernah hilang menghiasi

STRATEGI KONTRATERORISME AMERIKA SERIKAT TERHADAP ISIS DI IRAK SKRIPSI

BAB IV KESIMPULAN. Kebijakan pemerintahan Francisco..., Fadhil Patra Dwi Gumala, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Terorisme merupakan suatu tindak kejahatan luar biasa yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah YouTube, yang berbentuk komunikasi massa audio visual. YouTube tidak

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

Kebijakan luar negeri..., Sri Winingsih, FISIP UI, BAB 4 KESIMPULAN

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kemerdekaan sampai hingga era pengisian kemerdekaan

yang dihadapi pasukan mereka. Tingginya jumlah korban jiwa baik dari pihak sipil maupun pasukan NATO serta besarnya dana yang harus dialirkan menjadi

Embrio Sosiologi Militer di Indonesia

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

EDITORIAL. RESPONS volume 14 no. 2 (2009): (c) 2009 PPE-UNIKA ATMA JAYA, Jakarta. ISSN:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN. Kennedy hanya menjalankan jabatan kepresidenan selama dua tahun yakni

Hubungan Internasional (daring), 1 November 2013, <

BAB IV POTA (PREVENTION OF TERRORISM ACT) SEBAGAI UPAYA PEMERINTAH MALAYSIA DALAM MEMBENDUNG TERORISME GLOBAL DAN FAKTOR PENDORONG DIBUATNYA POTA

Ia mendesak dunia Barat untuk mengambil langkah agar khilafah bisa dicegah.

Memahami Politik Luar Negeri Indonesia Era Susilo Bambang Yudhoyono secara Komprehensif: Resensi Buku

BAB VIII KESIMPULAN. kesengsaraan, sekaligus kemarahan bangsa Palestina terhadap Israel.

BAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia

Lampiran. Timeline Konflik Yang Terjadi Di Suriah Kekerasan di kota Deera setelah sekelompok remaja

Negara Jangan Cuci Tangan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

MI STRATEGI

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah setelah runtuhnya Orde Baru, di era reformasi saat ini, media dengan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis data seperti yang tertuang pada Bab II, maka dapat. disimpulkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Secara historis masuknya Islam di Indonesia dengan sangat

UNIT EKSPLANASI INDIVIDU DALAM POLITIK LUAR NEGERI DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI

Transkripsi:

Vol. 1, No. 1, Juli 2016 Resensi Buku ISSN 2503-3336 Terorisme: Kekerasan Politik Sadomasokisme dan Dramatisme Penulis: Syaifudin Dipublikasikan oleh: Jurusan Sosiologi, FIS, UNJ Diterima: Februari 2016; Disetujui: Februari 2016 Halaman artikel: 103 108 (IJSEP) menerbitkan artikel analisis secara teoritis yang berhubungan dengan kajian sosiologi dan kebijakan pendidikan. Jurnal IJSEP diterbitkan oleh Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta yang terbit 2 kali dalam setahun. Redaksi berharap bahwa jurnal ini menjadi media informasi dan komunikasi dalam pengembangan ilmu sosiologi dan juga kebijakan pendidikan di Indonesia. Redaksi IJSEP mengundang para sosiolog, peminat sosiologi, pengamat dan peneliti di bidang kebijakan pendidikan, dan para mahasiswa untuk berdiskusi dan menulis melalui jurnal ini. Adapun kriteria dan panduan penulisan artikel dapat dilihat pada laman berikut: http://www.i-sep.pub/index.php/ijspe/about/submissions#authorguidelines Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta

Resensi Terorisme: Kekerasan Politik Sadomasokisme dan Dramatisme Syaifudin Program Studi Pendidikan Sosiologi, FIS, Universitas Negeri Jakarta Email: syaifudin_88@yahoo.com Blain, Michael. 2009. The Sociology of Terrorism: Studies in Power, Subjection, and Victimage Ritual. Boca Raton: Universal Publishers. 216 halaman. 14 Januari 2016 lalu, Indonesia digemparkan dengan rangkaian aksi teror yang menggunakan ledakan bom dan aksi penembakan di ruang publik.kejadian aksi teror tersebut terjadi di salah satu kawasan elit Jakarta, yaitu Plaza Sarinah, Jalan MH. Thamrin, Jakarta Pusat. Pada kejadian teror tersebut, setidaknya ada delapan orang yang tewas yang terdiri dari empat pelaku teror, dan empat warga sipil. Selain itu juga ada 24 orang lainnya mengalami luka luka akibat aksi teror tersebut. Kemudian peristiwa itu diklaim dilakukan oleh kelompok terorismeislamic State in Iraq and Syria atau yang dikenal publik dengan sebutan ISIS. Mengapa muncul kelompok terorisme yang kemudian melakukan aksi teror? Apa yang melatarbelakanginya? Jawaban atas pertanyaan itu setidaknya dapat kita telusuri dari ulasan buku yang ditulis oleh Michael Blaindalam bukunya yang berjudul The Sociology of Terrorism: Studies in Power, Subjection, and Victimage Ritual. Michael Blain merupakan profesor sosiologi di Departemen Sosiologi, Boise State University, Amerika Serikat.Kajian penelitian Blain terkait dengan permasalahankekerasan politik, perang dan

Syaifudin perdamaian, dan terorisme. Melalui bukunya ini menurut Blain terorisme dilatarbelakangi oleh kekerasan politik yang kemudian dimanifestasikan dalam sebuah gerakan politik. Ada visi misi besar dalam gerakan politik tersebut, yaitu resistensi dan eksistensi ideologi politik mereka atas kekerasan dan penindasan dialaminya. Hal ini semua dimulai dari kekerasan politik yang terjadi. Menurut Blain kekerasan akan melahirkan kekerasan. Misalnya saja seperti dukungan rezim kekerasan yang dilakukan AS di Timur Tengah yang pada akhirnya melahirkan kelompok radikalisme bernama Al Qaeda. Gerakan radikalisme Al Qaeda kemudian melahirkan terorisme dari perang global yang dilakukan Amerika Serikat. Maka untuk itulah menurut Blain, terorisme didefinisikan sebagai akumulasi dari kekerasan politik oleh setiap kelompok yang digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan politik terhadap perlawanannya. Definisi ini dimaksudkan untuk mencakup spektrum mengenai taktik yang digunakan oleh suatu kelompok, negara, dan pemerintah serta gerakan politis lainnya. Blain berusaha mengkonstruksi permasalah terorisme dalam pendekatan sosiologi. Pendekatan utama Blain menggunakan konsep pemikiran Foucault dan Kenneth Burke. Melalui sudut pandang kedua tokoh tersebut, Blain berusaha menggambarkan pondasi kekerasan politik yang berujung pada radikalisme dan kemudian menikung pada gerakan terorisme. Gerakan terorisme ini tidak lepas karena adanya permasalahan pada mekanisme power, subjection, dan victimage ritual yang terjadi. Relasi terorisme pada penggunaan power yang dilakukan oleh aktor politik atau penguasa untuk menaklukan para kelompok lawan yang dianggap akan melakukan gerakan subversif, menurut Blain selalu ada nuansa sadomasokisme dan juga dramatisme. Hingga akhirnya penggunaan power yang demikian selalu melahirkan kekerasan politik. Power diolah sedemikian rupa oleh aktor politik atau penguasa, sehingga aktor politik atau penguasa berusaha untuk memuaskan keinginan sadomasokisnya di khalayak massa dengan melambangkan pembunuhan dan kematian sebagai syarat dan citra drama tragis, yaitu adanya pahlawan, penjahat dan 104

Terorisme: K ekerasan Politik Sadomasokisme dan Dramatisme korban. Penggunaan power demikian menurut Blain seperti yang pernah dilakukan oleh Adolf Hitler melalui Nazi yang dibentuknya. Penggunaan power oleh Hitler ini kemudian melahirkan sebuah tragedi kemanusiaan yang bernama Holocaust. Tragedi Holocaust merupakan bentuk dari power yang lekat dengan nuansa sadomasokisme dan dramatisme. Peristiwa pembunuhan dan kematian massal kaum Yahudi Eropa saat Perang Dunia II ini merupakan simbol dari sadokisme atas power yang dilakukan oleh Nazi dibawah kepemimpinan Hitler. Peristiwa itu pun akhirnya memunculkan dramatisme. Hitler dan Nazi dipuja sebagai pahlawan, sementara kaum Yahudi sebagai korban dan penjahat bagi warga Jerman dibawah kepemimpinan Hitler. Namun power yang digunakan Nazi dalam melawan kaum Yahudi kemudian mendapat perlawanan balik dari kaum Yahudi di Eropa. Hingga akhirnya Hitler pun kalah dalam peperangan. Maka untuk itu power yang dilanggengkan dengan nuansa sadomasokisme dan juga dramatisme memunculkan beberapa proposisi, yaitu: (1)aktor politik atau penguasa selalu berusaha untuk memuaskan keinginan sadomasokisnya di khalayak massa; (2) komunikasi yang dilakukanakan menyentuh sebuah kompleksitas alam bawah sadar, budaya, hukum, dan adanya kambing hitam; dan (3) aktor politik atau penguasaakan menggunakan dramatisme untuk mendapatkan identifikasi massa dengan tandatanda dan simbol-simbol otoritas dan kekuasaan mereka. Power sadomasokisme dan juga dramatisme yang melahirkan kekerasan politik pada akhirnya memunculkan benih radikalisme. Klimaks dari radikalisme yaitu terorisme. Selain power, menurut Blain subjection juga turut andil dalam melahirkan terorisme. Subjection merupakan bagian dari penyerahan diri terhadap orang lain atau kelompok sebagai individu atas nama ketertundukan. Subjection menjadi jembatan akumulasi kekerasan politik yang terjadi melalui power yang bernuansa sadomasokisme dan dramatisme. Efek dari power ini kemudian menjadi sebuah teknologi kuasa yang dimaksudkan untuk membentuk subjection atas subjek. Maka demikian power menjadi proses di mana subjek 105

Syaifudin dijadikan sebagai yang ditundukan. Namun demikian dari momentum subjection ini, tidak membuat subjek menjadi patuh pada setiap kuasa yang berusaha untuk membentuknya. Hal ini sesuai dengan apa yang dirumuskan oleh Foucault, bahwa dalam power akan memproduksi sebuah resistensi. Dari resistensi inilah kebenaran baru dihasilkan dari subjek yang melawan.berpijak dari pemikiran Foucault, Blain mengungkapkan bahwa kondisi kritis hanya dapat tercipta jika subjek yang terkena power dan subjection memiliki kemampuan untuk melawan. Contoh nyata dari relasi power dan subjection yang demikian dapat kita lihat dari munculnya kelompok resistensi radikal yang kemudian menjadi terorisme, seperti Al Qaedah, dan ISIS. Agar power dan subjection ini berjalan dengan baik, maka ia harus dikemas melalui victimage ritual. Victimage ritual merupakan strategi bertindak atas situasi sosial yang ada. Blain dengan berpijak dari pemikiran Burke menjelaskan bahwa victimage ritual adalah strategi di mana salah satunya tidak bisa kehilangan, namun salah satunya lagi mencoba untuk melawan dengan caranya sendiri. Maka untuk itu harus mengembangkan strategi yang benar dan realistis. Pada posisi ini aktor politik atau penguasa menggunakan tindakan diskursif dengan menggunakan kata tulus tetapi harus dihitung sebagai tujuan politik mereka. Di sinilah kemudian para aktor politik atau penguasa menggunakan victimage ritual untuk memotivasi massa dalam aksi kekerasan kolektif melalui dramatisme victimage ritual sehingga menjadi sebuah perjuangan dramatis dari seorang pahlawan untuk melawan penjahat, baik melawan kejahatan, ketidakadilan, dan mempertahankan hubungan kekuasaaan. Victimage ritual, dapat kita lihat dari peristiwa invasi Amerika Serikat dengan sejumlah negara sekutunya ke Irak di tahun 2003. Ketika itu Irak masih dibawah kendali Saddam Hussein. Invansi Amerika Serikat dan sekutunya dikemas untuk menjadi pahlawan dunia dengan mencari senjata pemusnah massal di Irak. Namun rupanya senjata pemusnah massal tidak ditemukan di Irak, tetapi akhirnya tujuan invansi tersebut adalah penggulingan rezim Saddam Hussein dan adanya tujuan penguasaan minyak. 106

Terorisme: K ekerasan Politik Sadomasokisme dan Dramatisme Dari invansi ini kemudian lahirlah kelompok radikal seperti ISIS yang melakukan aksi terorisme. Victimage ritual dapat disampaikan melalui berbagai bentuk, salah satunya melalui pidato kepala negara atau presiden, atau pemimpin atau penguasa. Pidato presiden adalah contoh victimage ritual yang berfungsi untuk membentuk bahwa Presiden sebagai penjaga tatanan sosial. Di masa konflik, Presiden mewakili diri mereka sebagai pahlawan yang berjuang melawan penjahat, baik dari dalam maupun luar negeriyang dapat mengancam keamanan dan kenyamanan masyarakat. Kesediaan Presiden untuk mengorbankan hidup dalam perjuangan ini sebenarnya merupakan fitur utama dari pola retoris victimage ritual. Victimage ritual selalu medramatiskan retoris untuk membentuk oponi politik atas otoritas dan kekuasaan mereka. Dalam prosesnya, mereka menjelek-jelekkan lawan mereka sebagai ancaman teroris terhadap keamanan dan kenyamanan, dan memuliakan masyarakat. Sehingga apa yang dilakukan negara atau pemimpin seperti penindasan, pengingkaran hak kemanusiaan, hingga pembunuhan yang dilakukan dibenarkan oleh masyarakat. Ini yang menurut Blain pernah dilakukan oleh Hitler. Melalui kekuatan pidatonya yang berisi politik kambing hitam, dan doktrinisasi chauvinisme, membuat masyarakat Jerman saat itu terhipnotis untuk membenarkan tindakan yang dilakukan oleh Hitler. Pada konteks era media sosial berbasis internet saat ini, victimage ritual kemudian diperkuat dalam daya magis media sosial berbasis internet. Hal ini kemudian semakin memperkuat relasi power dan subjection yang menstimulus kelompok radikalisme untuk melakukan aksi terorisme sebagai bagian dari resistensi dan eksistensi ideologi politik mereka ke khalayak massa. Lalu bagaimana cara untuk melakukan perlawanan terhadap kelompok kelompok terorisme. Pada tatanan diskursus inilah Blain berusaha menawarkan pendekatan genealogis untuk mengartikulasikan analisis wacana kritis sebagai alat perlawanan terhadap terorisme. Tawaran pendekatan Blain ini diinspirasi dari beberapa studi kasus dari gerakan anti terorisme yang pernah dilakukan oleh Greenham Commons Women s Peace Camp pada tahun 107

Syaifudin 1980-an di Inggris, gerakan aktivis perdamaian anti nuklir untuk menolak rencana Amerikamembangun pabrik senjata nuklir dan gerakan anti gay pada tahun 1994 di Amerika Serikat. Namun tawaran Blain ini terlalu teoritis dan abstrak. Untuk menterjemahkan tawaran Blain ini setidaknya perlu kajian secara mendalam mengenai genealogis terorisme itu sendiri dari para ilmuwan sosial. Walaupun begitu, setidaknya Blain sudah menawarkan sumbangan pemikiran sosiologis mengenai terorisme. Blain dalam menjelaskan pondasi lahirnya terorisme melalui bukunya ini, memang bukanlah orisinalitas pemikirannya dan bukanlah suatu proposisi baru. Namun setidaknya Blain sudah menunjukan bahwa lahirnya (kelompok) terorisme tidak lepas karena adanya kekerasan politik yang terjadi. Kekerasan politik ini terajut dari mekanisme power, subjection, dan victimage ritual yang penuh dengan nuansasadomasokisme dan dramatisme di dalamnya hingga konsekuensinya berupa lahirnya kelompok radikal yang kemudian melakukan terorisme.the Sociology of Terrorism yang ditulis oleh Blain dapat menjadi penegas bahwa terorisme akan selalu muncul jika kekerasan politik berlangsung dengan nuansa sadomasokisme dan dramatisme. Di sinilah terorisme kemudian tampil dipanggung publik, untuk mempertontonkan adanya pahlawan, adanya kawan, adanya lawan, dan adanya korban yang harus dikorbankan demi tujuan politis yang menawan. 108