EMISI KARBON DAN POTENSI CDM DARI SEKTOR ENERGI DAN KEHUTANAN INDONESIA CARBON EMISSION AND CDM POTENTIAL FROM INDONESIAN ENERGY AND FORESTRY SECTOR

dokumen-dokumen yang mirip
Bencana Perubahan Iklim Global dan Proyeksi Perubahan Iklim Indonesia

PERKEMBANGAN ENERGI DI INDONESIA SEBAGAI DAMPAK KEBIJAKAN IKLIM GLOBAL INDONESIAN ENERGY DEVELOPMENT AS IMPACT OF GLOBAL CLIMATE POLICY

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

Kajian Pertukaran Gas Karbon Dioksida (CO 2 ) Antara Laut dan Udara di Perairan Indonesia dan Sekitarnya

PROYEKSI SO 2 DI INDONESIA SEBAGAI IMPLIKASI PERUBAHAN IKLIM GLOBAL: DAMPAK DAN BIAYA KESEHATAN

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia.

SUMBER DAYA ENERGI MATERI 02/03/2015 JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA MINYAK BUMI

2015 PENGARUH ENVIRONMENTAL PERFORMANCE DAN PENERAPAN CARBON MANAGEMENT ACCOUNTING TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan pemimpin politik untuk merespon berbagai tantangan dari ancaman

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN. asing. Indonesia telah menjadikan Jepang sebagai bagian penting dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. pihak menanggung beban akibat aktivitas tersebut. Salah satu dampak yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( ) RESUME SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memicu terjadinya pemanasan global. Padahal konsep mengenai green accounting

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PERAN PROTOKOL KYOTO DALAM MENGURANGI TINGKAT EMISI DUNIA MELALUI CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c

I. PENDAHULUAN. mencapai 2324,7 juta ton/tahun (Ditjenbun, 2007).

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

SAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu

PENANGGULANGAN PEMANASAN GLOBAL DI SEKTOR PENGGUNA ENERGI

Proyeksi Emisi Gas Rumah Kaca Tahun

I. PENDAHULUAN. ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

Lembar Fakta Kurva Biaya Pengurangan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca) Indonesia

REHABILITASI HUTAN DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR KEHUTANAN DI SULAWESI UTARA

PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Opportunity Cost Dalam Pelaksanaan REDD

PENGURANGAN EMISI CO 2 MELALUI PENERAPAN PAJAK KARBON (CARBON TAX) DAN PENGARUHNYA TERHADAP ASPEK EKONOMI DAN LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

Peningkatan Kepedulian dan Pemahaman Masyarakat akan Dampak Perubahan Iklim. oleh: Erna Witoelar *)

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

FENOMENA GAS RUMAH KACA

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil

A. Latar Belakang Masalah

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-251

Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi

PEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL

Workshop Low Carbon City

National Planning Workshop

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENAMBATAN KARBON PADA BERBAGAI BENTUK SISTEM USAHA TANI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK MULTIFUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

MENGURANGI EMISI GAS RUMAH KACA

Oleh/by: Nurlita Indah Wahyuni

Perspektif CDM Pada Proyek Energi Terbarukan & Efisiensi Energi. I. Latar Belakang

PROSPEK EKONOMI WOOD PELLET (Untuk Bisnis Energi Terbarukan)

Biomas Kayu Pellet. Oleh FX Tanos

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang

Potensi implementasi mekanisme berbasis pasar untuk mitigasi dampak perubahan iklim. Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pernah terjadi dan menghadirkan tantangan untuk ekonomi. 7 Untuk

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

Kajian dan Sosialisasi Perubahan Iklim serta Antisipasi Dampaknya. Ringkasan Eksekutif

> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

TANYA-JAWAB Pemanasan Global dan Perubahan Iklim

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PARTISIPASI JEPANG DALAM PENANGANAN ISU PERUBAHAN IKLIM GLOBAL (PROTOKOL KYOTO) 3.1 Isu Perubahan Iklim Global (Global Climate Change)

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia

Kebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia. JCM Indonesia Secretariat

BAB I PENDAHULUAN. bebas dan dapat diakses dengan mudah. Globalisasi telah mempengaruhi berbagai

Perubahan Iklim dan SFM. Dewan Nasional Perubahan Iklim Jakarta, 3 Desember 2009

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI KALOR PADA INDUSTRI TAHU

Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK

SINGKATAN DAN ISTILAH...

KONTRIBUSI PLTN DALAM MENGURANGI EMISI GAS CO2 PADA STUDI OPTIMASI PENGEMBANGAN SISTEM PEMBANGKITAN LISTRIK SUMATERA

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

Transkripsi:

EMISI KARBON DAN POTENSI CDM DARI SEKTOR ENERGI DAN KEHUTANAN INDONESIA CARBON EMISSION AND CDM POTENTIAL FROM INDONESIAN ENERGY AND FORESTRY SECTOR Dr. Armi Susandi, MT Program Studi Meteorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesa no. 10 Bandung 40132 email: armi@geoph.itb.ac.id Abstrak : Emisi karbon dari sektor energi dan kehutanan Indonesia diproyeksikan akan terus meningkat sebagai implikasi dari peningkatan konsumsi energi fosil dan akibat kegiatan deforestasi di Indonesia. Pengembangan model MERGE (Model for Evaluating the Regional and Global Effect of Greenhouse Gas Reduction Policies) akan menggambarkan emisi karbon Indonesia dari kedua sektor tersebut untuk tahun 2000 sampai dengan tahun 2100. Kajian potensi Indonesia dalam mekanisme Clean Development Mechanism [CDM] juga dipresentasikan dalam tulisan ini, sehingga didapatkan gambaran proyeksi kemampuan hutan Indonesia dalam menyerap emisi karbon termasuk peluang pengembangan sektor energi dalam mekanisme CDM tersebut. Kata kunci: CDM, emisi karbon, energi, kehutanan Abstract : Carbon emissions from energy and forestry sector would projected to increasing as implication of energy fossil fuel consumption and deforestation activities in Indonesia. Development of MERGE (Model for Evaluating the Regional and Global Effect of Greenhouse Gas Reduction Policies) would project the Indonesian carbon emissions from both energy and forestry sector to the year 2100. Assessment of Indonesian potential on the Clean Development Mechanism [CDM] presents in this paper, so we have projection of Indonesian forestry due to uptake carbon emissions, included the opportunity to develop a prospect energy sector under the CDM. Key words: CDM, carbon emissions, energy, forestry

1. PENDAHULUAN Aktifitas manusia telah menimbulkan dampak terhadap perubahan iklim bumi. Perubahan iklim global di akibatkan efek emisi gas-gas seperti CO 2, CH 4, N 2 O, CF 4, C 2 F 6. Gas ini yang menyebabkan terjadinya suhu udara seperti di rumah kaca di atmosfer yang kemudian dikenal sebagai Gas Rumah Kaca (GRK). GRK ini telah menyebabkan bumi kian menjadi panas karena tersekap oleh kondisi yang dimunculkan oleh emisi gas yang diproduksi oleh kegiatan industri, transportasi dan aktivitas manusia yang lainnya yang mempergunakan sumber energi fosil (batubara, minyak bumi, dan gas) serta berkurangnya kemampuan hutan dalam menyerap CO 2 akibat deforestasi. Gas ini mempunyai kemampuan menyerap radiasi panas matahari di atmosfer yang menyebabkan radiasi panas kembali ke bumi karena terjebak oleh gas buangan ini. Saat ini diperkirakan bahwa konsentrasi CO 2 di atmosfer telah mengakibatkan lebih 50% dari total efek GRK. Sementara itu di Indonesia total gas CO 2 di atmosfer adalah tidak kurang dari 70 juta metrik ton karbon Saat ini sejumlah negara telah menandatangani Protokol Kyoto tentang perubahan iklim yang merupakan tindak lanjut upaya mencegah terjadinya pemanasan global. Uni Eropa, Jepang, Rusia dan negara-negara lain termasuk China, serta negara-negara Asia, Afrika dan Amerika Latin, bersedia dan sudah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto tersebut. Indonesia, kemudian meratifikasi konvensi ini sejak tahun 1994. Protokol Kyoto adalah sebuah kesepakatan internasional yang bertujuan menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) rata-rata sebesar 5,2 persen pada tahun 2008-2012 di bawah tingkat emisi GRK rata-rata tahun 1990. Negara-negara industri dan negara dengan ekonomi transisi yang tergabung dalam kelompok negara Annex I diharuskan untuk mengurangi tingkat emisinya pada periode komitmen pertama tersebut. Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Pada kurun waktu 1997-1998, Indonesia mengalami kebakaran hutan dan kerusakan terumbu karang yang cukup parah karena berubahnya karakteristik El Nino akibat pemanasan global. Di samping itu, Indonesia mempunyai kandungan energi fosil yang cukup besar dalam buminya, terutama kandungan batubara sekitar 1000 exjoules (EUSAI, 2001), sementara itu kandungan gas adalah 180 exajoules, sedangkan minyak hanyalah sekitar 57 exajoules. Sebagai negara pengekspor energi, Indonesia juga berkepentingan terhadap kebijakan iklim internasional yang akan berdampak terhadap produksi dan permintaan energi tersebut. Di tambahkan, industri Indonesia relatif kurang efisien dan deforestasi tidak bisa terelakkan, membuat negara kita juga mempunyai potensi besar terlibat dalam proyek Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism, CDM project).

Tulisan ini menjelaskan tentang Protokol Kyoto dan CDM proyek di Indonesia, yang akan di bahas dalam bagian kedua tulisan ini. Dalam penelitian ini di gunakan model MERGE dan dideskripsikan pada bagian ketiga tulisan ini. Analisis proyeksi emisi karbon dari sektor energi dan kehutanan Indonesia sebagai implikasi dari peningkatan konsumsi bahan bakar fosil dan akibat kegiatan deforestasi di Indonesia, akan di sampaikan dalam bagian ke empat. Selanjutnya potensi CDM dari sektor energi dan kehutanan di Indonesia akan di kaji dalam bagian selanjutnya. Tulisan ini akan di akhiri dengan kesimpulan. 2. PROTOKOL KYOTO DAN CDM Dengan diratifikasinya Protokol Kyoto oleh Rusia akhir tahun lalu, Protokol ini menjadi berkekuatan hukum dan sejak 16 Februari 2005 yang lalu sudah diimplementasikan. Penandatanganan Rusia tersebut menggenapi syarat untuk sedikitnya diratifikasi 55 negara anggota konvensi PBB tentang perubahan iklim dan total proporsi emisi negara-negara Annex I yang meratifikasi telah mewakili 55 persen dari total emisi mereka. Dalam rangka memenuhi target tersebut negara-negara penanda tangan bersamasama menurunkan kadar-emisi gas-gas rumah kaca. Negara maju bisa melakukan program mitigasi dengan cara Join Implemantation (JI), atau Emission Trade, namun untuk negara berkembang proyek yang dilaksanakan untuk menurunkan jumlah emisi adalah dengan Mekanisme Pembangunan Bersih Clean Development Mechanism (CDM). Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia diharapkan memperoleh keuntungan dalam penurunan gas-emisi global. Clean Development Mechanism, atau lebih dikenal dengan CDM, adalah salah satu mekanisme pada Kyoto Protokol yang mengatur negara maju yang tergabung dalam Annex I dalam upayanya menurunkan emisi gas rumah kaca. Mekanisme CDM ini merupakan satu-satunya mekanisme yang terdapat pada Protokol Kyoto yang mengikutsertakan negara berkembang dalam upaya membantu negara maju dalam menurunkan emisinya. Selain membantu negara maju, sebaliknya diharapkan melalui mekanisme CDM ini akan memungkinkan adanya bantuan keuangan, transfer teknologi, dan pembangunan berkelanjutan dari negara maju ke negara berkembang. Adapun tujuan mekanisme CDM (Protokol Kyoto artikel 12), adalah: 1. Membantu negara yang tidak termasuk sebagai negara Annex I, yaitu negara berkembang, dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan untuk berkontribusi pada tujuan utama Konvensi Perubahan Iklim, yaitu untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer.

2. Membantu negara-negara Annex I atau negara maju agar dapat memenuhi target penurunan emisi negaranya. Jadi mekanisme CDM memberikan kesempatan bagi negara maju (Annex I) dalam memenuhi target penurunan emisi secara fleksibel dan dengan biaya yang tidak terlalu mahal. Tentunya kegiatan CDM memungkinkan pemerintah dan pihak swasta di negara Annex I untuk bisa mengembangkan proyek yang dapat menurunkan emisi gas rumah kaca di negara berkembang. CER atau "certified emissions reduction" akan didapatkan oleh negara maju sebagai sebuah kredit apabila proyek yang dilakukan di negara berkembang telah terbukti menurunkan emisi gas rumah kaca. Kredit yang dihasilkan dari CER ini kemudian akan dihitung sebagai emisi yang berhasil diturunkan oleh negara Annex I melalui mekanisme CDM, yang dapat digunakan untuk memenuhi target mereka di dalam Protokol Kyoto. Saat ini proyek yang dapat dilakukan dalam hubungan mekanisme CDM ini adalah proyek dalam bidang energi dan kehutanan. Indonesia mempunyai peluang cukup besar dalam proyek CDM dari sektor energi dan kehutanan. Tetapi batasan pendefenisian reforestasi dan aforestasi yang diberikan dalam proyek ini membuat Indonesia tidaklah mudah untuk dapat meraih keuntungan dari proyek CDM ini. 3. MODEL MERGE Untuk mengkaji dampak perubahan iklim global melalui kebijakan pengurangan emisi GRK, digunakan model MERGE (Model for Evaluating the Regional and Global Effects of Greenhouse Gas Reduction Policies). Model ini mulai di kembangkan pertama kali tahun 1992 oleh Prof. Alan S Manne dari Universitas Stanford, Amerika Serikat dan Richard Richels dari EPRI, Amerika Serikat (1992) dan Manne, Mendelsohn, dan Richels (1995). Saat ini model ini telah berkembang pesat dengan kompleksitasnya sesuai dengan perkembangan kebijakan dan usaha antisipasi perubahan iklim global melalui konvensi iklim yang diadakan tiap tahunnya. Model MERGE juga telah dikembangkan untuk mengkaji lebih lanjut posisi Indonesia dalam kebijakan iklim internasional (Susandi, 2004). Luaran model ini adalah proyeksi emisi karbon dari sektor energi dan kehutanan Indonesia sampai tahun 2100. Dalam penelitian ini digunakan juga pengembangan model MERGE untuk mengkaji potensi keuntungan CDM dari sektor energi dan kehutanan Indonesia. 4. EMISI KARBON INDONESIA Indonesia memiliki cadangan minyak, gas, dan batubara yang cukup signifikan saat ini. Gas yang ada saat ini akan dapat di produksi sampai 70 tahun mendatang, dalam

tingkat produksi saat ini (EUSAI, 2001). Sementara itu batubara akan menjadi energi andalan untuk konsumsi dalam negeri Indonesia (dapat di produksi sampai 500 tahun ke depan dalam tingkat produksi saat ini). Sementara itu energi minyak hanya akan bertahan dalam 17 tahun ke depan setelah tahun 2000. Konsumsi energi Indonesia di dominasi oleh energi dari bahan bakar fosil, yaitu sekitar 3,9 quadrillion British thermal unit (BTU) atau sekitar 95 persen dari total konsumsi energi Indonesia (DGEED, 2000). Minyak sampai saat ini mendominasi pemakaian energi Indonesia, sekitar 56% dari total energi pada tahun 2000. Selanjutnya gas yang dikonsumsi adalah sebesar 31% dan batubara sebesar 8% dari total konsumsi energi Indonesia (IEA, 2000). Pada tahun 2000, total emisi CO 2 dari kebutuhan energi Indonesia adalah sebesar 62 juta metrik ton karbon, 42% adalah berasal dari energi industri (termasuk pembangkit listrik), tingkat laju pertumbuhan CO 2 dari sumber ini adalah sebesat 7% per tahun (sumber yang lainnya rata-rata sebesar 3,3% per tahun). Selanjutnya 25% dari sektor industri, 24% dari sektor transportasi, dan 9% berasal dari rumah tangga (SME-ROI, 1996). Menurut model MERGE, emisi dari konsumsi energi primer Indonesia adalah sebesar 64 juta metrik ton karbon (Gambar 1). Emisi karbon dari sektor energi ini meningkat secara substansial sampai mencapai puncaknya pada tahun 2060, emisi mencapai sekitar 158 juta metrik ton karbon. Selanjutnya peran energi bebas emisi (Susandi, 2004) akan mendominasi pada periode selanjutnya di pasaran energi Indonesia untuk menggantikan energi fosil. Pada akhir periode abad 21, emisi akan turun secara gradual dan mencapai 110 juta metrik ton karbon (Gambar 1). Ditambahkan, dari sektor kehutanan Indonesia juga menyumbangkan emisi yang tidak sedikit, terutama dari hasil deforestasi. Dalam laporan UNFCCC (SME-ROI, 1999) di laporkan bahwa perubahan tata guna lahan dan kegiatan deforestasi telah menghasilkan emisi hingga mencapai 42 juta metrik ton karbon pada tahun 1994. Pada tahun 2000, dalam MERGE emisi karbon dari kegiatan deforestasi adalah sebesar 42,1 juta metrik ton karbon (Gambar 2). Pada tahun 2000 tersebut deforestasi di Indonesia diperkirakan sebesar 2,3 juta ha per tahun (Sari et al. 2001). Selanjutnya aktifitas deforestasi diperkirakan akan meningkat dan mencapai titik tertinggi pada tahun 2030 dengan emisi karbon sebesar 56 juta metrik ton. Setelah itu emisi karbon dari sektor kehutanan ini akan menurun secara perlahan-lahan sampai tahun 2100 (Gambar 2). Sebaliknya, apabila ada usaha untuk mengurangi deforestasi, diharapkan akan terjadi perlambatan aktifitas deforestasi di Indonesia. Tingkat optimal deforestasi akan di capai pada titik dimana biaya marginal dari perlambatan deforestasi sama dengan harga karbon (shadow price of carbon). Biaya marginal perlambatan digunakan dari laporan ALGAS (1997), sedangkan shadow price of carbon di peroleh dari simulasi model MERGE. Berdasarkan asumsi ini di dapatkan jumlah optimal karbon dari perlambatan

180 Juta metrik ton karbon 150 120 90 60 30 0 80 2000 2020 2040 2060 2080 2100 Tahun Gambar 1. Proyeksi emisi karbon dari sektor energi Juta metrik ton karbon 60 40 20 0 2000 2020 2040 2060 2080 2100 Tahun Gambar 2. Proyeksi emisi karbon dari deforestasi 250 Juta metrik ton karbon 200 150 100 50 total net karbon penyerapan karbon total karbon 0 2000 2020 2040 2060 2080 2100 Tahun Gambar 3. Total net karbon Indonesia

deforestasi (Gambar 3). Total net emisi karbon dari sektor energi dan kehutanan serta dikurangi uptake dari proses perlambatan deforestasi diperlihatkan dalam Gambar 3, berikut ini. 5. POTENSI CDM INDONESIA Dalam bagian ini akan di analisis potensi CDM Indonesia baik dari sektor kehutanan maupun dari sektor energi. Potensi keuntungan CDM Indonesia dari sektor kehutanan di dapatkan dengan aktifitas perlambatan deforestasi. Sedangkan potensi keuntungan CDM dari sektor energi di asumsikan bahwa Indonesia akan berkontribusi sebesar 34 juta metrik karbon pada tahun 2012 atau sebesar 2,1% dari total global, berdasarkan model PET (Pelangi s Emission Trading). Dalam model MERGE, potensi keuntungan CDM Indonesia dari sektor energi lebih besar dari sektor kehutanan. Keuntungan dari CDM energi pada tahun 2010 adalah sebesar US$ 228 juta (Gambar 4), sedangkan dari sektor kehutanan adalah sebesar US$ 75 juta, atau setara dengan penyerapan karbon sebesar 4,5 juta metrik ton karbon. Selanjutnya, potensi keuntungan CDM sektor energi akan mampu meningkat secara eksponensial sementara potensi keuntungan proyek CDM dari sektor kehutanan akan meningkat secara gradual. Pada tahun 2100 CDM energi berpotensi mendapat keuntungan dari penjualan emisi sebesar US$ 39.000 juta sedangkan CDM kehutanan sebesar US$ 12.000 juta (Gambar 4). Juta US$ 45000 40000 35000 30000 CDM energi 25000 20000 15000 CDM hutan 10000 5000 0 2010 2030 2050 2070 2090 Tahun Gambar 4. Potensi keuntungan proyek CDM

6. KESIMPULAN Selain Indonesia berpotensi dalam melepaskan emisi karbon dengan peningkatan konsumsi bahan bakar fosil serta aktifitas deforestasi, Indonesia juga mempunyai potensi untuk mengembangkan proyek Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism-CDM). Dalam tulisan ini di paparkan potensi CDM dari kedua sektor tersebut. Potensi CDM energi akan lebih signifikan untuk mendapatkan keuntungan dari perdagangan emisi global, sementara itu potensi CDM dari sektor kehutanan cukup menjanjikan dari kegiatan perlambatan deforestasi di Indonesia. Kedua sektor proyek CDM ini patut di kembangkan sebagai salah satu usaha Indonesia dalam keikutsertaan dalam mitigasi perubahan iklim global. Daftar Pustaka DGEED (Directorate General of Electricity and Energy Development). Statistics and Information of Electric Power and Energy. Jakarta, 2000. EUSAI (Embassy of the United States of America in Indonesia). Petroleum Report Indonesia, 2001. IEA (International Energy Agency). World consumption of primary energy. International Energy Annual, World Energy Consumption. 2000. Manne, A. S. and R. G. Richels. Buying Greenhouse Insurance The Economic Costs of CO 2 Emissions Limits, Cambridge: The MIT Press, 1992. Manne, A. S., R. O. Mendelsohn, and R. G. Richels. MERGE A Model for Evaluating Regional and Global Effects of GHG Reduction Policies. Energy Policy Vol. 23 (1995) : pp 17-34 SME-ROI (State Ministry for Environment, Republic of Indonesia). Indonesia: First National Communication under the United Nations Framework Convention on Climate Change, Jakarta 1996. Sari, A et al. Does money growth on tress? Opportunities and Challenges of Forestry CDM in Indonesia, Pelangi, Jakarta, 2001. Susandi, A. The Impact of International Green House Gas Emissions Reduction on Indonesia. Report on System Science. Max Planck Institute for Meteorology. Hamburg, Germany, 2004.