BAB III PENGOLAHAN DATA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PENGOLAHAN DATA

Gambar IV-1. Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet Pada Daerah Homogen Untuk Level Dekomposisi Pertama

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB III PENGOLAHAN DATA

BAB IV ANALISIS. Tabel IV-1 Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet pada Daerah Homogen. Wavelet

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Pencocokan Citra Digital

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I. Pendahuluan I.1 Latar Belakang

KAJIAN PENCOCOKAN CITRA (IMAGE MATCHING) SETELAH FILTERISASI DENGAN TRANSFORMASI WAVELET SATU DIMENSI

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 PERANCANGAN PROGRAM. dilanjutkan dengan rancangan cetak biru untuk program yang akan dibangun.

BAB 2 LANDASAN TEORI

Gambar 2.1 Perkembangan Alat Restitusi (Dipokusumo, 2004)

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan 4.2 Analisis Terhadap Peta Rupabumi yang digunakan

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

Pencocokan Citra Terkoreksi Histogram Ekualisasi TUGAS AKHIR. Rivai Nursetyo NIM

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Melalui persamaan di atas maka akan terbentuk pola radargram yang. melukiskan garis-garis / pola pendekatan dari keadaan yang sebenarnya.

Kata kunci: Fourier, Wavelet, Citra

BAB III METODE PENELITIAN. ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain : akan digunakan untuk melakukan pengolahan citra.

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PENGOLAHAN DATA

Raden Abi Hanindito¹, -². ¹Teknik Informatika, Fakultas Teknik Informatika, Universitas Telkom

SAMPLING DAN KUANTISASI

BAB I PENDAHULUAN. Timor Leste terletak di antara garis lintang 8 dan 10 S, dan bujur 124

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan digital watermarking. Watermarking bekerja dengan menyisipkan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB III METODE PENELITIAN DAN PERANCANGAN SISTEM

LOGO PEMBERIAN TANDA AIR MENGGUNAKAN TEKNIK KUANTISASI RATA-RATA DENGAN DOMAIN TRANSFORMASI WAVELET DISKRIT. Tulus Sepdianto

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Generalisasi =

WATERMARKING DENGAN METODE DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR PADA CITRA DIGITAL

REFERENSI. Dipokusumo, Bobby Diktat Kuliah Fotogrametri. Bandung : Penerbit ITB, 2004.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM

DESAIN DAN IMPLEMENTASI SISTEM PENINGKATAN KUALITAS PEREKAMAN AUDIO DENGAN WAVELET NOISE REDUCTION DAN AUTOMATIC GAIN ADJUSTMENT

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Watermarking dengan Metode Dekomposisi Nilai Singular pada Citra Digital

KOMPUTASI DEKOMPOSISI WAVELET HAAR BERBASIS ALJABAR MAX-PLUS

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc

BAB III METODE PENELITIAN DAN PERANCANGAN SISTEM

KAJIAN PENCOCOKAN CITRA DIGITAL SETELAH LOW PASS FILTER DAN HIGH PASS FILTER DENGAN TEKNIK KORELASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: b. Memori : 8192 MB. c. Sistem Model : Lenovo G40-45

PENGENALAN POLA SIDIK JARI BERBASIS TRANSFORMASI WAVELET DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

BAB I PENDAHULUAN. MMS (Multimedia Messaging Service) adalah puncak dari evolusi SMS

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

Watermarking Video Menggunakan Transformasi Wavelet Diskrit

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI. Citra digital sebenarnya bukanlah sebuah data digital yang normal,

BAB 2 LANDASAN TEORI

KOMPRESI CITRA MEDIS MENGGUNAKAN METODE WAVELET

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

ANALISA PERBANDINGAN METODE VEKTOR MEDIAN FILTERING DAN ADAPTIVE MEDIAN FILTER UNTUK PERBAIKAN CITRA DIGITAL

Hardisk 80 GB Perangkat lunak Window XP Profesional MATLAB 7.0.1

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. fold Cross Validation, metode Convolutional neural network dari deep learning

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

DAFTAR TABEL. Tabel 4.1 Struktur Neural Network Backpropagation Tabel 4.2 Hasil Pengujian Identifikasi Data Uji... 34

Pendekatan Statistik Pada Domain Spasial dan Frekuensi untuk Mengetahui Tampilan Citra Yustina Retno Wahyu Utami 1)

BAB III METODE PENELITIAN DAN PERANCANGAN SISTEM. penelitian laboratorium. Studi kepustakaan dilakukan untuk mencari teori atau

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Kelas. Kelas. p q r s t u v w x y Level Transformasi.

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

BAB III WAVELET. yang memenuhi

Pemampatan Citra Warna Menggunakan 31 Fungsi Gelombang-Singkat

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

BAB 3 PERUMUSAN PENELITIAN. Signal. Sparse Coding. Reconstruction. Reconstructed. Assessment

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

EKSTRAKSI JALAN SECARA OTOMATIS DENGAN DETEKSI TEPI CANNY PADA FOTO UDARA TESIS OLEH: ANDRI SUPRAYOGI NIM :

IMPLEMENTASI TEMU KEMBALI CITRA TEKSTUR MENGGUNAKAN ROTATED WAVELET FILTER

ABSTRAK. PDF created with FinePrint pdffactory Pro trial version

Transkripsi:

BAB III PENGOLAHAN DATA Pengolahan data pada penelitian ini meliputi tahapan pengambilan data, penentuan titik tengah area yang akan menjadi sampel, pengambilan sampel, penentuan ukuran window subcitra acuan (SCA) maupun citra pencarian (CP), perubahan struktur data ke dalam bentuk satu dimensi, transformasi dengan wavelet satu dimensi, filterisasi dalam domain frekuensi, korelasi sebelum maupun setelah dilakukannya transformasi wavelet satu dimensi, pencarian hasil korelasi paling maksimum berdasarkan induk wavelet, level dekomposisi, dan ukuran citra pencarian, yang kemudian dibandingkan dengan data validasi. Data (Citra Kiri) Data (Citra Kanan) Penentuan Titik Sampel untuk area Homogen dan Heterogen Penentuan Ukuran SCA (11x11) Penentuan Ukuran CP (21x21, 31x31, 41x41, 51x51, 61x61) SCA CP Perubahan struktur data ke dalam bentuk satu dimensi (Horisontal dan Vertikal) Transformasi Wavelet satu dimensi (dengan Transformasi Wavelet Diskrit) menggunakan induk wavelet haar, daubechies2, dan daubechies3, serta level dekomposisi 1, 2, dan 3 Filterisasi (reduksi noise) Korelasi setelah Transformasi Wavelet 1D dengan menggunakan metode korelasi nilai rata-rata kanal yang diberi bobot Korelasi sebelum Transformasi Wavelet 1D dengan menggunakan metode korelasi nilai rata-rata kanal yang diberi bobot Analisis Nilai Korelasi berdasarkan Induk Wavelet Analisis Nilai Korelasi berdasarkan Level Dekomposisi Analisis Nilai Korelasi berdasarkan Ukuran Citra Pencarian Gambar III-1 Skema pengolahan data 20

III.1 Data yang Digunakan Kajian dilakukan pada dua citra digital berformat RGB yang mempunyai skala sama dan saling bertampalan pada daerah Sasana Budaya Ganesha (Sabuga). Foto diambil dengan kamera Nikon Coolpix yang memiliki resolusi spasial 24 cm. Citra tersebut merupakan citra foto udara yang kemudian dipilih beberapa area yang homogen maupun yang heterogen sebagai sampel penelitian, dengan citra kiri sebagai sub-citra acuan dan citra kanan sebagai citra pencarian. Gambar III-2 Sampel Penelitian III.2 Penentuan Titik Sampel Pengambilan data titik-titik sampel dilakukan pada citra area homogen dan area heterogen. Hal ini dilakukan agar dapat membandingkan antara nilai hasil korelasi area yang homogen dengan yang heterogen. Pada dasarnya area yang homogen memiliki nilai variansi yang kecil, sehingga cukup sulit saat akan dilakukan pencocokan diantara dua buah citra yang bertampalan. Pola yang ditampilkan oleh citra homogen cenderung seragam sehingga sulit menemukan karakteristik khusus dalam mengidentifikasi area pertampalan yang benar-benar cocok. Histogram yang memperlihatkan variansi dari penyebaran data citra homogen dan heterogen dapat dilihat pada gambar III-3 dan III-4. 21

Gambar III-3 Citra homogen beserta histogramnya Gambar III-4 Citra heterogen beserta histogramnya Penentuan titik sampel diambil dari penglihatan secara stereoskopis pada alat stereoplotter. Pada dasarnya, pencarian pasangan titik-titik sekawan (conjugate points) tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan hubungan transformasi affine untuk pendekatan posisi awal (initial position). Kualitas posisi awal tersebut dapat diketahui dengan menerapkan proses perhitungan kuadrat terkecil (least-square) melalui teknik hitung perataan (adjustment). Kualitas kesamaan objek diidentifikasi dengan melihat besarnya pergeseran posisi/piksel pada posisi yang telah ditentukan berdasarkan setiap karakteristik objek. (Sopian, 2007). III.3 Penentuan Ukuran Window Sampel Titik-titik tersebut kemudian di-input pada piranti lunak Stereomatch untuk selanjutnya ditentukan besarnya ukuran window sampel citra acuan maupun pencariannya. Pengambilan sampel dilakukan bagi area yang homogen dan heterogen pada sembilan lokasi yang berbeda pada daerah yang bertampalan. Lihat lagi gambar III-1. Pada setiap titik yang telah 22

ditentukan di foto kiri kemudian dicari posisinya pada foto kanan sesuai dengan ukuran window citra yang diinginkan, seperti dicontohkan pada gambar III-5 dan III-6. besar Gambar III-5 Penentuan ukuran window citra pada area homogen Gambar III-6 Penentuan ukuran window citra pada area heterogen Ukuran mask sub-citra acuan adalah 11x11 piksel, sementara ukuran mask citra pencarian adalah 21x21, 31x31, 41x41, 51x51, dan 61x61 piksel. 23

11X11 SCA CP 21X21 31X31 41X41 51X51 61X61 Gambar III-7 Contoh ukuran window untuk SCA dan CP Dari input data tersebut ada 9 grid area yang didalamnya diambil sampel homogen dan heterogen dengan 5 percobaan atas window yang berbeda bagi setiap titik yang telah ditentukan, sehingga didapat 90 sampel (homogen dan heterogen). Sistem koordinat foto yang dipakai adalah bentuk integer baris dan kolom. Induk wavelet yang dipergunakan ada 3 (Haar, Daubechies-1, dan Daubechies-2) dengan 3 level dekomposisi yang diolah dengan disekuensialkan terlebih dahulu ke arah horisontal dan vertikal, sehingga total percobaan berjumlah 1620. III.4 Teknik Korelasi Langkah pertama adalah menghitung korelasi sebelum transformasi, kemudian mendapatkan nilai korelasi maksimumnya. Seperti yang telah disebutkan pada Bab II bahwa teknik korelasi yang digunakan adalah teknik korelasi nilai rata-rata kanal yang diberi bobot dengan menggunakan persamaan II.4, dimana koefisien korelasi didapatkan dari rata-rata koefisien korelasi masing-masing kanal yang telah diberi bobot. Dari hasil pengkorelasian tersebut, didapat nilai korelasi maksimum bagi setiap ukuran window citra (21x21, 31x31, 41x41, 51x51, 61x61) yang telah dirata-ratakan sebagai berikut. Tabel III-1 Hasil korelasi sebelum transformasi wavelet satu dimensi Nilai Korelasi Sebelum Ukuran Transformasi CP Homogen Heterogen 21x21 0.4413222 0.8675222 31x31 0.489 0.8983875 41x41 0.4957333 0.9076833 51x51 0.5069625 0.9147429 61x61 0.5288571 0.9147429 24

III.5 Perubahan Struktur Data ke dalam Bentuk Satu Dimensi Dalam melakukan transformasi wavelet satu dimensi, dilakukan perubahan struktur atas data citra dua dimensi ke dalam satu dimensi dengan mensekuensialkan ke arah horisontal dan vertikal. Citra dalam bentuk dua dimensi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sekuensial ke arah horisontal dan vertikal H 1 2 3 4 5 6 7 8 9 V 1 4 7 2 5 8 3 6 9 Gambar III-8 Perubahan struktur data ke dalam bentuk satu dimensi III.6 Transformasi Wavelet Satu Dimensi Setelah data citra berbentuk satu dimensi, data tersebut kemudian dikorelasikan dengan mempertimbangkan unsur induk wavelet, dekomposisi wavelet, level dekomposisi, ukuran citra pencarian, waktu pengolahan, serta filterisasi sinyal. Dalam penelitian ini dipergunakan induk wavelet haar, daubechies 2, dan daubechies 3 saja. Lalu dilakukan pemrosesan selanjutnya, yaitu transformasi dengan wavelet satu dimensi. Pada tahap transformasi, dilakukan dekomposisi. Dekomposisi adalah peristiwa penguraian sinyal asli ke dalam bentuk aproksimasi dan detail. Dekomposisi dilakukan terus secara iterasi hingga didapatkan aproksimasi dan detail yang sesuai, kemudian dikembalikan lagi ke dalam sinyal asli. Pada percobaan ini, dekomposisi dilakukan hingga level ketiga. III.7 Filterisasi Citra yang telah berbentuk satu dimensi di dekomposisi beberapa level sehingga datanya terurai menjadi yang berfrekuensi tinggi dan yang berfrekuensi rendah. Frekuensi tinggi 25

merupakan komponen detail, sementara frekuensi rendah merupakan komponen aproksimasi. Dalam hal ini, filterisasi dilakukan untuk mengurangi noise pada sinyal berfrekuensi tinggi (detail). Filterisasi dilakukan sebelum sinyal direkonstruksi ke bentuk semula. Reduksi noise Gambar III-9 Filterisasi (noise reduction) III.8 Korelasi Setelah Transformasi Wavelet Satu Dimensi Setelah dilakukan filterisasi terhadap sinyal, maka selanjutnya dilakukan korelasi citra setelah transformasi wavelet terjadi. Nilai hasil korelasi tersebutlah yang akan dianalisis dan dibandingkan dengan nilai hasil korelasi sebelum transformasi wavelet dilakukan. Hasil pengolahan data yang diperoleh berupa posisi awal kedua citra, nilai dan posisi hasil korelasi sebelum transformasi wavelet dilakukan, nilai dan posisi hasil korelasi setelah transformasi wavelet, serta waktu proses korelasi berlangsung. Tabel III-2 Hasil korelasi setelah transformasi wavelet satu dimensi berdasarkan ukuran citra pencarian Ukuran CP Nilai Korelasi Setelah Transformasi Homogen Heterogen Horisontal Vertikal Horisontal Vertikal 21x21 0.698535778 0.689942556 0.939634556 0.906663 31x31 0.726266714 0.71641525 0.940190111 0.907122333 41x41 0.730569375 0.731777667 0.951065143 0.920254143 51x51 0.739087625 0.752838333 0.951250857 0.924880625 61x61 0.74891675 0.752978889 0.9564945 0.926018175 26

Tabel III-3 Hasil korelasi setelah transformasi wavelet satu dimensi berdasarkan Induk Wavelet induk wavelet Korelasi Setelah Transformasi Wavelet (Horisontal) Homogen Heterogen Horisontal Vertikal Horisontal Vertikal Haar 0.430611852 0.428570238 0.910766667 0.852100813 Daubechies 2 0.812975556 0.813955788 0.94368963 0.91386 Daubechies 3 0.815367407 0.816217667 0.948 0.922151852 Tabel III-4 Hasil korelasi setelah transformasi wavelet satu dimensi berdasarkan Level Dekomposisi level dekomposisi Korelasi Setelah Transformasi Wavelet Homogen Heterogen Horisontal Vertikal Horisontal Vertikal 1 0.460283704 0.456191111 0.892713636 0.87097803 2 0.811167407 0.831081481 0.947665909 0.910283333 3 0.787503704 0.863995556 0.96242803 0.908740909 27