Cila Aulia Altocumulus Aulia Publishing
Altocumulus Oleh: Cila Aulia Copyright 2013 by Cila Aulia Penerbit Cila Aulia (http://disa2908.blogspot.com/) (snurcahyani@rocketmail.com) (santi.n2908@gmail.com) Desain Sampul: (Cila Aulia) Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com
Ucapan Terimakasih: Tak pernah terbayangkan sebelumnya jika penulis bisa sampai menyelesaikan novel ini. Beribu ucap syukur pada Allah SWT yang telah mengizinkan novel ini selesai. Untuk seseorang yang selalu memompa semangat penulis agar terus berkarya. Tanpamu hidupku terasa layu. Dengan doronganmu aku mampu lalui saat terberat dan terindah dalam setiap nafasku. Bapak,Ibu, Adikku tersayang. Aku sangat bahagia memiliki keluarga seperti kalian. Kasih sayang kalian sangat tulus demi melihat kesuksesanku. Semua sahabat dan teman yang setia memberi dukungan dan motivasi, karena kalian aku sadar bahwa aku tak sendiri menghadapi dunia ini. Untuk semua yang membaca novel ini, aku berharap kalian bisa mengambil hikmah dari sepenggal kisah ini. Semoga coretanku bermanfaat bagi kalian. Cila Aulia Blitar, 9 Juni 2013
DAFTAR ISI Ucapan terima kasih 3 Saat terakhir 5 Horeee..aku lulus 12 Pertemuan tak sengaja 19 Pertemuan berkesan 27 Dekat 38 Prioritas 49 Sebuah pengakuan 65 Percikan embun 72 Cemburu.78 Putus 93 Bimbang 98 Kejujuran 115 Semangat 133 Tentang penulis 148
BAB 1 Saat Terakhir Suasana tegang tampak pada siswa SMP Puspa Bangsa. Betapa tidak, ini adalah hari yang dinanti ribuan siswa kelas tiga setelah tiga tahun menimba ilmu. Ya, hari ini adalah hari pengumuman kelulusan siswa. Hal ini juga dialami oleh Devina, siswi kelas 3H. Devina juga harap-harap cemas. Devina yang selalu peringkat 5 besar di kelasnya ini, sangat takut jika nilainya tak memuaskan. Dia sengaja berangkat sekolah lebih siang, agar tidak terlalu lama menunggu pengumuman kelulusan di sekolahnya. Devina mengeluarkan sepeda kesayangannya dari garasi. Dia sudah memakai seragam putih biru. Ketika sedang bersiap-siap dengan sepedanya, Bima menghampiri Devina. Dev, ayo berangkat! Bima nampak semangat hari ini. Kamu semangat sekali hari ini Bim. Kamu tidak tegang dengan nilai kamu? Tanya Devina.
Santai saja Vin, kita kan sudah dari kemarin-kemarin belajar keras untuk UN. Aku yakin nilai kita bagus,ayo berangkat! Ya sudah, ayo! Devina mengayuh sepeda merah kesayangannya. Setiap hari, sepeda inilah yang mengantar Devina ke sekolah. Tiga tahun, sepedanya menemani. Tak hanya sepeda ini tentunya, ada Bima yang juga setia di sisinya. Tingkahnya yang energik, membuat Devina selalu semangat. Tak terkecuali juga sekarang. Mereka mengayuh sepeda dengan semangat sambil ngobrol. Bima memang selalu punya cerita untuk menjadi bahan pembicaraan mereka. Mau nggak taruhan sama aku? tanya Bima dengan serius. Taruhan apa? Kalau nilaiku nanti lebih bagus dari kamu, kamu harus gendong aku tujuh kali putaran di pelangi hijau kita. Baik. Kita sepakat. Keduanya lalu mengaitkan jari kelingking mereka dan menempelkan jempol tanda persetujuan. Tiba-tiba Bima
dengan cepat meninju lengan kiri Devina. Devina sontak kaget, Bima, sakit tahu! Bima mengayuh sepedanya kencang agar tak dibalas oleh Devina, Ha ha ha itu juga kesepakatan. Bima, tunggu!. Awas ya nanti! Devina ikut mengayuh sepedanya dengan cepat. Menahan emosi untuk segera membalas pukulan sahabatnya itu. Bim, Bima. Tunggu! Kita belum selesai! Devina berteriak lagi. Dia masih berusaha mengayuh sepedanya tapi tak bisa mengejar Bima. Setelah lumayan jauh, Bima menoleh ke belakang. Devina terengah-engah. Bima hanya tersenyum. Lalu melanjutkan lagi mengayuh sepeda. *** Bima telah sampai lebih dulu di sekolah. Dituntun sepedanya menuju parkiran. Di sekolahnya ini ada aturan, kalau dilarang mengendarai sepeda di sekolah karena dapat menganggu siswa yang berjalan kaki. Bima tak menyadari kalau Devina telah ada di belakangnya. Devina mendorong ban belakang sepeda Bima dengan ban depan sepedanya, sehingga Bima
hampir tak bisa menguasai sepedanya. Sedikit lagi Bima pasti jatuh. Untung dia masih punya keseimbangan. Bima menoleh ke belakang, ternyata Devina tertawa. Bima rupanya mendapat balasan. Nampak kesal di wajahnya. Selamat ya, kamu berhasil membalasku, Devina lebih keras tertawa mendengar Bima berkata demikian. Eits.kamu tidak boleh marah. Kita impas 1-1, Ya terserah kamu saja! Bima menjawab pasrah. Bima dan Devina lalu meletakkan sepedanya di tempat parkir khusus siswa. Di zaman modern seperti sekarang ini, jarang sekali dia temui anak SMP yang mau bersepeda ketika berangkat sekolah. Padahal jarak rumah ke sekolah sebenarnya tak terlalu jauh. Devina dan Bima memang sejak mereka SD dulu sepakat untuk selalu naik sepeda ke sekolah. Selain lebih sehat, mereka dapat menikmati suasana pagi. *** Devina dan Bima berjalan beriringan menuju kelas mereka. Ternyata mereka masih berusaha memukul satu
sama lain. Tak ada yang ingin mengalah. Keakraban mereka membuat teman-temannya mengira mereka berdua pacaran. Apalagi mereka duduk di kelas yang sama. Hal ini selalu menjadi bahan olokan di kelas 3H. Hari ini anak-anak kelas 3H sudah berkumpul di depan kelas. Mereka duduk lesehan tanpa alas duduk. Seperti biasa ketika melihat Bima dan Devina, kelas 3H selalu mempunyai cara tersendiri untuk menyambut kedatangan dua sahabat ini. Ayo kita sambut kedatangan Bapak dan Ibu Presiden. Pak Bima dan Ibu Devinaaaaa.! suara Rayi keras sekali. Diikuti tepukan tangan kompak khas kelas 3H. Seperti biasa Devina dan Bima hanya menanggapi dengan senyum simpul. Bahkan hari ini senyum Devina lebih ciut lagi karena tegang menunggu pengumuman kelulusan. Kalian ini, lihat tuh bibir Devina yang tebal sekarang tambah tebal lagi dengerin suara kita! Tanggapan Liya justru tak hanya membuat bibir Devina tambah tebal, tapi kupingnya juga panas. Aduh, kalian sudah jangan mengolok-olok Devina lagi! Kita kan sudah mau lulus nih, jadi harus membuat kenangan indah. Jangan cari masalah lagi. Ingat, kawan
waktu kita di SMP Puspa Bangsa ini tinggal beberapa jam lho! rupanya Rayi berkata bijak setelah puas membuat Devina berang. Devina masih berdiri di depan teman-tamannya. Namun Bima kemudian duduk bersama mereka. Kalian ini. Aku dan Devina saja santai, terus kenapa kalian yang ribut? Bukannya suka ribut Bim. Kita itu sudah kebiasaan kalau lihat kalian berdua inginnya menggoda. Soalnya kalian itu unik, Liya memberikan argumen tersendiri sambil membenarkan kacamatanya. Sudah sudah, aku nggak apa-apa. Lebih baik sekarang kita tunggu nih pengumuman kelulusannya. Kalian juga kok nggak ada capek-capeknya ngolokin aku sama Bima terus. Sudah tiga tahun lho. Apa nggak bosen tuh? Devina kembali akrab dengan teman-temannya. Sudah hilang amarah di wajahnya. Iya juga, tapi ya mau gimana lagi, kalian ini benarbenar aneh tiga tahun satu kelas. Hubungannya dekat, tapi nggak mau ngaku pacaran. Zaman sekarang mana ada persahabatan yang tulus diantara laki-laki dan perempuan. Pasti ujung-ujungnya salah satu diantara mereka ada yang
jatuh cinta. Liya menganalisis hubungan Devina dan Bima. Terserah kalian mau ngomong apa. Yang jelas aku dan Bima pure sahabat. Iya kan Bim? Devina bertanya pada Bima dengan penuh keyakinan. Bima termenung sejenak. Kemudian menjawab pertanyaan Devina, Ya iyalah kita sahabat sejati, Bima tampak meyakinkan dengan kepalan tangan juga. Ia menunjukkan kesungguhannya hanya sebagai teman Devina. Obrolan anak-anak kelas 3H berhenti ketika mendengar bunyi pengeras yang dipasang di setiap ruangan. Mereka mulai tegang. Devina duduk sambil mengayun-ayunkan ikatan rambutnya yang tebal dan berkilau. Rayi menggigit jarinya, sementara Liya memegang gagang kacamata dengan tangan kanannya. Hanya Bima yang terlihat santai. Ya, begitulah Bima setiap saat. Lalu apakah yang akan dikatakan Bapak Kepala sekolah, siapa saja yang lulus atau gagal. Anakanak kelas 3H sangat tegang kali ini.