V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

dokumen-dokumen yang mirip
IV. METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dengan batas koordinat UTM X dari m sampai m, sedangkan

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding

PEMODELAN 3D GAYABERAT DAN ANALISIS STRUKTUR DETAIL UNTUK PENGEMBANGAN LAPANGAN PANASBUMI KAMOJANG

BAB III TEORI DASAR (3.1-1) dimana F : Gaya antara dua partikel bermassa m 1 dan m 2. r : jarak antara dua partikel

DAFTAR GAMBAR. Gambar 1. Peta Daerah Penelitian...3. Gambar 2. Peta Fisiografi Daerah Lampung...5. Gambar 3. Peta Mendala Geologi Sumatera...

TEORI DASAR. variasi medan gravitasi akibat variasi rapat massa batuan di bawah. eksplorasi mineral dan lainnya (Kearey dkk., 2002).

Yesika Wahyu Indrianti 1, Adi Susilo 1, Hikhmadhan Gultaf 2.

2014 INTERPRETASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DAERAH LEUWIDAMAR BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DATA GAYABERAT

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kegiatan eksplorasi perminyakan, batuan karbonat memiliki

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORITIS PERMASALAHAN

Gambar 4.1. Peta penyebaran pengukuran gaya berat daerah panas bumi tambu

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Metode Gayaberat

MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN MIPA FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

BAB 5 ANALISIS DAN INTERPRETASI. 5.1 Analisis Data Anomali 4D Akibat Pengaruh Fluida

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian survei metode gayaberat secara garis besar penyelidikan

2 1 2 D. Berdasarkan penelitian di daerah

Berdasarkan persamaan (2-27) tersebut, pada kajian laporan akhir ini. dilakukan kontinuasi ke atas dengan beberapa ketinggian (level surface) terhadap

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA

Identifikasi Struktur Lapisan Bawah Permukaan Daerah Potensial Mineral dengan Menggunakan Metode Gravitasi di Lapangan A, Pongkor, Jawa Barat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menghasilkan variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah data gayaberat daerah

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... INTISARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR...

III. TEORI DASAR. Dasar dari metode gayaberat adalah hukum Newton tentang gayaberat dan teori

Secara umum teknik pengukuran magnetik ini pada setiap stasiun dapat dijelaskan sebagai berikut :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berupa data gayaberat. Adapun metode penelitian tersebut meliputi prosesing/

III. TEORI DASAR. kedua benda tersebut. Hukum gravitasi Newton (Gambar 6): Gambar 6. Gaya tarik menarik merarik antara dua benda m 1 dan m 2.

BAB I PENDAHULUAN. lempeng besar (Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB III PENGUKURAN DAN PENGOLAHAN DATA. Penelitian dilakukan menggunakan gravimeter seri LaCoste & Romberg No.

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Gayaberat merupakan salah satu metode dalam geofisika. Nilai Gayaberat di

Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta. Dian Novita Sari, M.Sc. Abstrak

BAB V DESAIN SURVEY DAN PENGOLAHAN DATA

PEMODELAN ANOMALI GRAVITASI MENGGUNAKAN METODE INVERSI 2D (DUA DIMENSI) PADA AREA PROSPEK PANAS BUMI LAPANGAN A

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga

Unnes Physics Journal

V. HASIL DAN INTERPRETASI. panas bumi daerah penelitian, kemudian data yang diperoleh diolah dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. amat Olahan Data Gayaberat Terlampir, lih. Lampiran III) dengan ketinggian

BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Pengukuran geofisika adalah usaha untuk mendapatkan kuantitas parameterparameter

J.G.S.M. Vol. 15 No. 4 November 2014 hal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG

UNIVERSITAS INDONESIA IDENTIFIKASI BASIN DAN PENENTUAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA GAYABERAT (STUDI KASUS CEKUNGAN SUMATERA SELATAN)

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan

BAB I PENDAHULUAN. Geofisika adalah bagian dari ilmu bumi yang mempelajari bumi

Albert Wenanta 1, Piter Lepong 2. Prosiding Seminar Sains dan Teknologi FMIPA Unmul Periode Maret 2016, Samarinda, Indonesia ISBN:

BAB III METODE PENELITIAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH KOMPTENSI APLIKASI METODE GAYABERAT MIKRO ANTAR WAKTU UNTUK PEMANTAUAN INTRUSI AIR LAUT DI KAWASAN SEMARANG UTARA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

INTERPRETASI ANOMALI GAYA BERAT DAERAH LUWUK, SULAWESI TENGAH

commit to user 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis dan Pemodelan Inversi 3D Struktur Bawah Permukaan Daerah Panas Bumi Sipoholon Berdasarkan Data Gaya Berat

Teori Dasar GAYA MAGNETIK. Jika dua buah benda atau kutub magnetik terpisah pada jarak r dan muatannya masing-masing m 1. dan m 2

Quantitative Interpretation of Gravity Anomaly Data in Geothermal Field Seulawah Agam, Aceh Besar

BAB IV INTERPRETASI KUANTITATIF ANOMALI SP MODEL LEMPENGAN. Bagian terpenting dalam eksplorasi yaitu pengidentifikasian atau

Unnes Physics Journal

BAB V ANALISIS DAN DISKUSI

PEMODELAN SINTETIK GRADIEN GAYABERAT UNTUK IDENTIFIKASI SESAR

SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN

TESIS PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH YAPEN DAN MAMBERAMO, PAPUA BERDASARKAN ANOMALI GRAVITASI

Survei Terpadu AMT dan Gaya Berat daerah panas bumi Kalawat Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran.. 66 DAFTAR PUSTAKA Lampiran-lampiran... 69

PEMODELAN DINAMIKA MASSA RESERVOIR PANAS BUMI MENGGUNAKAN METODE 4D MICROGRAVITY

BAB I PENDAHULUAN I.1.

PEMETAAN SESAR NUSA LAUT BERDASARKAN HIPOSENTER GEMPA BUMI NUSA LAUT AGUSTUS SEPTEMBER 2015 DAN DATA GRAVITASI

ISSN No Jurnal Sangkareang Mataram 63 INVERSI DATA GAYA BERAT 3D BERBASIS ALGORITMA FAST FORIER TRANSFORM DI DAERAH BANTEN INDONESIA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. pegunungan dengan lintasan 1 (Line 1) terdiri dari 8 titik MT yang pengukurannya

BAB III INTERPRETASI SEISMIK

PEMETAAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANAS BUMI MG DENGAN METODE GRAVITASI. Magfirah Ismayanti, Muhammad Hamzah, Lantu

ANALISIS STRUKTUR PATAHAN DAERAH PANASBUMI LAHENDONG - TOMPASO SULAWESI UTARA BERDASARKAN DATA SECOND VERTICAL DERIVATIVE (SVD) ANOMALI GAYABERAT

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

ANALISIS DATA INVERSI 2-DIMENSI DAN 3-DIMENSI UNTUK KARAKTERISASI NILAI RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DI SEKITAR SUMBER AIR PANAS KAMPALA

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Ringkasan Materi Pelajaran

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengambilan data dipusatkan di kawasan Gunung Peben Pulau Belitung. Untuk

STUDI PENERAPAN METODE ANALISIS DERIVATIF PADA DATA POTENSIAL GRAVITASI

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH BATUI DENGAN MENGGUNAKAN ANALISA SECOND HORIZONTAL DERIVATIVE DAN FORWARD MODELLING

PETA TOPOGRAFI DAN PEMBACAAN KONTUR

IDENTIFIKASI JALUR SESAR MINOR GRINDULU BERDASARKAN DATA ANOMALI MEDAN MAGNET

Abstrak. Abstract. Kata kunci: Anomali Gravitasi; pemodelan ke depan; pemodelan Inversi

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non

Transkripsi:

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS 5.1.Penentuan Jenis Sesar Dengan Metode Gradien Interpretasi struktur geologi bawah permukaan berdasarkan anomali gayaberat akan memberikan hasil yang beragam. Oleh karena itu, untuk memberikan keyakinan dalam melakukan interpretasi dibutuhkan informasi geologi daerah tersebut dan metode-metode / teknik yang dapat membantu dalam interpretasi, salah satunya adalah teknik gradient. Pada penelitian ini dibahas teknik gradient ; First Horizontal Derivative, Second Horizontal Derivative, dan Second Vertical Deriative. Untuk mengetahui respon teknik gradient bekerja terhadap adanya suatu struktur geologi bawah permukaan, maka terlebih dahulu dilakukan simulasi penggunaan teknik ini pada data sintetik. 5.1.1. Simulasi model sintetik Untuk mengetahui karakteristik gradient anomali gayaberat dilakukan pembuatan model sintetik struktur patahan / sesar sederhana menggunakan software Grav2DC. Model sintetik struktur patahan dibuat dua jenis, yaitu sesar naik dan sesar normal / turun. Model terdiri dari dua lapisan dengan densitas masing-masing 1,8 gr/cc untuk lapisan atas dan 2,2 gr/cc untuk lapisan bawah.

48 Respon anomali gayaberat model sintetik tidak secara langsung menggambarkan letak batas kontak bidang sesar. Pada simulasi selanjutnya akan ditunjukkan penggunaan teknik horizontal gradient dalam penentuan letak batas kontak bidang sesar dari model sintetik. Gambar 26. Respon anomali gayaberat model struktur sesar naik Gambar 27. Respon anomali gayaberat model struktur sesar turun

49 5.1.2. Karakterisrik metode horisontal gradien Setelah didapatkan kurva respon anomali gayaberat dari model sintetik, kemudian dihitung First Horizontal Derivative (FHD) dan Second Horizontal Gradient (SHD) menggunakan rumus sebagai berikut : FHD g x 2 2 g y Karena model sintetik dalam bentuk penampang hanya dalam arah x, sehingga rumus FHD menjadi lebih praktis, yaitu : FHD 2 g x dan SHD : 2 g SHD 2 x dimana g x adalah turunan horizontal gayaberat pada arah x. 5.1.3. Karakteristik metode second vertical derivative Metode second vertikal derivative (SVD) digunakan untuk menentukan jenis sesar berdasarkan data respon gayaberat model sintetik. Nilai perhitungan SVD secara praktis bisa didapatkan dengan nilai negatif dari SHD. 2 g SVD SHD 2 x

Gambar 28. Kurva sesar naik respon anomali gayaberat, FHD, dan SVD 50

Gambar 29. Kurva sesar turun respon anomali gayaberat, FHD, dan SVD 51

52 Dari Gambar 28 dan 29 tampak bahwa bidang kontak sesar pada kurva FHD berada pada nilai puncak maksimum atau minimum, sedangkan pada kurva SVD berada pada nilai nol. Dengan demikian terlihat bahwa teknik FHD dan SVD sangat membantu dalam menentukan batas-batas terjadinya perubahan benda, sehingga dapat memudahkan dalam interpretasi sturktur bawah permukaan dan mengurangi ambiguitas hasil interpretasi. Hasil perhitungan SVD terlihat bahwa karakteristik sesar naik memiliki nilai mutlak SVD maksimum lebih kecil dari nilai mutlak SVD minimum, sedangkan karakteristik sesar turun berlaku sebaliknya. Dari sub Bab 5.1.2 dan 5.1.3 dapat dibuat karakteristik FHD, SHD, dan SVD respon anomali gayaberat model sintetik dalam bentuk tabel sebagai berikut: Tabel 2.Tabel karakteristik hasil aplikasi teknik gradient 5.2.Penentuan arah (dip) sesar dengan metode gradien Untuk penentuan arah (dip) sesar dapat dilihat dari kurva-kurva Anomali Gaya Berat, FHD, dan SHD. Arah (dip) sesar tersebut akan mengikuti dari kemiringan arah kurva Anomali Gayaberat dan kurva SVD. Jika arah kurva Anomali Gaya berat dan kurva SVD menurun ke arah kiri, maka sesar pun arahnya akan menurun ke arah kiri bawah, begitu juga sebaliknya. Jika arah kurva Anomali Gayaberat dan kurva SVD menurun ke arah kanan, maka sesar pun arahnya akan menurun ke arah kanan bawah.

53 Gambar 30. Pemodelan arah sesar ke arah kanan Pada Gambar 30 terlihat bahwa kurva dari Anomali gayaberat memiliki pola dari nilai gayaberat yang besar lalu mengecil ke kanan bawah. Kurva FHD sendiri berpola dari besar ke kecil pula, namun arahnya berkebalikan dari kurva anomali gaya berat dan pada nilai minimum menunjukkan perubahan nilai yang sangat besar. Dan dari kurva SVD, terlihat seperti sinyal gelombang yang naik turun. Dari ketiga kurva tersenut kita dapat menentukan bidang kontak sesar dan arah sesar pada geologi bawah permukaan, yaitu berarah ke kanan bawah, mengikuti seperti pola kurva anomali gayaberat.

54 Gambar 31. Pemodelan arah sesar ke arah kiri Pada Gambar 31, kurva dari Anomali gayaberat memiliki pola dari nilai gayaberat yang kecil lalu besar ke kanan atas. Kurva FHD sendiri berpola dari kecil ke besar kemudian mengecil lagi, dan pada nilai maksimum menunjukkan perubahan nilai yang sangat besar. Dan dari kurva SVD, terlihat seperti sinyal gelombang yang naik turun. Dari ketiga kurva tersenut kita dapat menentukan bidang kontak sesar dan arah sesar pada geologi bawah permukaan, yaitu berarah ke kiri bawah, mengikuti seperti pola kurva anomali gayaberat.

55 Gambar 32. Pemodelan dengan kombinasi dua arah sesar Pada Gambar 32, kurva anomali gayaberat, FHD dan SVD terlihat naik turun, menunjukkan bahwa terdapat lebih dari satu bidang kontak sesar. Pada kurva anomali gayaberat terdapat pola dua gunungan di kedua tepinya. Pada kurva FHD terlihat dua puncak nilai maksimum dan minimum yang perubahannya sangat besar. Dan pada kurva SVD terlihat pola seperti cekungan pada tengah kurva. Dari kurva-kurva tersebut dapat ditentukan bidang kontak sesar berada

56 pada dua titik yang memiliki perubahan nilai yang cukup besar, seerta untuk arah kemiringan sesarpun masih sama, yaiut akan mengikuti kurva anomali gayaberat tersebut. Dari ketiga model diatas, dapat diketahui bahwa arah dari kemiringan (dip) sesar akan mengikuti dari kurva anomali gayaberat yang didapatkan. Untuk besarnya kemiringan dari sesar tersebut ditunjukkan pada besar nilai puncak maksimum dan minimum dari kurva SVD. Nilai puncak maksimum dan minimum dari kurva SVD akan semakin mengecil jika kemiringan sesar semakin besar. Sedangkan untuk letak bidang kontak dapat diketahui pada kurva FHD yang terletak pada kurva yang bermilai maksimum atau minimum, serta pada kurva SVD terletak pada kurva yang tepat bernilai nol. 5.3.Penentuan Jenis Sesar Dengan Metode Second Vertical Derivative Metode second vertikal derivative (SVD) digunakan untuk menentukan jenis sesar berdasarkan data respon gayaberat model sintetik. Nilai perhitungan SVD secara praktis bisa didapatkan dengan nilai negatif dari SHD. Hasil perhitungan SVD terlihat bahwa karakteristik sesar naik memiliki nilai mutlak SVD maksimum lebih kecil dari nilai mutlak SVD minimum, sedangkan karakteristik sesar turun berlaku sebaliknya.

57 Gambar 33. Peta anomali residual yang dilakukan teknik gradient Pada Gambar 33 di atas terlihat empat garis yang akan dilakukan teknik gradient untuk mengetahui bidang kontak sesar, jenis sesar serta arah kemiringan sesar tersebut. Keempat garis tersebut terletak tersebar mengelilingi rim structure yang mengontrol sistem panasbumi di lapangan Kamojang, masing-masing adalah garis A A yang terletak pada sebelah Barat Laut dan membentang dengan arah NW SE, garis B B terletak pada sebelah Timur Laut dan membentang dengan arah NE SW, garis C C terletak pada sebelah Tenggara dan membentang dengan arah NW

58 SE, dan garis D D yang terletak di sebelah Barat Daya terbentang dengan arah NE SW. Gambar 34. Respon kurva SVD garis A A Pada Gambar 34 terlihat ada tiga kurva, yaitu kurva anomali gaya berat, FHD dan SVD dengan tiga garis merah yang memotong ketiga kurva. Pada garis merah yang pertama nilai kurva maksimum lebih besar dari nilai kurva minimum, ini menunjukan bahwa pada garis tersebut terdapat sesar turun. Pada garis merah kedua, dimana nilai kurva minimum memiliki nilai yang

59 lebih besar dari nilai kurva maksimum, yang artinya pada daerah tersebut juga terdapat sesar naik. Garis ketiga sama dengan garis kedua, yang diinterpretasikan sebagai sesar naik. Antara bidang kontak kedua dan ketiga terlihat pada kurva SVD terdapat kurva bernilai nol, namun tidak dapat dikatakan sebagai bidang kontak sesar karena jika ditarik garis lurus, kurva FHD tidak tepat pada puncak. Ketiga bidang kontak tersebut memiliki arah sesar yang sama, yaitu ke arah kanan bawah. Gambar 35. Respon kurva SVD garis B B

60 Pada Gambar 35 diatas, garis B B didapat respon kurva SVD yang menghasilkan satu bidang kontak yang mengindikasikan adanya sesar. Dari titik tersebut, hasil respon yang ditunjukkan yaitu nilai kurva maksimum lebih besar dibandingkan dengan nilai kurva minimumnya. Hal ini berarti bahwa sesar pada titik tersebut adalah sesar turun. Pada kurva SVD sebenarnya terlihat 2 bidang kontak yang bernilai nol, namun pada kurva FHD tidak tepat pada nilai puncak maksimum atau minimum, jadi belom bisa dikatakan sebagai adanya sesar. Arah kemiringan sesar dari bidang kontak yang ditampilkan pada Gambar 35 ke arah kiri bawah dilihat dari kurva SVD dan anomali gayaberatnya. Gambar 36. Respon kurva SVD garis C C

61 Pada Gambar 36, terdapat dua bidang kontak yang diperlihatkan dengan garis merah yang memotong ketiga kurva, anomali gayaberat, FHD dan SVD. Kedua bidang kontak tersebut memiliki nilai puncak maksimum lebih besar dari nilai puncak minimum, yang artinya adalah sesar normal. Pada bidang kontak pertama, arah kemiringan sesar ke arah kiri bawah, dan bidang kontak kedua kemiringan sesar ke arah kanan bawah, hal ini dilihat dari kurva anomali gayaberat dan kurva SVD. Gambar 37. Respon kurva SVD garis D D

62 Dari garis D D pada Gambar 37, didapat respon kurva yang menghasilkan empat titik yang mengindikasikan adanya sesar. Namun dari keempat titik tersebut hanya dua yang merupakan bidang kontak sesar, yaitu pada titik kedua dan ketiga yang ditandai garis merah, karena hanya kedua titik tersebutlah yang memenuhi syarat dapat dikatakan sebagai sesar. Pada bidang kontak pertama nilai maksimum lebih besar daripada nilai minimum, yang artinya pada bidang kontak tersebut merupakan sesar turun. Sedangkan untuk arah kemiringan sesar bidang kontak pertama ke arah kanan bawah mengikuti kurva anomali gayaberat dan kurva SVD. Pada bidang kontak kedua nilai maksimum lebih kecil dari nilai minimum, artinya pada bidang kontak tersebut merupakan sesar naik. Sedangkan arah kemiringan sesar berarah ke kiri bawah, mengikuti kurva anomali gayaberat dan kurva SVD. 5.4.Analisis Kuantitatif Bouguer 5.3.1 Pemodelan inversi 3D Interpretasi kuantitatif dalam penelitian ini dilakukan dengan pemodelan inversi 3D anomali Bouguer. Pemodelan 3D pada peta topografi merupakan proses pembuatan model distribusi densitas bawah permukaan dengan menampilkan surface topografinya, sehingga tampilan model lebih mendekati keadaan sebenarnya. Hasil inversi 3D berupa model distribusi densitas bawah permukaan dengan menampilkan harga densitas pada model 3D berdasarkan anomali Bouguer lengkap yang ditunjukkan dengan kontras warna dari rendah ke tinggi ditunjukkan dengan spektrum warna biru dan merah (Gambar 38).

63 Gambar 38. Model inversi 3D anomali Bouguer lengkap Dari model distribusi densitas bawah permukaan dapat dilihat bahwa struktur geologi bawah pemukaaan terdapat adanya pola lapisan (Gambar 39) yang ditandai dengan perubahan pola warna antara merah, kuning dan biru yang mengindikasikan perlapisan batuan, lapisan kedua (berwarna hijau) dan lapisan ketiga (berwarna merah) yang memiliki densitas tinggi. Pada lapisan pertama yang berwarna biru dimana mengindikasikan nilai densitas rendah, terlihat dua model seperti cekungan. Gambar 39. Model inversi 3D anomali Bouguer lengkap dengan pola perlapisan

64 Pada Gambar 40 merupakan model reservoir panas bumi hasil inversi 3D dengan hanya menampilkan densitas total 2,5 gr/cm 3 sampai dengan 2,7 gr/cm 3, dapat dilihat bahwa reservoir panas bumi berada pada kedalaman antara 1500 m sampai dengan 500 m DBMTS, dan berdasarkan hasil analisis kedalaman anomali residual dengan menggunakan metode numeri dan dicocokan dengan model 3D anomali residual diperkirakan reservoir berada pada kedalaman 700 m. Di dalam area produksi, satuan batuan penyusun terdiri dari produk G. Cakra di sebelah Timur menyebar ke Utara, andesit lava Pasir Jawa di sebelah Barat menyebar ke Utara dan piroksin andesit G. Cibatuipis menempati sebelah Tenggara. Pola distribusi batuan dan formasi agaknya mengikuti pola distribusi struktur geologi regional Area Kamojang. Pada Gambar 40 tersebut ditampilkan terdapat dua blok reservoir yang berada pada bagian Utara dan Selatan daerah penelitian. Reservoir sebelah selatan lebih besar menyebar dibagian selatan daerah penelitian.

65 Gambar 40. Model reservoir panas bumi daerah penelitian Gambar 41. Model inversi 3D distribusi densitas bawah permukaan yang menunjukkan letak heat source.

66 Nilai densitas tinggi yang ditunjukkan Gambar 41, densitasnya total berkisar 2,8 gr/cm 3 diduga merupakan batuan sumber panas (heat source) yang berada pada kedalaman 4000 m DBMTS, berada tepat di bawah permukaan dan menyebar disebagian besar daerah penelitian tersebut. 5.5.Analisis Kualitatif Bouguer 1. Peta topografi Daerah penelitian pada umumnya merupakan daerah perbukitan yang memiliki ketinggian dari 1060-1660 m. Peta kontur topografi daerah penelitian ditunjukkan pada Gambar 42. Gambar 42. Peta topografi pada daerah penelitian Pada peta topografi diatas menunjukkan elevasi rendah 1060 m pada bagian Barat laut dan Tenggara daerah penelitian, di bagian tengah daerah penelitian memiliki ketinggian yang puncak mencapai 1660 m.

67 2. Gayaberat observasi Gayaberat observasi merupakan nilai gayaberat hasil pengukuran yang telah dikoreksi tide dan drift yang kemudian diikatkan pada suatu titik yang sudah diketahui nilai gayaberatnya. Gambar 43. Peta gayaberat observasi Gayaberat observasi berbanding terbalik dengan topografi, yaitu apabila suatu titik pengukuran pada peta topografi yang tinggi maka nilai gayaberat observasi akan semakin kecil. Peta gayaberat observasi daerah penelitian ditunjukkan pada Gambar 43. Gayaberat observasi pada daerah penelitian mempunyai nilai antara 977800 mgal sampai dengan 977920 mgal. Gayaberat observasi rendah terletak di bagian tengah dan tinggi di bagian Barat laut dan Tenggara daerah penelitian.

68 3. Anomali Bouguer Anomali Bouguer pada dasarnya merupakan besarnya simpangan nilai Bouguer tereduksi dengan nilai Bouguer teoritis. Nilai Bouguer tereduksi adalah nilai anomali Bouguer yang sudah direduksi ke bidang acuan pengukuran. Reduksi Bouguer pengukuran dilakukan dengan memberikan beberapa koreksi berupa koreksi pasang surut, koreksi apungan, koreksi lintang, koreksi udara bebas, koreksi medan dan koreksi Bouguer. Gambar 44. Peta anomali Bouguer lengkap Nilai anomali pada peta anomali Bouguer daerah panas bumi Kamojang (Gambar 44) bervariasi antara 19 27,5 mgal. Pola kontur anomali yang rapat terdapat pada tengah dengan nilai anomali berkisar 24-26,5 mgal,

69 sedangkan peta kontur anomali tertinggi mencapai 26,5 27,5 mgal terdapat di bagian tengah daerah penelitian dibagian lebih dalam dari kontur anomali rapat. 4. Analisa spektrum untuk menentukan struktur kedalaman anomali regional dan residual Data anomali gayaberat merupakan gabungan dari data anomali regional, residual dan noise, sehingga perlu dilakukan pemisahan antara anomali regional dan residual serta menghilangkan noise. Pemisahan anomali regional dan residual dilakukan untuk mendapatkan peta anomali regional dan residual. Adapun metode yang digunakan dalam pemisahan anomali regional dan residual adalah dengan menggunakan metode moving average. Gambar 45. Grid Peta Kontur Anomali Bouguer dengan Spasi 500 m

70 Sebelum dilakukan proses pemisahan anomali regional-residual dengan metode ini, terlebih dahulu dibuat grid yang beraturan pada peta kontur anomali Bouguer. Spasi grid yang digunakan adalah 500 m (Gambar 45). Untuk menentukan lebar jendela, dibuat dua lintasan dari peta anomali Bouguer. Dari setiap lintasan dilakukan transformasi Fourier lalu dari hasil transformasi Fourier dibuat grafik antara bilangan gelombang (k) dan Ln amplitudo (Ln A). Dari grafik (Gambar 46) dan (Grafik 47) ini dapat ditentukan nilai bilangan gelombang yang merupakan batas regional dan residual. 16 14 12 10 y = -4463x + 12.524 8 6 y = -767.19x + 6.0607 4 2 K = 0,0017 0-0.001 3.4E-17 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 reg res Linear (reg) Linear (res) Gambar 46. Grafik hasil analisa spektrum terhadap anomali Bouguer pada lintasan A A 16 14 12 10 8 6 4 2 0 y = -4678.1x + 12.402 y = -716.2x + 6.5685 K = 0,0016 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.006 reg res Linear (reg) Linear (res) Gambar 47. Grafik hasil analisa spektrum terhadap anomali Bouguer pada lintasan B B

71 Berdasarkan grafik hasil analisa spektrum diatas pada lintasan A A didapatkan anomali regional berada pada kedalaman 4463 m, anomali residual berada pada kedalaman 767 m. Pada grafik lintasan B B diperoleh anomali regional berada pada kedalaman 4678 m, anomali residual berada pada kedalaman 716 m. Dari kedua grafik lintasan A-A dan B-B diatas sumber anomali regional berada pada kedalaman rata-rata ±4570 meter, sumber anomali residual berada pada kedalaman rata-rata ±741 meter. Dan dari grafik A A didapat nilai k dan memasukkan kedalam persamaan 33 dengan nilai k = 0.0017 maka didapat nilai λ = 4188.79 m, dengan spasi grid 200 m 2 maka didapatkan lebar jendela 7 x 7, dan pada grafik B-B didapat nilai k dan memasukkan kedalam persamaan dengan nilai k = 0.0015 maka didapat nilai λ = 4188.79 m, dengan spasi grid 200 m 2 maka didapatkan lebar jendela 7 x 7. Untuk pemisahan anomali regional menggunakan metode moving average dengan rata-ratakan anomali Bouguer. Untuk memudahkan pengolahan data, maka digunakan operator moving average yang terdapat pada software Surfer 10. 5. Anomali regional Anomali regional didapat dari hasil moving average dari anomali Bouguer. Adapun Peta kontur anomali regional yang ditunjukkan Gambar 48. Anomali regional digunakan untuk menunjukkan struktur-struktur geologi yang dalam yaitu pola kemiringan batuan dasar di daerah ini. Kemiringan

72 batuan dasar diperkirakan semakin dalam ke arah Selatan dan Timur daerah penelitian. Gambar 48. Peta anomali Bouguer regional. Pola kontur anomali yang tinggi berada pada daerah Timur Laut dan bagian Tengah dengan nilai anomali mencapai 25 mgal dan semakin menurun ke Selatan dan Barat dengan nilai anomali rendah 19,4 mgal. 6. Anomali residual Setelah didapat anomali regional kemudian dilakukan pengurangan antara anomali Bouguer dengan anomali regional maka didapat anomali residual seperti ditunjukkan pada Gambar 49.

73 Anomali residual digunakan untuk mengetahui struktur-struktur dangkal. Pola konturnya mempunyai nilai anomali positif dan negatif serta membentuk kelompok-kelompok tersendiri. Gambar 49. Peta anomali Bouguer residual 7. Peta anomali second vertical derivative (SVD) dari data residual Peta SVD anomali residual ini merupakan salah satu teknik filtering menggunakan operator Elkin yang dapat menghasilkan anomali efek dangkal. Adanya struktur sesar di suatu daerah dapat diketahui dengan baik menggunakan teknik ini (Gambar 49). Pada daerah penelitian, nilai kontur anomali second vertical derivative dari data residual yang rendah sampai ke tinggi ditunjukkan oleh skala warna ungu sampai merah dengan nilai anomali dari -2,5 sampai dengan 1,8 mgal.

74 Nilai kontur second vertical derivative yang benilai 0 (nol) mengindikasikan bahwa di daerah tersebut adanya struktur sesar. Adapun cara penentuan pola struktur sesar dari peta SVD yaitu dengan menarik garis tegak lurus terhadap anomali yang bernilai 0 seperti yang ditunjukkan pada gambar yaitu garis hitam. Gambar 50. Kontur anomali hasil Second Vertical Derivative dari data Residual. Dari pola kontur anomali second vertikal derivative dari data residual yang akan diamati adalah pola kontur yang bernilai 0 (nol), karena kontur anomali second vertikal derivative yang bernilai 0 (nol) ini mengindikasikan

75 bahwa di daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki struktur sesar atau graben. Struktur sesar ini berkaitan dengan struktur sesar bawah permukaan yang dangkal di daerah ini, dan pola struktur sesar yang ditunjukkan dengan garis hitam tegak ini memiliki kesamaan pada posisi dan arah pola struktur sesar pada peta geologi. Dari pola struktur sesar diatas, antara pola struktur sesar yang dihasilkan oleh SVD dari data residual dan pola sesar pada peta geologi ada yang tidak memiliki kesamaan pada posisi dan arah sesarnya di karenakan pola struktur sesar yang dihasilkan oleh SVD dari data residual didapat berdasarkan data gayaberat, sedangkan pola sesar yang terdapat pada peta geologi ini berdasarkan geologi daerah penelitian atau kenampakan geologi di atas permukaan.