LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2



dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 3/1/PBI/2001 TENTANG PROYEK KREDIT MIKRO GUBERNUR BANK INDONESIA

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala. di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Mardana. 2013).

Oleh: Elfrida Situmorang

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan

Kesetaraan Gender dan Pembangunan di Indonesia

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

II. ANALISIS MASALAH

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 3/16/PBI/2001 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 3/1/PBI/2001 TENTANG PROYEK KREDIT MIKRO

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

PROGRAM PELAYANAN KEUANGAN MIKRO LEMBAGA BINA SWADAYA DI KECAMATAN KIARACONDONG BANDUNG

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

ANALISIS PENGELOLAAN DANA SIMPAN PINJAM PEREMPUAN (SPP) PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM-MP)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dengan kata lain telah mengakar luas dalam sistem sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6

R a a t f. Sistem Informasi Pedesaan

BAB IV GAMBARAN UMUM BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDES) Sejarah Singkat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

BAB VI HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN KEGIATAN SPP

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN

BAB VIII ANALISIS KEBERHASILAN KOWAR

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi tersebut harus dapat diusahakan dengan kemampuan dan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Koperasi Simpan Pinjam Nur Asri berawal tahun 2006 di Kendari (Sulawesi

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

Wanita Pertiwi Gebangsari. Berdasarkan analisis data penelitian dan berdasarkan

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan juga berarti akses yang rendah dalam sumber daya dan aset produktif untuk

IV. HASIL KAJIAN DAN ANALISIS

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

Sejarah AusAID di Indonesia

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PENGUATAN PEMODALAN KOPERASI, USAHA MIKRO DAN KECIL POLA BERGULIR

Tabel Triangulasi. Fokus 1. Evaluasi Masukan (Evaluation Input) a. Prosedur Pelaksanaan SPP. Wawancara Dokumentasi Observasi

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR SAMISAKE

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dan

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG

I. PENDAHULUAN. miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Hai ini mengingat wilayah Indonesia merupakan negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. besar mengalami kebangkrutan dan memberikan beban berat bagi negara

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 22 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG

ANGGARAN RUMAH TANGGA

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA,

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak

I. PENDAHULUAN. orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB VIII AKSES DAN KONTROL RMKL DAN RMKP TERHADAP P2KP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

(Damanik dan Sasongko. 2003). dimana TR adalah total penerimaan dan C adalah total biaya. TR didapat dari P x Q

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara

I. KEGIATAN PENGELOLAAN DANA BLM II. CAKUPAN PELAKSANAAN UJI PETIK III. HASIL UJI PETIK. 1. Capaian Umum

BUPATI KUTAI KARTANEGARA

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BADAN PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama Badan. Pasal 32

IX. PROFIL IBU YANG MENDAPATKAN KREDIT

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

KEMISKINAN KEMISKINAN DAN KESEHATAN MELIMPAHNYA PENDUDUK USIA PRODUKTIF TAHUN DAN LANSIA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG

Program Bonus: Sebuah Modifikasi dari Konsep Kredit-Mikro

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan usaha yang tergolong besar (Wahyu Tri Nugroho,2009:4).

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 20 SERI E

ANALISIS HASIL PENELITIAN

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR : 30 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN DANA PENGUATAN MODAL USAHA SUBAK ABIAN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB VII PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KEPALA RUMAHTANGGA USAHA MIKRO SECARA PARTISIPATIF

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KERANGKA ACUAN KEGIATAN WORKSHOP PEMBENTUKAN LEMBAGA KEUANGAN PEREMPUAN (LKP) DI 4 KABUPATEN (REMBANG, WONOSOBO, PURWOREJO DAN PEMALANG) TAHUN 2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahasan utama dalam penelitian ini. Minimnya lapangan pekerjaan, pembangunan

Terms of Reference (TOR) Program Pilot Pengembangan Ekonomi (Pendampingan Kewirausahaan)

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

BAB I PENDAHULUAN. bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Lembaga-lembaga perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun-ketahun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus

1.1. Latar Belakang Indikator kemajuan sebuah Negara demokrasi diantaranya adalah tingginya tingkat partisipasi masyarakat dalam berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan laju pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. konstan sejak tahun 2007 dan selalu diiringi dengan pertumbuhan pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. koperasi. Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN. yang dirancang oleh para pakar dan dunia akademis guna membantu upaya

BAB X RELASI GENDER DALAM P2KP

Transkripsi:

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 Sebagian besar penduduk miskin di Indonesia adalah perempuan, dan tidak kurang dari 6 juta mereka adalah kepala rumah tangga miskin dengan pendapatan rata-rata dibawah 10,000 per hari. Untuk menjaga kelangsungan hidup diri dan keluarga, umunya mereka bekerja pada sektor informal perdagangan dan jasa, sektor pertanian buruh tani, dan buruh pabrik. Mereka sulit mendapatkan akses sumberdaya termasuk sumberdaya keuangan seperti kredit dari lembaga keuangan yang ada karena dianggap tidak layak, lokasi terpencil, tidak ada penjamin, yang sebagian persoalan ini juga terkait dengan isue gender. Dalam strategi bertahan selama ini mereka tergantung pada sumber-sumber keuangan alternatif seperti hibah program pengentasana kemiskinan baik yang dilakukan pemerintah maupun lembaga-lembaga sosial dan LSM, rentenir (bank keliling, bank titil, bank plecit, dsb), kerabat dan tetangga. Sebagai akibatnya, mereka menjadi tergantung, usaha tidak berkesinambungan, terjerat hutang, dan tetap dalam lingkaran kemiskinan. Persoalan kemiskinan perempuan bukan hanya sekedar persoalan akses terhadap sumberdaya keuangan semata. Persoalan perempuan miskin adalah persoalan struktural dengan faktor penyebab dan kendala yang tidak tunggal. Ketimpangan gender dalam seluruh aspek kehidupan merupakan kondisi utama yang mengantarkan perempuan pada kemiskinan yang berkepanjangan. Oleh karena itu, upaya pemberdayaan perempuan menjadi kesepakatan dan agenda dunia sejak tahun 80 an. Paling tidak ada lima aspek yang saling berhubungan yang harus diperhatikan dalam pemberdayaan perempuan yaitu, kesejahteraan, akses sumberdaya, partisipasi, kesadaran kritis dan kontrol. Apapun upaya yang akan dilakukan dalam memberdayakan perempuan, sudah semestinya mencakup kelima hal diatas, termasuk dalam pengembangan lembaga keuangan mikro sebagai salah satu sumber daya ekonomi bagi mereka. Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW) sebagai sebuah lembaga non pemerintah yang bekerja untuk pemberdayaan perempuan sejak 1986, telah memilih pengembangan kelompok swadaya dengan prinsip koperasi dan pengembangan koperasi sebagai salah satu strategi dan pintu masuk pemberdayaan kelompok perempuan miskin. Koperasi dipilih karena mempunyai prinsip-prinsip ekonomi dan sosial yang memungkinkan kelima aspek pemberdayaan diatas dapat dicakup. 1 Disampaikan dalam acara workshop Berbagi Pengetahuan dan Sumberdaya Keuangan Mikro di Indonesia, yang diselenggarakan oleh GEMA PKM Indonesia dan BWTP, di Jakarta, 27 Agustus 2004. 2 Ketua Badan Pengurus Pusat Pengembangan Sumbedaya Wanita (PPSW), Koordinator Nasional Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA).

Memfasilitasi perempuan miskin di satu wilayah untuk berkelompok dan mengembangkan kegiatan simpan pinjam di kelompoknya merupakan langkah awal yang dilakukan selama ini. Setiap kelompok menyepakati bersama berapa jumlah simpanansimpanan yang harus mereka lakukan, bagaimana caranya, dan ketentuan-ketentuan lainnya. Mereka memang harus mulai dengan menyimpan, bukan meminjam. Hal ini untuk melatih mereka mengubah mental membelanjakan menjadi menabung, ketergantungan menjadi mandiri, serta rasa memiliki dan tanggung jawab yang tinggi terhadap keuangan kelompoknya. Pinjaman pertama hanya boleh dilakukan jika mereka telah menabung selama tiga bulan dengan jumlah pinjaman sebesar simpanannya untuk jangka waktu maksimal 10 bulan. Jumlah pinjaman dapat semakin ditingkatkan sesuai kebutuhan dan evaluasi bersama terhadap kedisiplinan yang bersangkutan dalam mengangsur pinjamannya. Bunga pinjaman, jasa, dan bagi hasil, ditetapkan bersama secara musyawarah. Setiap akhir tahun mereka akan melakukan rapat tahunan dan membagikan hasil usaha simpan pinjam mereka. Mereka juga memilih pengurus koperasi secara musyawarah. Pengelolaan keuangan dilakukan secara transparan dan penuh rasa saling percaya. Selain dari berbagai simpanan, sumber modal kelompok juga diperoleh dari hibah program pembangunan dan pinjaman berbunga lunak atau sistem bagi hasil dari lembaga pendamping. Kelompok-kelompok yang telah berkembang, kemudian difasilitasi untuk membentuk koperasi-koperasi primer berbadan hukum di tingkat desa, agar mereka dapat memiliki akses sumberdaya yang lebih luas. Koperasi-koperasi dan kelompok-kelompok ini kemudian mendirikan koperasi sekunder berbadan hukum di tingkat wilayah atau nasional guna membuka akses mereka terhadap sumberdaya di tingkat yang lebih tinggi dengan jumlah yang lebih besar. Hingga saat ini telah berkembang lebih dari 400 kelompok swadaya, 30 koperasi primer berbadan hukum dan 1 koperasi sekunder berbadan hukum, melayani lebih dari 12,000 rumah tangga miskin di wilayah-wilayah miskin di 10 provinsi (Nangro Aceh Darusalam, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara). Perputaran total modal yang dikelola telah lebih dari 1 milyar per bulannya, dengan tingkat pengembalian mencapai 98%. Dalam kerangka pemberdayaan perempuan, pengembangan lembaga keuangan mikro dengan strategi ini telah membuka jalan bagi kelompok perempuan miskin untuk: Meningkatkan kesejahteraan.; mereka dapat meminjam uang setiap saat dengan prosedur yang gampang, bunga yang murah, dan keuntungan akan kembali untuk mereka. Pinjaman dapat dipergunakan untuk pengembangan usaha, biaya sekolah anak, dan juga kebutuhan sehari-hari yang mendesak. Mereka juga terhindardari rentenir yang selama ini menghantui mereka. Membuka akses sumberdaya; dengan berkelompok dan berkoperasi mereka diakui keberadaannya, dapat akses informasi, dapat mengakses berbagai sumberdaya termasuk dana, pendidikan dan pelatihan melalui berbagai program yang dikembangkan di wilayahnya. Berpartisipasi secara aktif dalam berbagai aktivitas; dalam kelompok mereka membangun kebersamaan, belajar mengambil

keputusan, belajar berorganisasi. Denagn demikian mereka dapat secara percaya diri terlibat aktif dalam wilayahnya untuk berbagai aktivitas. Terbuka kesadaran kritis; kelompok yang menerapkan prinsip terbuka dan demokratis menjadi tempat berlatih bagi anggotanya untuk melihat setiap persoalan secara lebih kritis dan mengungkapkan apa yang menjadi pemikiran mereka. Selain itu kesadaran kolektif terhadap posisi dan keberadaan mereka dalam masyarakat setara dengan yang lain juga terbangun seiring dengan terbangunnya keyakinan diri mereka. Mempunyai kontrol terhadap diri dan berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat; secara kolektif mereka kemudian dapat ikut mengontrol proses pengambilan keputusan dan alokasi sumberdaya dalam masyarakat karena mereka telah terbiasa dalam kelompoknya. Selain itu, kelompok-kelompok ini juga telah memberikan dampak sosial yang positif dalam masyarakatnya karena mereka juga menyisihkan sebagian keuntungan simpan pinjam untuk kegiatan sosial seperti beasiswa anak sekolah, santunan bagi orang perempuan tua dan tidak mampu bekerja, korban bencana dan sebagainya. Tantangan terberat yang dihadapi dalam strategi ini adalah pergerakan yang lambat dan terbatas. Usaha-usaha individu dan kolektif yang dikembangkan sangat mikro dan terbatas pemasarannya. Selain itu kendala sosial kultural yang dihadapi perempuan masih menjadi faktor penghambat mereka untuk mengembangan usaha ini. Misalnya beban ganda yang harus ditanggung pengelola lembaga seperti ini. Keterbatasan kapasitas perempuan yang umumnya berlatar belakang pendidikan rendah bahkan buta huruf menjadi kendala serius lainnya. Namun demikian, berdasarkan perjalanan selama ini dapat diakui bahwa pendekatan ini merupakan salah satu pendekatan efektif untuk memberdayakan perempuan miskin dan berkontribusi pada proses pengentasan kemiskinan secara berkesinambungan.

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN MENGAPA PERLU? AKSES TERHADAP SUMBERDAYA KEUANGAN TERTUTUP PINJAMAN TERLALU KECIL--TIDAK LAYAK TIDAK ADA PENJAMIN LOKASI TERPENCIL ISUE GENDER DARIMANA SUMBERDAYA KEUANGAN SELAMA INI? HIBAH PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN PROGRAM LSM RENTENIR KERABAT DAN TETANGGA APA AKIBATNYA? KETERGANTUNGAN KETIDAKSINAMBUNGAN TERJERAT LINGKARAN HUTANG KEMISKINAN DARIMANA HARUS MULAI? MENUMBUHKAN KELOMPOK-KELOMPOK SWADAYA MENGEMBANGKAN KEGIATAN SIMPAN PINJAM MENGEMBANGKAN KELOMPOK SIMPAN PINJAM MENJADI KOPERASI BERBADAN HUKUM MEMPERLUAS KEANGGOTAAN KOPERASI MENGEMBANGKAN KOPERASI SEKUNDER DI TINGKAT YANG LEBIH TINGGI

CONTOH YANG SUDAH ADA? LEBIH DARI 400 KELOMPOK SWADAYA 30 KOPERASI PRIMER BERBADAN HUKUM SATU KOPERASI SEKUNDER BERBADAN HUKUM SUMBER MODAL, SIMPANAN POKOK, SIMPANAN WAJIB, SIMPANAN SUKARELA, PINJAMAN DARI LUAR SISTEM BIAYA ADMINISTRASI, BUNGA DAN BAGI HASIL PEMBERDAYAAN? KESEJAHTERAAN AKSES SUMBERDAYA PARTISIPASI KESADARAN KRITIS KONTROL KEKUATAN? DIMILIKI, DIKELOLA, DAN DIKONTROL OLEH KELOMPOK PEREMPUAN MISKIN MERUPAKAN SARANA PEMBERDAYAAN BAGI MEREKA KEUNTUNGAN DIMANFAATKAN BERSAMA PENGEMBALIAN DIATAS 98% TANTANGAN? PERKEMBANGAN LAMBAT BELUM MAMPU MENGAKSES BUNGA PASAR ISUE GENDER RENTAN