BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas sehingga tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berpenduduk terbanyak didunia. Dan juga

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan industri baik dari segi manufaktur maupun jasa. Salah satu strategi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB PENDAHULUAN. Kreativitas ditemukan di semua tingkatan masyarakat. Kreativitas adalah ciri

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya, perekonomian Indonesia lebih mengandalkan dalam sektor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. tersebut pada saat ini dikatakan sebagai era ekonomi kreatif yang

BAB 5 HASIL PENGOLAHAN DATA. 5.1 Analisa Potensi Industri Kreatif melalui Struktur Penawaran dan Permintaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, terdapat satu hal yang belakangan ini sering didengungkan, baik

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin sulitnya keadaan perekonomian dunia saat ini yang diakibatkan krisis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP PENDAPATAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter yang dialami oleh bangsa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam suatu bisnis terdapat 2 fungsi mendasar yang menjadi inti dari

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Pada awalnya seperti diketahui, kegiatan perekonomian hanya

99,37 % Kecil dan Menengah Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Di era modern ini, fashion menjadi gaya hidup (life style) yang sangat di

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Pertemuan 12: Industri kreatif

Strategi Pemasaran Produk Industri Kreatif Oleh Popy Rufaidah, SE., MBA., Ph.D 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. keempat, yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Di

BAB I PENDAHULUAN. Asian Development Bank (ADB) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi

BAB 1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat serta pengaruh perekonomian global. pemerintah yaitu Indonesia Desain Power yang bertujuan menggali

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia menyadari bahwa ekonomi kreatif memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Persaingan bisnis di era globalisasi ini mendorong banyak individu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan dituntut untuk dapat menciptakan keunggulan kompetitif yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Tingginya tingkat pengangguran di Indonesia sampai saat ini adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Industri Kecil Menengah (IKM). Sektor industri di Indonesia merupakan sektor

PERTUMBUHAN EKONOMI KREATIF SEBAGAI PENGGERAK INDOSTRI PARIWISATA

BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis yang semakin pesat mengakibatkan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kreatif atau industri kreatif. Perkembangan industri kreatif menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun masehi, berkembang melalui penemuan mesin-mesin

minimal 1 (satu) kali, sedangkan pada tahun 2013 tidak dilaksanakan pameran/ekspo.

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan rencana..., Rabiah Amalia, FE UI, 2008.

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

2015 ANALISIS POTENSI EKONOMI KREATIF BERBASIS EKOWISATA DI PULAU TIDUNG KEPULAUAN SERIBU

BAB I PENDAHULUAN. informasi (e-commerce), dan akhirnya ke ekonomi kreatif (creative economy).

2015 ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI KREATIF SUBSEKTOR KERAJINAN KERAMIK

BAB I Pendahuluan. Gambar 1.1 Gelombang Perekonomian Dunia. (sumber:

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali di Indonesa. Peranan UMKM dalam perekonomian Indonesia diakui

BAB I PENDAHULUAN. Industri kreatif saat ini sangat berkembang pesat dan dapat memberikan

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. ancaman bagi para pelaku usaha agar dapat memenangkan persaingan dan

Industri Kreatif Jawa Barat

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap negara menginginkan proses perubahan perekonomian yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan Institut Teknologi Bandung

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Industri Kreatif Indonesia pada Tahun Seni Pertunjukan. 2 Seni Rupa. 3 Televisi dan Radio.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari

BAB I PENDAHULUAN. pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan globalisasi ditandai dengan semakin tingginya intensitas

PEREKONOMIAN INDONESIA

2015 PENGARUH BRAND PERSONALITY TERHADAP PURCHASE DECISION U

PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM 2015

Perkembangan Industri Kreatif

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, industri kreatif dibagi menjadi 15 subsektor, diantaranya: mode,

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM TRIPLE HELIX SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN INDUSTRI KREATIF. Dewi Eka Murniati Jurusan PTBB FT UNY ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. industri lagi, tetapi mereka harus lebih mengandalkan SDM yang kreatif.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan Pertumbuhan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) merupakan salah satu motor pengerak yang sangat

INDUSTRI KREATIF: MOTOR PENGGERAK UMKM MENGHADAPI MASAYARAKAT EKONOMI ASEAN. Vita Kartika Sari 1 ABSTRAK

PENDAHULUAN BAB I. Latar belakang

PENTINGNYA PEMETAAN DAN HARMONISASI REGULASI EKONOMI KREATIF

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia terlahir dengan karunia berupa kecerdasan. Kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. Tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga miskin dan kemiskinan pada umumnya

CIPTAKAN PENGUSAHA MUDA KREATIF & BRILIAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 18 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan usaha lainnya. Menurut Porter dalam Solihin (2012 :42), intensitas

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

wbab I PENDAHULUAN No Indikator Satuan Tahun 2011 *) TAHUN 2012 **) PERKEMBANGAN TAHUN Jumlah % Jumlah % Jumlah %

BAB I PENDAHULUAN. sebagai industri gelombang ke-4 setelah pertanian, industri dan teknologi

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sektor industri. Tidak hanya mengandalkan bidang industri sebagai sumber ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Profil PT.Bonli Cipta Sejahtera

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bisa mengurangi tingkat pengangguran. Selain UMKM ada juga Industri

Pengembangan Ekonomi Kreatif dan Pemberdayaan Pemuda Indonesia Ahmad Buchori Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan

BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF

BAB 1. Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR KESEJAHTERAAN RAKYAT URUSAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF. No Jenis/Series Arsip Retensi Keterangan

BAB I PENDAHULUAN. sentral dalam perekonomian Indonesia khususnya Jawa Barat. Walaupun krisis

BAB I PENDAHULUAN. semua sumber daya seperti modal, kewirausahaan, sumber daya manusia dan juga

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era modern sekarang ini, industri memiliki peran yang besar dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Khususnya di Indonesia yang sering di bahas oleh kalangan pemerintah salah satu nya adalah industri kreatif yang mulai muncul dan mendukung visi Indonesia yaitu menjadi negara yang maju. Didalamnya terdapat pemikiran, cita-cita, imajinasi dan mimpi untuk menjadi masyarakat dengan kualitas hidup yang tinggi, sejahtera dan kreatif. Perkembangan dunia ekonomi dan bisnis saat ini telah mengalami pergeseran paradigma, yaitu dari ekonomi berbasis sumber daya menjadi paradigma ekonomi berbasis pengetahuan dan kreatifitas. Pergeseran tersebut terjadi karena paradigma ekonomi berbasis sumber daya yang selama ini dipandang cukup efektif dalam mempercepat pembangunan ekonomi dan pengembangan bisnis, dianggap telah gagal mengadaptasi dan mengakomodasi berbagai perubahan lingkungan bisnis. Seiring dengan dinamika perubahan lingkungan bisnis, era kehidupan ekonomi pun terus berputar dan bergerak maju. Industri kreatif di Indonesia sudah berkembang kurang lebih sejak sepuluh tahun yang lalu. Tidak dapat dipungkiri bahwa industri kreatif ini cukup menyumbang dana yang besar, baik untuk pendapatan nasional maupun untuk pendapatan daerah. Sehingga sangat wajar apabila pemerintah mulai melirik industri kreatif ini untuk dikembangkan lebih besar lagi. Hal ini tampak dari hasil survey Departemen Perdagangan Republik Indonesia yang menyatakan bahwa GDP (Gross Domestic Product) atau Produk Pendapatan Kotor dalam negeri yang disumbang oleh Industri Kreatif di Indonesia mencapai 6,3%, menyerap 5,4 persen tenaga kerja, dan berkontribusi 9 persen dari total nilai ekspor nasional. Upaya yang lebih kongkret

2 dilakukan Pemerintah dengan mencanangkan tahun 2009 sebagai Tahun Indonesia Kreatif. Penerbitan dan percetakan di Indonesia termasuk kedalam industri kreatif. Dewasa ini Indonesia memiliki 14 lapangan usaha industri kreatif diantaranya yaitu Fesyen, Kerajinan, Desain, Periklanan, penerbitan dan percetakan, music, arsitektur, televise dan radio, layanan komputer dan piranti lunak, riset dan pengembangan film, video dan fotografi, pasar dan barang seni, permainan interaktif, dan seni pertunjukan. Dibawah ini ditampilkan Tabel 1.1 tentang perbandingan kontribusi nilai tambah bruto dari 14 subsektor industri kreatif. Tabel 1.1 Perbandingan kontribsi Nilai Tambah Bruto Dari 14 Subsektor Industri Kreatif di Indonesia Tahun 2010-2014 NO LAPANGAN USAHA INDUSTRI KREATIF 2010 2011 2012 2013 2014 Ratarata 1 FESYEN 47,02% 44,75% 44,93% 43,56% 43,38% 45,79% 2 KERAJINAN 23,29% 23,60% 24,51% 25,29% 24,59% 24,22% 3 DESAIN 6,54% 6,80% 6,15% 6,42% 6,38% 6,57% 4 PERIKLANAN 5,78% 5,96% 6,92% 7,18% 7,58% 6,42% 5 PENERBITAN DAN PERCETAKAN 5,80% 5,67% 5,21% 5,12% 5,12% 5,27% 6 MUSIK 5,03% 5,83% 5,01% 5,12% 5,20% 4,76% 7 ARSITEKTUR 2,36% 2,73% 2,37% 2,47% 2,59% 2,44% 8 TELEVISI DAN RADIO 1,47% 1,54% 1,53% 1,57% 1,64% 1,51% LAYANAN KOMPUTER 9 DAN PIRANTI LUNAK 0,75% 0,93% 1,07% 1,12% 1,19% 0,95% 10 RISET DAN PENGEMBANGAN 0,63% 0,68% 0,68% 0,71% 0,75% 0,68% 11 FILM, VIDEO DAN FOTOGRAFI 0,56% 0,60% 0,58% 0,60% 0,63% 0,59% 12 PASAR DAN BARANG SENI 0,55% 0,55% 0,57% 0,43% 0,47% 0,50% 13 PERMAINAN INTERAKTIF 0,22% 0,27% 0,29% 0,32% 0,36% 0,28% 14 SENI PERTUNJUKAN 0,09% 0,09% 0,09% 0,10% 0,10% 0,09%

3 TOTAL 100% 100% 100% 100% 100% 100% Sumber: Pengembangan Sumber Ekonomi Kreatif 2025; Kemendag Berdasarkan tabel 1.1 diatas diketahui bahwa dari 14 sub sektor industri kreatif sampai saat ini masih dikuasai oleh Fesyen dengan rata-rata sebesar 45,79% dan kerajinan sebesar 24,22 diikuti dengan Desain, periklanan dan penerbitan Dan Percetakan (6,57%, 6,42%, 5,27%). Industri kreatif di Indonesia terus berkembang dari tahun ke tahun seperti: DKI Jakarta menjadikan budaya dan teknologi sebagai basis pengembangan ekonomi kreatif. Pemprov berencana mengembangkan kawasan Ancol sebagai pusat kegiatan kreatif dan ekonomi kreatif. Saat ini 14 subsektor industri kreatif tumbuh dan berkembang di Jakarta, dimana lapangan usaha unggulan terdiri dari 18 jenis, yaitu: Jasa kegiatan drama, musik, film, bioskop dan hiburan lainnya, Jasa kegiatan radio dan televise, Jasa impresariat, Jasa periklanan, Jasa konsultan arsitek, Jasa riset dan pengembangan, Jasa multimedia dan komputer, Jasa museum, Jasa riset pemasaran, Perdagangan besar fesyen, kerajinan & produk kreatif lainnya, Perdagangan eceran fesyen, kerajinan & produk kreatif lainnya, Perdagangan eceran barang antic, Industri batik, Industri barang-barang perhiasan, Industri mainan, Industri pakaian jadi, Industri kemasan dan kotak dari kertas dan karton, Industri wadah dari logam. Kota Solo, Pemerintah Kota Solo yang berkeinginan membentuk Solo Kreatif, Solo Sejahtera, dan Kota Solo sebagai salah satu kota MICE (Meeting, Invention, Conference, Exhibition), memiliki 3 Konsep Dasar pengembangan Ekonomi Kreatif yaitu: Ekonomi Kreatif dan Kerakyatan, Pendekatan human interest, budaya, dan hubungan manusia, dan Lintas suku, lintas golongan, lintas agama. Hingga saat ini subsektor-subsektor industri kreatif berpotensi di Solo, antara lain adalah: Subsektor Kerajinan, Fesyen dan Seni Pertunjukkan. Kota Jogjakarta, Pemerintah Kota Jogjakarta memiliki visi untuk menjadikan Jogjakarta sebagai Kota Seni dan Budaya. Hingga saat ini subsektor-subsektor industri kreatif yang berkembang di Jogja adalah: Subsektor Kerajinan, Fesyen dan

4 Layanan Komputer dan Piranti Lunak. Kota Denpasar, Sejauh ini subsektor-subsektor industri kreatif berpotensi di Kota Denpasar adalah Subsektor Kerajinan, Musik, Penerbitan dan Percetakan, dan Subsektor Fesyen. Kota Bandung, adalah salah satu kota yang memiliki potensi sebagai kota kreatif yang cukup besar. Sejak dulu Bandung sudah dikenal sebagai pusat tekstil, mode, seni dan budaya. Bandung juga dikenal sebagai kota pendidikan dan juga daerah tujuan wisata. Hal-hal ini mendukung misi Bandung sebagai kota kreatif. Kota Bandung dicanangkan sebagai pilot project kota kreatif se-asia Timur di Yokohama pada tahun 2007. Dalam hal ini maka slogan yang ingin diciptakan untuk kota bandung adalah Bandung Kota Kreatif. Kota lain yang disinyalir berpotensi untuk menjadikan kota nya sebagai kota Ekonomi kreatif adalah kota Batam dan Jember. Industri kreatif saat ini sedang ramai dibicarakan oleh seluruh kalangan khusunya pemerintah. Salah satu nya, Industri kreatif di Kota Bandung yang berkontribusi sebesar 14,32% pada PDRB kota Bandung, selanjutnya meningkat dari tahun ke tahun nya. Hal ini telah terbukti bahwa industri kretif di kota Bandung harus terus di tingkatkan. Berikut ditampilkan gambar 1.1 sebagai alasan mengapa ekonomi kreatif perlu di kembangkan.

5 Gambar 1.1 Mengapa Industri Kreatif Perlu dikembangkan Sumber: Dinas KUKM & Perindag Kota Bandung Berdasarkan gambar diatas Industri kreatif sangat berkontribusi baik itu terhadap PDB serta menciptakan lapangan pekerjaan, serta berdampak bagi penciptaan lapangan kerja disektor lain dan memiliki citra bangsa serta dapat membangun budaya, warisan budaya dan local, menumbuhkan ide kreativitas dan inovasi sampai pada akhirnya menghasilkan produk yang dapat di jual sehingga dapat meningkatkan kualitas kesejahteraan social. Hal yang sama ditegaskan pula untuk Kota Bandung, menurut Perda no 9 tahun 2009 tentang RPJM kota Bandung tentang mengembangkan perekonomian kota yang berdaya saing dalam penciptaan lapangan

6 kerja dan pelayanan publik serta meningkatkan peranan swasta dalam pembangunan ekonomi kota dan menjadikan kota Bandung sebagai kota Kreatif. Dalam hasil kajian Bappeda tahun 2013 lima potensi sektor usaha kreatif di kota bandung yaitu Fesyen 893, Percetakan dan Penerbitan 547, Kuliner 532, kerajinan tangan 511, dan riset dan pengembangan 390. Fesyen mendominasi dengan banyaknya usaha fesyen di kota bandung, akan tetapi industri percetakan pun tidak kalah mendominasi yaitu sebesar 547 dan diikuti dengan industri lainnya. Pengusaha industri percetakan di Kota Bandung tergabung dalam persatuan dimana persatuan tersebut beranggotakan pengusaha yang bergerak dibidang percetakan. Persatuan Percetakan Grafika Indonesia (PPGI) yang telah menaungi para pengusaha percetakan untuk bergabung menjadi satu kesatuan dalam menjalankan bisnisnya. Berikut adalah identitas berkaitan dengan PPGI. Berikut jumlah pengusaha percetakan di Kota Bandung yang tergabung dalam Persatuan Percetakan Grafika Indonesia. Tabel 1.2 Jumlah Pengusaha Percetakan Kota Bandung No Tahun Jumlah 1 2011 409 2 2012 409 3 2013 329 4 2014 329 5 2015 175 Sumber: Persatuan Percetakan Grafika Indonesia Berdasarkan data diatas jumlah pengusaha yang tergabung dalam persatuan percetakan grafika Indonesia di Jawa barat dari tahun ke tahun mengalami penurunan yang sangat signifikan. Menurut pihak PPGI khusus kota Bandung, dari tahun ke tahun jumlah pengusaha industri percetakan yang mendaftarkan diri untuk bergabung dengan persatuan tersebut semakin menurun, dari tahun 2011 sampai tahun 2012 pengusaha yang bergabung di PPGI sebanyak 409 pengusaha berjalan hingga tahun

7 2013 perusahaan yang terdaftar menurun menjadi 329 perusahaan yang tergabung, hingga saat ini pada tahun 2015 perusahaan yang mendaftarkan diri di PPGI mengalami penurunan kembali menjadi 175. Dari 175 perusahaan yang mendaftarkan diri ada pula perusahaan yang dianggap tidak aktif oleh pihak PPGI hal itu dikarenakan iuran yang dibayarkan perusahaan tidak rutin, hal itu menjadikan perusahaan tidak terdaftar di persatuan percetakan grafika Indonesia. Pada bulan Juni tercatat anggota persatuan percetakan grafika di Kota Bandung yang masih aktif sebanyak 134 pengusaha. Berdasarkan penelitian terdahulu diakui para pengusaha bahwa keuntungan atau laba yang didapat selama akhir tahun 2013 semenjak kenaikan harga BBM biaya transportasi untuk pengiriman dan harga bahan baku yang ikut meningkat, hal ini yang mengakibatkan pendapatan pengusaha toko tersebut merosot dan juga biaya perawatan peralatan dan mesin-mesin pun cenderung meningkat, sehingga pengusaha percetakan ini harus membagi antara pendapatan dan biaya operasional usaha yang mereka lakukan. Di kota Bandung sendiri konsumen yang membutuhkan jasa percetakan disinyalir hanya pada moment-moment tertentu saja contoh pada saat ada pernikahan yang memesan kartu undangan, hal tersebut menjadikan keuntungan yang tidak menentu. Untuk mengetahui ada nya penurunan dan ketidak tentuan keuntungan yang didapat para pengusaha, maka percetakan yang dijadikan sampel untuk pra penelitian ini adalah para pengusaha industri percetakan dikota Bandung khususnya pagarsih karena pagarsih telah menjadi sentra industry percetakan dikota Bandung. Dibawah ini adalah deskripsi penurunan laba 10 pengusaha percetakan di kota Bandung.

8 Tabel 1.3 Laba Pengusaha Percetakan di Kota Bandung Bulan Oktober Desember 2013 (Dalam Ribuan) No Nama Bulan Pengusaha Oktober November % Desember % 1 Ismail 84.000 82.500-1,78 77.000-6,66 2 Dewi 20.000 18.700-6,5 16.900-9,62 3 Yuda 21.000 20.000-4,76 18.500-7,5 4 Ratna 20.500 17.000-17,07 18.000 5,8 5 Rudi 32.000 28.000-12,5 19.900-28,9 6 Tam 15.900 10.000-37,10 9.000-10 7 Ade 20.000 19.000-5 14.000-2,63 8 Kurnia 22.000 21.500-2,27 20.000-6,97 9 Tjim 45.000 43.000-4,44 35.000-18,6 10 Royhan 40.000 38.000-5 29.000-23,6 Sumber : Hasil Obeservasi Pra Penelitian Pada Tabel 1.3 menunjukan hasil wawancara ke beberapa pengusaha percetakan dipagasih kota Bandung dapat dilihat bahwa laba tiga bulan kebelakang yakni dari oktober-desember mengalami penurunan. Penurunan yang drastis pun sempat mereka alami. Penurunan laba yang dialami oleh para pengusaha hampir 20% dari laba bulan sebelumnya sebelum harga BBM naik. Ketidak jelasan permintaan jasa percetakan akan menjadi masalah bagi pengusaha percetakan karena penurunan tingkat laba ini harus segera di atasi, jikalau tidak diatasi laba pengusaha akan terus menurun disinyalir pemasukan untuk pemerintah juga akan menurun. Penurunan laba para pengusaha percetakan ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya: harga dari bahan baku produk itu sendiri, upah tenaga kerja, biaya operasional, pendapatan kotor dan faktor-faktor spesifik lain yang berkaitan dengan pertumbuhan laba tersebut. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi Keberhasilan usaha pengusaha industri percetakan di Kota Bandung dengan melakukan penelitian terhadap para pengusaha

9 percetakan di Kota Bandung. Maka judul yang penulis angkat adalah: Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Usaha Pengusaha Industri Percetakan di Kota Bandung (Survey pada pengusaha percetakan pagarsih Kota Bandung) 1.2 Rumusan Masalah Untuk mempermudah penelitian dan agar penelitian lebih terarah maka diambil suatu identifikasi masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran umum mengenai keberhasilan usaha pengusaha percetakan kota Bandung? 2. Bagaimana pengaruh perilaku kewirausahaan terhadap keberhasilan usaha? 3. Bagaimana pengaruh kemampuan manajerial terhadap keberhasilan usaha? 4. Bagaimana pengaruh diferensiasi produk terhadap keberhasilan usaha? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui gambaran keberhasilan usaha pengusaha percetakan Kota Bandung. 2. Untuk mengetahui pengaruh perilaku kewirausahaan terhadap keberhasilan usaha. 3. Untuk mengetahui pengaruh kemampuan manajerial terhadap keberhasilan usaha. 4. Untuk mengetahui pengaruh diferensiasi produk terhadap keberhasilan usaha. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:

10 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk memperkaya khasanah ilmu ekonomi mikro, khususnya terkait dengan keberhasilan usaha 2. Secara praktis diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran serta informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pada industry percetakan di Kota Bandung. Selain itu, juga dapat memberikan masukan kepada para pengusaha industri percetakan di Kota Bandung.

11