BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Jaringan Komputer

Desain Sistem Deteksi Kerusakan Jaringan Dermis dari Citra Mikroskop Digital Menggunakan Metode Ekstraksi Fitur

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. akan menyebabkan kulit tidak berfungsi dengan baik, sehingga perlindungan

BAB IV IMPLEMENTASI DAN HASIL PENGUJIAN

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. menggunakan serial port (baudrate 4800bps, COM1). Menggunakan Sistem Operasi Windows XP.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

DETEKSI PENYAKIT KULIT MENGUNAKAN FILTER 2D GABOR WAVELET DAN JARINGAN SARAF TIRUAN RADIAL BASIS FUNCTION

BAB 3 PERALATAN DAN PROSEDUR PENELITIAN

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Spesifikasi minimum dari perangkat keras yang diperlukan agar dapat. Graphic Card dengan memory minimum 64 mb

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EKSPERIMEN

PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY

DAFTAR ISI BAB II TINJAUAN PUSTAKA...4

BAB 4 HASIL DAN BAHASAN. Percobaan dilakukan dengan menggunakan dua buah objek berbeda, seperti

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengembangan Sistem Pengenalan Wajah 2D

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB 1 PENDAHULUAN. keakuratan dari penglihatan mesin membuka bagian baru dari aplikasi komputer.

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. koordinat pada tiap-tiap area, akses pixel, contrast streching, histogram. yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

Bab III ANALISIS&PERANCANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

SAMPLING DAN KUANTISASI

KULIAH 2 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA HISTOGRAM CITRA

PENERAPAN HAND MOTION TRACKING PENGENDALI POINTER PADA VIRTUAL MOUSE DENGAN METODE OPTICAL FLOW

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3 BAB III METODE PENELITIAN

DETEKSI NOMINAL MATA UANG DENGAN JARAK EUCLIDEAN DAN KOEFISIEN KORELASI

Gambar 4.1 Diagram Percobaan

BAB III PERANCANGAN SISTEM

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 4 Pengolahan Titik (2) Indah Susilawati, S.T., M.Eng.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

sehingga tercipta suatu pergerakan partikel partikel atom yang bermuatan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C-

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK

BAB I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan, pembatasan masalah, metodologi, dan sistematika

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI PROGRAM. Program yang telah dibuat melakukan proses deteksi dan pembelajaran. Proses deteksi

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia. Buah-buahan memiliki tingkat permintaan yang tinggi.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

APLIKASI PENGOLAHAN CITRA MENDETEKSI KUALITAS CABAI BERDASARKAN TINGKAT KEMATANGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI WARNA YCbCr

BAB I: PENDAHULUAN. lingkup dari Tugas Akhir ini, serta diakhiri dengan sistematika penulisan laporan.

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

BAB IV ANALISA HASIL SISTEM. Lingkup uji coba aplikasi web ini adalah pada komputer yang terdapat web server

DETEKSI KEBAKARAN BERBASIS WEBCAM SECARA REALTIME DENGAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

Penghitung Kendaraan Menggunakan Background Substraction dengan Background Hasil Rekonstruksi

BAB III PERANCANGAN SISTEM

HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI AWAL PLAT NOMOR MOBIL MENGGUNAKAN PROGRAM KONVENSIONAL SEBAGAI LANGKAH AWAL PENGGUNAAN JARINGAN SARAF TIRUAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

PROSEDUR PROGRAM. Berikut ini adalah langkah-langkah instalasi aplikasi Bee Board : Gambar A.1 Installer Bee Board

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. komputer dan sistem operasi dengan spesifikasi sebagai berikut : 2. Memory : 4,00 GB (3,85 GB usable)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

Pengenalan Pola/ Pattern Recognition

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

1 BAB I PENDAHULUAN. Pengajaran yang diperoleh dari sekolah adalah pengenalan dan pemahaman akan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Jones, kami membuat sebuah aplikasi sederhana, dengan spesifikasi perangkat lunak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pengenalan Telur Berdasarkan Karakteristik Warna Citra Yustina Retno Wahyu Utami 2)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

FERY ANDRIYANTO

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB IV HASIL DAN UJI COBA

BAB III METODE PENELITIAN. tracking obyek. Pada penelitian tugas akhir ini, terdapat obyek berupa bola. Gambar 3.1. Blok Diagram Penelitian

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

BAB IV HASIL DAN PENGUJIAN. Perancangan perangkat lunak terdiri dari beberapa bagian, yaitu perangkat

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Grafik yang menampilkan informasi mengenai penyebaran nilai intensitas pixel-pixel pada sebuah citra digital.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel pengujian menggunakan sebanyak 1 buah sampel beras A, 7 buah

5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN. Pendahuluan

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. tiga jenis bahan pembuat gigi yang bersifat restorative yaitu gigi tiruan berbahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Desain frame grabber Desain frame grabberdiawali dengan pemilihan perangkat kamera yang akan digunakan. Video akan muncul komponen VideoWindow1 yang secara realtime terhubung secara otomatis. Video real-time dimanfaatkan untuk mengatur letak preparat agar kamera fokus pada bagian preparat yang akan diamati sehingga terlihat jelas. Capture video yang merupakan proses pemindahan file video menjadi file imagedapat dilakukan dan image hasil capture kemudian akan terlihat pada DBImage1. Pada penyimpanan image, user dapat meng-klik tombol save image yang secara otomatis akan menyimpan image dalam bentuk file bmp. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.1, listing program dapat dilihat pada Lampiran 1, dan data citra yang didapatkan dari frame grabber dapat dilihat pada Lampiran 2. Pada data image hasil frame grabber terlihat bahwa adanya noise warna berupa warna kuning dan hijau. Adanya noise warna pada data image berasal dari cahaya LED yang merupakan pengganti cahaya matahari pada mikroskop. Adanya noise warna hijau pada image akan sangat mempengaruhi hasil analisa dikarenakan dalam penelitian ini dilakukan segmentasi warna pada warna merah (red), hijau (green), biru (blue). Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan data image jaringan kulit dari penelitian Pribadi (2011). Data image tersebut didapatkan menggunakan kamera digital dengan perbesaran objektif mikroskop 36

37 10x dan tanpa perbesaran kamera dan memiliki ukuran 3072 x 2304 dengan bentuk format.jpg. Data image yang digunakan pada penelitian ini, disajikan pada Lampiran 3. Video Image hasil capture Tombol capture video Tombol Save image Gambar 4.1 Tampilan desain frame grabber Pada proses menampilkan data intensitas, file format image diubah menjadi bmp dengan bantuan program paint. Format bmp memerlukan kapasitas memori yang cukup besar dalam penyimpanannya dibandingkan dengan format jpg dalam ukuran image yang sama. Oleh karena itu, untuk memperkecil memori image, perlu dilakukan resize 25% untuk memperkecil ukuran image menjadi berukuran 768 x 576. Ukuran image akan mempengaruhi waktu yang diperlukan dalam proses segmentasi (Jadhav et. al, 2010). 4.2 Ekstraksi Fitur Citra Identifikasi lubang dilakukan menggunakan ekstraksi fitur. Tujuan ekstraksi fitur citra adalah mengetahui rentang fitur citra dengan cara karakterisasi

38 citra menggunakan histogram. Pada penelitian ini, terdapat dua citra yaitu citra jaringan normal dan citra jaringan rusak. Pada citra jaringan normal, fitur yang digunakan adalah jaringan dermis. Hal itu disebabkan pada citra jaringan rusak, jaringan yang mengalami perubahan intensitas adalah jaringan epidermis dan dermis. Namun tebal jaringan epidermis sangat tipis sehingga tidak dimungkinkan untuk menggunakan jaringan epidermis sebagai fitur citra. Oleh karena itu, dipergunakan jaringan dermis sebagai fitur pembeda antara citra jaringan normal dan citra jaringan rusak. Sedangkan pada citra jaringan rusak, fitur yang dimanfaatkan ada dua yaitu fitur pendarahan (bleeding) dan fitur lubang itu sendiri. Fitur pendarahan (bleeding) digunakan karena lubang timbul akibat pendarahan (bleeding). Proses untuk mendapatkan karakteristik fitur citra, fitur di-crop dan ditampilkan dalam bentuk histogram. Pada penelitian ini dilakukan segmentasi warna pada R, G, dan B sehingga histogram yang ditampilkan berjumlah 3 buah yaitu histogram R, histogram G, dan histogram B. Dari histogram tersebut, akan diketahui frekuensi kemunculan tiap intensitas pada fitur citra, dan data yang diambil adalah intensitas dengan frekuensi kemunculan tertinggi. Untuk menghindari kesalahan dalam penentuan intensitas dengan frekuensi kemunculan tertinggi, maka data histogram dipindah ke dalam bentuk tabel. Contoh tampilan histogram tiap intensitas beserta data histogram yang diperlukan oleh program dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 4.2. Listing program untuk menampilkan data histogram red, green, blue masing-masing dapat disimak pada Lampiran 4 sampai dengan Lampiran 6, ketiga histogram pada

39 tiap crop fitur dapat dilihat pada Lampiran 7 sampai dengan Lampiran 9, serta salah satu data histogram dalam bentuk tabel dapat disimak pada Lampiran 10. histogram Image Tombol open Data histogram Gambar 4.2 Tampilan program histogram dan data histogram Delphi merupakan pemograman yang tidak menyediakan toolbox seperti halnya MATLAB. Oleh karena itu, keakuratan program Delphi masih dipertanyakan. Untuk mengetahui keakuratan program Delphi yang menampilkan histogram dan data histogram, maka data histogram yang dihasilkan dibandingkan dengan data histogram hasil toolbox MATLAB yaitu imhist. Perbedaan antara histogram yang dihasilkan Delphi dan MATLAB adalah rentang intensitas yang digunakan. Pada Delphi rentang intensitas yang digunakan 0-255 sedangkan pada MATLAB rentang intensitasnya 1 256 sehingga perlu dilakukan penyesuaian intensitas dengan mengurangi 1 intensitas pada MATLAB. Perbandingan Delphi dengan MATLAB ditampilkan pada Gambar 4.3.

40 Intensitas : 191 Frekuensi kemunculan : 466 Intensitas : 192-1 = 191 Frekuensi kemunculan : 466 (a) (b) Gambar 4.3 Perbandingan data histogram (a) Delphi dan (b) MATLAB Setiap tegangan pumping terdiri dari beberapa citra sehingga intensitas dengan frekuensi kemunculan tertinggi dihitung berdasarkan nilai rata-ratanya, sehingga diketahui rentang intensitas fitur. Perhitungan rata-rata intensitas frekuensi kemunculan tertinggi fitur jaringan normal, pendarahan (bleeding), lubang ditampilkan pada Tabel 4.1, 4.2, 4.3 dan untuk lebih lengkapnyadisajikan pada Lampiran 11 sampai dengan 13. Tabel 4.1 Rata-rata intensitas frekuensi tertinggi fitur jaringan normal Tegangan Intensitas Pumping (V) R G B 540 153 115 98 550 175 125 111 560 185 143 122 570 180 85 109 580 181 138 116 Tabel 4.2Rata-rata intensitas frekuensi tertinggi fitur pendarahan (bleeding) Tegangan Intensitas Pumping (V) R G B 590 255 75 85 600 192 76 99 610 202 86 92 620 180 100 102 740 175 65 64

41 Tabel 4.3 Rata-rata intensitas frekuensi tertinggi fitur lubang Tegangan Intensitas Pumping (V) R G B 590 240 255 213 600 195 158 138 610 228 207 198 620 191 156 111 740 183 146 129 Berdasarkan Tabel 4.1 sampai dengan Tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa jaringan normal memiliki rentang intensitas R = (153-181), G = (85-143), B = (98-122), rentang intensitas pendarahan R = (175-255), G = (65-100), B = (64-102), rentang intensitas lubang R = (183-240), G = (145-255), B = (111-213).Grafik perbandingan ketiga fitur tersebut disajikan pada Gambar 4.4.

42 Intensitas merah (red) lubang pendarahan jaringan normal (a) 0 50 100 150 200 250 300 Intensitas hijau (green) lubang pendarahan jaringan normal (b) 0 50 100 150 200 250 300 Intensitas biru (blue) lubang pendarahan jaringan normal 0 50 100 150 200 250 (c) Gambar 4.4 Grafik perbandingan fitur jaringan normal, pendarahan (bleeding), dan lubang pada intensitas (a) merah (b) hijau (c) biru

43 4.3 Desain Program Segmentasi Warna Pada desain program segmentasi warna digunakan pemograman Delphi. Proses ini dilakukan dalam 4 tahap yaitu tahap pengidentifikasian pendarahan (bleeding), tahap pengidentifikasian lubang, tahap penentuan posisi dan diameterlubang serta kalibrasi diameter dengan menggunakan Matrox Inspector 2.1. Tahap pengidentifikasian pendarahan (bleeding) dan lubang memanfaatkan rentang intensitas pendarahan (bleeding) dan lubang yang dihasilkan dari ekstraksi fitur. Namun karena terjadi overlapping pada rentang intensitas fitur jaringan normal dan pendarahan (bleeding), maka rentang intensitas pendarahan (bleeding) adalah diluar rentang fitur jaringan normal.pada tahap pengidentifikasian pendarahan (bleeding), piksel yang intensitasnya termasuk dalam rentang pendarahan (bleeding) akan berwarna biru. Hal itu sebagai penanda letak pendarahan. Piksel yang intensitasnya termasuk dalam rentang lubang akan berwarna hijau. Akan tetapi pengidentifikasian lubang tidak hanya berdasarkan rentang fitur lubang melainkan juga berdasarkan definisi lubang yaitu daerah dengan intensitas yang berbeda dengan daerah sekitarnya yang berada di antara daerah pendarahan (bleeding) (Pribadi, 2011). Tahap penentuan diameter lubang, perlu dilakukan rotatepada citra. Tujuan rotateadalah mengubah posisi lubang sejajar terhadap sumbu x.hal itu disebabkan data citra dari penelitian Pribadi (2011) memiliki posisi lubang tidak sama antara satu dengan yang lain. Selain itu, dalam menentukan diameter lubang dibutuhkan kalibrasi pikseel ke mikrometer dengan menggunakan program Matrox 2.1 seperti pada Gambar 4.5. Oleh karena data yang digunakan merupakan

44 hasil penelitian Pribadi (2011), maka pengukuran kalibrasi juga menggunakan data image Pribadi (2011) yang telah dikalibrasi dengan mikroskop. Jarak kalibrasi dalam piksel Kalibrasi piksel Kalibrasi mikroskop Gambar 4.5 Kalibrasi piksel ke mikrometer Kalibrasi piksel ke mikrometer dilakukan dengan menggunakan cara yaitu new markerdistance new mengukur panjang kalibrasi mikroskop accept. Pada bagian measurement table terlihat panjang kalibrasi mikroskop. Dengan memanfaatkan calibration pada option, kalibrasi piksel ke mikrometer sudah dilakukan. Pada pengukuran kalibrasi dengan Matrox 2.1 terlihat bahwa jarak 100 µm = 52 piksel sehingga 1 piksel = 100 / 52 = 1,923 µm. Akan tetapi perlu diingat bahwa data citra yang diproses ini telah mengalami proses resize 25% sehingga sebelum dikalibrasi dari piksel ke mikrometer, panjang piksel dikalikan dengan 4 untuk mendapatkan panjang piksel dalam ukuran sebenarnya (100%). Perhitungan kalibrasi tersebut sudah terdapat

45 dalam program penentuan diameter lubang sehingga diameter lubang yang terlihat dalam program sudah bersatuan mikrometer. Pada program ini, citra jaringan normal dan jaringan rusak dijadikan sebagai input untuk mengetahui tingkat keakurasian program. Tampilan program dengan citra jaringan rusak sebagai inputdisajikan pada Gambar 4.6 sampai dengan Gambar 4.8, listing program ditampilkan pada Lampiran 14, dan untuk citra jaringan normal, tampilan program terlihat seperti pada Gambar 4.9. Tampilan run program semua citra disajikan pada Lampiran 15. Tombol open Deteksi pendarahan dicentang Gambar 4.6 Tampilan program tahap pengidentifikasian pendarahan (bleeding) Pada Gambar 4.6, tampilan program menunjukkan warna biru yang menandakan piksel yang termasuk dalam rentang intensitas pendarahan (bleeding). Tampilan program tersebut hanya muncul apabila pilihan deteksi pendarahan dicentang. Sedangkan apabila pilihan deteksi lubang dicentang, tampilan program akan muncul seperti pada Gambar 4.7 yang menunjukkan warna hijau yang menandakan piksel yang termasuk dalam rentang intensitas

46 lubang. Apabila pilihan deteksi pendarahan dan lubang dicentang maka posisi lubang dan nilai diameter lubang terlihat seperti pada Gambar 4.8. Posisi lubang dibuat dengan menggunakan komponen lingkaran dengan titik x1,y1,x2, dan y2 adalah pergeseran 100 piksel dari lubang. Pada citra jaringan normal, tampilan program tidak akan mengalami perubahan apapun dari data aslinya. Pada tampilan program tidak ada perubahan warna dan pada bagian diameter lubang akan muncul sebagai jaringan normal meski deteksi pendarahan dan lubang dicentang. Tampilan program citra jaringan normal terlihat pada Gambar 4.9. Tombol open Deteksi lubang dicentang Gambar 4.7 Tampilan program tahap pengidentifikasian lubang

47 Posisi lubang Tombol open Deteksi pendarahan dan lubang dicentang Diameter lubang Gambar 4.8 Tampilan program tahap penentuan posisi dan diameter lubang Tombol open Deteksi pendarahan dan lubang dicentang Jaringan normal Gambar 4.9 Tampilan program citra jaringan normal Tabel 4.4 menyajikan hasil run program dengan input citra jaringan normal dan citra jaringan rusak. Pada Tabel 4.4, keputusan benar atau salahnya hasil runprogram didasarkan pada hasil penelitian Pribadi (2011).

48 Tabel 4.4 Hasil run programpenentuan citra jaringan normal dan citra jaringan rusak Tegangan pumping (V) Dosis energi (J/cm 2 ) Hasil run program Benar ( ) atau salah (x) 540 (1) 18,8 Jaringan normal 540 (2) 18,8 Jaringan normal 540 (3) 18,8 Jaringan normal 540 (4) 18,8 Jaringan normal 540 (5) 18,8 Jaringan normal 550 (1) 23,9 Jaringan normal 550 (2) 23,9 Jaringan normal 550 (3) 23,9 Jaringan normal 550 (4) 23,9 Jaringan normal 550 (5) 23,9 Jaringan normal 560 (1) 21,1 Jaringan normal 560 (2) 21,1 Jaringan normal 560 (3) 21,1 Jaringan normal 560 (4) 21,1 Jaringan normal 560 (5) 21,1 Jaringan normal 570 (1) 21,5 Jaringan normal 570 (2) 21,5 Jaringan normal 570 (3) 21,5 Jaringan normal 580 (1) 25,6 Jaringan normal 580 (2) 25,6 Jaringan normal 590(1) 31,3 Jaringan normal x 590(2) 31,3 Jaringan normal x 590(3) 31,3 Jaringan normal x 600(1) 29,5 Jaringan rusak 600(2) 29,5 Jaringan rusak 600(3) 29,5 Jaringan rusak 600(4) 29,5 Jaringan rusak 600(5) 29,5 Jaringan normal x 610(1) 32,0 Jaringan normal x 610(2) 32,0 Jaringan normal x 610(3) 32,0 Jaringan normal x 610(4) 32,0 Jaringan normal x 610(5) 32,0 Jaringan normal x 620(1) 35,7 Jaringan normal x 620(2) 35,7 Jaringan normal x 620(3) 35,7 Jaringan normal x 620(4) 35,7 Jaringan normal x 620(5) 35,7 Jaringan normal x 740(1) 53,8 Jaringan rusak 740(2) 53,8 Jaringan normal x

49 Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa dari 40 citra yang diuji, 25 citra diantaranya teruji secara benar, sehingga dapat diketahui akurasi dari program ini dalam menentukan citra jaringan normal dan citra jaringan rusak adalah dengan perhitungan sebagai berikut: = 25 40 100 %=62,5 % Untuk pengukuran diameter lubang, dilakukan pada citra jaringan rusak saja. Tabel 4.5 menyajikan tentang pengukuran diameter lubang pada citra jaringan rusak. Tabel 4.5 Hasil run program pengukuran diameter lubang No. Tegangan pumping (V) Dosis energi (J/cm 2 ) Diameter lubang (µm) 1. 600(1) 29,5 138,456 2. 600(2) 29,5 169,224 3. 600(3) 29,5 169,224 4. 600(4) 29,5 169,224 5. 740(1) 53,8 153,84 Tingkat keakurasian program dalam pengukuran diameter lubang ditentukan dari perhitungan akurasi tiap diameter lubang hasil program dengan diameter lubang dari penelitian Pribadi (2011) seperti pada Tabel 4.6. Perhitungan akurasi tiap diameter dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Tim, 2009): keterangan : %error = (xp-x) x 100% x akurasi = 100% - %error xp = nilai diameter lubang hasil run program x = nilai diameter lubang dari penelitian Pribadi (2011)

50 Tabel 4.6 Akurasi pengukuran diameter lubang No. Tegangan pumping (V) Dosis energi (J/cm 2 ) Diameter lubang (µm) Hasil run program penelitian Pribadi (2011) %error (%) Akurasi (%) 1. 600(1) 29,5 138,456 105 31,86 68,14 2. 600(2) 29,5 169,224 105 61,16 38,84 3. 600(3) 29,5 169,224 105 61,16 38,84 4. 600(4) 29,5 169,224 105 61,16 38,84 5. 740(1) 53,8 153,84 31,5 388-288 Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui bahwa akurasi pengukuran diameter lubang berkisar 38,84% hingga 68,14%. Tingkat keakurasian pada penelitian ini tergolong rendah disebabkan karena pada penelitian ini hanya menggunakan ekstraksi fitur warna sebagai fitur pembedanya. Pada umumnya untuk melakukan segmentasi pada kulit setidaknya diperlukan minimal dua fitur diantaranya adalah fitur warna dan tekstur seperti pada penelitian Nammalwar et. al (2009) yang melakukan segmentasi pada image kanker kulit menggunakan fitur warna dan tekstur. Kanker kulit menyebabkan adanya luka pada kulit. Untuk menganalisa luka pada kulit yang harus dilakukan adalah mengetahui lokasi luka secara akurat dan memisahkan daerah luka. Fitur warna dan tekstur digunakan untuk membedakan warna-tekstur luka dari kulit normal. Penyebaran fitur tersebut didasarkan pada struktur tepi dan warna image.selain itu, pada penelitian Phung et. al (2003) melakukan segmentasi terhadap kulit manusia dengan presentasi errorsebesar 15,3%. Jiang et. al (2005) mendeteksi kulit dengan menggunakan tiga fitur sekaligus yaitu fitur warna, tekstur dan jarak. Deteksi kulit pada penelitian ini adalah memisahkan daerah kulit dengan daerah bukan kulit misalnya mata,

51 rambut dan bibir pada area wajah. Proses segmentasi pada penelitian ini menunjukkan tingkat keakurasian tinggi yaitu sebesar 94,8%. Fitur tekstur itu sendiri adalah keteraturan pola-pola tertentu yang terbentuk dari susunan piksel-piksel dalam citra digital. Sedangkan segmentasi tekstur merupakan proses yang membagi suatu citra ke dalam beberapa daerah dimana tekstur dianggap konstan. Oleh karena itu, segmentasi tekstur lebih ditekankan pada penentuan batas-batas antar daerah-daerah di dalam citra dengan tekstur yang berbeda secara otomatis (Nammalwar et. al, 2009). Untukmengoptimalisasi hasil, penelitian deteksi kerusakan jaringan dermis dan pengukuran diameter lubang dapat disarankan untuk menggunakan fitur warna, fitur tekstur, struktur tepi dan jarak untuk mendapatkan batas daerah lubang yang lebih akurat sehingga penentuan citra jaringan kulit normal dan citra jaringan kulit rusak serta pengukuran diameter lubang dapat terdeteksi lebih akurat.