BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV METODE PENELITIAN. ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu suatu metode penentuan lokasi

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN. peningkatan produksi pangan dan menjaga ketersediaan pangan yang cukup dan

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan pengalaman dalam usahatani.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk,

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional. mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka.

TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu

III KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

OPTIMASI USAHATANI SAYURAN DENGAN SISTEM DIVERSIFIKASI SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

IV. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

II. TINJAUAN PUSTAKA

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE KERJA 1. Lokasi dan Waktu 2. Pengumpulan data

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. tebel silang memperoleh kesimpulan bahwa 1) Aktivitas usaha luar tani di

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung. perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Semua konsep dan defenisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996),

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

BAB 2 LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Peternakan adalah kegiatan usaha dalam memanfaatkan kekayaan alam biotik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Faktor Produksi Tenaga Kerja dalam Usahatani

III. METODE PENELITIAN. metode survey. Metode survey digunakan untuk memperoleh fakta-fakta dari

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. sifat-sifat bumi, menganalisa gejala-gejala alam dan penduduk, serta mempelajari corak khas

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PRINSIP-PRINSIP EKONOMI DALAM USAHATANI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

III KERANGKA PEMIKIRAN

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Simpang Kanan, Kecamatan Sumberejo,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN

. II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kajian Biaya, Penerimaan & Keuntungan Usahatani

III KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

I. PENDAHULUAN. Industri pengolahan obat-obatan tradisional mengalami perkembangan yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Hernanto (1988) mengatakan bahwa usahatani adalah organisasi dari alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi dilapangan pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekelompok orang-orang, segolongan sosial, baik yang berkaitan geneologis, politis maupun teritorial sebagai pengelolanya. Sedangkan menurut Mosher (dalam Mubyarto, 1989), usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat ditempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian tumbuh, tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan- bangunan yang didirikan diatasnya dan sebagainya. Menurut Rahim dan Diah (2008) usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih, dan pestisida) dengan efektif, efisien, dan kontinyu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat. Sistem usahatani merupakan sistem terbuka, dimana berbagai input (unsur hara, air, informasi, dan sebagainya) diterima dari luar dan sebagian dari output meninggalkan sistem untuk dikonsumsi maupun dijual. Mubyarto (1989) mengatakan bahwa usahatani itu identik dengan pertanian rakyat. Usahatani dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu pertanian dalam 10

11 arti luas dan pertanian dalam arti sempit. Pertanian dalam arti luas mencakup: (1) pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit, (2) perkebunan, (3) kehutanan, (4) perikanan (laut dan darat), dan (5) peternakan. Pertanian dalam arti sempit dirumuskan sebagai usaha pertanian yang dikelola oleh keluarga petani dimana diproduksi bahan makanan utama, seperti beras, palawija, dan hortikultura yang diusahakan di tanah sawah, ladang, dan pekarangan serta tujuan penanaman pada umumnya untuk memenuhi konsumsi sendiri dan keluarga. Dari berbagai uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa usahatani merupakan suatu kegiatan pertanian rakyat yang diselenggarakan oleh petani, apakah petani itu sebagai pemilik atau penyakap diatas bidang tanah tertentu dengan mengkombinasikan sumber-sumber produksi pertanian untuk mencapai hasil tanaman atau hasil hewan. Menurut Hadisapoetra (1979) usahatani yang berhasil adalah apabila secara minimal memenuhi syarat sebagai berikut. 1. Usahatani tersebut harus menghasilkan pendapatan yang cukup untuk membiayai alat-alat yang diperlukan. 2. Usahatani tersebut harus dapat menghasilkan pendapatan untuk membayar semua bunga modal yang dipergunakan untuk usahatani. 3. Usahatani tersebut harus dapat membayar upah tenaga petani dan keluarganya secara layak. 4. Usahatani tersebut harus minimal berada dalam keadaan seperti semula. 5. Usahatani tersebut harus dapat membayar tenaga petani sebagai manajer.

12 2.2 Faktor-faktor Produksi dalam Usahatani Faktor-faktor produksi dalam usahatani terdiri atas empat unsur pokok, yaitu tanah, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan. Keempat faktor produksi tersebut dalam usahatani mempunyai kedudukan yang sama pentingnya (Hernanto, 1988). Faktorfaktor produksi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 2.2.1 Faktor produksi tanah Tanah sebagai salah satu faktor produksi merupakan pabriknya hasil-hasil pertanian (Mubyarto, 1989). Tanah adalah salah satu faktor produksi yang tahan lama, sehingga tidak diadakan depresiasi atau penyusutan dan mendapatkan bagian dari hasil produksi karena jasanya dalam produksi tersebut. Pembayaran atas jasa produksi ini disebut sewa tanah. Tanah sangat berpengaruh terhadap pendapatan usahatani. Faktor-faktor tanah yang berpengaruh terhadap pendapatan usahatani adalah luas lahan garapan, kondisi fisik, fragmentasi tanah, lokasi tanah dari pusat perekonomian, serta status penguasaan tanah. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang digarap/ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut (Rahim dan Diah, 2008). 2.2.2 Faktor produksi tenaga kerja Tenaga kerja merupakan unsur produksi yang kedua dalam usahatani. Kerja seseorang dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman dan tingkat kesehatan. Tenaga kerja dalam pertanian sering diklasifikasikan kedalam tenaga kerja manusia, ternak dan mekanik atau mesin. Tenaga kerja dapat diperoleh dari dalam

13 keluarga dan luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga diperoleh dengan cara upahan atau arisan tenaga kerja. Tenaga kerja dalam keluarga umumnya oleh petani tidak diperhitungkan karena sulit pengukuran penggunaannya. Tenaga kerja dibagi lagi menjadi tenaga kerja laki-laki, tenaga kerja perempuan, serta tenaga kerja anak-anak. Batasan tenaga kerja anak-anak adalah berumur 14 tahun ke bawah (Hernanto, 1988). Penggunaan tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Ukuran tenaga kerja dapat dinyatakan dalam hari orang kerja (HOK) (Rahim dan Diah, 2008). Satuan ukuran yang dipergunakan untuk menghitung besarnya tenaga kerja adalah satu HOK atau sama dengan satu hari kerja pria (HKP), yaitu jumlah kerja yang dicurahkan untuk seluruh proses produksi yang diukur dengan ukuran kerja pria. Untuk menyetarakan, dilakukan konversi berdasarkan upah di daerah penelitian. Hasil konversinya adalah satu hari pria dinilai sebagai satu hari kerja pria (HKP) dengan delapan jam kerja efektif per hari. 2.2.3 Faktor produksi modal Setiap kegiatan dalam mencapai tujuan membutuhkan modal apalagi kegiatan proses produksi komoditas pertanian. Modal adalah barang atau uang yang secara bersama-sama faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru, dalam hal ini adalah hasil pertanian (Hernanto, 1988). Menurut Rahim dan Diah (2008) modal dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (fixed cost) dan modal tidak tetap (variabel cost). Modal tetap terdiri atas tanah, bangunan, mesin, dan peralatan pertanian di mana biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali proses produksi.

14 Modal tidak tetap terdiri dari benih, pupuk, pakan, obat-obatan, dan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja. Sumber modal dalam usahatani berasal dari petani itu sendiri atau dari pinjaman. Besar kecilnya modal yang dipakai ditentukan oleh besar kecilnya skala usahatani. Makin besar skala usahatani makin besar pula modal yang dipakai, begitu pula sebaliknya. Macam komoditas tertentu dalam proses produksi pertanian juga menentukan besar kecilnya modal yang dipakai (Rahim dan Diah, 2008). 2.2.4 Faktor produksi pengelolaan Pengelolaan digambarkan sebagai kemampuan petani dalam menentukan, mengorganisasikan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi yang bermacam-macam itu seefektif mungkin, sehingga produksi pertanian memberikan hasil yang lebih baik. Ukuran keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya (Hernanto, 1988). 2.3 Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Usahatani 2.3.1 Biaya usahatani Biaya adalah nilai korbanan yang dikeluarkan untuk memperoleh hasil. Menurut kerangka waktu, biaya dapat dibedakan menjadi biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang. Biaya jangka pendek terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost), sedangkan dalam jangka panjang semua biaya dianggap/diperhitungkan sebagai biaya variabel (Hernanto, 1988). Biaya usahatani akan dipengaruhi oleh jumlah pemakaian input, harga dari input, tenaga kerja, upah tenaga kerja, dan intensitas pengelolaan usahatani.

15 Menurut Rahardja (2006) biaya-biaya tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut. 1. Biaya tetap (fixed cost FC) Biaya tetap merupakan biaya yang secara total tidak mengalami perubahan, walaupun ada perubahan volume produksi atau penjualan (dalam batas tertentu). Artinya biaya yang besarnya tidak tergantung pada besar kecilnya kuantitas produksi yang dihasilkan. Yang termasuk biaya tetap seperti gaji yang dibayar tetap, sewa tanah, pajak tanah, alat dan mesin, bangunan ataupun bunga uang serta biaya tetap lainnya. 2. Biaya variabel (variable cost VC) Biaya variabel merupakan biaya yang secara total berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume produksi atau penjualan. Artinya biaya variabel berubah menurut tinggi rendahnya ouput yang dihasilkan, atau tergantung kepada skala produksi yang dilakukan. Yang termasuk biaya variabel dalam usahatani seperti biaya bibit, biaya pupuk, biaya obat-obatan, serta termasuk ongkos tenaga kerja yang dibayar berdasarkan penghitungan volume produksi. 2.3.2 Penerimaan usahatani Menurut Rahim dan Diah (2008), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Sedangkan menurut Hernanto (1988), menyatakan bahwa penerimaan usahatani adalah penerimaan dari semua usahatani meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil, dan nilai yang dikonsumsi.

16 Penerimaan usahatani merupakan total penerimaan dari kegiatan usahatani yang diterima pada akhir proses produksi. Penerimaan usahatani dapat pula diartikan sebagai keuntungan material yang diperoleh seorang petani atau bentuk imbalan jasa petani maupun keluarganya sebagai pengelola usahatani maupun akibat pemakaian barang modal yang dimilikinya. Penerimaan usahatani dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penerimaan bersih usahatani dan penerimaan kotor usahatani (gross income). Penerimaan bersih usahatani adalah merupakan selisih antara penerimaan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Pengeluaran total usahatani adalah nilai semua masukan yang habis terpakai dalam proses produksi, tidak termasuk tenaga kerja dalam keluarga petani. Sedangkan penerimaan kotor usahatani adalah nilai total produksi usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun tidak dijual (Soekartawi, dkk., 1986). Penerimaan usahatani dipengaruhi oleh produksi fisik yang dihasilkan, dimana produksi fisik adalah hasil fisik yang diperoleh dalam suatu proses produksi dalam kegiatan usahatani selama satu musim tanam. Penerimaan usahatani akan meningkat jika produksi yang dihasilkan bertambah dan sebaliknya akan menurun bila produksi yang dihasilkan berkurang. Disamping itu, bertambah atau berkurangnya produksi juga dipengaruhi oleh tingkat penggunaan input pertanian. 2.3.3 Pendapatan usahatani Pendapatan usahatani adalah total pendapatan bersih yang diperoleh dari seluruh aktivitas usahatani yang merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan (Hadisapoetra,1979).

17 Menurut Soekartawi, dkk. (1986) menguraikan dan membagi pendapatan usahatani menjadi dua, yaitu: pendapatan kotor usahatani (gross farm income) dan pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan kotor usahatani yaitu nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu yang meliputi seluruh produk yang dihasilkan baik yang (1) dijual, (2) dikonsumsi rumah tangga petani, (3) digunakan dalam usahatani seperti untuk bibit atau makanan ternak, (4) digunakan untuk pembayaran, dan (5) untuk disimpan. Untuk menghitung nilai produk tersebut, harus dikalikan dengan harga pasar yang berlaku, yaitu harga jual bersih ditingkat petani. Sementara pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Pendapatan usahatani dipengaruhi oleh penerimaan usahatani dan biaya produksi. Pendapatan usahatani ditentukan oleh harga jual produk yang diterima ditingkat petani maupun harga-harga faktor produksi yang dikeluarkan petani sebagai biaya produksi. Jika harga produk atau harga faktor produksi berubah, maka pendapatan usahatani juga akan mengalami perubahan. 2.4 Model Sistem Usahatani Terdiversifikasi Pendekatan sistem usahatani melalui pengembangan tanaman sekunder yang lebih dikenal sebagai CGPRT Crops (coarse grain, pulses, roots, dan tubers) dapat dijadikan strategi dalam mewujudkan pertanian berkelanjutan khususnya sustainable diversified agriculture. Sugino dan Hutagaol (2004) dalam Budiasa (2010) menyatakan bahwa diversifikasi pertanian didefinisikan sebagai peningkatan jumlah aktivitas pertanian. Diversifikasi pertanian digolongkan ke dalam diversifikasi horizontal dan diversifikasi vertikal. Diversifikasi horizontal mencakup keragaman

18 aktivitas yang dilakukan dalam unit produksi usahatani dengan tujuan utama mengantisipasi resiko kegagalan produksi dan fluktuasi harga output, sedangkan diversifikasi vertikal memasukkan aktivitas untuk menghasilkan pendapatan di sektor off-farm ke dalam aktivitas produksi on-farm dengan tujuan utama untuk memberikan tambahan nilai (value added) pada produk primer yang dihasilkan dari kegiatan on-farm. Menurut Fatah (2007), diversifikasi atau penganekaragaman pertanian adalah usaha untuk mengganti atau meningkatkan hasil pertanian yang monokultur (satu jenis tanaman) ke arah pertanian yang bersifat multikultur (banyak macam tanaman). Pengertian diversifikasi yang demikian disebut diversifikasi horizontal. Sedangkan diversifikasi vertikal adalah usaha untuk memajukan industri-industri pengolahan hasil-hasil pertanian yang bersangkutan. Sistem pertanaman (cropping system), dalam kontek diversifikasi horizontal, biasanya lebih kompleks dimana berbagai komoditas diproduksi dalam setiap usahatani (Okigbo, 1990 dalam Budiasa, 2010). Multiple cropping, sebagai bentuk penggunaan lahan yang sama untuk memproduksi dua atau lebih tanaman per tahun, dipercaya sebagai bentuk paling tertua dan umum dalam penyelenggaraan usahatani bagi petani di wilayah tropis. Pengertian multiple cropping mencakup beberapa sistem pertanaman yang secara aktual merupakan praktek diversifikasi tanaman dalam batas waktu dan/atau ruang. Ciri terpenting dari sistem multiple cropping adalah peningkatan diversitas dalam hal struktur habitat dan spesies. Satu contoh adalah sistem bertanam gilir (sequential cropping), atau rotasi tanaman (crop rotation), yang didalamnya terdapat dua atau lebih tanaman ditumbuhkan secara

19 berurutan (bergiliran) pada lahan yang sama. Pada kasus ini, diversifikasi tanaman hanya dalam konteks waktu saja. Rotasi tanaman yang sepadan sangat efektif dalam pengendalian hama, penyakit, dan gulma, sekaligus memberikan keuntungan dalam pengelolaan struktur, kesuburan dan erosi tanah. Pada sistem intercropping, dua tanaman atau lebih ditumbuhkan secara simultan pada lahan yang sama, sehingga diversifikasi berlangsung dalam konteks waktu dan ruang. Intercropped system mencakup (a) mixed intercopping, dimana dua atau lebih tanaman ditumbuhkan tanpa pengelolaan baris yang jelas; (b) row intercopping, dimana paling tidak satu tanaman diatur dalam baris-baris; (c) strip intercopping, dimana dua atau lebih tanaman dipisahkan oleh bidang lahan yang cukup lebar untuk menjamin independensi pertumbuhan sehingga sangat sedikit interaksi satu dengan yang lainnya secara ekologis; dan (d) relay intercopping, dimana tanaman kedua ditanam sebelum tanaman pertama dipanen sehingga terdapat beberapa overlap dalam siklus hidup kedua tanaman (Stinner dan Blair, 1990 dalam Budiasa, 2010). Intercropping digunakan secara ekstensif di wilayah tropis untuk memaksimalkan penggunaan lahan dan mengantisipasi kegagalan produksi. Keuntungan-keuntungan yang didapat dari diversifikasi dapat dikemukan menjadi empat bagian yaitu dari segi penawaran, permintaan, nutrisi, dan tujuan pembangunan. Dari segi penawaran, diversifikasi dapat mendatangkan kenaikan pendapatan petani karena sistem tumpang sari atau pertanian campuran semuanya dapat dilakukan pada lahan yang sama. Dari segi permintaan, kenaikan dapat diharapkan baik dari dalam negeri maupun luar negeri selama tanaman diversifikasi benar-benar mempunyai elastisitas pendapatan yang lebih besar. Pada waktu yang

20 bersamaan, produksi tanaman-tanaman yang mempunyai nutrisi atau nilai gizi yang lebih tinggi akan terdorong sehingga kesehatan penduduk menjadi lebih baik. Akhirnya dari segi tujuan pembangunan ekonomi keseluruhan, diversifikasi sangat bermanfaat (Fatah, 2007). 2.5 Analisis Gross Margin Sebagai pendekatan untuk mencari pendapatan usahatani di tingkat rumah tangga dalam penelitian ini digunakan analisis gross margin. Analisis gross margin merupakan selisih antara total nilai output/total income usahatani dengan total biaya variabel (Ringwood, 1988). Semakin besar nilai gross margin, maka usahatani tersebut dikatakan semakin menguntungkan. Apabila tambahan biaya (marginal cost) lebih kecil dari tambahan nilai produksi (marginal revenue), maka gross margin yang diperoleh petani dari usahataninya dapat meningkat. Jika petani dapat meningkatkan gross margin pada usahataninya secara otomatis profit dari usahatani akan meningkat juga. Besar kecilnya keuntungan yang diterima petani dari usahataninya akan dipengaruhi oleh nilai penerimaan dan biaya usahataninya dalam suatu periode produksi dan jumlah cabang usaha yang dikelola. Analisis gross margin dapat dirumuskan sebagai berikut. GM = O Iv di mana: GM = Gross Margin (keuntungan kotor) O = Total output (total income) Iv = Total biaya variabel

21 2.6 Pendekatan Linear Programming dalam Optimasi Usahatani Produksi pertanian dan perikanan sangat dipengaruhi oleh sifat biologis, iklim, kondisi dan ketersediaan sumberdaya pertanian dan perikanan yang sangat terbatas. Untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani harus dilakukan pengelolaan usahatani secara efisien atau berdasarkan azas optimalisasi alokasi sumberdaya. Seperti yang dikemukakan Soekartawi, dkk. (1986), bahwa produksi yang tinggi merupakan salah satu tujuan usaha tetapi belum tentu usaha tersebut efisien. Prinsip dari pengusaha selalu berusaha agar hasil yang diperoleh dari pengelolaannya lebih produktif dan efisien. Usaha yang produktif adalah usaha yang secara ekonomis menguntungkan dalam penggunaan biaya untuk berproduksi, sedangkan efisien berarti dalam suatu usaha mempunyai perbandingan antara penerimaan dan biaya produksi lebih besar dari satu. Dalam kegiatan usahatani sebagai salah satu bentuk unit produksi, selalu ada upaya untuk memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya dalam keterbatasan sumberdaya yang ada/dimiliki. Untuk itu perlu dirumuskan perencanaan usahatani dengan mengkombinasikan berbagai input dalam berbagai karakter keterbatasan untuk memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Perumusan ini dapat dilakukan melalui pendekatan teknik Linear Programming (Soekartawi, 1992). Linear Programming (LP) adalah suatu metoda programasi yang variabelnya disusun dengan persamaan linier (Soekartawi, 1992). Lebih lanjut dikatakan bahwa kegunaan program linier untuk penelitian usahatani kadang-kadang terbatas karena asumsi-asumsi yang digunakan. Asumsi linier dapat menghitung pendapatan kotor

22 dan kebutuhan pemakaian sumberdaya untuk perencanaan tertentu, yang berarti bahwa setiap kegiatan berlaku asumsi kenaikan hasil yang tetap. Asumsi ini tidak selamanya benar, karena itu disajikan sebagai beberapa segmen yang linier bersambungan. Menurut Arga (1999) program linier adalah suatu metode matematik yang bertujuan memaksimumkan satu atau beberapa fungsi tujuan yang linier di bawah beberapa kendala yang linier pula. Teknik linear programming dapat digunakan dalam dua cara, yaitu: (1) meminimumkan biaya dalam rangka tetap mendapatkan total penerimaan atau total keuntungan sebesar mungkin (program minimisasi atau minimumkan); dan (2) memaksimumkan total penerimaan atau total keuntungan pada kendala sumberdaya yang terbatas (program memaksimumkan atau maksimasi). Nasendi dan Anwar (1985) menyatakan untuk dapat menyusun dan merumuskan suatu persoalan atau permasalahan yang dihadapi ke dalam model program linier, maka harus memenuhi lima syarat sebagai berikut. 1. Tujuan Apa yang menjadi tujuan permasalahan yang dihadapi yang ingin dipecahkan dan dicari jalan keluarnya. Tujuan ini harus jelas dan tegas yang disebut fungsi tujuan. Fungsi tujuan tersebut dapat berupa dampak positif, manfaat-manfaat, keuntungan-keuntungan, dan kebaikan-kebaikan yang ingin dimaksimumkan, atau dampak negatif, kerugian-kerugian, resiko-resiko, biaya-biaya, jarak, waktu, dan sebagainya yang ingin diminimumkan.

23 2. Alternatif perbandingan (proporsionalitas) Harus ada sesuatu atau berbagai alternatif yang ingin diperbandingkan; misalnya antara kombinasi waktu tercepat dan biaya tertinggi dengan waktu terlambat dan biaya terendah, atau antara alternatif padat modal dengan padat karya, atau antara kebijakan A dengan kebijakan B, atau antara proyeksi permintaan tinggi dengan rendah. 3. Sumberdaya Sumberdaya yang dianalisis harus berada dalam keadaan yang terbatas. Misalnya keterbatasan waktu, keterbatasan biaya, keterbatasan tenaga, keterbatasan luas tanah, keterbatasan ruangan, dan lain-lain. Keterbatasan dalam sumberdaya tersebut dinamakan sebagai kendala. 4. Perumusan kuantitatif Fungsi tujuan dan kendala tersebut harus dapat dirumuskan secara kuantitatif dalam apa yang disebut model matematika. 5. Keterkaitan peubah Peubah-peubah yang membentuk fungsi tujuan dan kendala tersebut harus memiliki hubungan fungsional atau hubungan keterkaitan. Hubungan keterkaitan tersebut dapat diartikan sebagai hubungan yang saling mempengaruhi, hubungan interaksi, interdepedensi, timbal-balik, saling menunjang, dan sebagainya. Lebih lanjut Nasendi dan Anwar (1985) mengatakan bahwa salah satu ciri khas model programasi linier adalah model yang didukung oleh lima macam asumsi yang menjadi tulang punggung model ini. Asumsi-asumsi tersebut adalah:

24 1. Linearitas. Asumsi ini menginginkan agar perbandingan antara input yang satu dengan input yang lainnya, atau untuk suatu input dengan output besarnya tetap dan terlepas (tidak tergantung) pada tingkat produksi. 2. Proporsionalitas. Asumsi ini menyatakan bahwa jika peubah pengambil keputusan berubah maka dampak perubahannya akan menyebar dalam proporsi yang sama terhadap fungsi tujuan dan juga pada kendalanya. 3. Addivitas. Asumsi ini menyatakan bahwa nilai parameter suatu kriteria optimasi (koefisien peubah pengambil keputusan dalam fungsi tujuan) merupakan jumlah dari nilai individu-individu dalam model programasi linier. 4. Divisibilitas. Asumsi ini menyatakan bahwa peubah-peubah pengambil keputusan, jika diperlukan dapat dibagi kedalam pecahan-pecahan. 5. Deterministik. Asumsi ini menghendaki agar semua parameter dalam model programasi linier tetap dan diketahui atau ditentukan secara pasti. Model dasar atau model baku programasi linier menurut Nasendi dan Anwar (1985) dapat dirumuskan sebagai berikut. Fungsi tujuan: optimumkan (maksimumkan atau minimumkan) Z = C 1 X 1 + C 2 X 2 +. + C n X n Kendala: a 11 X 1 + a 12 X 2 + + a 1n X n b 1 Syarat non negatif: a 21 X 1 + a 22 X 2 + + a 2n X n b 2 : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : a m1 X 1 + a m2 X 2 + + a mn X n b m X j 0, untuk j = 1,2,.,n Dalam bentuk kompaknya:

25 Optimumkan: n Z = J=1 C j X j, untuk j = 1,2, n Kendala: di mana: n a ij X j b i, untuk i = 1,2, m dan X j 0 J=1 C j X j a ij b i Z = Parameter yang dijadikan kriteria optimasi, atau koefisien peubah pengambilan keputusan dalam fungsi tujuan = Peubah pengambil keputusan atau kegiatan (yang ingin dicari: yang tidak diketahui) = Koefisien teknologi peubah pengambil keputusan (kegiatan yang bersangkutan) dalam kendala ke-i yang diperlukan untuk memproduksi satu satuan Xj = Sumberdaya yang terbatas, yang membatasi usaha atau kegiatan yang bersangkutan; disebut juga konstanta atau nilai sebelah kanan dari kendala ke-i = Nilai scalar kriteria pengambilan keputusan; suatu fungsi tujuan. Lebih jauh Nasendi dan Anwar (1985) mengatakan rumusan model programasi linier tersebut terlihat bahwa ada tiga unsur penting yang dipenuhi oleh persoalan programasi linier untuk dapat dirumuskan secara matematis, yaitu: 1. Suatu fungsi tujuan, 2. Berbagai kendala fungsional, dan 3. Kendala tidak boleh negatif (atau syarat ikatan non negatif). Dari berbagai uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan model linear programming adalah mengoptimalkan alokasi sumberdaya yang terbatas sehingga diperoleh pendapatan maksimum, atau meminimumkan biaya dalam upaya tetap mendapatkan total penerimaan atau total keuntungan sebesar mungkin.

26 2.7 Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang terkait dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan peneliti lainnya. Hasil-hasil penelitian terdahulu tentu sangat relevan sebagai referensi ataupun pembanding, karena terdapat beberapa kesamaan prinsip, walaupun dalam beberapa hal terdapat perbedaan. Penggunaan hasil-hasil penelitian sebelumnya dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dalam kerangka dan kajian penelitian ini. Penelitian Maryana (2007) yang berjudul Maksimasi Pendapatan Petani Melalui Optimalisasi Pola Usahatani Sayuran di Desa Songan A Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli, menyebutkan bahwa pendapatan kotor (gross margin) usahatani sayuran di Desa Songan A Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli, dalam kurun waktu satu tahun per hektar ternyata komoditas cabai memberikan pendapatan kotor paling tinggi yang mencapai 46,32%, selanjutnya komoditas tomat mencapai 28,67%, dan komoditas bawang merah mencapai 25,01%. Dari berbagai kendala yang dihadapi petani dalam usahataninya, maka pendapatan maksimal diperoleh sebesar Rp 17.609.253,00 dengan mengkombinasikan usahatani bawang merah musim tanam I dengan luas tanam 0,201 ha, bawang merah musim tanam II dengan luas tanam 0,231 ha, tomat MT III dengan luas tanam 0,189 ha, ternak sapi dan ternak babi masing-masing satu ekor. Penelitian lainnya, Winaya (2007) tentang Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Optimalisasi Usahatani di Subak Guama Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan, menyebutkan bahwa skala usahatani di Subak Guama tergolong usahatani kecil karena rata-rata luas sawah garapan petani dan juga luas garapan kebun

27 kurang dari 0,5 ha, serta pemeliharaan ternak rata-rata masing-masing petani adalah dua ekor yaitu sapi dan babi. Sementara hasil penghitungan gross margin dari usahatani petani di Subak Guama memberikan pendapatan kotor aktual sebesar Rp 11.250.000,00. Usahatani yang optimal menghasilkan pendapatan maksimal sebesar Rp 12.067.557,00, meningkat (9,53%) dibandingkan dengan pendapatan kotor aktual, dengan mengkombinasikan usahatani padi MT I seluas 0,3356 ha, padi MT II seluas 0,3356 ha, jagung MT III seluas 0,1766 ha, kacang panjang MT III seluas 0,1590 ha, ternak 2 ekor dan kebun 0,3630 ha. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Parwata (2006) yang berjudul Analisis Usahatani dan Optimasi Sistem Integrasi Padi Ternak (SIPT) di Subak Guama Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan, disebutkan bahwa pada usahatani padi sawah untuk memperoleh penerimaan usahatani sebesar Rp 100,00 hanya diperlukan biaya sebesar Rp 62,00 sedangkan untuk usahatani SIPT untuk memperoleh penerimaan Rp 100,00 diperlukan biaya sebesar Rp 68,00 Rp 69,00. Dari berbagai kondisi keterbatasan yang dihadapi petani di Subak Guama, pendapatan usahatani maksimum diperoleh sebesar Rp 5.423.973,87 di atas penguasaan lahan seluas 0,397 ha dengan menanam padi pada MH, MK 1 dan kedele pada MK 2 serta mengintegrasikan ternak sapi kereman sebanyak 1,51 ekor. Dari kedua penelitian di Subak Guama di atas ditemukan bahwa pendapatan maksimum petani di Subak Guama diperoleh dengan mengoptimalkan alokasi sumberdaya yang ada melalui sistem usahatani terdiversifikasi, baik itu diversifikasi tanaman padi dengan palawija dan hortikultura maupun diversifikasi dengan ternak. Penelitian lainnya yang berjudul Diversifikasi Usahatani dan Tingkat Pendapatan Petani di Lahan Sawah oleh Saliem dan Supriyati (2003), menyebutkan

28 bahwa tingkat diversifikasi usahatani di lahan sawah di Jawa yang terefleksikan oleh keragaan pola tanam dan ragam komoditas penyusunannya menunjukkan hal-hal berikut: (1) Tingkat diversifikasi usahatani di lahan sawah bervariasi menurut lokasi dan tipe irigasi; (2) Pemilihan jenis komoditas dan pola tanam oleh petani dipengaruhi oleh faktor teknis, ekonomi, sosial dan budaya setempat; (3) Secara umum usahatani lahan sawah di desa-desa sentra produksi padi di Jawa pada MH masih dominan mengusahakan padi, diversifikasi usahatani umumnya dilakukan pada MK I dan atau MK II; (4) Tingkat pendapatan usahatani petani yang melakukan diversifikasi lebih tinggi dari petani non diversifikasi; dalam hal ini pengusahaan komoditas hortikultura memberikan tingkat pendapatan yang relatif lebih tinggi daripada palawija, namun pengusahaan hortikultura membutuhkan modal dan risiko usaha yang juga tinggi.

29