BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdapat dalam bahan makanan. Istilah yang umumnya dipakai hingga sekarang ini

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupaka pelarut yang kuat, melarutkan banyak zat kimia. Zat-zat yang larut dengan

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR

Faktor-faktor kualitas air

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. campuran daging ikan (kadar daging atau ikan tidak kurang dari 50%) dan pati

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN. Pertemuan ke : 2 Mata Kuliah : Kimia Makanan / BG 126

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisa Kadar Air (Moisture Determination) Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN

Pengeringan Untuk Pengawetan

Oleh : Dr. Ai Nurhayati, M.Si. AIR

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diketahui kandungan airnya. Penetapan kadar air dapat dilakukan beberapa cara.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL PENGAMATAN. Natrium Asetat Hari Berat Alufo Berat Awal sampel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

PERUBAHAN MATERI. Materi dapat berwujud padat, cair, dan gas. Materi berwujud padat mempunyai bentuk tertent

Pengawetan pangan dengan pengeringan

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kemampuan yang ingin dicapai:

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

Sub Pokok Bahasan : 1. Pendahuluan 2. Fisik dan Kimia Air 3. Fungsi Air dalam Makanan 4. Air dan Penyimpanan Makanan

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

PROSES PENGOLAHAN MAKANAN FERMENTASI - Fermentasi merupakan salah satu metode pengawetan bahan pangan. -Banyak mikroorganisme dimanfaatkan untuk produ

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAB III METODE PENGUJIAN. Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM

Pengawetan bahan pangan

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

ZAHRA NURI NADA YUDHO JATI PRASETYO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dimaksudkan untuk menghilangkan rasa lapar seseorang sementara waktu

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67

G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. akan tetapi sering dikonsumsi sebagai snack atau makanan selingan. Seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang gizi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asam asetat dalam ilmu kimia disebut juga acetid acid atau acidum aceticum,

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

III. METODE PENELITIAN. waktu penelitian ini dimulai pada bulan April 2016 sampai Desember 2016.

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asam asetat dalam ilmu kimia disebut juga Acetid acid (Acidum aceticum), akan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada dua macam brownies, brownies kukus dan brownies panggang. Struktur brownies sama

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

PENENTUAN KADAR GULA METODE NELSON-SOMOGYI. Kelompok 8 Dini Rohmawati Nafisah Amira Nahnu Aslamia Yunus Septiawan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. produksi modern saat ini didominasi susu sapi. Fermentasi gula susu (laktosa)

TUGAS ANALISIS AIR, MAKANAN DAN MINUMAN ANALISIS LEMAK

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Durian (Durio zibethinus Murr.) adalah salah satu buah yang sangat popular

PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA

KADAR ABU & MINERAL. Teti Estiasih - THP - FTP - UB

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air dalam Bahan Makanan Sampai sekarang belum diperoleh suatu istilah yang tepat untuk air yang terdapat dalam bahan makanan. Istilah yang umumnya dipakai hingga sekarang ini adalah air terikat (bound water). Walaupun sebenarnya istilah ini kurang tepat, karena keterikatan air dalam bahan berbeda-beda, bahkan ada yang tidak terikat. Karena itu, istilah air terikat ini dianggap sebagai suatu sistem yang mencakup air yang mempunyai derajat keterikatan berbeda-beda dalam bahan (Winarno, 1989). Menurut derajat keterikatan air, air terikat dapat dibagi atas empat tipe. Tipe I, adalah molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu ikatan hidrogen yang berenergi besar. Molekul air membentuk hidrat dengan molekulmolekul lain yang mengandung atom-atom O dan N seperti karbohidrat, protein, atau garam. Air tipe ini tidak dapat membeku pada proses pembekuan, tetapi sebagian air ini dapat dihilangkan dengan cara pengeringan biasa. Air tipe ini terikat kuat dan sering kali disebut air terikat dalam arti sebenarnya. Tipe II, yaitu molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dari air murni. Air jenis ini lebih sukar dihilangkan dan penghilangan air tipe II akan mengakibatkan penurunan a w (water activity). Bila sebagian air tipe II dihilangkan, pertumbuhan mikroba dan reaksi-reaksi kimia yang merusak bahan makanan seperti reaksi browning, hidrolisis, atau oksidasi lemak akan dikurangi. Jika air tipe II dihilangkan

seluruhnya, kadar air bahan akan berkisar antara 3 7%, dan kestabilan optimum bahan makanan akan tercapai, kecuali pada produk-produk yang dapat mengalami oksidasi akibat adanya kandungan lemak tidak jenuh. Tipe III, adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler, serat, dan lain-lain. Air tipe III inilah yang sering kali disebut dengan air bebas. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Apabila air tipe III ini diuapkan seluruhnya, kandungan air bahan berkisar antara 12 25% dengan a w (water activity) kira-kira 0,8 tergantung dari jenis bahan dan suhu. Tipe IV, adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni, dengan sifat-sifat air biasa dan keaktifan penuh (Sudarmadji, 1986; Winarno, 1989). Selain tipe-tipe air seperti disebutkan di atas, air dibedakan pula menjadi air ambisi dan air Kristal. Air ambisi merupakan air yang masuk ke dalam bahan pangan dan akan menyebabkan pengembangan volume, tetapi air ini tidak merupakan komponen penyusun bahan tersebut. Misalnya air dengan beras bila dipanaskan akan membentuk nasi, atau pembentukan gel dari bahan pati. Air kristal adalah air terikat dalam semua bahan, baik pangan maupun nonpangan yang berbentuk Kristal, seperti gula, garam, CuSO Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan aw, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai a w minimum agar dapat tumbuh dengan 4, dan lain-lain (Winarno, 1989).

baik, misalnya bakteri a w : 0,90; khamir a w : 0,80 0,90; kapang a w : 0,60 0,70. (Winarno, 1989). Air murni mempunyai nilai a w = 1,0. Jenis mikroorganisme yang berbeda membutuhkan jumlah air yang berbeda pula untuk pertumbuhannya. Bakteri umumnya tumbuh dan berkembang biak hanya dalam media dengan nilai a w tinggi (0,91), khamir membutuhkan nilai a w lebih rendah (0,87 0,91), kapang lebih rendah lagi (0.80 0.87) (Buckle, 1985). Aw yang sama bergantung pada macam bahannya. Pada kadar air yang tinggi belum tentu memberikan a w yang tinggi bila bahannya berbeda. Hal ini dikarenakan munkin bahan yang satu disusun oleh bahan-bahan yang mudah mengikat air sehingga air bebas relatif menjadi lebih kecil dan akibatnya bahan jenis ini mempunyai a w yang rendah (Sudarmadji, 1989). Faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan adalah perubahan kadar air dalam produk. Aktivitas air (aw) berkaitan erat dengan kadar air, yang umumnya digambarkan sebagai kurva isotermis, serta pertumbuhan bakteri, jamur dan mikroba lainnya. Makin tinggi a w pada umumnya makin banyak bakteri yang dapat tumbuh sementara jamur tidak menyukai a w yang tinggi (Christian, 1980). Untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis bahan. Umumnya dilakukan pengeringan, baik dengan penjemuran padi, ikan asin, pembuatan dendeng, dan lain sebagainya. Pada bahan yang berkadar air tinggi, susu misalnya, dilakukan evaporasi atau penguapan. Pembuatan susu kental pada prinsipnya

adalah mengurangi kadar air dengan cara dehidrasi. Pada pengeringan bahan makanan ini, terdapat 2 tingkat kecepatan penghilangan air. Pada awal pengeringan, kecepatan jumlah air yang hilang per satuan waktu tetap, kemudian akan terjadi penurunan kecepatan penghilangan air per satuan waktu. Hal ini berhubungan dengan jenis air yang terikat dalam bahan (Winarno, 1989). 2.2 Air dalam Mie Instant Persyaratan mutu SNI tentang mie instant meliputi keadaan (tekstur, aroma, rasa, warna normal/dapat diterima); benda asing tidak ada; kadar air (proses penggorengan maksimal 10,0% b/b, proses pengerigan maksimal 14,5 % b/b); kadar protein (mi dari terigu minimal 8,0%, mi dari bukan terigu minimal 4,0% b/b) bilangan asam maksimal 2 mg KOH/g minyak (SNI, 2000). Sedangkan menurut Quality Control di PT. Indofood kadar air maksimal dalam mie instant adalah 3,5%. 2.3 Kerusakan Mikroorganisme Karena Pemanasan Pengaruh panas dari yang mematikan terhadap mikroorganisme digunakan untuk mengawetkan makanan lama sebelum pembusukan makanan oleh mikroorganisme ditemukan oleh Nicholas apert dalam tahun 1810. Kebanyakan makanan yang diolah dengan pemanasan dianggap telah steril secara komersial yaitu makanan telah diproses dengan pemanasan untuk membinasakan semua mikroorganisme yang mampu mengakibatkan kerusakan pada kondisi penyimpanan yang normal. Banyak makanan yang diolah dengan pemanasan mengandung

organisme-organisme yang masih hidup (seperti spora-spora bakteri thermofilik) dan menyebabkan sifat-sifat organoleptik dan gizi makanan biasanya rusak, maka perlakuan panas pada yang makanan untuk mencapai sterilisasi komersial atau pasteurisasi komersial hanya sampai tingkat yang dibutuhkan (Buckle, 1985). Mikroorganisme membutuhkan air untuk pertumbuhan dan perkembangbiakkannya. Jika kadar air pangan dikurangi, pertumbuhan mikroorganisme akan diperlambat dan Pengeringan akan menurunkan tingkat aktivitas air (Syamsir, 2008). 2.4 Penentuan kadar Air Penetapan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105 110 o C selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap, dan lain-lain pemanasan dilakukan di dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam eksikator dengan H 2 SO 4 pekat sebagai pengering, hingga mencapai berat yang konstan. Penentuan kadar air dari bahan-bahan yang kadar airnya tinggi dan mengandung senyawa-senyawa yang mudah menguap (volatile) seperti sayuran dan susu, menggunakan cara destilasi dengan pelarut tertentu, misalnya toluen, xilol, dan heptana yang berat jenisnya lebih rendah daripada air. Contoh (sample) dimasukkan

dalam tabung bola (flask), kemudian dipanaskan. Air dan pelarut menguap, diembunkan, dan jatuh pada tabung Aufhauser yang berskala. Air yang mempunyai berat jenis lebih besar ada dibagian bawah, sehingga jumlah air yang diuapkan dapat dilihat pada skala tabung Aufhauser tersebut. Untuk bahan pangan kadar gula tinggi, kadar airnya dapat diukur dengan menggunakan refraktometer di samping menentukan padatan terlarutnya pula. Dalam hal ini, air dan gula dianggap sebagai komponen-komponen yang mempengaruhi indeks refraksi (Winarno, 1984). Di samping cara-cara fisik, ada pula cara-cara kimia untuk menentukan kadar air. Mc Neil mengukur kadar air berdasarkan volume gas asetilen yang dihasilkan dari reaksi kalsium karbida dengan bahan yang akan diperiksa. Cara ini dipergunakan untuk bahan-bahan seperti sabun, tepung, kulit, bubuk biji panili, mentega, dan sari buah. Karl Fischer pada tahun 1935 menggunakan cara pengeringan berdasarkan reaksi kimia air dengan titrasi langsung dari bahan basah dengan larutan iodin, sulfur dioksida, dan piridina dalam metanol. Perubahan warna menunjukkan titik akhir titrasi (Sudarmadji, 1989; Winarno, 1984). Menurut Sudarmadji (1989), kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain: metode pengeringan, metode destilasi, metode kimia, metode fisis dan lain-lain. 2.4.1 Penentuan Kadar Air Cara Pengeringan Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan menggunakan oven (lihat lampiran 2 hal 23). Kemudian menimbang bahan sampai

berat konstan yang berarti semua air sudah diuapakan. Cara ini relatif mudah dan murah (Sudarmadji, 1989). Kelemahan cara ini adalah: Bahan lain di samping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain. Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain. Contoh gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi dan sebagainya. Bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan. Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi yang lain karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan tekanan vakum. Dengan demikian akan dipeoleh hasil yang lebih mencerminkan kadar air yang sebenarnya (Sudarmadji, 1989). Untuk bahan-bahan yang mempunyai kadar gula tinggi, pemanasan dengan suhu 100 o C dapat mengakibatan terjadinya pergerakan pada permukaan bahan. Suatu bahan yang telah mengalami pengeringan ternyata lebih bersifat higroskopis daripada bahan asalnya. Oleh karena itu selama pendinginan sebelum penimbangan, bahan selalu ditempatkan dalam ruang tertutup yang kering misalnya dalam eksikator atau desikator yang telah diberi zat penyerap air. Penyerap air/uap air ini dapat menggunakan kapur aktif; asam sulfat; silika gel; aluminium oksida; kalium klorida; kalium hidroksida; kalium sulfat atau barium oksida. Silika gel

yang digunakan sering diberi warna guna memudahkan apakah bahan tersebut sudah jenuh dengan air atau belum. Bila sudah jenuh akan berwarna merah muda dan bila dipanaskan menjadi kering berwarna biru (Sudarmadji, 1989). 2.4.2 Penentuan Kadar Air Cara Destilasi Prinsip penentuan kadar air dengan destilasi adalah menguapkan air dengan pembawa cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi daripada air dan tidak dapat campur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah daripada air. Zat kimia yang dapat digunakan antara lain: toluen, xilem, benzen, tetrakhlorethilen dan xilol. Cara penentuannya adalah dengan memberikan zat kimia sebanyak 75 100 ml pada sampel yang diperkirakan mengandung air sebanyak 2 5 ml, kemudian dipanaskan sampai mendidih. Uap air dan zat kimia tersebut diembunkan dan ditampung dalam tabung penampung. Karena berat jenis air lebih besar daripada zat kimia tersebut maka air akan berada dibagian bawah pada tabung penampung. Bila pada tabung penampung dilengkapi skala maka banyaknya air dapat diketahui langsung. Alat yang dipakai sebagai penampung ini antara lain tabung strak dean dan sterling bidwell atau modifikasinya (Sudarmadji, 1989). Cara destilasi ini baik untuk menentukan kadar air dalam zat yang kandungan airnya kecil yang sulit ditentukan dengan cara thermogravimetri. Penentuan kadar air cara ini hanya memerlukan waktu ± 1 jam. Dengan cara destilasi terjadinya oksidasi senyawa lipid maupun dekomposisi senyawaan menjadi gula dapat dihindari sehingga penentuannya lebih tepat. Untuk bahan yang

mengandung gula dan protein yang tinggi sering ditambahkan serbuk asbes ke dalam bahan. Hal ini untuk mencegah terjadinya superheating yang dapat menimbulkan dekomposisi bahan tersebut. Untuk memperluas permukaan kontak dengan cairan kimia yang digunakan untuk memperlancar terjadinya destilasi dapat ditambahkan tanah diatomen pada bahan yang telah ditumbuk halus sebelum destilasi (Sudarmadji, 1989). 2.4.3 Metode Kimiawi Ada beberapa cara penentuan kadar air dalam bahan secara kimiawi yaitu antara lain: 2.4.3.1 Cara Titrasi Karl Fischer (1935) Cara ini adalah dengan menitrasi sampel dengan larutan iodin dalam metanol. Reagen lain yang digunakan dalam titrasi ini adalah sulfur dioksida dan piridin. Metanol dan piridin digunakan untuk melarutkan iodin dan sulfur dioksida agar reaksi dengan air menjadi lebih baik. Selain itu piridin dan metanol akan mengikat asam sulfat yang terbentuk sehingga akhir titrasi dapat lebih jelas dan tepat. Selama masih ada air dalam bahan, iodin akan bereaksi, tetapi begitu air habis, maka iodin akan bebas. Pada saat timbul warna iodin bebas ini, titrasi dihentikan. iodin bebas ini akan memberikan warna kuning coklat. Untuk memperjelas pewarnaan maka dapat ditambahkan metilin biru dan akhir titrasi akan memberikan warna hijau (Sudarmadji, 1989). Tahapan reaksi yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut: I 2 + SO 2 + 2 C 6 H 5 N C 6 H 5 N. I 2 + C 6 H 5 N. SO 2

C 6 H 5 N. I 2 + C 6 H 5 N. SO 2 + C 6 H 5 N + H 2 O 2(C 6 H 5 N. HI) + C 6 H 5 N. SO C6H 5 N. SO 3 + CH 3 OH C 6 H 5 N (H)SO 4 CH I2 dengan metilen biru akan berubah warnanya menjadi hijau. Dalam pelaksanaannya titrasi harus dilakukan dengan kondisi bebas dari pengaruh kelembaban udara. Untuk keperluan tersebut dapat dilakukan dalam ruang tertutup. Cara titrasi Karl Fischer ini telah berhasil dipakai untuk penentuan kadar air dalam alkohol, ester-ester, senyawa lipida, lilin, pati, tepung gula, madu dan bahan makanan yang dikeringkan. Cara ini banyak dipakai karena memberikan harga yang tepat dan dikerjakan cepat. Tingkat ketelitiannya lebih kurang 0,5 mg dan dapat ditingkatkan lagi dengan sistem elektroda yaitu dapat mencapai 0,2 mg (Sudarmadji, 1989). 3 3 2.4.3.2 Cara Kalsium Karbid Cara ini berdasarkan reaksi antara kalsium karbid dan air menghasilkan gas asetilin. Cara ini sangat tepat dan tidak memerlukan alat yang rumit. Jumlah asetilin yang terbentuk dapat diukur dengan berbagai cara: Menimbang campuran bahan dan karbid sebelum dan sesudah reaksi ini selesai. Kehilangan bobotnya merupakan berat asetilin. Mengumpulkan gas asetilin yang terbentuk dalam ruangan tertutup dan mengukur volumenya. Dengan volume yang diperoleh tersebut dapat diketahui banyaknya asetilin dan kemudian dapat diketahui kadar air bahan.

Dengan mengukur tekanan gas asetilin yang terbentuk jika reaksi dikerjakan dalam ruang tertutup. Dengan mengetahui tekanan dan volume asetilin dapat diketahui banyaknya dan kemudian dapat diketahui kadar air bahan. Dengan menangkap gas asetilin dengan larutan tembaga sehingga dihasilkan tembaga asetilin yang dapat ditentukan secara gravimetri atau volumetri atau secara kolorimetri. Reaksi yang terjadi selama pencampuran dapat dituliskan sebagai berikut: CaC 2 + H 2 O CaO + C 2 H 2 Tiap 1 grol gas asetilin berasal dari 1 grol air. Volume 1 grol gas asetilin dianggap sama dengan gas ideal yaitu 22,4 liter. Ketelitiannya tergantung pada pencampuran atau interaksi karbid dengan bahan. Cara tersebut telah berhasil untuk menentukkan kadar air dalam tepung, sabun, kulit, biji panili, mentega dan air buah. Penentuan kadar air cara ini dapat dikerjakan sangat singkat yaitu berkisar 10 menit (Sudarmadji, 1989). 2.4.3.3 Cara Asetil khlorida Penentuan kadar air cara ini berdasarkan reaksi asetil klorida dan air menghasilkan asam yang dapat dititrasi menggunakan basa. Asetil klorida yang digunakan dilarutkan dalam toluol dan bahan didispersikan dalam piridin (Sudarmadji, 1989). Reaksi yang terjadi dapat dituliskan berikut: H 2 O + CH 3 COCl CH 3 COOH + HCl

Cara ini telah berhasil dengan baik untuk penentuan kadar air dalam bahan minyak, mentega, margarin, rempah-rempah dan bahan-bahan yang berkadar air sangat rendah (Sudarmadji, 1989). 2.4.4 Metoda Fisis Menurut Sudarmadji (1989), ada beberapa cara penentuan kadar air cara fisis ini antara lain: Berdasarkan tetapan dielektrikum Berdasarkan konduktivitas listrik (daya hantar listrik) atau resistansi Berdasarkan resonansi nuklir magnetik 2.5 Penetapan Susut Pengeringan Prosedur ini digunakan untuk penetapan jumlah semua jenis bahan yang mudah menguap dan hilang pada kondisi tertentu. Jika dalam monografi susut pengeringan ditetapkan dengan analisis termogravimetri, gunakan timbangan analitik yang peka (Dirjen POM, 1994).