HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),SUHU RECTAL DAN KETEBALAN VULVA TERHADAP NON RETURN RATE (NR) DAN CONCEPTION RATE (CR) PADA SAPI POTONG

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

Agros Vol. 16 No. 1, Januari 2014: ISSN

BAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Salmiyati Paune, Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Tri Ananda Erwin Nugroho

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

ANALISIS KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA TERNAK KERBAU LUMPUR

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

Jurnal Pertanian ISSN Volume 2 Nomor 1, April PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR

TEKNIK DAN MANAJEMEN PRODUKSI BIBIT SAPI BALI DI SUBAK KACANG DAWA, DESA KAMASAN, KLUNGKUNG ABSTRAK

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR

PERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK

AGRINAK. Vol. 01 No.1 September 2011:43-47 ISSN:

PENGARUH METODE PERKAWINAN TERHADAP KEBERHASILAN KEBUNTINGAN SAPI DONGGALA DI KABUPATEN SIGI

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

Arnold.Ch Tabun *, Petrus Kune **, M.L. Molle *** Oleh:

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN SAPI POTONG DI TINJAU DARI ANGKA KONSEPSI DAN SERVICE PER CONCEPTION. Dewi Hastuti

HASIL DAN PEMBAHASAN

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL

I. PENDAHULUAN. Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KABUPATEN MALANG

ABSTRAK. Oleh: *Ramli Idris Mantongi, **Suparmin Fathan, ***Fahrul Ilham

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

WILAYAH KERJA KRADENAN III, KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN GROBOGAN, JAWA TENGAH SKRIPSI

PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN

HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE TERHADAP SERVICE PER CONCEPTION DAN CALVING INTERVAL SAPI POTONG PERANAKAN ONGOLE DI KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo

KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI (P)

PERFORMANS REPRODUKSI INDUK SAPI LOKAL PERANAKAN ONGOLE YANG DIKAWINKAN DENGAN TEKNIK INSEMINASI BUATAN DI KECAMATAN TOMPASO BARAT KABUPATEN MINAHASA

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

PERBEDAAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF SEMEN SEGAR PADA BERBAGAI BANGSA SAPI POTONG. Candra Aerens D.C, M. nur ihsan, Nurul Isnaini ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN PERFORMANS REPRODUKSI SAPI ACEH SEBAGAI INFORMASI DASAR DALAM PELESTARIAN PLASMA NUTFAH GENETIK TERNAK LOKAL

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

Hubungan Antara Umur dan Bobot Badan...Firdha Cryptana Morga

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEBUNTINGAN (CONCEPTION RATE) PADA SAPI POTONG SETELAH DILAKUKAN SINKRONISASI ESTRUS DI KABUPATEN PRINGSEWU

SKRIPSI. PERFORMAN REPRODUKSI INDUK SAPI BALI PASCA SINKRONISASI ESTRUS MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN (PGF 2α ) DAN HUMAN CHORIONIC GONADOTROPIN (hcg)

F.K. Mentari, Y. Soepri Ondho dan Sutiyono* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

Keberhasilan inseminasi buatan menggunakan semen beku dan semen cair pada sapi Peranakan Ongole

Keberhasilan IB menggunakan semen beku hasil sexing dengan metode sentrifugasi gradien densitas percoll (SGDP) pada sapi Peranakan Ongole (PO)

Semen beku Bagian 1: Sapi

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN SIMMENTAL DI KABUPATEN TULUNGAGUNG JAWA TIMUR

Peningkatan Angka Kebuntingan melalui Pemberian Hormone Eksogen CIDR-B dan Injeksi hcg pada Sapi Bali di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batang Hari

EVALUASI KEBERHASILAN PROGRAM INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI POTONG DI KECAMATAN KLABANG KABUPATEN BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR TUGAS AKHIR.

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

INDEK FERTILITAS SAPI PO DAN PERSILANGANNYA DENGAN LIMOUSIN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016

PENGARUH METODE PERKAWINAN TERHADAP KEBERHASILAN KEBUNTINGAN DOMBA LOKAL PALU. The Effect of Mating Method on Successful Pregnancy of Palu Local Sheep

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN BOJONEGORO. Moh. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus)

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

PENGARUH PENYUNTIKAN PROSTAGLANDIN TERHADAP PERSENTASE BIRAHI DAN ANGKA KEBUNTINGAN SAPI BALI DAN PO DI KALIMANTAN SELATAN

PERFORMAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN SAPI PERANAKAN LIMOUSINE DI KECAMATAN BERBEK KABUPATEN NGANJUK

Veterinaria Vol 6, No. 1, Pebruari 2013

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KECAMATAN PADANG KABUPATEN LUMAJANG

Keberhasilan IB menggunakan semen beku hasil sexing dengan metode sedimentasi putih telur pada sapi PO cross

PENGARUH SURGE FEEDING TERHADAP TAMPILAN REPRODUKSI SAPI INDUK SILANGAN PERANAKAN ONGOLE (PO) SIMENTAL

Semen beku Bagian 1: Sapi

KAJIAN SOSIAL EKONOMI PELAKSANAAN INSEMINASI BUATAN SAPI POTONG DI KABUPATEN KEBUMEN

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PEDET SAPI POTONG HASIL INSEMINASI BUATAN

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

Pengaruh Berbagai Temperatur Thawing Semen Beku Terhadap Keberhasilan Inseminasi Buatan Pada Sapi Potong

SURAT PERNYATAAN. Y a n h e n d r i NIM. B

Syahirul Alim, Lilis Nurlina Fakultas Peternakan

Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 2, 2013, p 1-7 Online at :

JURNAL TERNAK Vol. 06 No.01 Juni

KEBERHASILAN IB MENGGUNAKAN SEMEN SEXING SETELAH DIBEKUKAN

PRODUKSI SEMEN SEGAR DAN SEMEN BEKU SAPI PEJANTAN DENGAN BODY CONDITION SCORE (BCS) YANG BERBEDADI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG

Korelasi Motilitas Progresif dan Keutuhan Membran Sperma dalam Semen Beku Sapi Ongole. Terhadap Keberhasilan Inseminasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PO INDUK PADA POLA PERKAWINAN BERBEDA DALAM USAHA PETERNAKAN RAKYAT: STUDI KASUS DI KABUPATEN BLORA DAN PASURUAN

KINERJA REPRODUKSI SAPI POTONG PADA PETERNAKAN RAKYAT DI DAERAH KANTONG TERNAK DI JAWA TENGAH

Pengaruh Pemberian Prostaglandin F2 Alpha Terhadap Waktu Kemunculan Birahi dan Keberhasilan Inseminasi Buatan Sapi Brahman Cross (Bx) Heifers

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

ABSTRAK ANALISIS KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DI KABUPATEN KARANGASEM

Prosiding Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan II Membangun Kewirausahaan Dalam Pengelolaan Kawasan Peternakan Berbasis Sumberdaya Lokal

D.B.A. San, I.K.G.Yase Mas dan E. T. Setiatin* Program S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro

PERBANDINGAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS YANG DIINSEMINASI TAHUN **** DAN TAHUN *** DI KECAMATAN (X) KABUPATEN (Y) PROPINSI (Z)

CONCEPTION RATE PADA SAPI PERAH LAKTASI DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK BATURRADEN PURWOKERTO JAWA TENGAH

PENGGUNAAN PROGESTERON SINTETIK PADA SAPI PERAH FRIES HOLLAND (FH) PENERIMA INSEMINASI BUATAN DAN DI EMBRIO SAPI MADURA

Kinerja Reproduksi Induk Sapi Potong pada Usaha Peternakan Rakyat di Kecamatan Mojogedang

EFEKTIFITAS INSEMINASI BUATAN PADA SAPI POTONG MENGGUNAKAN SEMEN CAIR

Jurnal Ternak, Vol.03, No.02, Desember 2012

EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*

Transkripsi:

HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),SUHU RECTAL DAN KETEBALAN VULVA TERHADAP NON RETURN RATE (NR) DAN CONCEPTION RATE (CR) PADA SAPI POTONG Mohammad jamaludin 1, Sumartono 2, Nurul Humaidah 2 1 Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Islam Malang 2 Dosen Fakultas Peternakan Universitas Islam Malang Email : jamaludin muhammad9@gmail.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Body Condition Score (BCS), suhu rektal dan ketebalan vulva terhadap Non Return Rate (NR) dan Conception Rate (CR) pada pelaksanaan Inseminasi buatan pada sapi potong. Materi yang digunakan adalah 30 ekor sapi potong, di satu kecamatan yaitu Kecamatan Sumber. Metode yang digunakan adalah metode survey, pengambilan sempelnya menggunakan purposive sampling dimana sapi pernah bunting satu kali disuntik IB, induk sapi memiliki kriteria dalam keadaan sehat dan memperlihatkan tanda-tanda birahi. Analisa data menggunakan uji persamaan regresi dan korelasi sederhana. Variabel yang diamati meliputi variabel bebas: suhu rectal, ketebalan vulva dan BCS. Variabel terikat: NR dan CR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa korelasi regresi sederhan untuk suhu rektal dengan NR terdapat hubungan yang rendah dengan koefisien korelasi (r) = 0.27, Dan hubungan yang rendah antara suhu rektal dengan CR dengan koefisien korelasi (r) = 0.20. Terdapat hubungan yang rendah antara ketebalan vulva dengan NR dengan Koefisien korelasi (r) = 0.29, Dan hubungan yang rendah antara ketebalan vulva dengan CR dengan koefisien korelasi (r) = 0.31. Terdapat hubungan yang rendah antara BCS dengan NR dengan koefisien korelasi (r) = 0.32, Dan hubungan yang kuat antara BCS dengan CR dengan koefisien korelasi (r) = 0.45. Kesimpulan hubungan (BCS) memiliki perpengaruh kuat terhadap nilai CR pada sapi potong. Sedangkan hubungan suhu rectal dan ketebalan vulva terhadap nilai NR dan CR memiliki hubungan yang rendah. Saran sebelum melakukan IB inseminator melihat nilai BCS dulu dengan nilai BCS (3 dan 4) yang utama untuk melakukan IB setelah itu di ukur suhu rectal dan ketebalan vulvanya. Kata kunci : body condition score, suhu rectal, ketebalan vulva, non return rate, concption rate, THE RELATIONSHIP OF BODY CONDITION SCORE (BCS), RECTAL TEMPERATURE AND THICKNESS OF THE VULVA TO NON-RATE (NR) AND CONCEPTION RATE (CR) IN BEEF CATTLE Abstract This study aims to determine the relationship between Body Condition Score(BCS), rectal temperature and thickness of the vulva of the Non Return Rate(CR) and Conception Rate(CR) in artificial insemination in beef cattle. The material used is the 30 cows that were cut in the subdistricts of Sumber. The method used is a survey method, the sample taken by using purposive sampling where the pregnant cows injected with IB, the cow has a criteria in a healthy state, and showed signs of estrus. Analysis of the data were tested by using simple regression and correlation. Variables observed were independent variables: rectal temperature, thickness of the vulva and BCS. Dependent variables: (NR) and (NR). The results showed that the correlation of simple regression for NR rectal temperature with a low correlation with the correlation coefficient (r) = 0,27. There is a low correlation between rectal temperature with a CR with correlation coefficients (r) = 0,20. There is a low negative correlation between the thickness of the vulva with NR with a correlation coefficient (r) = 0,29. There is a low correlation between the thickness of the vulva with CR with a correlation 1

coefficient (r) = 0,31. There is a low correlation between BCS with NR with correlation coefficients (r) = 0,32. There is a strong relationship between BCS with CR with correlation coefficients (r) = 0,45. Based on the results of this study concluded that the relationship of (BCS) has a strong influence rate against conception rate (CR) in beef cattle. While the relationship rectal temperature and thickness of the vulva to the value of (NR) and CR) has a low correlation. Advice before doing IB inseminator see the value of first BCS BCS value (3 and 4) that the main to do the IB after that in measuring rectal temperature and thickness of the vulva Keywords : body condition score, rectal temperature, thickness of the vulva, concption rate. non return rate, 2

PENDAHULUAN Sektor peternakan di Indonesia menjadi salah satu usaha yang menguntungkan. Hal ini sesuai dengan program Kementerian Pertanian Republik Indonesia yang telah mencanangkan Program Swasembada Daging Sapi 2014. Untuk mendukung program tersebut Kabupaten Probolinggo mencanangkan program ketahanan pangan dan diversifikasi pangan nasional. Salah satu daerah yang telah menerapkan progrram tersebut ialah di Kecamatan Sumber. Sekitar 82% penduduk Kecamatan Sumber beternak sapi potong sebagai mata pencaharian kedua setelah bertani (Anonimus, 2014). Langkah-langkah strategis yang ditempuh dalam program swasembada tersebut salah satunya adalah optimalisasi Inseminasi Buatan (IB) dan Intensifikasi Kawin Alam (INKA). Melalui kegiatan IB, penyebaran bibit unggul ternak sapi dapat dilakukan dengan murah, mudah dan cepat, serta diharapkan dapat meningkatkan pendapatan para peternak. Keberhasilan pelaksanaan IB pada ternak sapi telah mencapai 2.116.159 akseptor dengan kelahiran 1.333.075 ekor pada tahun 2009 (Sidiq, 2012). Salah satu permasalahan peternak ialah rendahnya produktifitas dan mutu genetik ternak sapi potong. Hal ini terjadi karena sebagian besar peternakan di Indonesia masih bersifat peternakan tradisional, dimana mutu bibit, penggunaan teknologi dan keterampilan peternak relatif rendah. Inseminasi buatan (IB) merupakan teknologi alternatif yang sedang dikembangkan dalam usaha meningkatkan mutu genetik dan populasi ternak sapi di Indonesia. Tehnologi ini sangat bermanfaat bagi perkembangan dunia peternakan karena sangat efisien dari segi pengaplikasiannya serta segi ekonomisnya. Beberapa faktor yang menyebabkan ketidak berhasilan pelaksanaan IB adalah: manajemen pemeliharaan, keahlian inseminator, ketidak tepatan dalam mendeteksi birahi, ganguan reproduksi, kesalahan dalam perlakukan sperma, khususnya perlakuan pada semen beku yang kurang benar, pengenceran yang kurang tepat, proses pembekuan sperma, penyimpanan dan thawing yang kurang baik (Toelihere, 1981), (Brunner, 1984) dan kondisi ternak atau Body Condition Score (BCS). Petugas inseminator melaksanakan inseminasi setelah ada laporan dari peternak bahwa ternaknya birahi. Dalam tahapan ini ada dua faktor yang berperan terhadap keberhasilan kebuntingan yakni kebenaran laporan peternak atau tingkat pengetahuan peternak dalam mendeteksi waktu birahi dan keterampilan inseminator dalam memeriksa puncak birahi calon akseptor. Terkadang ternak yang akan dikawin suntik tidak pada kondisi puncak birahi namun inseminator tetap melakukan kawin suntik. Indikator yang paling mudah untuk menilai keterampilan inseminator adalah dengan melihat persentase atau angka tingkat kebuntingan (conception rate) dan non return rate ketika melakukan IB dalam kurun waktu dan pada jumlah ternak tertentu (Sidiq, 2012). Angka kebuntingan atau Conception Rate (CR) merupakan salah satu ukuran keberhasilan dalam pelaksanaan kegiatan IB (Bearden dan Fuquay, 1980). Sedangkan Non Return Rate (NR) ialah akseptor yang tidak kembali minta diinseminasi pada periode. MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di satu Kecamatan yakni Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo, dengan pertimbangan penyebaran akseptor di beberapa wilayah desa. Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan. Materi yang digunakan adalah 30 ekor sapi potong yang terdiri dari sapi PO, Limousin dan sapi Madura. Peralatan yang digunakan adalah termometer untuk mengukur suhu rectal, jangka sorong untuk mengukur ketebalan vulva. 3

Metode penelitian menggunakan metode survey pengambilan sampelnya menggunakan purposive sampling dimana sapi minimal pernah bunting satu kali dan yang disuntik IB oleh inseminator profesional, Induk sapi memiliki kriteria dalam keadaan sehat, memperlihatkan tanda - tanda berahi. Penentuan lokasi untuk pengambilan sampel dilakukan dengan berdasarkan wilayah kerja petugas inseminator dan dari akseptor IB. Masingmasing sapi diambil sampelnya dengan mengukur suhu rectal menggunakan termometer untuk mengukur ketebalan vulva menggunakan jangka sorong sedangkan untuk mengukur body condition score menggunakan perkiraan dalam menentukan nilainya. Seleksi sampel ditetapkan dengan kriteria: sapi sebagai akseptor IB dengan jumlah 30 ekor sapii potong Variabel penelitian yang diamati selama penelitian berlangsung meliputi variabel bebas : suhu rektal, ketebalan vulva dan body condition score. Variabel terikat : non return rate (NR) dan conception rate (CR). HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan antara suhu rektal dengan non return rate (NR) dan conception rate (CR). Dari hasil penelitian dan perhitungan menunjukkan hubungan yang rendah ( r ) = 0,27 antara suhu rektal dengan non return rate (NR). Tabel 1. Koefisien korelasi (r), Tabel 2. Koefisien korelasi (r), Hubungan ketebalan vulva dengan non return rate (NR) dan conception rate (CR) Dari hasil penelitian dan perhitungan menunjukkan hubungan yang rendah ( r ) = 0,29 antara ketebalan vulva dengan non return rate (NR). Tabel 3. Koefisien korelasi (r), Dari hasil penelitian daan perhitungan menunjukkan hubungan yang rendah ( r ) = 0,31 antara ketebalan vulva dengan conception rate (CR). Tabel 4. Koefisien korelasi (r), koefisien determinasi (R) dan persamaan Hubungan antara body condition score (BCS) dengan non return rate (NR) dan conception rate (CR) Dari hasil penelitian dan perhitungan menunjukkan hubungan yang rendah ( r ) = 0,20 antara suhu rektal dengan conception rate (CR). Dari hasil penelitian daan perhitungan menunjukkan hubungan yang rendah ( r ) = 0,32 antara body condition score (BCS) dengan non return rate (NR). 4

Tabel 5. Koefisien korelasi (r), Dari hasil penelitian daan perhitungan menunjukkan hubungan yang kuat ( r ) = 0,45 antara body condition score (BCS) dengan conception rate (CR). Tabel 6. Koefisien korelasi (r), Hubungan antara suhu Rectal dengan Non Return Rate (NR) dan Conception Rate (CR). suhu rektal dengan NR memiliki hubungan yang rendah (r) = 0,27 yang bermakna negatif. Hal ini yang berarti semakin meningkatnya suhu rektal di ikuti dengan penurunan NR. Koefisien Determinasi (R) sebesar 7,8%. Hal ini berarti NR 7,8% dipengaruhi oleh suhu rektal dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Hubungan antara Suhu rektal dengan NR dapat dinyatakan dalam persamaan regresi y = 251,5-4,343x yang berarti suhu rektal dapat digunakan sebagai penduga NR dimana setiap kenaikan 1 o C suhu rektal akan diikuti dengan penurunan nilai NR sebesar 4,343%. Dari hasil analisis koefisien kolerasi sederhana menunjukkan bahwa hubungan antara suhu rektal dan Conception rate (CR) memiliki korelasi rendah (r) = 0,20 yang berakna negatif. Hal ini yang berarti semakin meningkatnya suhu rektal di ikuti dengan penurunan CR. Koefisien Determinasi (R) sebesar 4,0%. Hal ini berarti NR 4,0% dipengaruhi oleh suhu rektal dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Hubungan antara Suhu rektal dengan CR dapat dinyatakan dalam persamaan regresi y = 280,2-5,428x yang berarti suhu rekta dapat digunakan sebagai penduga CR dimana setiap kenaikan 1 o C suhu rektal akan diikuti dengan penurunan nilai NR sebesar 5,428%. Menurut pendapat Frandson, (1996) Suhu rektal merupakan cerminan suhu tubuh bagian dalam core body temperature. Suhu organ bagian dalam tidak hanya dicerminkan dari suhu rektal, tetapi dapat juga dilihat dengan mengukur suhu organ-organ bagian lainnya, namun diantara organ-organ lainnya. Rektum merupakan organ yang paling stabil dalam mencerminkan core body temperature. Hubungan peningkatan ketebalan vulva dengan Non Return Rate (NR) conception rate (CR). ketebalan vulva dan Non return rate memiliki hubungan yang rendah (r) = 0,29 yang bermakna negatif. Hal ini yang berarti semakin meningkatnya ketebalan vulva di ikuti dengan penurunan NR. Koefisien determinasi (R) sebesar 8,7%. Hal ini berarti NR 8,7% dipengaruhi oleh ketebalan vulva dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Hubungan antara ketebalan vulva dengan NR dapat dinyatakan dalam persamaan regresi y = 92,97-3,273x yang berarti ketebalan vulva dapat digunakan sebagai penduga NR dimana setiap kenaikan 1cm ketebalan vulva akan diikuti dengan penurunan nilai NR sebesar 3,273%. ketebalan vulva dan Conception rate memiliki hubungan yang rendah (r) = 0,31 yang bermakna negatif. Hal ini yang berarti semakin meningkatnya ketebalan vulva di ikuti dengan penurunan CR. Koefisien determinasi (R) sebesar 9,8%. Hal ini berarti CR 9,8% dipengaruhi oleh ketebalan vulva 5

dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Hubungan antara ketebalan vulva dengan CR dapat dinyatakan dalam persamaan regresi y = 87,63-5,992x yang berarti ketebalan vulva dapat digunakan sebagai penduga CR dimana setiap kenaikan 1cm ketebalan vulva akan diikuti dengan penurunan nilai CR sebesar 5,992%. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) yang menyatakan bahwa peningkatan kadar estrogen akan menyebabkan meningkatnya cairan-cairan pada sel-sel labia vulva vagina yang berakibat pada labia vagina membengkak. kemudian akan kembali semula setelah pasca birahi yang mengakibatkan hormon estrus menurun sehingga tingkat fertilisasi rendah jika dilakukan proses IB. Hubungan antara nilai BCS sapi potong dengan Non Return Rate (NR) dan (CR). body condition score (BCS) dengan Non return rate memiliki hubungan yang rendah (r) = 0,32 yang bermakna positif. Hal ini yang berarti semakin meningkatnya body condition score di ikuti dengan peningkatan NR. Koefisien determinasi (R) sebesar 1,0%. Hal ini berarti NR 1,0 % dipengaruhi oleh body condition score dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Hubungan antara body condition score dengan NR dapat dinyatakan dalam persamaan regresi y = 76,67 + 1,883x yang berarti body condition score dapat digunakan sebagai penduga NR dimana setiap kenaikan 1 body condition score akan diikuti dengan peningkatan nilai NR sebesar 1,883%. body condition score dengan Conception rate memiliki hubungan yang kuat (r) = 0,45 yang bermakna positif. Hal ini yang berarti semakin meningkatnya body condition score di ikuti dengan peningkatan CR. Koefisien determinasi (R) sebesar 2,0%. Hal ini berarti CR 2,08% dipengaruhi oleh body condition score dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Hubungan antara body condition score dengan CR dapat dinyatakan dalam persamaan regresi y = 53,66 + 4,623x yang berarti body condition score dapat digunakan sebagai penduga CR dimana setiap kenaikan 1nilai body condition score akan diikuti dengan peningkatan nilai CR sebesar 4,623%. Hal ini terjadi karena nilai BCS memegang peranan penting dalam pedeteksian birahi, karena Nilai BCS yang ideal untuk keberhasilan IB yaitu 3 dan 4. Sedangkan nilai BCS yang kurang baik saat melakukan IB adalah nilai (1, 2 dan 5). Dengan melihat skor kondisi maka dapat diketahui baik buruknya manajemen pemeliharaan yang telah dilakukan oleh peternak. BCS yang terlalu rendah atau terlalu gemuk dapat mempengaruhi pendeteksian birahi pada sapi potong (Anonimus, 2010). BCS yang dapat mempengaruhi kinerja alat reproduksinya. Skor kondisi tubuh pada saat calving memiliki efek yang besar terhadap tingkat kehamilan (pregnancy rate)dalam penerapan kontrol terhadap musim kawin (Lalman et al, 1997). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa : BCS mempunyai hubungan yang kuat dengan conception rate (CR). Suhu rectal dan ketebalan vulva mempunyai hubungan yang rendah dengan non return rate (NR) dan conception rate (CR). DAFTAR PUSTAKA Anonimus, 2010. www.mla.com.au Meat & Livestock Australia Ltd.10 juli 2015.. 2010. Eksterior Tubuh. http://webcache.googleusercontent.word press. com/2008/01/10/penilaianeksterior-tubuh ternak/tilik+ternak& &gl=id. 6

. 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Probolinggo, jawa timur. Dinas peternakan kabupaten probolinggo. Bearden, H.J. dan J.W. Fuquay. 1980. Applied Animal Reproduction. Reston Publishing Company Inc., A Prentice Hall Company, Reston. Brunner, M. A, 1984, Repeat Breeding, Dairy Integrated Reproductive Management, Cornell University, www. Repeat breeding.com Frandson. R.D. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogjakarta. Salisbury, G.W. dan N.L. Van Demark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh R Djanuar). Toelihere, M.R. 1981. Ilmu Kemajiran pada Ternak Sapi. Edisi Kesatu. IPB.,Bogor. Toelihere, M.R. 1981. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Angkasa, Baandung. 7