LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

Salmiyati Paune, Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Tri Ananda Erwin Nugroho

ABSTRAK. Oleh: *Ramli Idris Mantongi, **Suparmin Fathan, ***Fahrul Ilham

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

PERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

Agros Vol. 16 No. 1, Januari 2014: ISSN

TEKNIK DAN MANAJEMEN PRODUKSI BIBIT SAPI BALI DI SUBAK KACANG DAWA, DESA KAMASAN, KLUNGKUNG ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

PREFERENSI DAN TINGKAT PENGETAHUAN PETERNAK TENTANG TEKNOLOGI IB DI KABUPATEN BARRU. Syahdar Baba 1 dan M. Risal 2 ABSTRAK

TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN SAPI POTONG DI TINJAU DARI ANGKA KONSEPSI DAN SERVICE PER CONCEPTION. Dewi Hastuti

ABSTRAK ANALISIS KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DI KABUPATEN KARANGASEM

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR

Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 2, 2013, p 1-7 Online at :

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

EVALUASI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI PERAH PERANAKAN FRIES HOLLAND (PFH) PADA BERBAGAI PARITAS DI KUD SUMBER MAKMUR KECAMATAN NGANTANG KABUPATEN MALANG

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),SUHU RECTAL DAN KETEBALAN VULVA TERHADAP NON RETURN RATE (NR) DAN CONCEPTION RATE (CR) PADA SAPI POTONG

PENGARUH METODE PERKAWINAN TERHADAP KEBERHASILAN KEBUNTINGAN SAPI DONGGALA DI KABUPATEN SIGI

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN BOJONEGORO. Moh. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

Semen beku Bagian 1: Sapi

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

Syahirul Alim, Lilis Nurlina Fakultas Peternakan

PERFORMANS REPRODUKSI INDUK SAPI LOKAL PERANAKAN ONGOLE YANG DIKAWINKAN DENGAN TEKNIK INSEMINASI BUATAN DI KECAMATAN TOMPASO BARAT KABUPATEN MINAHASA

Jurnal Aves, Desember 2016 Vol. 10 (2) p-issn e-issn

AGRINAK. Vol. 01 No.1 September 2011:43-47 ISSN:

EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*

WILAYAH KERJA KRADENAN III, KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN GROBOGAN, JAWA TENGAH SKRIPSI

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012

JIMVET E-ISSN : Juni 2018, 2(3):

PENINGKATAN ADOPSI TEKNOLOGI INSEMINASI BUATAN PADA SAPI POTONG DI KECAMATAN LALABATA,KABUPATEN SOPPENG

Kata Kunci : Kerbau Betina, Karakteristik Reproduksi, Tingkat Kesuburan. Keyword: Female Buffalo, Reproductive Characteristics, Fertility Rate

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo

Semen beku Bagian 1: Sapi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN

ANALISIS KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA TERNAK KERBAU LUMPUR

JURNAL TERNAK Vol. 06 No.01 Juni

KAJIAN PERFORMANS REPRODUKSI SAPI ACEH SEBAGAI INFORMASI DASAR DALAM PELESTARIAN PLASMA NUTFAH GENETIK TERNAK LOKAL

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

Semen beku Bagian 3 : Kambing dan domba

APLIKASI IB DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN DI SUMATERA BARAT

Prosiding Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan II Membangun Kewirausahaan Dalam Pengelolaan Kawasan Peternakan Berbasis Sumberdaya Lokal

Arnold.Ch Tabun *, Petrus Kune **, M.L. Molle *** Oleh:

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2007, VOL. 7, NO. 2, Syahirul Alim dan Lilis Nurlina Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

EVALUASI KEBERHASILAN PROGRAM INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI POTONG DI KECAMATAN KLABANG KABUPATEN BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR TUGAS AKHIR.

PERBANDINGAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS YANG DIINSEMINASI TAHUN **** DAN TAHUN *** DI KECAMATAN (X) KABUPATEN (Y) PROPINSI (Z)

DINAMIKA POPULASI SAPI POTONG DI KECAMATAN PAMONA UTARA KABUPATEN POSO

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

Keberhasilan IB menggunakan semen beku hasil sexing dengan metode sentrifugasi gradien densitas percoll (SGDP) pada sapi Peranakan Ongole (PO)

BEBERAPA FAKTOR YANG MEMENGARUHI SERVICE PER CONCEPTION PADA SAPI BALI DI KABUPATEN PRINGSEWU

HASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Semen beku Bagian 2: Kerbau

ABSTRACT

Peternakan Tropika Journal of Tropical Animal Science

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

I. PENDAHULUAN. Kinali dan Luhak Nan Duomerupakandua wilayah kecamatan dari. sebelaskecamatan yang ada di Kabupaten Pasaman Barat. Kedua kecamatan ini

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEBUNTINGAN (CONCEPTION RATE) PADA SAPI POTONG SETELAH DILAKUKAN SINKRONISASI ESTRUS DI KABUPATEN PRINGSEWU

KINERJA REPRODUKSI SAPI POTONG PADA PETERNAKAN RAKYAT DI DAERAH KANTONG TERNAK DI JAWA TENGAH

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KECAMATAN PADANG KABUPATEN LUMAJANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

SKRIPSI. PERFORMAN REPRODUKSI INDUK SAPI BALI PASCA SINKRONISASI ESTRUS MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN (PGF 2α ) DAN HUMAN CHORIONIC GONADOTROPIN (hcg)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada 2 April 2014 sampai 5 Mei 2014, di Kecamatan Jati

Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

EFEKTIFITAS INSEMINASI BUATAN PADA SAPI POTONG MENGGUNAKAN SEMEN CAIR

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PEDET SAPI POTONG HASIL INSEMINASI BUATAN

D.B.A. San, I.K.G.Yase Mas dan E. T. Setiatin* Program S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA

Evaluasi Penerapan Aspek Teknis Peternakan pada Usaha Peternakan Sapi Perah Sistem Individu dan Kelompok di Rejang Lebong

KEBERHASILAN IB MENGGUNAKAN SEMEN SEXING SETELAH DIBEKUKAN

Veterinaria Vol 6, No. 1, Pebruari 2013

INTISARI EVALUASI TINGKAT KEBERIIASILAN PELAKSANAAN PROGRAM INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DI KABTJPATEN JAYAPURA

Jurnal Ilmu Ternak dan Tanaman

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL. Analisis Margin Pemasaran Ternak Sapi Bali Di Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo. INDRYANI ALI NIM.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus)

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah peternak dari tiga kelompok

Transkripsi:

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DI KECAMATAN BONGOMEME KABUPATEN GORONTALO SRI SURYANINGSIH SURIYATI NIM. 621409027 TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI Pembimbing I Pembimbing II Dr. Muhammad Sayuti M, S.Pt, M.Si NIP. 19671231 200604 1 001 Fahrul, S.Pt, M.Si NIP. 19800607 200501 1 002 Mengetahui Ketua Jurusan Peternakan Menyetujui Ketua Program Studi Peternakan Abdul Hamid Arsyad, S.Pt, M.Si NIP. 19661006 200501 1 001 Sri Suryaningsih Djunu, S.Pt, MP NIP. 19731208 200212 2 002

TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DI KECAMATAN BONGOMEME KABUPATEN GORONTALO Sri Suryaningsih Suriyati, Muhammad Sayuti M, Fahrul ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi mengenai tingkat keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) pada ternak sapi Bali di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo. Bahan pada penelitian ini adalah 64 ekor sapi Bali Betina yang mengikuti program IB di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo antara bulan September 2012-Agustus 2013. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah karakter dan persepsi peternak terhadap IB, jumlah ternak yang di IB, jumlah straw yang digunakan, jumlah ternak yang bunting dan jumlah ternak yang lahir dari hasil IB. Data hasil inseminasi yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menghitung nilai Service per Conception (S/C), Conception Rate (C.R), dan Calving Rate (CaR). Karakter dan persepsi peternak digambarkan secara deskriptif dan faktorfaktor yang mempengaruhi pelaksanaan keberhasilan IB. Hasil penelitian karakter dan persepsi responden peternak sapi Bali di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo diperoleh karakter peternak dominan 97,78% tamat SD serta masih tergolong usia produktif 15-65 tahun. Alasan responden menggunakan IB sebagian besar karena lebih murah (33,33%) dan informasi IB dominan diperoleh responden peternak dari sesama peternak (62,2%). Tingkat keberhasilan inseminasi buatan di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo cukup baik dengan nilai Service per Conception 1,23, Conception Rate 87,5%, dan Calving Rate 65,21%.. Katakunci : Sapi Bali, IB, S/C, C.R, CaR.

SUCCESS RATE ARTIFICIAL INSEMINATION In BALI CATTLE In SUBDISTRICT BONGOMEME Of GORONTALO REGENCY Sri Suryaningsih Suriyati, Muh. Sayuti Mas ud, Fahrul ABSTRACT This study aims to obtain information regarding the success rate of artificial insemination in the Bali cattle in the district of Gorontalo Regency Bongomeme. Material in this study were 64 female Bali cattle that followed the IB program in the District of Gorontalo Regency Bongomeme between September 2012- August 2013. The variables observed in this study is the character and perception of farmers towards IB, the number of animals in the IB, the amount of straw is used, the number of pregnant animals and the number of animals born from the IB. Insemination outcome data were then analyzed to calculate the value of Services per Conception (S/C), Conception Rate (CR), and Calving Rate (CaR). Character and perception of farmers described descriptively and the factors that influence the success of the implementation of the IB. The results of the study of character and perception of respondents in the district of Bali cattle ranchers Bongomeme Gorontalo Regency acquired the character of a dominant breeders 97.78% complete primary school, and is still quite productive age 15-65 years. The reason most respondents use IB because it is cheaper (33.33%) and IB dominant information obtained from a fellow breeder breeders respondents (62.2%). The success rate of artificial insemination in the District of Gorontalo Regency Bongomeme quite well with the value 1.23 Services per Conception, Conception Rate 87.5 %, and 65.21 % Calving Rate. Keywords: Cattle Bali, IB, S / C, C.R, CaR.

Sapi Bali merupakan ternak asli Indonesia, memiliki karakteristik yang khas dan nilai ekonomis yang tinggi. Sapi Bali mempunyai kelebihan antara lain yaitu daya tahannya terhadap panas serta dapat tumbuh dan berkembang pada kondisi lingkungan yang kurang baik. Di samping itu, Sapi Bali juga mampu memanfaatkan hijauan yang bermutu rendah dan memiliki tingkat fertilitas yang tinggi. Oleh karena itu, Sapi Bali banyak digunakan dalam program penyebaran ternak ke daerah transmigrasi guna meningkatkan produksi ternak. Usaha peningkatan produksi ternak ditentukan oleh beberapa faktor yaitu populasi ternak, produktifitas ternak dan efisiensi reproduksi. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produktifitas ternak yaitu melalui inseminasi buatan (IB). IB atau kawin suntik adalah teknik untuk memasukkan sperma atau semen yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut insemination gun. Tingkat keberhasilan IB sangat dipengaruhi oleh empat faktor yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya yaitu pemilihan sapi akseptor, pengujian kualitas semen, akurasi deteksi birahi oleh para peternak dan ketrampilan inseminator. Peternak dan inseminator merupakan ujung tombak pelaksanaan IB sekaligus sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap berhasil atau tidaknya program IB di lapangan. Pelaksanaan IB di Kabupaten Gorontalo pertama kali dilakukan pada tahun 1990an yang pada saat itu Provinsi Gorontalo masih menjadi wilayah dari Provinsi

Sulawesi Utara. Pada saat itu, pelaksanaan IB di Kabupaten Gorontalo belum maksimal karena berbagai faktor antar lain ketersediaan Nitrogen cair masih kurang dan belum memiliki inseminator yang berpengalaman. Pelaksanaan IB diharapakan mampu memperbaiki kualitas ternak sapi di Kabupaten Gorontalo, khususnya Kecamatan Bongomeme, sehingga memungkinkan terjadinya keseimbangan antara tingkat pemotongan dan kelahiran ternak yang pada akhirnya dapat mempertahankan jumlah populasi ternak Sapi Bali. Kecamatan Bongomeme mempunyai jumlah populasi ternak sapi betina sebanyak 8.288 ekor (BPS 2013), hanya sebagian kecil sapi betina yang diikutkan program IB terutama Sapi Bali. Walaupun telah dilaksanakan program IB, informasi tentang keberhasilan pelaksanaan program IB di Kecamatan Bongomeme masih sangat minim. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu kajian yang terkait dengan keberhasilan program Inseminasi Buatan. Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian tentang Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan Pada Sapi Bali Di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo pada bulan November sampai dengan Desember 2013.

Alat dan Bahan penelitian 1. Alat tulis menulis 2. Kuesioner 3. Akseptor Sapi Bali betina 4. Kartu IB ternak sapi Bali selama 2012/2013 Metode Penelitian Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari survei langsung dengan cara wawancara pada peternak dan petugas inseminator menggunakan alat bantu kuesioner (Lampiran 1). Pertanyaan pada kuesioner berisi tentang karakteristik, pengetahuan, persepsi, jumlah ternak, serta pertanyaan mengenai pelaksanaan IB yang telah dilakukan. Kuesioner ini dibedakan untuk setiap karakter responden (peternak dan inseminator). Data Sekunder dalam penelitian ini dikumpulkan dari laporan-laporan, catatan, dan dokumen dari Dinas Peternakan Kabupaten Gorontalo dan Instansi Terkait. Sampel yang digunakan adalah sampling jenuh. Jadi sampel penelitian adalah seluruh ternak Sapi Bali yang diikutkan program IB pada periode September 2012 sampai dengan Agustus 2013 di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo. Variabel yang diamati Variabel yang diamati dalam penelitian ini antara lain : a. Jumlah straw yang digunakan selama pelayanan inseminasi. b. Jumlah sapi betina yang bunting dari hasil IB.

c. Jumlah anak yang lahir dari jumlah induk yang diinseminasi. d. Jumlah Sapi Bali Betina yang diinseminasi. Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini dibahas secara Deskriptif. Data yang diperoleh melalui wawancara dan kuesioner dianalisis secara deskriptif meliputi : - - - PEMBAHASAN Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan Tingkat keberhasilan program IB di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo diukur dari nilai Service per Conception (S/C), Conception Rate (C.R), dan Calving Rate (CaR). Data yang digunakan untuk mengukur hasil pelaksanaan IB adalah dari hasil wawancara langsung dengan responden peternak dan inseminator.

1. Service per Conception (S/C) Angka S/C dapat diketahui dari keberhasilan petugas IB dalam melayani akseptor. Service per conception dihitung dengan pembagian jumlah straw atau pelayanan IB dengan jumlah/angka kebuntingan. Berdasarkan Tabel 4 hasil analisis nilai S/C pada bangsa Sapi Bali di Kecamatan Bongomeme yang diamati diperoleh hasil induk Sapi Bali yang di inseminasi memiliki nilai S/C sebesar 1,23. Jumlah induk Sapi Bali yang di IB di Kecamatan Bongomeme yaitu 64 ekor dengan jumlah straw yang digunakan sebanyak 69. Straw yang digunakan yaitu jenis bangsa Sapi Bali. Nilai ini dapat dianggap baik sebab menurut Toelihere (1993) nilai S/C yang normal berkisar 1,6 sampai 2,0. Makin rendah nilai tersebut, makin tinggi kesuburan hewan-hewan betina dalam kelompok tersebut dan sebaliknya makin tinggi nilai S/C makin rendah nilai kesuburan kelompok betina tersebut. Tabel 4. Nilai Service Per Conception (S/C), Conception Rate (%), dan Calving rate Sapi Bali di Kecamatan Bongomeme. Nilai Keberhasilan IB No Bangsa N Sapi Service per Conception Rate Calving Rate (ekor) Potong conception (C.R) (%) (CaR) (%) (S/C) 1 Bali 64 1,23 87,5 65,21 Sumber : Data Primer Diolah, 2014 Nilai S/C Sapi Bali di Kecamatan Bongomeme ini sama dengan nilai S/C yang dilaporkan oleh Mantongi (2013) di Kecamatan Telaga Biru Kabupaten

Gorontalo dengan jumlah tenak 37 ekor, nilai S/C pada bangsa Sapi Bali di Kecamatan Telaga Biru diperoleh 1,22. Nilai S/C pada Sapi Bali di Kecamatan Bongomeme sama dengan di Kecamatan Telaga Biru menandakan bahwa efisiensi reproduksi Sapi Bali yang ada dikedua daerah tersebut cukup baik. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan hal ini adalah peternak yang cukup responsif sehingga ketika ternaknya telah menunjukkan gejala birahi maka secepatnya dilaporkan ke petugas inseminator untuk segera mendapat pelayanan IB. Faktor lain yang mempengaruhi nilai S/C adalah fasilitas pelayanan IB yang sudah lebih baik dan mendapat dukungan dari pemerintah setempat sehingga operasional dilapangan dalam memberikan layanan IB dapat maksimal dilakukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hadi dan (2002) bahwa beberapa hal yang dapat mempengaruhi tingginya nilai S/C di beberapa daerah antara lain petani terlambat melapor ke inseminator, kelainan organ reproduksi sapi betina, inseminator kurang terampil, dan fasilitas pelayanan inseminasi terbatas. 2. Conception Rate (C.R) Angka kebuntingan atau Conception Rate (C.R) merupakan informasi berapa persen sapi yang menjadi bunting dari sejumlah sapi yang diinseminasi pertama secara bersama-sama (Jainudeen dan Hafez, 1993). Perhitungan C.R berdasarkan jumlah sapi yang berhasil bunting pada inseminasi pertama melalui pemeriksaan kebuntingan dengan cara eksplorasi rektal pasca inseminasi selama 45 60 hari, 40 60 hari (Toelihere, 1993).

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat nilai Conception Rate Sapi Bali di Kecamatan Bongomeme adalah 87,5%. Nilai C.R Sapi Bali yang cukup tinggi disebabkan oleh genetik Sapi Bali memiliki efisiensi reproduksi yang cukup baik. Nilai C.R Sapi Bali yang mencapai 87,5% cukup tinggi dari yang dikemukakan oleh Wiryosuhanto (1990) bahwa ternak yang mempunyai tingkat kesuburan tinggi nilai C.R bisa mencapai 60% sampai 70% dan apabila C.R setelah inseminasi pertama lebih rendah dari 60% sampai 70% dapat diindikasikan kesuburan ternak terganggu atau tidak normal. Jainudeen dan Hafez (1993) mengemukakan bahwa C.R sapi potong dengan manajemen yang baik bisa mencapai 70%, sedangkan Partodihardjo (1992) menyatakan bahwa C.R ideal adalah 70% tetapi secara umum sebesar 40%. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai C.R ditentukan antara lain yaitu kesuburan pejantan, kesuburan betina, dan teknik inseminasi. Sedangkan Partodihardjo (1992) mengemukakan bahwa faktor yang dapat berpengaruh terhadap nilai C.R antara lain mortalitas embrio pada saat awal sapi bunting, pakan yang kekurangan mineral. Hasil di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo pada tahun 2012-2013 dengan nilai C.R 87,5% yang dapat dikatakan baik karena angka tersebut lebih besar dari nilai C.R secara nasional 62.25% (Widodo dalam Khoibur, 2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya nilai C.R yaitu semen yang digunakan untuk melakukan IB berasal dari pejantan unggul di Balai Inseminasi Buatan yang dimiliki oleh pemerintah.

3. Calving Rate (CaR) Calving Rate (CaR) merupakan persentase jumlah anak yang lahir dari jumlah induk yang diinseminasi (apakah pada inseminasi pertama atau kedua dan seterusnya). Angka kelahiran di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo tersebut rendah selama periode September 2012-Agustus 2013 yaitu hanya 15 ekor (23,43%) dari target lahir sebanyak 23 ekor (35.93%). Jika dibandingkan dengan beberapa daerah di Indonesia yang sudah mengikuti program inseminasi buatan sejak tahun 1977 rata-rata calving rate di Kecamatan Bongomeme cukup baik, karena di Kenduren nilai Calving Rate memperoleh 40% demikian juga dengan Sembong hanya memperoleh 47% tetapi lebih rendah jika dibanding dengan di Kradenan yang sudah mencapai 84% (Widodo dalam Khoibur, 2005) dan Kecamatan Oransbari Kabupaten Manokwari 86,90%. Dapat dilihat bahwa rendahnya angka kelahiran ternak sapi Bali di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo disebabkan adanya ternak sapi betina yang masih dalam keadaan bunting sebanyak 41 ekor (87,5%), sehingga belum bisa diperkirakan angka kelahiran pada ternak sapi Bali yang ada di Kecamatan Bongomeme. Toelihere dalam Khoibur, 2005 menyatakan bahwa nilai S/C yang rendah akan diikuti Conception Rate (C.R) dan Calving Rate (Ca.R) yang tinggi dan hasil ini dapat tergambar pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa rendahnya nilai S/C di Kecamatan Bongomeme (1,23) yang diikuti oleh tingginya nilai C.R (87,5%) dan Calving Rate (65,21%).

Rendahnya angka kelahiran dari hasil pelayanan IB di lapangan dapat disebabkan masih rendahnya pengalaman inseminator yaitu kurang dari 2 tahun dalam melakukan proses pelayanan IB. Selain itu, sering terlambatnya pendistribusian straw ataupun Nitrogen cair kelapangan merupakan faktor penghambat lain sehingga sering inseminator menggunakan straw yang sudah tidak layak karena hanya setengah dan bagian straw tersebut yang masih terendam Nitrogen cair akibat kekurangan stok liquid cair di kontainer inseminator. Nitrogen cair yang digunakan di Kecamatan Bongomeme berasal dari Provinsi Sulawesi Utara, Bitung, sehingga proses distribusi yang sering terlambat terjadi disebabkan oleh jarak yang cukup jauh. Kekurangan lain di lapangan yang paling sering dijumpai adalah pada waktu proses pelaksanaan IB, inseminator kurang memperhatikan kesterilan baik alat maupun pekerjaan sehingga ternak yang di IB sering mengalami aborsi dan tidak jarang juga terjadi distokia karena inseminator terpaksa menggunakan straw dengan ukuran/ bobot tubuh spesies lebih besar kepada sapi-sapi spesies kecil karena Jumlah straw dan variasi bangsa dari straw yang digunakan terbatas. Kecenderungan rendahnya kinerja kegiatan IB tidak terlepas dari manajemen kegiatan dan pelayanan IB yang belum optimal. Pengaturan sumberdaya yang tersedia berupa kesiapan inseminator, keberadaan akseptor, ketersediaan sarana dan prasarana penunjang, Pos IB belum terlaksana secara terpadu, sehingga sumber daya tersebut belum sinergi dan pada akhirnya belum memperlihatkan hasil yang memuaskan. Target angka kelahiran yang dihitung dengan asumsi tingkat kelahiran 65,21% selama periode 1 tahun yaitu sapi yang di IB 87,5% bunting dan 12.5% dari

ternak di IB tersebut gagal bunting atau tidak lahir. Dari data yang diperoleh realisasi kelahiran sangat fluktuatif, kemungkinan kondisi ini disebabkan karena tidak semua ternak lahir hasil IB dilaporkan dan masih seringnya pemilik ternak menjual ternak dalam keadaan bunting hasil IB sehingga data ternak tersebut tidak lagi diketahui. Beberapa hal yang dapat diduga sebagai faktor penyebab rendahnya nilai tidak berhasilnya IB di Kecamatan Bongomeme seperti masih sangat kurangnya pengetahuan serta pemahaman peternak tentang ciri-ciri atau cara mendeteksi berahi sapi yang benar sehingga sering terjadi salah pelaporan waktu optimal inseminasi, masih rendahnya kemampuan inseminator dalam melaksanakan pelayanan IB juga mendukung menurunnya angka kebuntingan ditambah lagi seringnya inseminator menginseminasi sapi yang dilaporkan berahi oleh peternak tanpa memperhitungkan waktu awal mulai terlihatnya berahi, hal ini juga berpengaruh terhadap waktu optimal pelaksanaan dan keberhasilan inseminasi. Rendahnya mutu semen beku yang digunakan yang disebabkan oleh seringnya kerterlambatan distribusi semen beku ke lapangan sehingga inseminator tetap atau terpaksa menggunakan semen beku yang sudah lewat masa pakai (kadaluarsa), belum lagi jumlah Nitrogen cair yang didistribusikan ke lapangan kadang tidak mencukupi sehingga semen beku yang tersedia di kontainer inseminator lapangan tidak semuanya terendam dalam Nitrogen cair. Faktor manusia merupakan faktor yang sangat penting pada keberhasilan program IB, karena memiliki peran sentral dalam kegiatan pelayanan IB. Faktor manusia, sarana dan kondisi lapangan merupakan faktor yang sangat dominan.

Berkaitan dengan manusia sebagai pengelola ternak, motivasi seseorang untuk mengikuti program atau aktivitas-aktivitas baru banyak dipengaruhi oleh aspek sosial dan ekonomi. Faktor sosial ekonomi antara lain usia, pendidikan, pengalaman, pekerjaan pokok dan jumlah kepemilikan sapi kesemuanya akan berpengaruh terhadap manajemen pemeliharaannya yang pada akhirnya mempengaruhi pendapatan. Ketepatan deteksi birahi dan pelaporan yang tepat waktu dari peternak kepada inseminator serta kerja inseminator dari sikap, sarana dan kondisi lapangan yang mendukung akan sangat menentukan keberhasilan IB. Program IB pada prinsipnya merupakan salah satu program pembangunan peternakan yang memiliki banyak keunggulan, baik dalam meningkatkan laju pertambahan populasi ternak maupun dalam meningkatkan pendapatan para peternak. Faktor fasilitas atau sarana merupakan faktor yang memperlancar jalan untuk mencapai tujuan. Inseminator dan peternak merupakan ujung tombak pelaksanaan IB sekaligus sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap berhasil atau tidaknya program IB di lapangan. Untuk memperbaiki atau mengatasi hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan IB di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo sebaiknya lebih memperbaiki manajemen pemeliharaan ternak melalui pembuatan kandang untuk memudahkan indentifikasi birahi. Dalam mengatasi rendahnya pendidikan peternak di Kecamatan Bongomeme maka perlu dilakukan pertemuan rutin antar peternak untuk saling bertukar pengalaman dan informasi yang berkaitan dengan inseminasi buatan serta perlu ditingkatkan intensitas penyuluhan tentang pemahaman IB kepada peternak. Sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan IB juga harus lebih

dioptimalisaikan dengan mengusahakan Nitrogen Cair agar tersedia secara kontinyu serta meningkatkan jumlah dan bangsa straw yang akan digunakan di Kecamatan Bongomeme. Dari segi inseminatornya yaitu yang perlu dilakukan dengan mengikutsertakan inseminator pada pelatihan pemeriksaan kebuntingan ditingkat Nasional agar dalam pendeteksian atau pemeriksaan kebuntingan lebih efisien. Belum adanya POS IB juga termasuk kendala dalam proses administrasi pelaksanaan IB di Kecamatan Bongomeme maka perlu dimaksimalkan fungsi pos IB demi kelancaran program IB. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan tingkat keberhasilan IB di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo cukup baik dengan nilai Service per Conception 1.23, Conception Rate 87.5%, dan Calving Rate 65.21%. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan IB pada semua bangsa sapi ditingkat Kabupaten Gorontalo. DAFTAR PUSTAKA Hadi, P.U. dan N.. 2002. Problem dan prospek pengembangan usaha pembibitan sapi potong di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 21(4): 148 157.

Jainudeen, MR dan ESE. Hafez. 1993. Cattle and Water Buffalo. Dalam: Hafez ESE (Ed). Reproduction in Farm Animals. 6 th Ed. Lea And Febiger. Philadelphia. Khoibur J, 2005. Evaluasi Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan Program Inseminasi Buatan Pada Sapi Bali di Kabupaten Jayapura. Jurnal Buletin Peternakan Vol. 29 (3) : 150-155. Mantongi, R. 2013. Evaluasi Keberhasilan Pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) Pada Sapi Potong di Kecamatan Telaga Biru Kabupaten Gorontalo. Skripsi Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo. Partodihardjo, S. 1992. Ilmu Produksi Hewan. Produksi Mutiara, Jakarta. Toelihere, M. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung Wiryosuhanto, D.S. 1990. Manajemen Pelaksanaan Inseminasi Buatan. (Online). http://kwnacd.blogspot.com. Diakses 23 Juli 2013.