JIMVET E-ISSN : Juni 2018, 2(3):
|
|
- Teguh Kurnia
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI ACEH MENGGUNAKAN SEMEN BEKU SAPI BALI, SIMENTAL, DAN LIMOSIN DI KECAMATAN MESJID RAYA KABUPATEN ACEH BESAR The Success of Artificial Insemination (AI) of Aceh Cow by Using Frozen Semen of Bali Cow, Simental, and Limosin in District Mesjid Raya, Regency of Aceh Besar Nanda Balia Tarmizi 1, Dasrul 2, Ginta Riady 2 1 Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala 2 Laboratorium Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala nandabalia123@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan keberhasilan Inseminasi Buatan pada sapi aceh menggunakan semen beku sapi bali, sapi simental, dan sapi limosin di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar. Materi penelitian terdiri dari 30 orang responden dan 61 ekor induk sapi aceh yang dipelihara masyarakat di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode survey, dengan pengambilan sampel secara purposive sampling. Data diperoleh dari hasil IB sapi aceh oleh petugas inseminator, dan hasil wawancara berupa kuesioner dengan peternak. Data dianalisis menggunakan analisis diskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan tingkat Conseption Rate (CR) sapi aceh menggunakan semen beku sapi Bali adalah 63,15%, lebih tinggi dari semen beku sapi Simental sebesar 54,54% dan sapi Limosin sebesar 60,00%. Nilai Service Per Conception menggunakan semen beku sapi Bali adalah 1,42 kali lebih rendah dari semen beku sapi simental dan semen beku sapi Limosin yaitu 1,54 dan 1,55. Kata Kunci : Inseminasi Buatan (IB), sapi aceh, sapi bali, simental dan limosin. ABSTRACT This study aims to determine whether there are differences in the success of Artificial Insemination on Aceh cows using frozen semen of Bali cows cattle, simental cows and limousine cows in the District Mesjid Raya Aceh Besar regional. The research material consisted of 30 respondents and 61 cows of Aceh cattle that are herded by society in District Mesjid Raya Regency of Aceh Besar. The method used in this study is the survey method, with sampling by using purposive sampling. The data obtained from AI results of aceh cows by the inseminator officer, and interview in the form of quisioners with farmer. Data were analyzed using using purposive sampling. The data obtained from AI results of aceh cows by the inseminator officer, and interview in the form of quisioners with farmer. Data were analyzed using descriptive analysis. The result of this research shows that the level of Conseption Rate (CR) of Aceh cows using frozen semen of Bali cows is 63,15%, higher than Siment cattle semen 54,54% and Limousine cows is 60,00%. The value of Service Per Conception using frozen semen of Bali cattle was 1.42 times lower than semen frozen simental cows and frozen Limosin cows of 1.54 and Keyword : Artificial Insemination (AI), Aceh cow, Bali cow, simental and limosin. PENDAHULUAN Sapi aceh merupakan salah satu rumpun sapi potong lokal Indonesia yang mempunyai keseragaman bentuk fisik dan komposisi genetik serta kemampuan adaptasi dengan baik pada keterbatasan lingkungan yang buruk seperti krisis pakan, air, penyakit parasit dan temperatur panas (Gunawan, 1998). Oleh karena itu sapi aceh merupakan jenis sapi yang lebih tepat dan ekonomis dikembangkan pada pola dan kondisi peternakan rakyat (Diskeswannak, 2016). Berdasarkan laporan tahunan Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Provinsi Aceh tahun 2016, tingkat produktivitas dan mutu genetik sapi aceh relatif rendah, bahkan cenderung menurun dari tahun ke tahun. Keadaan ini terjadi karena sebagian besar peternakan sapi aceh masih merupakan peternakan konvensional, dimana mutu bibit, penggunaan teknologi dan keterampilan peternak relatif masih rendah serta kurang tersedianya pejantan sapi aceh unggul untuk mengawini sapi betina. Jika kondisi ini tidak diperhatikan maka dikhawatirkan populasi sapi aceh akan terancam punah. 318
2 Upaya yang telah dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan mutu dan produktivitas sapi aceh adalah aplikasi inseminasi buatan (IB) dengan menggunakan bibit sapi unggul. Inseminasi buatan adalah usaha manusia mengawinkan ternak dengan cara menyuntikkan semen yang telah diencerkan dengan pengencer tertentu ke dalam saluran reproduksi betina yang sedang birahi menggunakan metode dan peralatan khusus (Toelihere, 1993). Lebih lanjut Hastuti. (2008), menyatakan tingkat keberhasilan IB dipengaruhi oleh empat faktor yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya yaitu pemilihan sapi akseptor, pengujian kualitas semen, akurasi deteksi birahi oleh para peternak dan keterampilan inseminator. Hafez. (2004), menyatakan salah satu parameter keberhasilan teknologi IB di lapangan adalah nilai Service per Conception atau S/C. Nilai S/C adalah jumlah IB yang dilakukan (service) untuk menghasilkan satu kebuntingan (conception). Selain itu keberhasilan IB juga ditentukan oleh sistem pencatatan (recording) terhadap aktivitas reproduksi ternak untuk mendukung manajemen perkawinan yang baik (Rizal dan Herdis, 2008). Kecamatan Mesjid Raya merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Aceh Besar yang sebagian besar masyarakatnya petani peternak. Perkembangbiakan sapi aceh yang dipelihara masyarakat dilakukan melalui aplikasi teknologi IB dengan bibit sapi unggul diantaranya jenis sapi bali, sapi simental, sapi limosin, dan peranakan ongole (PO) dengan tingkat keberhasilan yang bervariasi (Diskeswannak, 2016). Namun sampai saat ini data yang pasti tentang tingkat keberhasilan IB pada akseptor sapi aceh menggunakan semen beku sapi unggul (sapi bali, sapi simental, dan sapi limosin) belum pernah dilaporkan. Hal ini berdampak tidak baik terhadap perkembangan populasi sapi di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar. Berdasarkan pernyataan di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat keberhasilan inseminasi buatan pada induk sapi aceh dengan menggunakan semen beku sapi bali, sapi simental dan sapi limosin di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar. MATERIAL DAN METODE Penelitian ini dilakukan di wilayah Puskeswan Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar. Penelitian ini mulai bulan Oktober sampai dengan bulan Desember Alatalat yang digunakan meliputi seperangkat alat inseminasi (gun IB, plastik sheat, glove, gunting steril, container nitrogen cair, thowing boks dan termos. Bahan yang digunakan sebanyak 30 peternak dan 30 ekor aseptor sapi aceh betina memiliki kondisi birahi minimal 2A+ yaitu abang (labia minor memerah), anget (suhu tubuh meningkat) dan berlendir (mucus yang berasal dari servix). Semen beku sapi bali, sapi simental dan sapi limosin yang diproduksi BIB Lembang Bandung, pelicin dan sabun. Pelayanan IB dalam penelitian ini dilakukan oleh inseminator setempat yang berpengalaman. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan metode survei lapangan. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan metode survei dan wawancara dengan peternak dan inseminator yang melaksanakan IB di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar. Wawancara dilakukan menggunakan kuesioner secara terstruktur. Pertanyaan pada kuisioner berisi mengenai karakteristik, pengetahuan, persepsi, jumlah ternak, serta pertanyaan mengenai pelaksanaan IB yang telah dilakukan. Data Sekunder dalam penelitian ini dikumpulkan dari laporan-laporan, catatan dan dokumen dari petugas inseminator lapangan dan Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Besar. Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tingkat keberhasilan inseminasi dengan cara melakukan IB pada induk sapi betina aceh yang sedang birahi. Adapun pelaksanaannya dilakukan 319
3 dengan beberapa tahapan sebagai berikut : singkronisasi induk betina, pelaksanaan inseminasi dan pengamatan angka konsepsi (kebuntingan). Sinkronisasi Birahi dan Inseminasi Buatan pada Induk Betina Sebanyak 60 ekor sapi aceh betina berumur di atas 3 tahun atau sudah pernah beranak 1 kali digunakan dalam penelitian ini. Selanjutnya semua sapi betina aseptor tersebut disinkronisasi birahi dengan menggunakan hormon PGF2 secara intavulva dengan dosis 7,5 mg per ekor. Pengamatan birahi dilakukan dengan melihat gejala birahi yang timbul yaitu vulva merah, bengkak, basah dan lendir serviks. Selanjutnya ke 60 ekor induk aseptor yang sudah menunjukkan tanda-tanda berahi dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok 1 sebanyak 20 ekor di IB dengan menggunakan semen beku sapi bali, kelompok 2 sebanyak 20 ekor di IB dengan menggunakan semen beku sapi Simental dan kelompok 3 sebanyak 20 ekor di IB dengan menggunakan semen beku sapi Limosin. Inseminasi buatan dilakukan oleh tenaga inseminator terlatih setelah 9-18 jam tanda birahi terlihat. Evaluasi Tingkat Keberhasilan Inseminasi Evaluasi tingkat keberhasilan IB dengan menggunakan straw semen beku masing masing perlakuan (sapi bali, sapi simental dan sapi limosin) dilakukan dengan cara menginseminasikan pada induk sapi aceh betina birahi. Sebagai indikator keberhasilanan diamati service per conseption (S/C) dan conseption rate (CR). a) Service per conseption (S/C) atau pelayanan IB per kebuntingan adalah jumlah inseminasi yang dibutuhkan oleh seekor betina sampai terjadi kebuntingan, angka ini dapat digunakan untuk membandingkan efisiensi dari proses diantara individu sapi betina yang diinseminasi dengan semen yang subur (Rizal dan Herdis, 2008). S/C = x 100% b) Conseption rate (CR) atau angka kebuntingan merupakan persentase betina yang buting pada IB yang pertama, yang ditentukan berdasarkan diagnosa kebuntingan melalui pengamatan tidak timbul kembali birahi induk betina aseptor dalam waktu hari sesudah inseminasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut; CR = x 100% Analisis Data Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Data yang diperoleh disederhanakan ke dalam bentuk tabel kemudian dilakukan analisis deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis gambaran umum lokasi penelitian, karakteristik dan persepsi peternak terhadap program Inseminasi Buatan di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Karakteristik Peternak Karakteristik responden yang diamati dalam penelitian ini meliputi umur peternak, pendidikan terakhir, pekerjaan utama, jumlah ternak sapi yang dimiliki oleh peternak dan pengalaman beternak. Karakteristik peternak responden di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar dapat dilihat pada Tabel
4 Tabel 1. Karateristik peternak responden di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar (n=30 orang) Variabel Karakter Responden Jumlah % Responden Responden < 15 tahun 0 0,00 Umur tahun 13 43, tahun 15 50,00 > 65 tahun 2 6,67 SD 5 16,67 Pendidikan SMTP 11 36,67 SMTA 13 43,33 Perguruan Tinggi 1 3,33 PNS 5 16,67 Pekerjaan Utama Wiraswasta 4 13,33 Peternak 6 20,00 Petani 15 50, ekor 26 86,67 Jumlah Sapi yang dimiliki 6 10 ekor 3 10,00 > 10 ekor 1 3, tahun 6 20,00 Pengalaman Beternak 6 10 tahun 11 36, tahun 9 30,00 > 15 tahun 4 13,33 Umur Peternak Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku dalam melakukan atau mengambil keputusan dan dapat bekerja secara optimal serta produktif. Seiring dengan perkembangan waktu, umur manusia akan mengalami perubahan dalam hal ini penambahan usia yang dapat mengakibatkan turunnya tingkat produktivitas seseorang dalam bekerja. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), berdasarkan komposisi penduduk, usia penduduk dikelompokkan menjadi tiga yaitu; a) Usia 14 tahun : usia muda/usia belum produktif, b) Usia tahun : usia dewasa/usia kerja/usia produktif dan c) Usia 65 tahun : usia tua/usia tidak produktif. Berdasarkan hasil perhitungan persentase kelompok umur sebagian besar umur peternak responden di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar adalah berumur antara tahun sebanyak 50,00 %, diikuti dengan responden yang berumur antara tahun sebanyak 43,33%, dan yang paling sedikit berada pada umur diatas 65 tahun sebanyak 6,67%. Hal ini menunjukkan bahwa peternak sapi di kecamatan Mesjid Raya kabupaten Aceh Besar berada pada umur yang produktif. Menurut Tarmidi (1992), pada kondisi umur tahun, seorang termasuk dalam kategori umur produktif dengan kemampuan kerja yang masih tergolong baik dan kemampuan berpikir masih baik. Kondisi ini memungkinkan peternak mampu bekerja secara rasional dalam memenuhi seluruh kebutuhan ekonomi dan psikologi kehidupannya. Pada kondisi ini pula peternak memiliki situasi emosional yang lebih terkendali. Tingkat Pendidikan Peternak Tingkat pendidikan seseorang merupakan suatu indikator yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk menyelesaikan suatu jenis pekerjaan atau tanggung jawab. Perbedaan tingkat pendidikan akan menyebabkan pula perbedaan cara dan pola pikir peternak 321
5 dalam mengadopsi berbagai inovasi dan teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha. Berdasarkan (Tabel 1) menunjukan bahwa jumlah peternak responden dengan tingkat pendidikan SMTA adalah kelompok responden yaitu sebanyak 43,33 %, kemudian diikuti oleh SMTP sebanyak 36,67%, SD sebanyak 16,67% dan Perguruan Tinggi sebanyak 3,33%. Hasil ini menunjukan bahwa rata-rata pendidikan peternak di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar relatif tinggi (Perguruan tinggi, SMTA dan SMTP berjumlah 83,336%). Tingkat pendidikan peternak mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Pendidikan yang lebih tinggi membuat seorang peternak cenderung mudah untuk menerima dan memahami informasi-informasi baru, baik dari penyuluh atau inseminator, maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang peternakan, khususnya Inseminasi Buatan (IB). Hal ini terlihat dari sistem pemeliharaan sapi saat ini sudah berkembang dari bersifat tradisional berkembang ke arah pemeliharaan ternak yang bersifat komersial. Sebagaimana dinyatakan Mosher (1987), bahwa tingkat pendidikan yang baik memiliki peran penting terhadap produktivitas usaha peternakan yang dilakukan. Meskipun demikian di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar masih ditemukan sebagian peternak yang berpendidikan rendah (SD) sebanyak 16,67%. Peternak yang berpendidikan rendah biasanya terlihat lebih sulit menerima inovasi teknologi baru yang berkaitan dengan usaha ternak dan cenderung menekuni apa yang biasa dilakukan oleh nenek moyang secara turun-menurun (Wirdahayati, 2010). Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Disinilah peranan penyuluh atau inseminator diperlukan guna membantu para peternak meningkatkan pengetahuannya. Pekerjaan Utama Peternak Pekerjaan utama responden juga akan dapat menjadi pembeda bagi seseorang dalam berternak sapi potong yang menjadi kesibukan sehari-hari. Pekerjaan utama peternak responden di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar pada penelitian ini relatif bervariasi, yaitu sebagai petani sebanyak 50,00%, kemudian diikuti oleh peternak sebanyak 20,00%, PNS sebanyak 16,67%, dan wiraswata 13,33%. Hasil ini menunjukan bahwa sebagian besar responden IB di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar adalah petani bukan peternak murni. Hal ini menunjukkan bahwa peternak responden lebih banyak menggantungkan kebutuhan hidupnya dicukupi dari hasil pertaniannya, beternak hanya sebagai pekerjaan sampingan, sehingga waktu yang digunakan untuk usaha peternakan tidak optimal dalam pemeliharaan ternak. Kegiatan beternak hanya dilakukan disela-sela kesibukannya menjalankan pekerjaan pokoknya. Kondisi seperti ini menyebabkan usaha peternakan kurang mendukung produktivitas ternak serta nilai ekonomi ternak bagi keluarga sering terabaikan. Tingkat Kepemilikan Sapi Rata-rata tingkat kepemilikan sapi peternak responden di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar bervariasi antara lain 1 sampai 5 ekor sebanyak 64,52%, 6 sampai 10 ekor sebanyak 31,18%, dan >10 ekor sebanyak 4,30%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepemilikan sapi peternak sangat terbatas atau rendah. Rendahnya tingkat pemilikan tersebut karena tujuan memelihara ternak hanya sebagai usaha sampingan, ternak belum digunakan sebagai tujuan utama atau sebagai penghasilan pokok sedangkan usaha pokoknya adalah bertani. Menurut Tawaf dkk. (1993), usaha peternakan sapi potong di Indonesia sebagian 322
6 besar marupakan usaha peternakan rakyat dengan tingkat pemilikan 1-4 ekor per rumah tangga peternak. Pemeliharaan ternak oleh petani peternak masih merupakan usaha sambilan untuk pelengkap usaha taninya saja. Pengalaman Beternak Pengalaman beternak merupakan faktor yang penting bagi peternak dalam mempertimbangkan dan mengambil keputusan untuk menentukan jenis ternak yang dipelihara serta yang paling bermanfaat bagi mereka (Santoso dkk.,1983). Selanjutnya Delfina (2001), menyatakan bahwa pengalaman akan memengaruhi kemampuan seorang peternak untuk memelihara sapinya. Semakin banyak atau lama pengalaman peternak, maka semakin besar kemampuannya untuk beternak. Berdasarkan hasil kuesioner dan wawancara dengan responden dilapangan menunjukkan bahwa sebagian besar peternak sapi di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar baru memulai berternak antara 1 sampai 5 tahun dengan persentase sebesar 50,54%, kemudian diikuti antara 6 sampai 10 tahun sebanyak 40,86%, 11 sampai 15 tahun sebanyak 7,52%, dan hanya sebanyak 1,08% yang beternak lebih dari 15 tahun. Hasil ini mengindikasikan bahwa peternak responden yang berpengalaman rendah lebih mendominasi. Kondisi ini memungkinkan mereka sulit belajar dari pengalaman lapangan, sehingga akan sulit juga dalam menerima inovasi teknologi usahatani menuju perubahan baik secara individu maupun kelompok. Kusnadi dkk. (1983), menyatakan bahwa umumnya pengalaman peternak berkorelasi positif terhadap produktivitas. Semakin lama pengalaman beternak maka produktivitas yang dihasilkannya pun semakin bertambah, karena semakin tinggi tingkat pengalaman beternak, maka ketrampilan dan sikap terhadap usaha ternak yang dikelolanya akan semakin baik. Pengetahuan Peternak Pengetahuan adalah informasi yang diperoleh peternak mengenai teknologi inseminasi buatan. Pengetahuan peternak diukur berdasarkan pemahaman peternak secara umum terhadap tanda-tanda birahi pada sapi betina, kapan pengamatan berahi dapat dilakukan, lama siklus birahi, teknologi inseminasi buatan meliputi manfaat dari teknologi inseminasi buatan, faktor penentu keberhasilan inseminasi buatan dan waktu yang tepat untuk inseminasi buatan. Tingkat pengetahuan diketahui berdasarkan skor jawaban dari setiap responden. Semakin tinggi total skor, maka semakin tinggi pengetahuan responden tersebut. Kriteria nilai pangetahuan peternak dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Kriteria Nilai Pengetahuan Peternak No Kuesioner Kategori Nilai Skor 1. Benar 4 Kurang 1 2. Benar 5 6 Cukup 2 3. Benar 7 8 Baik 3 4. Benar 9 10 Sangat Baik 4 Data tingkat pengetahuan peternak responden tentang birahi sapi, inseminasi buatan dan waktu inseminasi buatan di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Tingkat Pengetahuan Peternak tentang Berahi, Inseminasi buatan, dan Penentuan Waktu Inseminasi jumlah Kategori Nilai Responden % responden responden 323
7 Pengetahuan tentang berahi Pengetahuan tentang IB Penentuan Waktu Inseminasi yang tepat Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Baik Baik Cukup ,00 26,67 40,00 23,33 6,67 30,00 36,67 Kurang 8 26,67 Sangat Baik 4 13,33 Baik 13 43,33 Cukup 10 33,33 Kurang 3 10,00 Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 3 diketahui tingkat pengetahuan peternak tentang berahi sapi di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar relatif rendah. Hal ini terlihat dari hasil jawaban peternak terhadap pertanyaan mengenai tanda-tanda berahi berupa keluar lendir, gelisah, menaiki dan dinaiki sapi lain dan nafsu makan menurun sebanyak 25,81%, dan sebanyak 33,33% peternak yang menandai berahi dengan keluar lendir. Hal ini berarti peternak tidak memastikan berahi dengan memeriksa alat kelamin luar sapi yang sedang berahi. Peternak menandai sapi yang sedang berahi dari perubahan perilaku sapi 40,86% yaitu gelisah, bersuara dan nafsu makan menurun. Pengetahuan peternak pada sapi yang dimilikinya sedang berahi relatif masih rendah. Hal ini dapat disebabkan kurangnya penyuluhan dari Dinas terkait mengenai hal deteksi berahi pada ternak sapi. Pemahaman masyarakat tentang usaha peternakan lebih kepada kegiatan turun-temurun dan ikut-ikutan saja. Disamping itu juga disebabkan pola pemeriharaan ternak masih bersifat tradisional atau ekstensifikasi. Menurut beberapa ahli pola pemeliharaan ternak sapi yang masih ekstensif tradisional dan sistim perkawinan secara alami memungkinkan penurunan sifat yang negatif terhadap turunannya (Mirza dkk., 2008 dan Inue, 2012). Dalam upaya meningkatkan pengetahuan peternak tentang tanda-tanda berahi yang termasuk kategori kurang, maka perlu dilakukan program dan kegiatan penyuluhan dan pelatihan kearah peningkatan pengetahuan mereka. Pengetahuan peternak tentang inseminasi buatan kategori baik sebanyak 45,16 %, kategori sedang sebanyak 29,03% dan kategori kurang sebanyak 28,61%. Pengetahuan peternak tentang inseminasi buatan seperti segera melaporkan ke Pos IB dan mengikat atau mengandang sapi yang yang menunjukan tanda berahi untuk diib. Keadaan ini mempelihatkan bahwa peternak di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar sudah memahami apa yang akan dilakukan bila seekor sapi betina mengalami berahi. Hal ini akan mendorong pengembangan usaha yang lebih baik pula. Pengetahuan lain yang tak kalah pentingnya yang harus dimiliki peternak adalah waktu yang tepat untuk mengawinkan ternak birahi. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa sebanyak 21,25% memiliki pengetahuan yang baik mengenai waktu yang tepat untuk mengawinkan ternak dan memiliki pengetahuan sedang sebanyak 62,50%, sedangkan yang belum memiliki pengetahuan yang baik tentang waktu kawin sebanyak 16,25%. Hal ini dapat berkontribusi negatif terhadap keberhasilan inseminasi. Waktu mengawinkan ternak merupakan ukuran ketepan pelaksanaan perkawinan pada ternak, baik secara buatan maupun secara alami, waktu kawin yang paling baik untuk inseminasi pada sapi potong adalah mulai dari 9 jam setelah muncul tanda-tanda berahi yang sebenarnya sampai dengan 6 jam sesudah tanda berahi yang sebenarnya berakhir (Toelihere, 1993). Rendahnya pengetahuan responden terhadap waktu merupakan suatu masalah yang cukup serius yang perlu diatasi dengan berbagai kegiatan penyuluhan dan pelatihan. 324
8 Tingkat Keberhasilan IB pada Sapi Aceh Menggunakan Semen Beku Sapi Bali, Sapi Simental dan Sapi Limosin di Kecamatan Mesjid Raya. Indikator tingkat keberhasilan IB pada penelitian ini diukur dari nilai angka konsepsi atau conception rate (CR) dan inseminasi per konsepsi atau service per conception (S/C) yang dihitung dari pelaksanaan IB oleh inseminator dan hasil wawancara 60 orang peternak yang sapi betinanya diib. Sistem penilaian keberhasilan IB di Indonesia pada umumnya berdasarkan pada nilai CR dan S/C. Data Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan yang diukur berdasarkan CR dan S/C di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar bulan Maret sampai September tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Tingkat Keberhasilan Inseminasi buatan yang diukur berdasarkan Conseption Rate (CR) dan Service per Conseption (S/C) di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar Jenis Semen beku No. Parameter Sapi Sapi Jumlah Sapi Bali Simental Limosin 1. Induk IB pertama (ekor) Induk IB ke dua (ekor) Induk IB ke tiga (ekor) Jumlah service Total induk di IB (ekor) Induk bunting di IB pertama (ekor) 7. Angka kebuntingan (%) 63,15 54,54 60,00 59,23 8. Service/Conception (x/ekor induk bunting) 1,42 1,54 1,55 1,50 Jumlah Service atau Jumlah Pelayanan Jumlah service adalah jumlah ternak yang dikawinkan pada periode tertentu. Berdasarkan tabel 4 menunjukan jumlah ternak sapi lokal (aceh) yang dikawinkan dengan IB oleh inseminator di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar bulan Maret sampai September tahun 2017 berjumlah sebanyak 61 ekor yang terdiri dari sebanyak 19 ekor menggunakan semen beku sapi bali, sebanyak 22 ekor menggunakan semen beku sapi simental dan sebanyak 20 ekor menggunakan semen beku sapi limosin. Dari data di atas diketahui bahwasanya jumlah pelayanan pada sapi simental dan sapi limosin lebih banyak dibandingkan dengan sapi bali. Angka Kebuntingan atau Conception rate (CR) Angka kebuntingan merupakan persentase betina yang bunting pada IB pertama. Rata-rata angka kebuntingan aseptor sapi aceh di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar selama pelaksanaan IB bulan Maret sampai September tahun 2017 adalah 63,15% menggunakan straw sapi bali, 54,54% menggunakan straw sapi simental dan 60,00% menggunakan straw sapi limosin. Hasil ini menunjukan bahwa angka kebuntingan aseptor sapi aceh menggunakan straw sapi bali lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan straw sapi simental dan sapi limosin. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan motilitas spermatozoa setelah thowing dari ketiga jenis straw tersebut. Sebagaimana dilaporkan oleh beberapa peneliti sebelumnya persentase motilitas dan integritas membran plasma spermatozoa sapi bali setelah pembekuan lebih tinggi dibandingkan dengan semen beku sapi simental dan limosin (Samsudewa dan Suryawijaya, 2008; Fitriani, 2016) 325
9 Secara keseluruhan rata-rata angka kebuntingan aseptor sapi aceh di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar selama pelaksanaan IB bulan Maret sampai September tahun 2017 adalah 59,23%. Angka kebuntingan yang diperoleh dari hasil penelitian ini tergolong rendah, jika dibandingkan dengan angka kebuntingan di negara maju dapat berkisar antara 60-70%, namun untuk kondisi di Indonesia angka kebuntingan sebesar 50% sudah termasuk normal, dan jika di bawah 50% berarti menunjukkan wilayah tersebut memiliki ternak yang kurang subur (Toelihere, 1985). Angka kebuntingan aseptor sapi aceh di kecamatan Mesjid Raya kabupaten Aceh Besar yang diperoleh pada penelitian ini juga lebih rendah jika dibandingkan dengan angka kebuntingan sapi hasil IB pada sapi bali di Halmahera Utara adalah sebesar 64,72% (Labetubun dkk., 2014), pada sapi pesisir di kecamatan Lengayang kabupaten Pasisir Selatan Sumbar 72,57% (Dilla, 2017), pada sapi simental di kabupaten Kendal 30,80% (San dkk., 2015). Namun lebih tinggi dibandingkan dengan angka kebuntingan pada sapi potong di Kenduren 44,67% dan angka kebuntingan sapi perah di Sembong 46,67% (Widodo, 2000). Masih rendahnya angka kebuntingan ternak sapi setelah IB pada Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar erat kaitannya dengan kesuburan ternak yang rendah, sistem pemeliharaan ternak, pekerjaan utama, pendidikan dan pengetahuan peternak yang relatif masih rendah dalam mengelola ternaknya, diantaranya dalam mengenal tanda-tanda berahi serta pelaporan yang tepat pada inseminator bila sapi minta kawin sehingga ovum yang diovulasikan dapat dibuahi oleh spermatozoa dan terjadi kebuntingan. Sejalan dengan pendapat Partodihardjo (1992) bahwa ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi angka kebuntingan antara lain penyakit, kesuburan betina waktu inseminasi dan faktor kebetulan. Rendahnya angka kebuntingan ini juga dipengaruhi skor kondisi tubuh sapi aseptor, yang umumnya rendah (2-3). Hal ini bertujuan untuk menghindari kondisi yang tidak menguntungkan seperti menurunkan angka konsepsi, rendah yang kelahiran, gangguan pertumbuhan induk dan panjang calving interval (Inonue, 2014). Service Per Conception (S/C) Service Per Conception (S/C) adalah jumlah inseminasi buatan (IB) yang dibutuhkan seekor betina sampai terjadi kebuntingan. Angka S/C hasil inseminasi buatan di Kecamatan Mesjid Raya kabupaten Aceh Besar bulan Maret sampai September tahun 2017 tergolong normal yaitu 1,50 (Tabel. 4). Hal ini berarti dari satu koma lima puluh kali perkawinan dapat menghasilkan kebuntingan. Toelihere (1993) menyatakan bahwa nilai S/C yang normal berkisar antara 1,6-2,0. Selanjutnya ditambahkan oleh Payne (1970) bahwa angka S/C untuk daerah tropis berkisar 1,3-1,6 dengan asumsi satu kali inseminasi jumlah sapi betina yang bunting sampai melahirkan %. Nilai S/C menunjukkan tingkat kesuburan ternak. Semakin besar nilai S/C semakin rendah tingkat kesuburannya. Tingginya nilai S/C disebabkan karena keterlambatan peternak maupun petugas IB dalam mendeteksi birahi serta waktu yang tidak tepat untuk di IB. Keterlambatan IB menyebabkan kegagalan kebuntingan. Selain faktor manusia faktor kesuburan ternak juga sangat berpengaruh, betina keturunan bangsa exotik cenderung kesuburannya rendah bila di IB, akan tetapi akan lebih baik bila dikawinkan secara alam (menggunakan pejantan pemacek). Hasil S/C sapi aceh yang diperoleh pada penelitian ini lebih baik dibanding S/C program IB di Kabupaten Aceh Besar periode sebesar 1,74 (Diskesnak Aceh, 2016) dan lebih baik dari yang diperoleh Labetubun dkk. (2014) pada sapi bali di Kabupaten Halmahera Utara Propinsi Maluku Utara S/C 1,54. Peningkatan nilai S/C di daerah ini tidak terlepas dari kerja inseminator yang selalu aktif dalam mengontrol ternak yang berahi setelah adanya laporan peternak. Disamping itu juga disebabkan karena peternak sudah mengetahui dengan jelas tanda-tanda berahi dan waktu yang tepat untuk mengawinkan sapinya. 326
10 Nilai S/C dipengaruhi oleh kemampuan peternak dalam mendeteksi birahi, keterampilan inseminator dalam meletakkan semen dalam saluran reproduksi betina, dan kesuburan betina itu sendiri (Hafez, 2000). Ditambahkan oleh Gordon (1996) bahwa S/C ternak yang di IB dipengaruhi oleh lingkungan, kemampuan ternak dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Tingginya nilai S/C di Kecamatan Mesjid Raya kabupaten Aceh Besar kemungkinan disebabkan oleh kemampuan ternak beradaptasi dengan lingkungannya. Selanjutnya Seoharsono dan Panggi (1978) mengemukakan bahwa untuk memperkecil nilai S/C diperlukan keterampilan inseminator, keterampilan peternak dalam mengelola ternaknya terutama dalam proses reproduksi. Salisbury dan VanDemark (1985) menyatakan bahwa, angka konsepsi tertinggi akan tercapai bila sapi dikawinkan terhitung diantara pertengahan berahi sampai akhir birahi dengan hasil yang baik bila dikawinkan sampai 6 jam sesudah akhir birahi. Rendahnya S/C yang didapatkan dari penelitian berarti kesuburan sapi betina yang diinseminasi di daerah ini sudah tinggi, karena makin rendah angka S/C maka makin tinggi kesuburan betina dalam kelompok tersebut, sebaliknya makin tinggi angka S/C yang didapat maka makin rendahlah kesuburan kelompok betina tersebut (Toelihere, 1993). PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik beberapa simpul sebagai berikut; 1. Karakteristik peternak di Kecamatan Mesjid Raya kabupaten Aceh Besar seperti: umur produktif, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, pekerjaan pokok, kepemilikan ternak, kemampuan mendeteksi tanda-tanda estrus dan kemampuan menentukan waktu kawin dapat dinyatakan baik untuk mendukung keberhasilan program IB. 2. Keberhasilan IB di Kecamatan Mesjid Raya kabupaten Aceh Besar relatif baik hal ini ditandai dengan capaian rataan angka kebuntingan atau conception rate (CR) sebesar 59,23% dan rataan service per conception (S/C) sebesar 1,59. Angka kebuntingan atau conception rate (CR) sapi aceh menggunakan semen beku sapi bali adalah 63,15%, lebih tinggi dari semen beku sapi Simental (54,54%) dan sapi Limosin (60,00%) dengan nilai S/C menggunakan semen beku sapi bali adalah 1,42 lebih rendah dari semen beku sapi simental dan semen beku sapi Limosin yaitu 1,54 dan 1,55. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Kota Banda Aceh, 2012, Banda Aceh Dalam Angka. Delfina, Y Faktor Penunjang Kegagalan Pelaksanaan IB di KPBS Pangalengan, Bandung (Periode Januari 1999 sampai Januari 2000). Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Dilla, N.U Pengetahuan Peternak Tentang Pemahaman Keterkaitan Gejala Berahi dengan Keberhasilan Inseminasi Buatan pada Sapi di Kecamatan Lengayang Kabuapaten Pesisir Selatan Sumatera Barat, (Periode April sampai Mei 2016). Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.. Dinkeswannak Aceh Laporan Inseminasi Buatan Tahun Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Aceh. Tahun Fitriani. A Pengaruh lama thowing terhadap kualitas semen beku sapi simental, limousin dan bali Balai Inseminasi Buatan Tuah Sakato Payakumbuh. Thesis. Pascasarjana Universitas Andalas. Gordon, I. H Controlled Reproduction in Cattle and Buffaloes. CAB International. Gunawan Upaya Peningkatan Mutu Genetik Sapi Aceh. Pidato Pengukuhan dalam Jabatan Guru Besar Tetap Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala. Disampaikan pada Rapat Senat Terbuka Universitas Syiah Kuala, Sabtu 28 Maret 1998, Banda Aceh. 327
11 Hafez, E. S. E Semen Evaluation in Reproduction In Farm Animals 7 th Ed. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia. Hafez, E. S. E. (2004). Reproduction in Farm Animals. 7 th Ed. Lea & Febiger. Philadelphia. pp: ; Hastuti, D Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan Sapi Potong ditinjau dari Angka Konsepsi dan Service per Conception. Jurnal Fakultas Pertanian Universitas Wahid Hasyim. Mediagro.4. (1) Semarang. Inounu. I Upaya Meningkatkan Keberhasilan Inseminasi Buatan pada Ternak Ruminansia Kecil. WARTAZOA Vol. 24 No. 4 Th Hlm Kusnadi, U., Soeharto PR. dan M. Sabrani Efisiensi usaha peternakan sapi perah yang tergabung dalam Koperasi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar. 6-9 Desember Bogor. Hlm Labetubun, J., F. Parera. Dan S. Saiya Evaluasi pelaksanaan inseminasi buatan pada sapi bali di Kabuapaten Halmahera Utara. Jurnal Agrinimal. 4(1): Mosher, A. T Menggerakkan dan Membangun Pertanian. CV. Yasaguna. Jakarta. Payne, W. J. A Cattle Production in the Tropics Vol 1. Logman Group Ltd. London. Rizal, M dan Herdis Inseminasi Buatan pada Domba. Jakarta: Rineka Cipta. Hlm 1-6. Salisbury, G. W. Dan N. L. VanDemark Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Terjemahan R. Djanuar. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Samsudewa, D, dan A. Suryawijaya Pengaruh berbagai metode thowing semen beku sapi. Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro Semarang. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner San D.B.A., I.K.G. Yasemas, dan E.T. Setiatin Evaluasi Keberhasilan Inseminasi Buatan Pada Sapi Simental-PO (SIMPO) Di Kecamatan Patean Dan Platungan, Kabupaten Kendal. Jawa Tengah. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro. Animal Agriculture Journal 4(1): Santoso, A. Djajanegara, dan B. Sudaryanto Pengaruh Beberapa Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Sikap Peternak Sapi Potong Dalam Menyimpan Jerami Padi Sebagai Sebagai Persediaan Pakan Di Desa Wonokerto Kecamatan Purwodadi Kabupaten Subang. Puslitbang. Deptan. Bogor. Soeharsono dan Panggi, Performabce Sapi perah di Indonesia. Seminar Produktifitas Ternak Sapi. Program penelitian Peternakan IPB Bogor. Tarmidi, L.T Ekonomi Pembangunan. Penelitian Antar Univer-sitas Studi Ekonomi. Universitas Indonesia, Jakarta. Tawaf R., Sulaeman, dan TS. Udiantono. 1993, Strategi Pengembangan Industri Peternakan Sapi Potong Berskala Kecil dan Menengah. Proseding Agroindustri Sapi Potong. PPA, Cides dan UQ. Jakarta. Toelihere, M.R Inseminasi Buatan Pada Ternak. Angkasa. Bandung. Hal Toelihere, M.R Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung. Widodo Puji, Pengkajian Pelaksanaan Program Inseminasi Buatan Pada Sapi Potong Di Kabupaten Daerah Tingkat II Blora, Jawa Tengah. Skripsi Sarjana Peternakan Institut Pertanian Bogor. Wirdahayati, R. B Kajian Kelayakan dan Adopsi Inovasi Teknologi Sapi Potong Mendukung Program PSDS: Kasus Jawa Timur dan Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional dan Veteriner. Bogor 3-4 Agustus Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Hlm
TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN SAPI POTONG DI TINJAU DARI ANGKA KONSEPSI DAN SERVICE PER CONCEPTION. Dewi Hastuti
TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN SAPI POTONG DI TINJAU DARI ANGKA KONSEPSI DAN SERVICE PER CONCEPTION Dewi Hastuti Dosen Fakultas Pertanian Universitas Wahid Hasyim Abstrak Survai dilakukan terhadap
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
8 Tabel 1 Panduan interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi, nilai p, dan arah korelasi (Dahlan 2001) No. Parameter Nilai Interpretasi 1. Kekuatan Korelasi (r) 2. Nilai p 3. Arah korelasi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Peternak Terhadap IB Persepsi peternak sapi potong terhadap pelaksanaan IB adalah tanggapan para peternak yang ada di wilayah pos IB Dumati terhadap pelayanan IB
Lebih terperinciLEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL
LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DI KECAMATAN BONGOMEME KABUPATEN GORONTALO SRI SURYANINGSIH SURIYATI NIM. 621409027 TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI Pembimbing
Lebih terperinciABSTRACT
Sep 207 (2): 00-07 I-SSN : 0853-943; E-ISSN : 2503-600 DOI:https://doi.org/0.257/j.med.vet..v i.4065 Knowledge of Understanding the Relationship of Sexual desire s Symptoms of Lust with the Success of
Lebih terperinciPERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK
PERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK ABSTRAK Tinggi rendahnya status reproduksi sekelompok ternak, dipengaruhi oleh lima hal sebagai berikut:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi dan produktifitas sapi potong secara nasional selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun dengan laju pertumbuhan sapi potong hanya mencapai
Lebih terperinciCARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).
CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). Peningkatan produktifitas ternak adalah suatu keharusan, Oleh karena itu diperlukan upaya memotivasi
Lebih terperinciSalmiyati Paune, Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Tri Ananda Erwin Nugroho
PERBANDINGAN TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DI UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH (UPTD) PENGEMBANGAN TERNAK WONGGAHU By Salmiyati Paune, Fahrul Ilham, S.
Lebih terperinciPERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR
PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR Disajikan oleh: Dessy Ratnasari E 10013168, dibawah bimbingan: Ir. Darmawan 1) dan Ir. Iskandar 2) Jurusan Peternakan, Fakultas peternakan
Lebih terperinciSERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR
SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR Vivi Dwi Siagarini 1), Nurul Isnaini 2), Sri Wahjuningsing
Lebih terperincipenampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat
Problem utama pada sub sektor peternakan saat ini adalah ketidakmampuan secara optimal menyediakan produk-produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat akan
Lebih terperinciKinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo
Tropical Animal Husbandry Vol. 2 (1), Januari 213: 21-27 ISSN 231-21 Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo S. Fanani, Y.B.P. Subagyo dan
Lebih terperinciAgros Vol. 16 No. 1, Januari 2014: ISSN
Agros Vol. 16 No. 1, Januari 2014: 207-213 ISSN 1411-0172 TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM INSEMINASI BUATAN TERNAK SAPI POTONG DI DISTRIK NIMBOKRANG, JAYAPURA SUCCESS RATE OF CATTLE ARTIFICIAL INSEMINATION
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret
BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang evaluasi keberhasilan inseminasi buatan sapi Peranakan Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2014 sampai 4 Mei 2014.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, namun sampai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Jenis sapi potong dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu Bos indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan Eropa, dan Bos sondaicus
Lebih terperinciABSTRAK. Oleh: *Ramli Idris Mantongi, **Suparmin Fathan, ***Fahrul Ilham
ABSTRAK Oleh: *Ramli Idris Mantongi, **Suparmin Fathan, ***Fahrul Ilham *Mahasiswa Program Studi Peternakan Angkatan 2009 **Dosen Tetap Pada Program Studi Peternakan UNG *** Dosen Tetap Pada Program Studi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam pemeliharaannya selalu diarahkan pada peningkatan produksi susu. Sapi perah bangsa Fries Holland (FH)
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinciJIMVET. 01(1): (2017) ISSN :
PENGETAHUAN PETERNAK TENTANG PEMAHAMAN KETERKAITAN GEJALA BERAHI DENGAN KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI DI KECAMATAN LENGAYANG KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT Farmers Knowledge of Understanding
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk pengembangan ternak sapi potong. Kemampuan menampung ternak sapi di Lampung sebesar
Lebih terperinciHUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),
HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS), ph DAN KEKENTALAN SEKRESI ESTRUS TERHADAP NON RETURN RATE (NR) DAN CONCEPTION RATE (CR) PADA INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI PERANAKAN FRIES HOLLAND Arisqi Furqon Program
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang memiliki gizi baik yang berasal
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu
Lebih terperinciFAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016
Naskah Publikasi KINERJA REPRODUKSI SAPI POTONG SIMMENTAL PERANAKAN ONGOLE (SIMPO) DI KECAMATAN EROMOKO KABUPATEN WONOGIRI Oleh: Muzakky Wikantoto H0508067 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Lebih terperinciD.B.A. San, I.K.G.Yase Mas dan E. T. Setiatin* Program S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro
On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj EVALUASI KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI SIMENTAL PO (SIMPO) DI KECAMATAN PATEAN DAN PLANTUNGAN, KABUPATEN KENDAL, JAWA TENGAH Evaluation
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah.ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi lokal. Sapi ini tahan terhadap iklim tropis dengan musim kemaraunya (Yulianto
Lebih terperinciTEKNIK DAN MANAJEMEN PRODUKSI BIBIT SAPI BALI DI SUBAK KACANG DAWA, DESA KAMASAN, KLUNGKUNG ABSTRAK
1 2 3 TEKNIK DAN MANAJEMEN PRODUKSI BIBIT SAPI BALI DI SUBAK KACANG DAWA, DESA KAMASAN, KLUNGKUNG N.L.G. Sumardani *, I.G.R. Maya Temaja, G.N.A. Susanta Wirya 2, N.M. Puspawati 2 ABSTRAK Penyuluhan dan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak dipelihara petani-peternak di Sumatra Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi Pesisir mempunyai
Lebih terperinciPENAMPILAN REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN BOJONEGORO. Moh. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang
PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN BOJONEGORO Moh. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang RINGKASAN Suatu penelitian untuk mengevaluasi penampilan
Lebih terperinciAnimal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 2, 2013, p 1-7 Online at :
Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 2, 2013, p 1-7 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PERILAKU DALAM PEMANFAATAN TEKNOLOGI INSEMINASI BUATAN PADA PETERNAK
Lebih terperinciHUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),SUHU RECTAL DAN KETEBALAN VULVA TERHADAP NON RETURN RATE (NR) DAN CONCEPTION RATE (CR) PADA SAPI POTONG
HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),SUHU RECTAL DAN KETEBALAN VULVA TERHADAP NON RETURN RATE (NR) DAN CONCEPTION RATE (CR) PADA SAPI POTONG Mohammad jamaludin 1, Sumartono 2, Nurul Humaidah 2 1 Mahasiswa
Lebih terperinciPERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KECAMATAN PADANG KABUPATEN LUMAJANG
PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KECAMATAN PADANG KABUPATEN LUMAJANG. Muhammad Luqman Akriyono 1), Sri Wahyuningsih 2) dan M. Nur Ihsan 2) 1) Mahasiswa Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciBAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Lebih terperinciJurnal Ilmu Ternak dan Tanaman
ISSN 20883609 Jurnal Ilmu Ternak dan Tanaman Volume 4, Nomor 1, April 2014 KEBERHASILAN KEBUNTINGAN KAMBING PERANAKAN ETTAWA YANG DIINSEMINASI DENGAN SEMEN CAIR Muhamad Rizal, Bambang Irawan, Danang Biyatmoko,
Lebih terperinciJURNAL TERNAK Vol. 06 No.01 Juni
ANALISIS PERBANDINGAN ANGKA CALVING RATE SAPI POTONG ANTARA KAWIN ALAMI DENGAN INSEMINASI BUATAN DI KECAMATAN DUKUN KABUPATEN GRESIK Ainur Rosikh 1, Arif Aria H. 1, Muridi Qomaruddin 1 1 Program Studi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani bagi tubuh. Hal ini
Lebih terperincimenghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat
UKURAN KRITERIA REPRODUKSI TERNAK Sekelompok ternak akan dapat berkembang biak apalagi pada setiap ternak (sapi) dalam kelompoknya mempunyai kesanggupan untuk berkembang biak menghasilkan keturunan (melahirkan)
Lebih terperinciPREFERENSI DAN TINGKAT PENGETAHUAN PETERNAK TENTANG TEKNOLOGI IB DI KABUPATEN BARRU. Syahdar Baba 1 dan M. Risal 2 ABSTRAK
PREFERENSI DAN TINGKAT PENGETAHUAN PETERNAK TENTANG TEKNOLOGI IB DI KABUPATEN BARRU Syahdar Baba 1 dan M. Risal 2 1Laboratorium Penyuluhan dan Sosiologi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ternak Sapi Bali Sapi Bali merupakan plasma nutfah dan sebagai ternak potong andalan yang dapat memenuhi kebutuhan daging sekitar 27% dari total populasi sapi potong Indonesia.
Lebih terperinciWILAYAH KERJA KRADENAN III, KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN GROBOGAN, JAWA TENGAH SKRIPSI
EVALUASI KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN SAPI SIMMENTAL-PO (SimPO) DAN LIMOUSIN-PO (LimPO) DI WILAYAH KERJA KRADENAN III, KECAMATAN KRADENAN, KABUPATEN GROBOGAN, JAWA TENGAH SKRIPSI Oleh PUJI MULYANI PROGRAM
Lebih terperinciPERFORMANS REPRODUKSI INDUK SAPI LOKAL PERANAKAN ONGOLE YANG DIKAWINKAN DENGAN TEKNIK INSEMINASI BUATAN DI KECAMATAN TOMPASO BARAT KABUPATEN MINAHASA
PERFORMANS REPRODUKSI INDUK SAPI LOKAL PERANAKAN ONGOLE YANG DIKAWINKAN DENGAN TEKNIK INSEMINASI BUATAN DI KECAMATAN TOMPASO BARAT KABUPATEN MINAHASA J. Kasehung *, U. Paputungan, S. Adiani, J. Paath Fakultas
Lebih terperinciKeberhasilan IB menggunakan semen beku hasil sexing dengan metode sentrifugasi gradien densitas percoll (SGDP) pada sapi Peranakan Ongole (PO)
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (3): 1-8 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Keberhasilan IB menggunakan semen beku hasil sexing dengan metode sentrifugasi gradien densitas percoll
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI
LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI OPTIMALISASI REPRODUKSI SAPI BETINA LOKAL (un identified bred) DENGAN TIGA SUMBER GENETIK UNGGUL MELALUI INTENSIFIKASI IB Ir. Agus Budiarto, MS NIDN :
Lebih terperinciPERBANDINGAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS YANG DIINSEMINASI TAHUN **** DAN TAHUN *** DI KECAMATAN (X) KABUPATEN (Y) PROPINSI (Z)
PROPOSAL PENELITIAN PERBANDINGAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BRAHMAN CROSS YANG DIINSEMINASI TAHUN **** DAN TAHUN *** DI KECAMATAN (X) KABUPATEN (Y) PROPINSI (Z) I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan
Lebih terperinciArnold.Ch Tabun *, Petrus Kune **, M.L. Molle *** Oleh:
PERBANDINGAN TINGKAT KESUBURAN SAPI BALI INDUK YANG DIINSEMINSI DENGAN SEMEN BEKU DAN SEMEN CAIR SAPI SIMMENTAL DI KECAMATAN AMARASI BARAT KABUPATEN KUPANG Oleh: Arnold.Ch Tabun *, Petrus Kune **, M.L.
Lebih terperinciContak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility
REPRODUCTION PERFORMANCE OF BEEF CATTLE FILIAL LIMOUSIN AND FILIAL ONGOLE UNDERDISTRICT PALANG DISTRICT TUBAN Suprayitno, M. Nur Ihsan dan Sri Wahyuningsih ¹) Undergraduate Student of Animal Husbandry,
Lebih terperinciPENGARUH METODE PERKAWINAN TERHADAP KEBERHASILAN KEBUNTINGAN SAPI DONGGALA DI KABUPATEN SIGI
PENGARUH METODE PERKAWINAN TERHADAP KEBERHASILAN KEBUNTINGAN SAPI DONGGALA DI KABUPATEN SIGI Sudirman Sudirmancudi82@yahoo.co.id Mahasiswa Program Studi Ilmu-ilmu Pertanian Pascasarjana Universitas Tadulako
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang semakin meningkat serta kesadaran tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada peningkatan
Lebih terperinciKAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI
KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI Terbatasnya sapi pejantan unggul di Indonesia, merupakan persoalan dalam upaya meningkatkan populasi bibit sapi unggul untuk memenuhi kebutuhan daging yang masih
Lebih terperinciAPLIKASI IB DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN DI SUMATERA BARAT
APLIKASI IB DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN DI SUMATERA BARAT (Artificial Insemination Application Using Sexed Sperm in West Sumatera) EKAYANTI M. KAIIN, M. GUNAWAN dan BAHARUDDIN TAPPA Pusat Penelitian
Lebih terperinciEFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*
EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO Oleh : Donny Wahyu, SPt* Kinerja reproduksi sapi betina adalah semua aspek yang berkaitan dengan reproduksi ternak. Estrus pertama setelah beranak
Lebih terperinciKINERJA REPRODUKSI SAPI POTONG PADA PETERNAKAN RAKYAT DI DAERAH KANTONG TERNAK DI JAWA TENGAH
KINERJA REPRODUKSI SAPI POTONG PADA PETERNAKAN RAKYAT DI DAERAH KANTONG TERNAK DI JAWA TENGAH (Beef Cattle Reproduction Performance at Farmer Level in Central Java Production Center) SUBIHARTA, B. UTOMO,
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya
Lebih terperinciUPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK
UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK HASTONO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRAK Salah satu upaya peningkatan sefisensi reproduksi ternak domba
Lebih terperinciSTATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN
STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN Reproduction Potency and Output Population of Some Cattle Breeds In Sriwedari Village,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan daging sapi yang sampai saat ini masih mengandalkan pemasukan ternak
Lebih terperinciKinerja Reproduksi Induk Sapi Potong pada Usaha Peternakan Rakyat di Kecamatan Mojogedang
Sains Peternakan Vol. 13 (2), September 2015: 73-79 ISSN 1693-8828 Kinerja Reproduksi Induk Sapi Potong pada Usaha Peternakan Rakyat di Kecamatan Mojogedang J. Riyanto *, Lutojo dan D. M. Barcelona Program
Lebih terperinciKata Kunci : Kerbau Betina, Karakteristik Reproduksi, Tingkat Kesuburan. Keyword: Female Buffalo, Reproductive Characteristics, Fertility Rate
Volume, Nomor, Februari 07 Timur Kabupaten Simeulue (Reproductive Characteristics of Female Buffalo Simeulue, Simeulue Timur sub-district, district of Simeulue) Sabri Rasyid, Eka Meutia Sari, Mahyuddin
Lebih terperinciKAJIAN PERFORMANS REPRODUKSI SAPI ACEH SEBAGAI INFORMASI DASAR DALAM PELESTARIAN PLASMA NUTFAH GENETIK TERNAK LOKAL
Jurnal Ilmiah Peternakan 3 (2) : 29-33 (2015) ISSN : 2337-9294 KAJIAN PERFORMANS REPRODUKSI SAPI ACEH SEBAGAI INFORMASI DASAR DALAM PELESTARIAN PLASMA NUTFAH GENETIK TERNAK LOKAL Study of Reproduction
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Tujuan umum pembangunan peternakan, sebagaimana tertulis dalam Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Peternakan Tahun 2010-2014, adalah meningkatkan penyediaan
Lebih terperinciABSTRAK ANALISIS KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DI KABUPATEN KARANGASEM
ABSTRAK ANALISIS KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DI KABUPATEN KARANGASEM Ternak sapi merupakan potensi terbesar yang dimiliki oleh Kabupaten Karangasemkarena populasinya terbanyak di Bali.
Lebih terperinciAGRINAK. Vol. 01 No.1 September 2011:43-47 ISSN:
AGRINAK. Vol. 01 No.1 September 2011:43-47 ISSN: 2088-8643 HUBUNGAN MORTALITAS PROGRESIF DAN KEUTUHAN MEMBRAN SPERMA DALAM SEMEN BEKU SAPI BALI DENGAN KEBERHASILAN INSEMINASI (Relationship of progressive
Lebih terperinciANALISIS KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA TERNAK KERBAU LUMPUR
ANALISIS KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA TERNAK KERBAU LUMPUR (Swamp buffalo) dengan SINKRONISASI ESTRUS DI KECAMATAN SIBORONGBORONG KABUPATEN TAPANULI UTARA SKRIPSI ROSINTA PASARIBU 110306012 PROGRAM
Lebih terperinciPENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN
PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN (The Effects of Scrotal Diameter and Testical Volume in Semen Volume and
Lebih terperinciPEMDERDAYAAN KELOMPOK PETERNAK SAPI SEBAGAI SUMBERDAYA PENDUKUNG BADAN USAHA MILIK RAKYAT DI KELURAHAN MALALAYANG I TIMUR
PEMDERDAYAAN KELOMPOK PETERNAK SAPI SEBAGAI SUMBERDAYA PENDUKUNG BADAN USAHA MILIK RAKYAT DI KELURAHAN MALALAYANG I TIMUR Empowerment Cattle Farmer Group as Supporting Resources Bussines Entities Owned
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEBUNTINGAN (CONCEPTION RATE) PADA SAPI POTONG SETELAH DILAKUKAN SINKRONISASI ESTRUS DI KABUPATEN PRINGSEWU
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEBUNTINGAN (CONCEPTION RATE) PADA SAPI POTONG SETELAH DILAKUKAN SINKRONISASI ESTRUS DI KABUPATEN PRINGSEWU The Influential Factors of Conception Rate on Cattle After
Lebih terperinciSemen beku Bagian 2: Kerbau
Standar Nasional Indonesia Semen beku Bagian 2: Kerbau ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2017 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
Lebih terperinciPembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B
Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit BAB III PEMBIBITAN DAN BUDIDAYA PENGERTIAN UMUM Secara umum pola usahaternak sapi potong dikelompokkan menjadi usaha "pembibitan" yang
Lebih terperinciOpinion Factor of Bull Family Selecting on Insemination Area in Bungo and Tebo Regency Sari Yanti Hayanti 1 a*, Syafrial 2 a, and Endang Susilawati 3 a a Sari Yanti Hayanti 1, Jambi Assessment Institute
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA A.
3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk
PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing
Lebih terperinciEVALUASI KEBERHASILAN PROGRAM INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI POTONG DI KECAMATAN KLABANG KABUPATEN BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR TUGAS AKHIR.
EVALUASI KEBERHASILAN PROGRAM INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI POTONG DI KECAMATAN KLABANG KABUPATEN BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR TUGAS AKHIR Oleh : HILAALIL MUHARROM PROGRAM STUDI D-III MANAJEMEN USAHA
Lebih terperinciNILAI TAMBAH FINANSIAL PENERAPAN INSEMINASI BUATAN PADA USAHA PETERNAKAN SAPI RAKYAT DI KECAMATAN KOTO PARIK GADANG DIATEH KABUPATEN SOLOK SELATAN
NILAI TAMBAH FINANSIAL PENERAPAN INSEMINASI BUATAN PADA USAHA PETERNAKAN SAPI RAKYAT DI KECAMATAN KOTO PARIK GADANG DIATEH KABUPATEN SOLOK SELATAN SKRIPSI OLEH JOKO ADRIANTO 07 164 001 Sebagai Salah Satu
Lebih terperinciSyahirul Alim, Lilis Nurlina Fakultas Peternakan
Hubungan Antara Karakteristik dengan Persepsi Peternak Sapi Potong terhadap Inseminasi Buatan (The Relationship between Beef Cattle Farmer s Caracteristic and Its Perception toward Artificial Insemination)
Lebih terperinciEVALUASI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI PERAH PERANAKAN FRIES HOLLAND (PFH) PADA BERBAGAI PARITAS DI KUD SUMBER MAKMUR KECAMATAN NGANTANG KABUPATEN MALANG
EVALUASI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI PERAH PERANAKAN FRIES HOLLAND (PFH) PADA BERBAGAI PARITAS DI KUD SUMBER MAKMUR KECAMATAN NGANTANG KABUPATEN MALANG Putri Retno A, M. Nur Ihsan dan Nuryadi Bagian Produksi
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Sapi Perah FH (Fries Hollands) Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan dengan ternak perah lainnya. Sapi perah memiliki kontribusi
Lebih terperinciEFESIENSI USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH DALAM MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS
EFESIENSI USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH DALAM MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS SORT BASYA SIREGAR Balai Penelitian Teinak P.O. Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN Tindakan efisiensi usaha peternakan sapi perah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Populasi Sapi Pertambahan jumlah penduduk, meningkatnya kesejahteraan dan pendidikan masyarakat Indonesia, mengakibatkan permintaan akan produk peternakan semakin bertambah.
Lebih terperinciKeberhasilan IB menggunakan semen beku hasil sexing dengan metode sedimentasi putih telur pada sapi PO cross
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (1): 72-76 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Keberhasilan IB menggunakan semen beku hasil sexing dengan metode sedimentasi putih telur pada sapi
Lebih terperinciPERFORMANS REPRODUKSI TERNAK KERBAU DI NAGARI AIR DINGIN KECAMATAN LEMBAH GUMANTI KABUPATEN SOLOK
PERFORMANS REPRODUKSI TERNAK KERBAU DI NAGARI AIR DINGIN KECAMATAN LEMBAH GUMANTI KABUPATEN SOLOK SKRIPSI OLEH : KARTIKA CANDRA 04 161 030 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS 2011 PERFORMANS REPRODUKSI
Lebih terperinciSemen beku Bagian 1: Sapi
Standar Nasional Indonesia Semen beku Bagian 1: Sapi ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi...
Lebih terperinciEvaluasi Penerapan Aspek Teknis Peternakan pada Usaha Peternakan Sapi Perah Sistem Individu dan Kelompok di Rejang Lebong
ISSN 1978 3000 Evaluasi Penerapan Aspek Teknis Peternakan pada Usaha Peternakan Sapi Perah Sistem Individu dan Kelompok di Rejang Lebong Evaluation of Application of Technical Management on Small Holder
Lebih terperinciMATERI DAN METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian
MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2007 sampai dengan bulan Juli 2007. Lokasi penelitian berada pada dua kenagarian yaitu Kenagarian Sungai
Lebih terperinciSemen beku Bagian 3 : Kambing dan domba
Standar Nasional Indonesia Semen beku Bagian 3 : Kambing dan domba ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian
Lebih terperinciPENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KABUPATEN MALANG
PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KABUPATEN MALANG Nuryadi dan Sri Wahjuningsih Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya ABSTRAK Tujuan dari
Lebih terperinciSemen beku Bagian 1: Sapi
Standar Nasional Indonesia Semen beku Bagian 1: Sapi ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi...
Lebih terperinciPENINGKATAN ADOPSI TEKNOLOGI INSEMINASI BUATAN PADA SAPI POTONG DI KECAMATAN LALABATA,KABUPATEN SOPPENG
334 PENINGKATAN ADOPSI TEKNOLOGI INSEMINASI BUATAN PADA SAPI POTONG DI KECAMATAN LALABATA,KABUPATEN SOPPENG Sitti Nurani Sirajuddin 1,Aslina Asnawi 1,Sutomo Syawal 2,Muh.Jamal 3 1) Staf Pengajar Departemen
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu pengetahuan mendorong meningkatnya taraf hidup masyarakat yang ditandai dengan peningkatan
Lebih terperinciINDEK FERTILITAS SAPI PO DAN PERSILANGANNYA DENGAN LIMOUSIN
INDEK FERTILITAS SAPI PO DAN PERSILANGANNYA DENGAN LIMOUSIN Moh. Nur Ihsan Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Suatu penelitian untuk mengetahui indeks fertilitas
Lebih terperinciLAPORAN PROGRAM PENERAPAN IPTEKS
LAPORAN PROGRAM PENERAPAN IPTEKS PENERAPAN SINKRONISASI BERAHI DAN INSEMINASI BUATAN UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) DI DESA TEGAL REJO KECAMATAN LAWANG KABUPATEN MALANG
Lebih terperinciBEBERAPA FAKTOR YANG MEMENGARUHI SERVICE PER CONCEPTION PADA SAPI BALI DI KABUPATEN PRINGSEWU
BEBERAPA FAKTOR YANG MEMENGARUHI SERVICE PER CONCEPTION PADA SAPI BALI DI KABUPATEN PRINGSEWU Some Factors Influences Service Per Conception of Bali Cattles in Pringsewu Regency Dwi Haryanto a Madi Hartono
Lebih terperinciMoch. Makin, dan Dwi Suharwanto Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
Makin, M. Dan Suharwanto, D., Performa Sifat Produksi dan Reproduksi Performa Sifat-Sifat Produksi Susu dan Reproduksi Sapi Perah Fries Holland Di Jawa Barat (Milk Production and Reproduction Performance
Lebih terperinciPerkawinan Sapi Potong di Indonesia
Perkawinan Sapi Potong di Indonesia Perkawinan Sapi Potong di Indonesia Penyusun: Lukman Affandhy Aryogi Bess Tiesnamurti BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 PERKAWINAN
Lebih terperinciEFEKTIFITAS INSEMINASI BUATAN PADA SAPI POTONG MENGGUNAKAN SEMEN CAIR
EFEKTIFITAS INSEMINASI BUATAN PADA SAPI POTONG MENGGUNAKAN SEMEN CAIR Nelly Kusrianty 1, Mirajuddin dan Awalludin 2 kusrianty.nelly@gmail.com 1 Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu-Ilmu Pertanian Pascasarjana
Lebih terperinciDINAMIKA POPULASI SAPI POTONG DI KECAMATAN PAMONA UTARA KABUPATEN POSO
J. Agrisains 12 (1) : 24-29, April 2011 ISSN : 1412-3657 DINAMIKA POPULASI SAPI POTONG DI KECAMATAN PAMONA UTARA KABUPATEN POSO Mobius Tanari 1), Yulius Duma 1), Yohan Rusiyantono 1), Mardiah Mangun 1)
Lebih terperinciKAJIAN PERSEPSI DAN ADOPSI PETERNAK SAPI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI UNGGUL DI KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU
KAJIAN PERSEPSI DAN ADOPSI PETERNAK SAPI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI UNGGUL DI KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU Zul Efendi, Harwi Kusnadi, dan Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Lebih terperinci