ANALISIS KURVA PERTUMBUHAN DOMBA PRIANGAN DAN PERSILANGANNYA DENGAN ST. CROIX DAN MOUTON CHAROLLAIS

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS KURVA PERTUMBUHAN DOMBA PRIANGAN DAN PERSILANGANNYA DENGAN ST. CROIX DAN MOUTON CHAROLLAIS

Karakteristik Pertumbuhan Domba Garut dan Persilangannya

INJAUAN PUSTAKA Domba Komposit Sumatera

I PENDAHULUAN. dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

PERTUMBUHAN NON-LINIER, PENDUGAAN HERITABILITAS DAN NILAI PEMULIAAN DOMBA KOMPOSIT SUMATERA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1.

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

Analisis Kurva Pertumbuhan Domba Garut dan Persilangannya

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan,

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

POLA DAN PENDUGAAN SIFAT PERTUMBUHAN SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA BERDASARKAN UKURAN TUBUH DI KPSBU LEMBANG SKRIPSI RIVA TAZKIA

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

PARAMETER TUBUH DAN SIFAT-SIFAT KARKAS SAPI POTONG PADA KONDISI TUBUH YANG BERBEDA SKRIPSI VINA MUHIBBAH

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA

PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum)

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

KARAKTERISASI MORFOLOGI DOMBA ADU

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK POTONG MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009

KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH

NILAI PEMULIAAN. Bapak. Induk. Anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Domba di Indonesia

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu,

PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG PADA KONDISI DI KANDANGKAN: 1. BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH, JUMLAH ANAK SEKELAHIRAN DAN DAYA HIDUP ANAK PRASAPIH

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998).

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing

Gambar 1. Grafik Populasi Sapi Perah Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)

EVALUASI POTENSI GENETIK GALUR MURNI BOER

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi

PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Domba. karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Meski demikian domba

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc.

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENAMPILAN REPRODUKSI DOMBA LOKAL YANG DISINKRONISASI DENGAN MEDROXY PROGESTERON ACETAT PADA KONDISI PETERNAK DI KELURAHAN JUHUT, KABUPATEN PANDEGLANG

SKRIPSI OLEH : RINALDI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang

PENDAHULUAN. mendorong para peternak untuk menghasilkan ternak yang berkualitas. Ternak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

STRATEGI PERBIBITAN KAMBING/DOMBA DI INDONESIA

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

PEWARISAN POLA WARNA MUKA PADA DOMBA GARUT DI PETERNAKAN TERNAK DOMBA SEHAT (TDS) KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR. SKRIPSI Ardhana Surya Saputra

Hubungan Antara Bobot Potong... Fajar Muhamad Habil

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KORELASI SIFAT BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH DAN LITTER SIZE PADA KELINCI NEW ZEALAND WHITE, LOKAL DAN PERSILANGAN

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG

PENGARUH AKAR GINSENG ( Wild ginseng ) DALAM RANSUM MENCIT ( Mus musculus) TERHADAP JUMLAH ANAK DAN PERTUMBUHAN ANAK DARI LAHIR SAMPAI DENGAN SAPIH

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

KUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

KAJIAN KEPUSTAKAAN. pertama kali diternakkan di Amerika Serikat pada tahun 1870.

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

PENAMBAHAN DAUN KATUK

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS

Daging itik lokal memiliki tekstur yang agak alot dan terutama bau amis (off-flavor) yang merupakan penyebab kurang disukai oleh konsumen, terutama

KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan

LOKAL PADA TIPE PRODUKSI SUSU S JONGGOL UP3 SKRIPSI PRIMA PUJI RAHARJO FAKULTAS PETERNAKAN T PERTANIAN BOGOR 2008

HUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN YIELD GRADE DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING

PERTUMBUHAN ANAK KAMBING KOSTA SELAMA PERIODE PRASAPIH PADA INDUK YANG BERUMUR LEBIH DARI 4 TAHUN

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H

PRODUKTIVITAS TERNAK DOMBA GARUT PADA STASIUN PERCOBAAN CILEBUT BOGOR

Keunggulan Relatif Produksi Susu Domba Garut dan Persilangannya

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI LANDRACE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

KARAKTERISTIK BANGSA DOMBA EKOR TIPIS (DET) DAN KODISINYA SAAT INI DI INDONESIA

P = G + E Performans? Keragaman? Dr. Gatot Ciptadi PERFORMANS. Managemen. Breeding/ Repro. Nutrisi

Transkripsi:

ANALISIS KURVA PERTUMBUHAN DOMBA PRIANGAN DAN PERSILANGANNYA DENGAN ST. CROIX DAN MOUTON CHAROLLAIS Oleh : Dadan Mauluddin D14101024 DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

RINGKASAN DADAN MAULUDDIN. D14101024. 2005. Analisis Kurva Pertumbuhan Domba Priangan dan Persilangannya dengan St. Croix dan Mouton Charollais. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Ismeth Inounu, MS. Data bobot badan domba Priangan (PP) dan Persilangannya dengan St Croix (HH) dan Mouton Charollais (MM) sebanyak 488 ekor yang terdiri dari domba Priangan 149 ekor, St. Croix X Priangan (HP) 115 ekor, Mouton Charollais X Priangan (MP) 68 ekor, MP X HP (MHP) 101 ekor dan HP X MP (HMP) 55 ekor yang dikoleksi dari Stasiun Percobaan Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Data tersebut digunakan untuk membandingkan tiga model kurva pertumbuhan non linear yaitu model Logistik, Gompertz dan Von Bertalanffy serta pengaruh genotipe dan lingkungan dalam keakuratan penjelasan data lapangan dan parameter kurva pertumbuhan dari model tersebut. Perbandingan antara genotipe, pengaruh interse mating dan efek heterosis dari parameter kurva pertumbuhan dilakukan berdasarkan rataan kuadrat terkecil dari parameter kurva pertumbuhan individu tiap model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model Von Bertalanffy merupakan model yang mempunyai keakuratan yang lebih baik dibandingkan model lainnya diikuti model Gompertz dan logistik berdasarkan jumlah kuadrat sisa, kuadrat tengah sisa dan koefisien determinasi, namun model Von Bertalanffy merupakan model yang relatif lebih sulit dalam proses penghitungan diikuti model Gompertz dan Logistik berdasarkan jumlah iterasinya. Model Logistik mempunyai Standar error parameter yang lebih rendah untuk parameter yang mempunyai interpretasi biologis yang sama yaitu Bobot dewasa (A) dan Laju pertumbuhan menuju dewasa (k) dibandingkan model lainnya yang berhubungan dengan kemudahan dalam proses penghitungan. Bobot dewasa (A) pada semua model dipengaruhi sangat nyata (p<0,01) oleh genotipe ternak, tahun kelahiran, jenis kelamin dan tipe lahir sapih, kecuali untuk model logistik yang dipengaruhi secara nyata (p<0,05) oleh tipe lahir sapih. Laju pertumbuhan menuju bobot dewasa (k) dipengaruhi sangat nyata (p<0,01) oleh tahun kelahiran pada semua model. Parameter B/M (konstanta integrasi/shape parameter) dari semua model dipengaruhi oleh tahun kelahiran, jenis kelamin, paritas dan tipe lahir sapih kecuali parameter B dari model Von Bertalanffy dipengaruhi secara nyata (p<0,05) oleh jenis kelamin. Persilangan mampu meningkatkan bobot dewasa (A) domba Priangan yang ditunjukkan dari keunggulan relatif berdasarkan model Logistik, Gompertz dan Von Bertalanffy secara berurutan adalah sebagai berikut: MP = 20,06;19,4 dan 19,26% HP=8,6; 8,17 dan 8,08% MHP=18,23; 16,92 dan 16,94% HMP = 20,21; 19,54 dan 19,51%. Persilangan menyebabkan penurunan dari laju pertumbuhan menuju bobot dewasa (k) dari domba Persilangan kecuali MHP yang ditunjukkan dengan keunggulan relatif berdasarkan model Logistik, Gompertz dan Von Bertalanffy i

secara berurutan sebagai berikut: MP= -7,08;-4,42 dan -4,91% HP= -1,39; -0,73 dan -1,34% MHP= 6,28; 9,64 dan 7,18% HMP= -1,58; -0,39 dan -1,68%. Bobot dewasa (A) cenderung menurun pada domba Persilangan akibat dari proses interse mating yang juga menyebabkan terjadinya penurunan keunggulan relatif dari domba persilangan pada generasi selanjutnya. Sedangkan rataan laju pertumbuhan menuju bobot dewasa (k) mengalami perubahan yang sulit untuk diinterpretasikan karena jumlah data yang kurang yang juga menyebabkan pendugaan efek heterosis mempunyai bias yang besar selain karena pengaruh induk (maternal effect) serta kemungkinan adanya pengaruh maternal heterosis. Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan bahwa dalam studi pertumbuhan domba Priangan dan Persilangannya model Von Bertalanffy merupakan model paling utama yang disarankan untuk digunakan walaupun relatif lebih sulit dalam proses penghitungan. Berdasarkan kurva pertumbuhan domba MHP merupakan domba yang mempunyai prospek untuk dikembangkan lebih lanjut. Kata kata kunci: kurva pertumbuhan, domba Priangan, persilangan, keunggulan relatif, heterosis ii

ABSTRACT Growth Curve Analysis of Priangan Sheep and Crossbreds with St. Croix and Mouton Charollais Mauluddin D., R.R. Noor., I. Inounu Body weight data of Priangan (PP) and crossbreds with St. Croix (HH) and Mouton Charollais sheep (MM) (totally 488 heads, consisted of 149 Priangan Sheep, 115 St. Croix X Priangan (HP), 68 Mouton Charollais X Priangan (MP), 101 MP X HP (MHP) and 55 HM X HP (HMP) heads) were collected at Experimental Station in Indonesian Research Institute for Animal Production. The data were utilized for comparing three non linear growth curve models, i.e Logistic, Gompertz and Von Bertalanffy and the effect of genotype and environment on the goodness of fit, computational simplicity and growth curve parameters. Comparison of genotype, effect interse mating and estimate of heterosis effect were done using Least Square Means methods from growth curve parameter for each models. The results show that the Von Bertalanffy model had better goodness of fit when compared to Gompertz and Logistic models based on the value of Sum Squares Error, Mean Square Error and coefficients of determination, but the model more complicate to compute than the Gompertz and Logistic models regarding on iteration process. Logistic models had smaller standard error for the parameter that have biological interpretation mature size (A) and rate of maturing (k) than others in regard of it s simplicity in computation. Mature size (A) in all models affected significantly (P<0.01) by genotype, year of birth, sex and type birth and rearing, except in logistic models affected significantly (P<0.05) by type of birth and rearing. Rate of maturing (k) was affected significantly (P<0.01) by year of birth in all models. B/M parameter (integration constant/shape parameter) in all models affected significantly (P<0.01) by year of birth, sex, parity and type of birth and rearing except for the B parameter in Von Bertalanffy model affected significantly (p<0.05) by sex. Crossbreeding increased the mature size (A) compared with Priangan sheep. Relative superiority of mature size (A) of the crossbreds sheep in Logistic, Gompertz and Von Bertalanffy models for MP = 20.6, 19.4 and 19.26 % for HP = 8.6, 8.17 and 8.08 % for MHP = 18.23, 16.92 and 16.94 % for HMP = 20.21, 19.54 and 19.51%, respectively. Crossbreeding decreased rate of maturing (k) of when compared to Priangan sheep. Relative superiority of rate of maturing (k) of the crossbreds sheep in Logistic, Gompertz and Von Bertalanffy models for MP= -7.08, -4.42 and -4.91% for HP =- 1.39, -0.73 and -1.34% for MHP = 6.28, 9.64 and 7.18% for HMP = -1.58, -0.39 and -1.68%, respectively. Mature size (A) tend to decrease in crossbreds sheep because of the interse mating process that make decreased in relative superiority of mature size (A) in the next generation. Rate of maturing (k) fluctuated heavily make it very difficult in biological interpretation because of small sample size that resulted large deviation in predicted heterosis values due to maternal effect and maternal heterosis. Based on this result, it is recommended that Von Bertalanffy model can be used to describe the growth curve model in Priangan sheep and the crossbreds although the model more complicate to compute. It s indicated that MHP sheep has good prospect to develop further based on growth curve. Keywords: growth curve, Priangan sheep, crossbreeding, relative superiority, heterosis iii

ANALISIS KURVA PERTUMBUHAN DOMBA PRIANGAN DAN PERSILANGANNYA DENGAN ST. CROIX DAN MOUTON CHAROLLAIS Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Oleh : Dadan Mauluddin D14101024 DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

Judul : ANALISIS KURVA PERTUMBUHAN DOMBA PRIANGAN DAN PERSILANGANNYA DENGAN ST. CROIX DAN MOUTON CHAROLLAIS Nama : Dadan Mauluddin NRP : D14101024 Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Ronny. R. Noor, M.Rur.Sc NIP.131 624 188 Dr. Ir. Ismeth Inounu, MS NIP. 080 056 205 Mengetahui, Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Ronny. R. Noor, M.Rur.Sc NIP.131 624 188 Tanggal Lulus : 27 September 2005

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 4 Januari 1983 di Cianjur, Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Cucu Wiharna dan Ibu Ooy Roqayah. Pendidikan dasar diselesaikan Penulis pada tahun 1994/1995 di SDN Tegalsari yang dilanjutkan di bangku SMPN I Cikalongkulon yang diselesaikan pada tahun 1997/1998, kemudian jenjang pendidikan selanjutnya dijalani di SMUN I Cianjur yang diselesaikan pada tahun 2000/2001. Penulis pada tahun 2001 melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) terdaftar sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh kuliah di IPB penulis pernah mengikuti beberapa organisasi diantaranya di Himaproter sebagai staf bidang Kewirausahaan tahun 2002, serta pada tahun 2003 sebagai ketua Animal Breeding Club. Penulis mendapatkan penghargaan Genetic Award 2002 yang memberi kesempatan penulis untuk menjadi asisten mata kuliah Dasar Ilmu Genetika Ternak tahun 2003/2004 dan 2004/2005 yang diasuh oleh Pembimbing utama. Penulis juga menjadi asisten pada beberapa mata kuliah diantaranya: Reproduksi Ternak dan Inseminasi Buatan 2003/2004 dan 2004/2005, Ilmu Pemuliaan Ternak tahun 2003/2004, Teknik Laboratorium Ilmu Pemuliaan dan Genetika Ternak tahun 2004/2005, Budidaya Marmot dan Kelinci 2004/2005 dan Manajemen Produksi Ternak Ruminansia Kecil tahun 2004/2005. Pada tahun 2005 kemudian penulis diperbantukan menjadi asisten di Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil. vi

KATA PENGANTAR Segala Puji bagi Alloh SWT yang telah memberi saya kesempatan untuk belajar di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi diantara begitu banyak orang yang hanya bisa berharap untuk memperolehnya. Sholawat dan Salam semoga terus tercurah kepada contoh dan panutan kita yang aplikatif dalam setiap segmen kehidupan Nabi Besar Muhammad SAW. Skripsi ini hanya merupakan karya kecil dari seorang manusia yang tidak tahu apa-apa yang mencoba mengambil atom-atom dari setitik ilmu Alloh Yang Maha Mengetahui. Skripsi ini pun tidak akan ada tanpa bantuan dari banyak tangan karena tulisan ini hanya merupakan kajian dari proses pertumbuhan dari data yang berasal dari program persilangan yang panjang dan melelahkan. Mengolah ribuan data dari ratusan ternak memang melelahkan tetapi sangat jauh lebih melelahkan dibandingkan proses pemeliharaan, penimbangan dan pengumpulan data selama bertahun-tahun. Penghargaan dan rasa hormat bagi seluruh staf dari mulai tingkat bawah sampai pejabat teras Balai Penelitian Ternak Ciawi terutama yang berkaitan dengan proyek pembentukan bangsa domba komposit ini. Karya ini bukan merupakan sesuatu yang baru untuk dunia peternakan di luar negeri namun kajian ini relatif langka di Indonesia. Semoga karya ini bukan merupakan karya terakhir dari penulis dan semoga dapat bermanfaat bagi pengembangan peternak domba dan dunia peternakan Indonesia pada umumnya. Sebagai karya seorang manusia yang mempunyai banyak keterbatasan skripsi ini pasti banyak kekurangan dan kesalahan oleh sebab itu saran dan kritik bagi perbaikan untuk karya selanjutnya sangat diharapkan. Bogor, September 2005 Dadan Mauluddin vii

DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN i ABSTRACT... iii RIWAYAT HIDUP vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI. viii DAFTAR TABEL. x DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN. xiii PENDAHULUAN. 1 Latar Belakang 1 Tujuan... 3 Manfaat.. 3 Hipotesis... 4 TINJAUAN PUSTAKA... 5 Domba Priangan... 5 Persilangan... 7 Domba St. Croix... 8 Domba Mouton Charollais. 9 Evaluasi Hasil Persilangan... 10 Pertumbuhan Domba.. 11 Evaluasi Sifat Pertumbuhan... 13 Kurva Pertumbuhan Non Linear. 14 Model Logistik... 16 Model Gompertz 17 Model Von Bertalanffy.. 18 Proses Pendugaan Parameter Kurva Pertumbuhan... 19 Pengaruh Genotipe dan Lingkungan terhadap Parameter Kurva Pertumbuhan.. 20 METODE PENELITIAN.. 22 Lokasi dan Waktu Penelitian. 22 Ternak Penelitian... 22 Pemberian Pakan... 23 Penanganan Anak.. 23 Bagan Analisis Data.. 24 Analisis Data. 27 Data yang Digunakan. 27 Analisis Kurva Pertumbuhan... 27 Interpretasi Biologis Parameter Kurva Pertumbuhan 28 viii

Penentuan Titik Infleksi. 29 Penggunaan Program Komputer.... 29 Turunan Parsial Parameter Kurva Pertumbuhan 30 Metode Pendugaan Parameter Kurva Pertumbuhan Dengan Proses Iterasi dalam Penelitian yang Dilakukan 31 Metode Perbandingan Model Non Linear.. 32 Jumlah Iterasi. 32 Standard Error Parameter... 32 Jumlah Kuadrat Sisa 33 Kuadrat Tengah Sisa... 33 Koefisien Determinasi. 33 Pengaruh Genotipe dan Lingkungan Terhadap Simpangan Baku, Tingkat Keakuratan dan Parameter Kurva Pertumbuhan 34 Perbandingan Antar Parameter Kurva Pertumbuhan... 35 Metode Perbandingan Parameter Kurva Pertumbuhan antar Genotipe Ternak. 36 Perbandingan Parameter Kurva Pertumbuhan antar Generasi yang Berbeda.. 37 Pendugaan Efek Heterosis Berdasarkan Performans Ternak Persilangan Beda Generasi..... 38 HASIL DAN PEMBAHASAN...... 39 Perbandingan Antar Model.. 39 Tingkat Kemudahan Penghitungan.. 39 Perbandingan Model dalam Tingkat Keakuratan. 41 Perbandingan Antar Model dalam Estimasi Parameter Kurva Pertumbuhan. 47 Karakteristik Pertumbuhan Domba Priangan dan Persilangannya.. 52 Perbandingan Parameter Kurva Pertumbuhan Domba Persilangan pada Generasi yang Berbeda 60 Perbandingan Keunggulan Relatif Domba Persilangan pada Generasi yang Berbeda.... 68 Pendugaan Efek Heterosis Berdasarkan Perbandingan antar Generasi Domba Persilangan... 71 KESIMPULAN DAN SARAN... 75 UCAPAN TERIMAKASIH. 77 DAFTAR PUSTAKA... 78 LAMPIRAN. 82 ix

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Model Matematik Kurva Pertumbuhan. 28 2. Titik Infleksi Tiap Model Non Linear... 29 3. Turunan Parsial Model Logistik... 31 4. Turunan Parsial Model Gompertz.. 31 5. Turunan Parsial Model Von Bertalanffy. 31 6. Rataan Jumlah Iterasi Tiap model 39 7. Rataan Nilai Korelasi Antar Parameter Tiap Model 41 8. Rataan Kuadrat Tengah Terkecil Standard Error Parameter.. 41 9. Pengaruh Genotipe dan Lingkungan Terhadap Standard Error Parameter... 43 10. Rataan Kuadrat Terkecil Tingkat Keakuratan dalam Penjelasan Data Lapangan 44 11. Pengaruh Genotipe dan Lingkungan Terhadap Keakuratan Model. 46 12. Perbandingan Rataan Kuadrat Terkecil Parameter Kurva Pertumbuhan. 47 13. Pengaruh Genotipe dan Lingkungan Terhadap Parameter Kurva Model Logistik.. 48 14. Pengaruh Genotipe dan Lingkungan Terhadap Parameter Kurva Model Gompertz.. 49 15. Pengaruh Genotipe dan Lingkungan Terhadap Parameter Kurva Model Von Bertalanffy. 50 16. Parameter Kurva Pertumbuhan Menggunakan Model Logistik... 52 17. Keunggulan Relatif Domba Persilangan dengan Menggunakan Model Logistik. 53 18. Parameter Kurva Pertumbuhan dengan Menggunakan Model Gompertz.. 54 19. Keunggulan Relatif Domba Persilangan dengan Menggunakan Model Gompertz... 55 20. Parameter Kurva Pertumbuhan dengan Menggunakan Model Von Bertalanffy 56 21. Keunggulan Relatif Domba Persilangan dengan Menggunakan Model Von Bertalanffy.... 57 x

Nomor Halaman 22. Parameter Kurva Pertumbuhan pada Berbeda Generasi Menggunakan Model Logistik.. 60 23. Parameter Kurva Pertumbuhan pada Berbagai Generasi Menggunakan Model Gompertz.... 62 24. Parameter Kurva Pertumbuhan pada Berbagai Generasi Menggunakan Model Von Bertalanffy. 65 25. Fluktuasi Keunggulan Relatif Parameter A (Bobot Dewasa) dan k (Rataan Laju Pertumbuhan Menuju Bobot Dewasa) pada Tiga Generasi Menggunakan Model Logistik. 68 26. Fluktuasi Keunggulan Relatif Parameter A (Bobot Dewasa) dan k (Rataan Laju Pertumbuhan Menuju Bobot Dewasa) pada Tiga Generasi Menggunakan Model Gompertz.. 69 27. Fluktuasi Keunggulan Relatif Parameter A (Bobot Dewasa) dan k (Rataan Laju Pertumbuhan Menuju Bobot Dewasa) pada Tiga Generasi Menggunakan Model Von Bertalanffy.... 70 28. Efek Heterosis Berdasarkan Generasi Pembanding yang Berbeda Menggunakan Model Logistik. 71 29. Efek Heterosis Berdasarkan Generasi Pembanding yang Berbeda Menggunakan Model Gompertz.. 72 30. Efek Heterosis Berdasarkan Generasi Pembanding yang Berbeda Menggunakan Model Von Bertalanffy.... 73 xi

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Skema Pembentukan Bangsa Komposit. 22 2. Diagram Alir Metode Analisis Data... 24 3. Grafik Rataan Simpangan Data Tiap Model... 45 4. Kurva Pertumbuhan Domba Priangan dan Persilangannya Menggunakan Model Logistik.. 52 5. Kurva Pertumbuhan Domba Priangan dan Persilangannya Menggunakan Model Gompertz... 54 6. Kurva Pertumbuhan Domba Priangan dan Persilangannya Menggunakan Model Von Bertalanffy..... 56 7. Kurva Pertumbuhan Domba Persilangan pada Generasi yang Berbeda Menggunakan Model Logistik. 61 8. Kurva Pertumbuhan Domba Persilangan pada Generasi yang Berbeda Menggunakan Model Gompertz.... 64 9. Kurva Pertumbuhan Domba Persilangan pada Generasi yang Berbeda Menggunakan Model Von Bertalanffy... 66 xii

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Program Untuk Analisis Data Kurva Pertumbuhan Model Logistik Melalui Program Proc NLIN SAS... 82 2. Program Untuk Analisis Data Kurva Pertumbuhan Model Gompertz Melalui Program Proc NLIN SAS.... 83 3. Program Untuk Analisis Data Kurva Pertumbuhan Model Von Bertalanffy Melalui Program Proc NLIN SAS.. 84 xiii

PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan domba sebagai salah satu komoditi penghasil pangan berupa daging mempunyai peluang yang sangat besar menjadi produk unggulan untuk memenuhi permintaan daging dalam negeri maupun ekspor. Usaha peternakan domba mempunyai keistimewaan yaitu kestabilan dari segi ekonomi karena input yang digunakan berasal dari sumberdaya lokal diantaranya pakan dan bibit. Indonesia memiliki bangsa domba lokal yang mempunyai keistimewaan yang luar biasa diantaranya domba Priangan, Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis. Domba Priangan merupakan domba yang memiliki keistimewaan diantaranya daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan, jumlah anak sekelahiran yang banyak, kawin sepanjang tahun dan memiliki bobot yang relatif lebih besar dibandingkan domba lokal lainnya (Mason, 1980., Gatenby, 1991 dan Inounu, 1993). Keistimewaan yang dimiliki domba Priangan menjadikan domba tersebut perlu untuk dipertahankan sebagai plasma nutfah peternakan Indonesia. Selain memiliki keistimewaan domba Priangan juga memiliki beberapa kelemahan diantaranya jumlah anak yang banyak selalu diikuti dengan kematian yang tinggi sehingga pemasukan ekonomi peternak menjadi berkurang. Bobot badan domba Priangan juga relatif kecil sehingga mengakibatkan belum dapat memenuhi standar domba untuk pasar non tradisional dan ekspor disamping itu kelemahan lainnya adalah pertumbuhannya yang lambat. Penyebab kelemahan tersebut dapat disebabkan oleh faktor lingkungan dan faktor genetik dari domba tersebut. Upaya perbaikan genetik dapat dilakukan dengan cara seleksi dan persilangan. Upaya seleksi harus terus dilaksanakan akan tetapi usaha tersebut memerlukan waktu yang relatif lama dalam meningkatkan produktifitas domba, selain itu ada beberapa sifat yang kurang menunjukkan respon terhadap seleksi karena nilai heritabilitas yang rendah. Persilangan apabila dilakukan dengan benar dapat menjadi cara yang cepat untuk meningkatkan mutu genetik karena dapat mengintroduksi gen yang diinginkan dari ternak lainnya dan membentuk nilai dari kombinasi gen-gen yang berasal dari bangsa murni (breed complementary) dan efek heterosis. Persilangan ternak lokal dengan ternak luar harus dilakukan secara hati-hati jangan sampai ternak lokal 1

Indonesia punah. Hasil persilangan tersebut juga harus diuji terlebih dahulu dalam skala laboratorium sebelum diterapkan ke masyarakat. Balai Penelitian Ternak telah melakukan persilangan domba Priangan dengan domba St. Croix dan Mouton Charollais. Tujuan dari persilangan tersebut adalah untuk dapat memperbaiki kualitas genetik domba yang dihasilkan. Domba Priangan yang memiliki kematian anak yang tinggi diharapkan dengan dimasukkannya gen dari domba Mouton Charollais yang membawa sifat produksi susu yang tinggi sehingga dapat meningkatkan daya hidup anak. Daya tahan terhadap panas juga diinginkan dari domba hasil persilangan tersebut dengan cara disilangkan dengan domba St. Croix yang mempunyai bulu yang pendek sehingga mudah melepaskan panas. Bobot badan dan pertumbuhan yang cepat juga diharapkan dapat meningkat karena gen dari kedua domba bangsa eksotis ini (Inounu, 1996). Evaluasi genetik dan perbandingan domba persilangan tersebut telah banyak dilakukan namun evaluasi terhadap kurva pertumbuhan belum banyak dilakukan. Kemajuan ilmu statistik membuat sebuah model matematika telah terbukti dapat menggambarkan model dari suatu pertumbuhan. Model kurva pertumbuhan yang digambarkan dalam bentuk persamaan matematik hubungan antara pertumbuhan dengan waktu yang menggambarkan kemampuan suatu ternak atau genotipe ternak untuk tumbuh dalam suatu lingkungan. Model yang baik selain akurat secara statistik juga mempunyai interpretasi secara biologis yang bermanfaat dalam studi bidang peternakan. Model persamaan yang sering digunakan dalam hubungan pertumbuhan dengan waktu diantaranya yaitu model Brody, Gompertz,Von Bertalanffy, logistik dan Richards (Brown et al., 1976). Model Logistik, Gompertz dan Von Bertalanffy sering digunakan sebagai model pertumbuhan karena mempunyai kelebihan dalam tingkat keakuratan dan mempunyai interpretasi biologis yang baik dalam menjelaskan fenomena biologis, diantaranya umur titik infleksi dan bobot pada saat titik infleksi walaupun tidak seakurat model Richards dan semudah model Brody. Perbandingan antar model perlu dilakukan untuk mengevaluasi kemudahan proses penghitungan dan tingkat keakuratan dari model tersebut untuk menggambarkan hubungan antara pertumbuhan dan waktu karena hal tersebut sangat dipengaruhi oleh spesies, bangsa dan kondisi lingkungan ternak. Model kurva pertumbuhan tersebut 2

mempunyai manfaat diantaranya dapat memperkirakan umur pada saat bobot potong optimal serta bisa digunakan sebagai parameter dalam metode seleksi pada waktu pra sapih dan berguna untuk menganalisa efisiensi produksi ternak tersebut selama hidup (Lifetime production efficiency). Perbandingan parameter dalam kurva pertumbuhan non linear dari domba hasil persilangan bertujuan untuk mengevaluasi salah satu keberhasilan dari tujuan persilangan tersebut yaitu untuk mempercepat pertumbuhan dan tercapainya standar bobot domba untuk pasar non tradisional lokal dan ekspor. Perbandingan parameter kurva pertumbuhan dari domba persilangan pada generasi yang berbeda menjadi hal perlu untuk dikaji, sehingga bisa dianalisis pengaruh dari proses interse mating yang bertujuan untuk membuat mantap komposisi genetik dari domba hasil persilangan tersebut. Tujuan Penelitian ini bertujuan membandingkan beberapa model kurva pertumbuhan non linear berdasarkan kemudahan dan tingkat keakuratan dalam menggambarkan data di lapangan pada domba Priangan dan persilangannya. Perbandingan parameter antar bangsa domba juga dilakukan untuk mengevaluasi keberhasilan persilangan yang dilakukan. Pengaruh interse mating dari domba persilangan juga dipelajari pengaruhnya terhadap parameter kurva pertumbuhan. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai acuan model terbaik yang bisa digunakan untuk menggambarkan hubungan proses pertumbuhan pada domba Priangan dan persilangannya serta evaluasi hasil persilangan. 3

Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini yaitu : 1. Model kurva pertumbuhan yang berbeda akan memberikan tingkat keakuratan dan kemudahan yang berbeda dalam menggambarkan data lapang dari domba Priangan dan Persilangannya dengan St. Croix dan Mouton Charollais. 2. Parameter kurva pertumbuhan antar Genotipe akan memberikan nilai yang berbeda dan terdapat keunggulan performans domba Persilangan dibandingkan domba Priangan 3. Parameter kurva pertumbuhan domba Persilangan akan mempunyai nilai berbeda pada generasi yang berbeda selama proses interse mating. 4

TINJAUAN PUSTAKA Domba Priangan Menurut Mason (1980) dan Gatenby (1991) di Indonesia ada tiga bangsa domba utama yaitu domba Ekor Tipis (Javanese Thin Tailed), domba Ekor Gemuk (East Java Fat Tailed) dan Priangan, domba-domba tersebut telah beradaptasi sejak lama terhadap lingkungan dan manajemen tradisional. Domba di Indonesia terkonsentrasi di pulau Jawa (Mason, 1980). Dombadomba tersebut sudah diakui mempunyai kelebihan dari segi genetik dan menjadi sumber plasma nutfah yang sangat berharga. Kelebihan yang sudah terkenal pada domba tersebut adalah mempunyai daya reproduksi yang tinggi di lingkungan yang marginal dan manajemen tradisional yang tidak bisa ditunjukkan oleh domba lainnya (Mason, 1980). Performans tersebut salah satunya disebabkan faktor mayor gen Fec J yang secara nyata berpengaruh terhadap performans reproduksi (Inounu et al., 1993). Domba Priangan merupakan domba lokal Indonesia yang mempunyai ciri-ciri bobot badan yang relatif lebih besar dari pada domba lokal lainnya, bentuk muka yang cembung (konveks), sebagian besar mempunyai telinga yang rumpung (rudimenter), tanduk yang besar dan melingkar, warna yang bervariasi, terdapat bulu pada leher sampai dada dan perbedaan dengan domba ekor tipis yaitu pangkal ekor yang terdapat deposit lemak (Mason, 1980). Profil tersebut menyerupai dengan catatan sejarah dalam prasasti candi Prambanan pada tahun 800 M telah terdapat di Indonesia (Riwantoro, 2005). Sedangkan Merkens dan Soemirat (1926) menyatakan bahwa Domba Priangan merupakan hasil Persilangan antara domba Lokal, Merino dan domba dari Afrika yang kemungkinan besar domba bangsa ekor gemuk Afrikander yang terjadi pada tahun 1864 ketika pemerintahan Belanda mengimpor domba Merino dari Australia. Domba tersebut dipelihara oleh K.F. Holle dan pada tahun 1886 disebarluaskan ke masyarakat di Garut dan sekitarnya. Sebagian ahli membedakan antara domba Garut dan Priangan berdasarkan ada atau tidaknya daun telinga. Para ahli tersebut menyatakan domba Garut lebih sering mempunyai telinga rumpung (rudimenter) atau pendek dibandingkan domba Priangan, namun sebagian besar ahli tidak mempermasalahkannya dan menyatakan sama antara domba Garut dan Priangan (Mason, 1980). 5

Domba Priangan merupakan salah satu domba prolifik tropis yang tetap bisa menunjukkan keistimewaannya tersebut walaupun dipelihara di lingkungan manajemen tradisional dengan pertumbuhan yang relatif baik (Mason, 1980). Menurut laporan yang diberikan oleh Subandriyo (1990) jumlah anak sekelahiran dari domba tersebut dilingkungan pedesaan di Garut sebesar 1,81 ekor anak per sekelahiran dengan total bobot anak untuk kelahiran tunggal 3,1 kg; kembar dua 5,1 kg dan kembar tiga 5,5 kg, laporan lain menyebutkan bahwa jumlah anak sekelahiran pada kondisi pedesaan di kecamatan Sukawargi, Garut mempunyai rataan 1,92±0,53 ekor per sekelahiran (Bell et al., 1983). Dalam laporan lain Subandriyo et al.(1985) melaporkan di lingkungan pedesaan bobot lahir domba Priangan adalah 4,6 kg dengan bobot sapih 17,9 kg. Menurut Merkens dan Soemirat (1926) dalam laporannya mengungkapkan bahwa bobot badan betina dewasa dari Domba Priangan adalah 30-40 kg sedangkan jantan dewasa 60-80 kg yang relatif lebih besar dibandingkan domba lokal lainnya di Indonesia. Subandriyo (1986) melakukan penelitian terhadap domba Priangan di beberapa desa di Garut menemukan bahwa domba betina saat kawin pertama mempunyai rataan 25,7 kg untuk kecamatan Wanaraja dan 25,4 kg untuk kecamatan Cisurupan. Bobot badan domba Priangan masih sangat beragam bila dilihat dari berbagai laporan hal tersebut bisa disebabkan faktor genetik yang masih beragam (karena belum terseleksi dengan baik) juga adanya perbedaan perlakuan yang sangat mencolok (Mason, 1980). Kelebihan yang dimiliki oleh domba Priangan tersebut menjadikan domba tersebut harus terus dijaga kelestariannya demi terjaganya ketahanan pangan hewani. Pencegahan terhadap kepunahan domba Priangan tersebut tidak menjadikan upaya untuk meningkatkan produktifitas domba tersebut harus terhenti begitu saja (Inounu et al., 1998). Domba Priangan mempunyai beberapa kelemahan diantaranya jumlah anak yang banyak selalu diikuti dengan jumlah kematian yang tinggi yang disebabkan produksi susu induk yang rendah serta bobot badan yang relatif lebih kecil dan pertumbuhan yang lambat dibanding domba temperate sehingga belum mampu mencapai bobot standar yaitu 35 kg secara cepat (standar 9 bulan) (Inounu et al., 1998). 6

Perbaikan produksi dari domba Priangan tersebut dapat dilakukan melalui perbaikan lingkungan seperti kualitas pakan namun hal tersebut akan menjadi sia-sia apabila perbaikan tersebut dibatasi oleh kapasitas genetik yang tidak memungkinkan tercapainya target tersebut, sehingga upaya perbaikan genetik pun harus dilakukan. Upaya Perbaikan genetik seperti yang telah diketahui dapat dilakukan dengan dua cara yaitu seleksi dan persilangan (Bourdon, 1997., Noor, 2000). Upaya seleksi dalam bangsa merupakan metode yang paling aman untuk meningkatkan kualitas genetik tanpa takut akan punahnya ternak lokal (terutama untuk daerah tropis yang kebanyakan negara berkembang) karena pencemaran genetik demi terjaganya sumber plasma nutfah ternak lokal (Kogsey, 2004) termasuk pada domba Priangan. Metode tersebut memerlukan waktu yang lama dan tidak semua sifat mempunyai respon yang tinggi terhadap seleksi, tetapi metode tersebut harus terus dilakukan. Upaya Persilangan yang dilakukan secara hati-hati menjadi cara yang perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan produktifitas domba Priangan (Inounu et al., 1998). Persilangan Salah satu metode untuk meningkatkan mutu genetik ternak selain seleksi adalah dengan persilangan yaitu dengan mengawinkan ternak dari bangsa yang berbeda (Bourdon, 1997., Noor, 2000). Keuntungan yang diperoleh dari persilangan yaitu mendapatkan efek yang saling melengkapi (breed complementary) untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang dimiliki bangsa murni sehingga ternak yang dihasilkan diharapkan memiliki kelebihan dari bangsa berbeda yang terkumpul dalam satu bangsa dan kekurangannya ditutupi oleh kelebihan bangsa lain (Bourdon, 1997). Keuntungan lain dari persilangan adalah efek heterosis atau hybrid vigor yaitu perbedaan rataan performans ternak persilangan dengan rataan performans kedua tetua. Efek tersebut kemungkinan disebabkan oleh efek gen non aditif yang timbul karena adanya kombinasi genetik (Genetic Combination Value) yaitu efek dominan, overdominan dan epistasis (Bourdon, 1997). Persilangan juga digunakan dalam metode untuk pembentukan bangsa baru. Setelah melalui persilangan pertama yang akan menghasilkan generasi pertama biasanya performans ternak akan melebihi rataan performans tetua karena efek 7

heterosis (Leymaster, 2003), namun dalam pembentukan bangsa baru domba persilangan tersebut harus dimantapkan dahulu komposisi genetiknya dengan cara perkawinan dalam satu genotipe ternak persilangan dalam satu generasi (interse mating) yang akan mengurangi efek heterosis karena akan semakin homogennya komposisi gen domba persilangan tersebut (Bourdon, 1997). Persilangan bangsa domba luar dengan domba lokal yang telah dilakukan di Indonesia diantaranya persilangan domba Sumatera dengan St. Croix dan Barbados Blackbelly yang bertujuan membentuk bangsa baru (Subandriyo et al.,1996) dan persilangan Domba Priangan dengan St. Croix dan Mouton Charollais (Inounu et al., 1998) domba-domba Persilangan tersebut diharapkan memiliki performans yang lebih baik dibanding domba lokal. Domba St. Croix St. Croix atau disebut juga White Virgin Island Sheep dikenal sebagai hair sheep (domba berambut), sehingga memiliki daya adaptasi terhadap panas yang baik karena kemudahan dari rambutnya untuk melepaskan panas (Mason, 1980). Menurut Mason (1980) Domba tersebut banyak terdapat di daerah kepulauan Virginia Amerika Serikat (U.S Virgins Islands) maupun kepulauan Virgin milik Inggris (British Virgins Islands). Menurut standar dari breeder domba St. Croix mempunyai berat lahir 6-7 pon (3,5 kg), dewasa jantan bisa mencapai 200 pon (100 kg) sedangkan betina dewasa 150 pon (75 kg) (St. Croix Hair Sheep International Society, 2005), tetapi Thomas (1991) menyatakan bahwa domba St croix mempunyai bobot dewasa untuk jantan 45 kg dan betina 35 kg. Dijelaskan pula bahwa domba St. Croix mempunyai bulu warna putih namun Thomas (1991) menyatakan sebagian ada yang berwarna cokelat kemerahan (tan), coklat, hitam dan putih berbintik coklat atau hitam. Domba ini memiliki laju fertilitas 150-200% meskipun kelahiran dua kali dalam setahun jarang (Thomas, 1991). Domba tersebut juga termasuk domba prolifik dengan jumlah anak sekelahiran 1,44-1,84 dengan bobot lahir 2,6-2,9 kg rataan bobot sapih 12 kg (Fahmy, 1996) standar yang tidak terlalu beda juga diberikan oleh St. Croix Hair Sheep International Society (2005). Umur domba St. Croix mencapai pubertas ditempat asalnya antara 6 sampai 9 bulan tergantung nutrisi dan musim beranak (Wildeus, 1997). 8

Domba St. Croix sering digunakan sebagai tetua dalam persilangan untuk menghasilkan domba yang lebih tahan terhadap penyakit internal (St. Croix Hair Sheep International Society, 2005) seperti dalam pembentukan domba bangsa Katahdin yang juga diseleksi untuk domba prolifik, karkas domba dewasa yang lebih baik dan tahan lingkungan panas (Wildeus, 1997). Sehingga St. Croix digunakan untuk persilangan dengan domba Priangan untuk membentuk bangsa domba yang lebih tahan panas dan bobot yang lebih besar (Nafiu, 2003). Domba Mouton Charollais Domba Mouton Charollais dikembangkan oleh Benoit D azy di daerah Nievre, Perancis pada tahun 1825 merupakan hasil persilangan antara Leicester Longwool dengan domba lokal Landrace. Dinamakan Charollais pada tahun 1963 dan diakui sebagai bangsa pada tahun 1974 (Farid and Fahmy, 1996). Charollais termasuk ternak domba yang besar, domba jantan mempunyai bobot badan 100-150 kg dan betina 75-95 kg, jumlah anak sekelahiran 1,37-1,72 ekor per induk pada paritas pertama tergantung umur induk sedangkan pada induk dewasa rata-rata 1,85 ekor per induk bahkan dalam kondisi manajemen yang baik dapat mencapai 2,23 ekor per induk. Persentase tipe kelahiran yang terjadi pada domba Mouton Charollais adalah 60 % anak lahir kembar, 30% tipe kelahiran tunggal dan 10% tipe kelahiran triplet dan quadruplet dengan bobot umur 70 hari secara berurutan 26,5; 24,9; 22,3 dan 21,2 kg (Farid and Fahmy, 1996). Menurut Charollais Sheep Breeder Society (2005) bobot badan saat dewasa mengungkapkan data yang mirip yaitu bobot dewasa untuk jantan 110-165 kg sedangkan betina 90 kg, jumlah anak sekelahiran domba 1,8-2,0 ekor per induk tergantung paritas. Pada anak tunggal bobot badan anak rata-rata 5 kg per ekor sedangkan untuk tipe kelahiran kembar dua 4 kg per ekor dan kembar tiga 3,5 kg per ekor. Domba Mouton Charollais walaupun termasuk domba pedaging namun domba tersebut mempunyai jumlah anak sekelahiran yang banyak (Prolifik) dan produksi susu yang tinggi sehingga domba tersebut sering dikategorikan tipe dwiguna. Semen dan embrio domba tersebut telah diekspor berbagai negara diantaranya ke Jerman, Swiss, Spanyol, Portugal, Inggris, Canada, China, termasuk Indonesia (Farid and Fahmy, 1996). Menurut Farid dan Fahmy (1996) Charollais 9

sering digunakan dalam program persilangan untuk memperbaiki mutu genetik domba agar dapat menghasilkan bobot standar pasar. Selain itu anak domba hasil persilangan tersebut bisa lebih meningkat dari segi kualitas karkas, perlemakan yang lebih lean dan lebih bernilai berdasarkan potongan komersial (Charollais Sheep Breeder Society, 2005). Dimasukannya gen dari domba Mouton Charollais dengan persilangan performa domba komposit yang dihasilkan akan mempunyai performa yang lebih dibanding domba lokal (Priangan) yaitu meningkatnya daya hidup anak karena meningkatnya produksi susu dan pertumbuhan yang lebih cepat (Inounu et al., 1998). Evaluasi Hasil Persilangan Tujuan utama dari program persilangan yaitu meningkatnya performans produksi dari ternak murni. Menurut Bourdon (1997) keuntungan dari persilangan dapat diperoleh melalui efek heterosis dan efek komplemen (saling melengkapi). Evaluasi efek heterosis biasanya dilakukan oleh banyak peneliti namun dalam program persilangan di daerah tropis yang kebanyakan negara berkembang efek tersebut sulit dan jarang dievaluasi karena tidak diketahuinya performans salah satu tetua pada lingkungan yang sama (karena hanya mengimpor semennya saja) atau jumlah yang sangat terbatas (Wiener, 1994). Menurut Leymaster (2003) evaluasi sederhana dapat dilakukan dengan membandingkan ternak persilangan dengan salah satu tetuanya. Nafiu (2003) melakukan metode perbandingan yang sama yaitu dengan menggunakan konsep keunggulan relatif. Konsep Keunggulan relatif tersebut pada dasarnya merupakan gabungan antara efek komplemen (saling melengkapi) yang disebabkan oleh efek gen aditif dari tiap bangsa dan heterosis yang dapat ditampilkan dalam lingkungan tersebut. Keunggulan relatif tersebut bisa dijadikan acuan keberhasilan persilangan dalam meningkatkan performans ternak lokal. Proses interse mating merupakan upaya untuk memantapkan komposisi genetik ternak hasil persilangan. Proses tersebut merupakan perkawinan antar ternak persilangan tersebut. Komposisi genetik yang lebih seragam biasanya akan menurunkan efek heterosis yang diperoleh ternak persilangan pada generasi pertama karena efek heterosis dihasilkan karena efek gabungan antara efek dominan, over dominance dan epistasis (Noor, 2000., Bourdon, 1997). 10

Heterosis merupakan selisih antara rataan ternak persilangan dibandingkan dengan rataan tetua (Noor, 2000., Bourdon, 1997). Pendugaan nilai tersebut jika performans salah satu tetua tidak diketahui dapat dilakukan berdasarkan konsep penurunan efek heterosis akibat proses interse mating (Wiener, 1994). Penurunan efek heterosis akibat interse mating dengan kombinasi 2 bangsa akan menurunkan efek heterosis sebesar 1/2 efek heterosis sedangkan bila menggunakan 3 bangsa komposit akan menurunkan 1/3 efek heterosis pada generasi selanjutnya (Bourdon, 1997). Metode pendugaan nilai 100% heterosis dapat dilakukan dengan proses penghitungan sederhana berdasarkan penurunan performans ternak persilangan pada generasi selanjutnya yang diasumsikan karena efek heterosis (Wiener, 1994). Metode tersebut bahkan mempunyai kelebihan (daripada hanya membandingkan dengan salah satu tetua) karena biasanya didaerah tropis (termasuk Indonesia) walaupun ternak persilangan meningkat dari segi genetik namun perlakuan manajemen dan kebutuhan pakannya tidak berubah sama dengan ternak lokal sehingga performans ternak tersebut tidak maksimum sesuai kemampuan genetiknya (Wiener, 1994). Evaluasi persilangan domba Priangan dengan St Croix dan Mouton Charollais telah dilakukan dalam beberapa aspek diantaranya Reproduksi, Produksi maupun aspek genetik (Inounu, 2001 dan Nafiu, 2003). Evaluasi dalam proses pertumbuhan juga telah dilakukan namun belum mencakup proses pertumbuhan sampai dewasa atau seumur hidup domba persilangan tersebut. Pertumbuhan Domba Proses pertumbuhan merupakan hal sangat penting dalam tujuan produksi dari ternak pedaging karena dalam proses pertumbuhan termasuk diantaranya proses deposisi lemak dalam otot yang menjadi penting yang sangat berpengaruh secara ekonomis (Owens et al.,1993). Studi dalam proses pertumbuhan ternak menjadi bahan kajian dari berbagai bidang ilmu diantaranya biokimia, fisiologi, endokrinologi, genetika, nutrisi dan manajemen ternak (Owens et al.,1993). Pertumbuhan secara sederhana biasanya didefinisikan sebagai proses penambahan sel. Menurut Owens et al.(1993) pertumbuhan bukan hanya penambahan sel (Hiperplasia) karena pengukuran pertumbuhan berdasarkan bobot jadi pertumbuhan juga terdapat pembesaran sel (Hipertropi) dan integrasi bahanbahan dari lingkungan melalui pakan. Lebih jelas lagi pertumbuhan menurut Brody 11

(1945) adalah suatu sintesis biologis, produksi dari unit biokimia yang mengandung aspek perkembangan substansi basal kehidupan yang meliputi satu atau semua dari tiga proses biologis diantaranya adalah (1) perbanyakan sel (2) perbesaran dan pemanjangan sel dan (3) Integrasinya bahan-bahan yang berasal dari lingkungan. Pertumbuhan mempunyai perbedaan dengan perkembangan, Pertumbuhan didefinisikan secara sederhana oleh Butterfield (1988) sebagai terjadinya perubahan ukuran dalam organisme sebelum mencapai dewasa, sedangkan perkembangan adalah produk hasil perbedaan pertumbuhan dari masing-masing bagian dalam suatu organisme. Perbedaan pertumbuhan di setiap bagian sangat tergantung pada fungsi dari bagian tersebut (Brody, 1945). Menurut Brody (1945) fase pertumbuhan suatu ternak mempunyai dua fase yaitu (1) fase sebelum puber (pre pubertal) (2) fase sesudah puber sampai dewasa (post pubertal). Pada fase self-accelerating phase (percepatan pertumbuhan) yaitu pada saat pre pubertal pertumbuhan mengalami percepatan dalam pertumbuhan berbeda setelah proses pertumbuhan mengalami titik infleksi (biasanya ternak pada saat puber) pertumbuhan mengalami proses self-inhibiting phase (perlambatan pertumbuhan). Titik peralihan dari proses tersebut dinamakan titik infleksi. Titik tersebut mengindikasikan beberapa hal yaitu (1) titik terdapatnya pertumbuhan maksimal dari ternak (2) umur pada saat pubertas (3) titik terendah dalam mortalitas; dan (4) titik tersebut bisa digunakan dalam determinasi geometris dalam perbandingan antar spesies (Brody, 1945). Pernyataan berbeda diungkapkan oleh Pittrof et al., (1999) yang melakukan penelitian pada domba dengan perlakuan pakan yang berbeda memberikan titik yang berbeda antara titik infleksi pertumbuhan dan titik pada saat estrus pertama / pubertas (yang diindikasikan oleh level progesteron dalam darah). Penelitian tersebut mengindikasikan bahwa titik infleksi sangat membingungkan untuk dijadikan indikasi titik terjadinya pubertas karena terlalu banyak faktor yang mempengaruhi (Pittrof et al., 1999) Domba Priangan dilaporkan oleh Merkens dan Soemirat (1926) mempunyai bobot lahir yang relatif rendah yaitu 2 kg, dan secara biologis memiliki laju pertumbuhan yang lambat dan berjalan dalam waktu yang relatif lama dibandingkan domba Eropa. Domba Priangan masih menunjukkan adanya pertumbuhan sampai 12

ternak mencapai 2 tahun sedangkan domba Eropa hanya sampai 18 bulan. Upaya perbaikan genetik pun perlu dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan pada ternak lokal tersebut termasuk dengan cara persilangan dengan tetap menjaga keberadaan domba tersebut. Evaluasi Sifat Pertumbuhan Proses Pertumbuhan seekor ternak dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik yang mempengaruhi proses pertumbuhan pada seekor ternak terdiri dari gen aditif dan non aditif (Arango dan Van Vleck, 2002). Kombinasi genetik tersebut berinteraksi dengan keadaan lingkungan seperti iklim, nutrisi dan manajemen. Faktor intrinsik ternak tersebut juga berpengaruh seperti jenis kelamin, umur dan status fisiologis selain itu faktor ekstrinsik seperti faktor induk dan faktor acak dari lingkungan lainnya juga berpengaruh terhadap ekspresi fenotipik dari pertumbuhan (Arango dan Van Vleck, 2002). Metode evaluasi sifat pertumbuhan lebih lanjut menurut Fitzhugh (1976) berdasarkan keadaan data dibagi menjadi 3 tipe dasar yaitu: tipe static, Cross- Sectional dan Longitudinal. Evaluasi metode static merupakan metode yang paling sering digunakan untuk evaluasi sifat pertumbuhan oleh peneliti peternakan. Metode tersebut merupakan metode membandingkan sifat pertumbuhan dengan menggunakan data tunggal dalam satu waktu yang sama pada semua ternak seperti bobot lahir, sapih, bobot 1 tahun maupun bobot kawin (Fitzhugh, 1976). Metode tersebut sering digunakan karena kemudahan dalam evaluasi, namun metode tersebut hanya sedikit menggambarkan pola pertumbuhan maupun perkembangan dari ternak. Metode Cross-Sectional merupakan metode evaluasi pertumbuhan dengan menggunakan data tunggal yang berbeda-beda umurnya dari individu yang berbeda dalam suatu populasi. Metode tersebut digunakan untuk evaluasi pola pertumbuhan dari suatu populasi. Kualitas hasil dari metode tersebut sangat tergantung pada sampel yang digunakan dalam merepresentasikan keadaan dari populasi tersebut (Fitzhugh, 1976). Metode data longitudinal merupakan metode evaluasi proses pertumbuhan terhadap data bobot badan yang tersedia dari setiap individu pada berbagai umur serta informasi lain yang dibutuhkan. Data tersebut bisa digunakan secara akurat untuk mengevaluasi proses pertumbuhan baik dalam tingkat individu maupun 13

populasi secara lebih akurat. Penggunaan model matematik dari kurva pertumbuhan menjadi pilihan yang menarik dalam evaluasi proses pertumbuhan berdasarkan data longitudinal untuk membuat lebih sederhana untuk mengevaluasi proses pertumbuhan individu maupun populasi ternak yang sangat kompleks (Fitzhugh, 1976). Metode campuran Cross-Sectional (mixed cross sectional) merupakan metode analisis pertumbuhan yang berasal dari data ternak yang tidak diketahui umur atau keadaan ternak (Fitzhugh, 1976). Penggunaan metode tersebut karena sangat sulitnya memperoleh informasi umur/keadaan ternak seperti dalam studi hewan liar atau studi karkas pada ternak komersial (Fitzhugh, 1976). Metode tersebut kurang lebih baik bahkan dibandingkan metode data Static dan Cros-Sectional. Metode campuran longitudinal (Mixed longitudinal) merupakan metode evaluasi pertumbuhan terhadap data pada suatu populasi ternak yang tidak semua data ternak tersedia pada setiap umur (Fitzhugh, 1976). Metode tersebut merupakan metode yang terbaik dalam evaluasi pertumbuhan terhadap pencatatan performans ternak yang tidak lengkap (Fitzhugh, 1976). Kurva Pertumbuhan Non Linear Kurva Pertumbuhan merupakan pencerminan kemampuan suatu individu atau populasi untuk mengaktualisasikan diri sekaligus sebagai ukuran akan berkembangnya bagian-bagian tubuh sampai mencapai ukuran maksimal (dewasa) pada kondisi lingkungan yang ada (Fitzhugh, 1976). Lingkungan tersebut bisa berupa level produksi individu, kuantitas dan kualitas pakan, lokasi dan lingkungan secara umum (Fitzhugh, 1976). Tujuan utama dalam pembuatan model kurva pertumbuhan ada dua macam yaitu tujuan untuk deskripsi dan prediksi. Tujuan deskripsi merupakan upaya untuk bisa mempermudah interpretasi dari proses pertumbuhan dari ternak menjadi hanya beberapa parameter, sedangkan tujuan prediksi lebih fokus bagaimana metode untuk memprediksi dari beberapa parameter diantaranya rataan pertumbuhan, kebutuhan pakan, respon terhadap seleksi dan banyak parameter lainnya (Fitzhugh, 1976). Beberapa alasan dalam membandingkan metode dan model kurva pertumbuhan diantaranya adanya interpretasi biologis dari parameter kurva pertumbuhan dan pengaruh dari genetik dan lingkungan terhadap parameter kurva 14

pertumbuhan yang menjadikan perbedaan dalam keakuratan dan estimasi dari parameter kurva pertumbuhan untuk tiap spesies bangsa dan lingkungan (Fitzhugh, 1976). Beberapa parameter yang sering menjadi kajian menarik yaitu bobot dewasa, rataan pertumbuhan dan ratan kecepatan menuju dewasa. Perbandingan metode dan model pertumbuhan juga dilakukan berdasarkan tingkat keakuratan dan kemudahan dalam proses penghitungan parameter dari kurva pertumbuhan (Fitzhugh, 1976). Kurva Pertumbuhan memiliki model yang bermacam diantaranya yang paling sederhana yaitu kurva regresi linear. Model tersebut mempunyai kelemahan yaitu adanya salah penafsiran seolah-olah pertumbuhan domba linear dan positif, model tersebut tidak mengenal laju pertumbuhan yang akan mulai berkurang setelah mengalami titik infleksi yang biasanya terdapat pada waktu pubertas (Brody, 1945). Kurva non linear kemudian diajukan sebagai model matematik yang menjelaskan hubungan pertumbuhan dengan waktu untuk mengatasi permasalahan fenomena biologis yang mempunyai norma-norma tersendiri. Penggunaan model polinomial menjadi alternatif pertama namun parameter dari model polinomial walaupun secara statistik baik bahkan lebih untuk jangka pendek namun parameter dari model tersebut tidak mempunyai interpretasi biologis tertentu (Fitzhugh, 1976). Model yang dibuat oleh peneliti kemudian mulai mempertimbangkan aspek fungsi fisiologis dan metabolis. Diantara model kurva model non linear tersebut yang paling sering digunakan dalam studi pertumbuhan ternak diantaranya model Brody, Logistik, Gompertz, Von Bertalanffy, Richards (Brown et al., 1976). Kurva Pertumbuhan tersebut mempunyai kelebihan selain secara statistik mampu menduga bobot data lapangan secara akurat parameter dari kurva pertumbuhan tersebut juga mempunyai arti biologis yang penting dalam menilai efisiensi ternak pedaging (Fitzhugh, 1976). Model Logistik, Gompertz dan Von Bertalanffy merupakan model yang mempunyai tiga parameter (A, B/M dan k) yang sering digunakan dalam studi pertumbuhan ternak karena model tersebut relatif lebih mudah dalam proses penghitungan dibandingkan model lainnya terutama Richards tetapi mempunyai kemampuan yang baik dalam penjelasan data lapangan dengan akurat dan mempunyai kemampuan dalam menjelaskan waktu yang penting dari ternak (titik 15

infleksi) yang lebih baik daripada model lainnya terutama Brody (Brown et al., 1976). Model Logistik Kurva Pertumbuhan model Logistik yang digunakan oleh Brown et al. (1976) untuk membandingkan lima model kurva pertumbuhan non linear adalah menggunakan model yang telah dimodifikasi oleh Nelder (1961) dari model logistik secara umum. Model tersebut menggunakan parameter mirip seperti model Richards yang mempunyai empat parameter (A, B, k dan M) sebagai fungsi penentu titik infleksi serta membuat tetap parameter b (konstanta integral) yaitu 1 (Brown et al., 1976). Hassen et al. (2004) melakukan penelitian membandingkan antara kurva non linear model Brody, Von Bertalanffy, Logistik dan Gomez untuk membandingkan hubungan bobot badan dan waktu pada anak dan dara sapi Angus. Hasilnya untuk perbandingan antar kurva pertumbuhan dalam individu ternak hanya model logistik merupakan sartu-satunya model yang mencapai konvergen pada 98% dari individu yang diteliti. Mazzini et al. (2003) pada sapi Hereford menyimpulkan bahwa model Logistik merupakan model yang paling mudah dalam proses mencapai konvergen. Laporan tersebut didasari pada persentase konvergen yang mencapai 100% lebih baik dibandingkan model Gompertz, Von Bertalanffy, Brody dan Richards. McManus et al. (2003) membandingkan tingkat keakuratan dari kurva pertumbuhan model Brody, Richards dan Logistik untuk menjelaskan hubungan bobot badan terkoreksi dan waktu pada domba Bergamasca dalam manajemen semi ekstensif di Brasil yang merekomendasikan kurva model logistik sebagai model terbaik berdasarkan koefisien determinasi tertinggi untuk menjelaskan hubungan bobot badan dan waktu pada domba Bergamasca di daerah Brasillia. Model logistik juga digunakan juga oleh Camdeviren dan Tasdelen (2002) untuk menjelaskan pola pertumbuhan dari puyuh yang telah terseleksi. Model logistik dapat dengan baik menjelaskan pola pertumbuhan puyuh yang dibuktikan dengan nilai jumlah kuadrat sisa yang kecil serta koefisien determinasi yang tinggi. 16