Semakin besar persentase CCR yang dihasilkan, maka tingkat akurasi yang dihasilkan semakin tinggi (Hair et. al., 1995).

dokumen-dokumen yang mirip
Angka harapan hidup (jumlah rata-rata tahun. Jumlah infrastruktur kesehatan per Persentase jumlah desa di suatu kabupaten

Analisis Pengelompokan dengan Metode K-Rataan

dianalisis dengan menggunakan

Klasifikasi Kecamatan Berdasarkan Nilai Akhir SMA/MA di Kabupaten Aceh Selatan Menggunakan Analisis Diskriminan

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS DISKRIMINAN FISHER POPULASI GANDA UNTUK KLASIFIKASI NASABAH KREDIT

JURNAL MATEMATIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2016 VOLUME 2, NO. 1. ISSN

menjadi empat kategori sedangkan peubah SDM, kelembagaan keuangan, dan karakteristik daerah terbagi menjadi tiga kategori.

Analisis Diskriminan untuk Mengetahui Faktor yang Mempengaruhi Pilihan Program Studi Matematika di FMIPA dan FKIP Universitas Sriwijaya

PENGGEROMBOLAN DAERAH TERTINGGAL DI INDONESIA DENGAN FUZZY K-RATAAN (Clustering Backward Region in Indonesia Using Fuzzy C-Means Cluster)

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan hipotesis nolnya adalah antar peubah saling bebas. Statistik ujinya dihitung dengan persamaan berikut:

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Gerombol

Penerapan Garis Berat Segitiga Centroid untuk Menentukan Kelompok pada Analisis Diskriminan

ANALISIS KORELASI KANONIK PERILAKU BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SMP (STUDI KASUS SISWA SMPN I SUKASARI PURWAKARTA)

(α = 0.01). Jika D i > , maka x i atau pengamatan ke-i dianggap pencilan (i = 1, 2,..., 100). HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data

Teknik Reduksi Dimensi Menggunakan Komponen Utama Data Partisi Pada Pengklasifikasian Data Berdimensi Tinggi dengan Ukuran Sampel Kecil

Pemetaan Status Gizi Balita Terhadap Kecamatan-Kecamatan Di Kabupaten Trenggalek Dengan Metode Analisis Korespondensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konsep-konsep dasar pada QUEST dan CHAID, algoritma QUEST, algoritma

MULTIVARIATE ADAPTIVE REGRESSION SPLINES (MARS) UNTUK KLASIFIKASI STATUS KERJA DI KABUPATEN DEMAK Kishartini 1, Diah Safitri 2, Dwi Ispriyanti 3

BAB III METODE PENELITIAN. September). Data yang dikumpulkan berupa data jasa pelayanan pelabuhan, yaitu

Analisis Diskriminan

PROSIDING ISSN: M-14 ANALISIS K-MEANS CLUSTER UNTUK PENGELOMPOKAN KABUPATEN /KOTA DI JAWABARAT BERDASARKAN INDIKATOR MASYARAKAT

III. METODE PENELITIAN

PENERAPAN REGRESI LINIER MULTIVARIAT PADA DISTRIBUSI UJIAN NASIONAL 2014 (Pada Studi Kasus Nilai Ujian Nasional 2014 SMP Negeri 1 Sayung)

PENERAPAN DISKRIMINAN KANONIK PADA KOMPONEN KIMIA AKTIF TANAMAN OBAT HERBAL (TEMULAWAK, BANGLE, KUNYIT) 1 ABSTRAK

ANALISIS KOMPONEN UTAMA PADA PENERAPAN APLIKASI PEMBELAJARAN METODE GLENN DOMAN

Analisis Klaster untuk Pengelompokan Kemiskinan di Jawa Barat Berdasarkan Indeks Kemiskinan 2016

6 Departemen Statistika FMIPA IPB

PENGELOMPOKAN PROVINSI DI INDONESIA BERDASARKAN PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT KUALITAS FISIK AIR MINUM DENGAN MENGGUNAKAN K-MEANS CLUSTER

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERBANDINGAN KINERJA BEBERAPA METODE KLASIFIKASI HASIL REDUKSI DATA BERDIMENSI TINGGI

SILABUS PERKULIAHAN METODE STATISTIKA MULTIVARIAT 3 SKS KODE :

Model Regresi Multivariat untuk Menentukan Tingkat Kesejahteraan Kabupaten dan Kota di Jawa Timur

JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 2, April 2013, Halaman Online di:

Dhiani Tresna Absari,ST. Dosen Jurusan Teknik Informatika Universitas Surabaya

S 10 Studi Simulasi Tentang Penerapan Grafik Pengendali Berdasarkan Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis)

PENERAPAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA DALAM PENENTUAN FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI PRESTASI BELAJAR SISWA (Studi Kasus : SMAN 1 MEDAN)

PENERAPAN ANALISIS FAKTOR DAN ANALISIS DISKRIMINAN UNTUK MENENTUKAN KUALITAS PRODUK SUSU BALITA DENGAN GRAFIK KENDALI Z-MR

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III ANALISIS KORELASI KANONIK ROBUST DENGAN METODE MINIMUM COVARIANCE DETERMINAN

Analisis Biplot untuk Pemetaan Posisi dan Karakteristik Usaha Pariwisata di Provinsi Bali

Simulasi Radius Jarak Pengaruhnya terhadap Kebaikan Model Regresi Logistik Spasial 1. Abstrak

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 4. No. 2, 71-81, Agustus 2001, ISSN :

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENJURUSAN SISWA MELALUI ANALISIS DISKRIMINAN. Nerli Khairani Lia Anggriani Siregar. Abstrak

ANALISIS BIPLOT UNTUK PEMETAAN KARAKTERISTIK KEMISKINAN PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR. Gangga Anuraga ABSTRAK

Perbandingan Analisis Diskriminan dan Analisis Regresi Logistik Ordinal dalam Prediksi Klasifikasi Kondisi Kesehatan Bank

APLIKASI ANALISIS DISKRIMINAN UNTUK MENENTUKAN FUNGSI PENGELOMPOKAN PADA PROGRAM PEMBAGIAN KARTU KELUARGA SEJAHTERA (KKS)

Aplikasi Multidimensional Scaling Untuk Peningkatan Pelayanan Proses Belajar Mengajar (PBM).

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjungpinang Timur,

PENDUGA PENCILAN BOGOR 2013

METODOLOGI HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL. yang berlebihan. kotak garis (box-plot) yaitu, Bersubsidi. untuk KPR Bersubsidi. 2. Membangun. analisis. keseluruhan

ANALISIS FAKTOR TERHADAP DATA PENGGUNAAN WEB PERSONAL DOSEN ITS DAN PERBANDINGAN TERHADAP PENCAPAIAN IPK DAN LAMA STUDI MAHASISWA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Others Institution Credit Job Code

BAB III LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. i dari yang terkecil ke yang terbesar. Tebaran titik-titik yang membentuk garis lurus menunjukkan kesesuaian pola

IDENTIFIKASI FAKTOR PENDORONG PERNIKAHAN DINI DENGAN METODE ANALISIS FAKTOR

PEMODELAN DAN PENGKLASIFIKASIAN KABUPATEN TERTINGGAL DI INDONESIA DENGAN PENDEKATAN MULTIVARIATE ADAPTIVE REGRESSION SPLINES (MARS) Abstrak

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Korelasi Kanonik

Tabel 6 Daftar peubah karakteristik

CAPAIAN PEMBELAJARAN (Learning outcome) : Mampu menganalisis data dengan metode statistika yang sesuai

BAB III REGRESI LOGISTIK BINER DAN CLASSIFICATION AND REGRESSION TREES (CART) Odds Ratio

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. Analisis regresi merupakan bentuk analisis hubungan antara variabel prediktor

BAB III METODE PENELITIAN

Analisis Cluster Average Linkage Berdasarkan Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis data menggunakan software SPSS 11.5 for windows, Microsoft Excel, dan SAS 9.1. Profil Responden

MODEL-MODEL LEBIH RUMIT

III. METODOLOGI PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 8 Bandar

MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

HASIL DAN PEMBAHASAN

x 1 x 3 x 4 y 1 x 5 x 6 x 7 x 8 BAHAN DAN METODE δ 1 λ 41 ξ 1 δ 4 λ 51 γ 21 δ 6 λ 61 ε 1 δ 3 η 1 γ 31 δ 7 λ 71 ξ 2 λ 81 ξ 3 λ 31 δ 5

BAB III METODE PENELITIAN

PENANGANAN MULTIKOLINEARITAS (KEKOLINEARAN GANDA) DENGAN ANALISIS REGRESI KOMPONEN UTAMA. Tatik Widiharih Jurusan Matematika FMIPA UNDIP

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penentuan jumlah sampel minimum yang harus diambil. Tabel 4.1 Data Hasil Survei Pendahuluan. Jumlah Kepala Keluarga (Xi)

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kuda yang Diamati Berdasarkan Lokasi dan Jenis Kelamin

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Uji Hipotesis

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Statistik skor mahasiswa UAS TPB IPB mata kuliah Fisika

Kelas Eksperimen : O X O

VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI

AL-ADZKA, Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Volume II, Nomor 02 Juli 2012

BAB III METODE PENELITIAN

PEMODELAN KINERJA LEMBAGA PERANGKAT DAERAH

ANALISIS MULTIVARIAT PADA DATA INDEKS GEOMAGNET GLOBAL

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen karena peneliti

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode

BAB 4 HASIL PENELITIAN

PEMODELAN KETERTINGGALAN DAERAH DI INDONESIA MENGGUNAKAN ANALISIS DISKRIMINAN

III. METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri

Penggunaan Analisis Faktor (Factor Analysis) dengan Aplikasi Program SPSS 11.5

3.3 Pengumpulan Data Primer

ANALISIS DISKRIMINAN PADA KLASIFIKASI DESA DI KABUPATEN TABANAN MENGGUNAKAN METODE K-FOLD CROSS VALIDATION

Transkripsi:

3 fungsi diskriminan cukup untuk memisahkan k buah kelompok. Karena fungsi-fungsi diskriminan tidak saling berkorelasi, maka komponen aditif dari V masing-masing didekati dengan khi-kuadrat dengan V j = n-1- p+k 2 ln 1+λ j dengan : V j : statistik V-Bartlett untuk fungsi diskriminan ke-j Pengujian secara berturut-turut dilakukan dengan mengurangi kumulatif V 1, V 2,..., dari V. Berikut ringkasan statistik uji V-Bartlett : Tabel 1. Statistik V-Bartlett Jumlah Fungsi Statistik Uji db Satu Fungsi V p(k-1) Dua Fungsi V-V 1 (p-1)(k-2) Tiga Fungsi V-V 1 -V 2 (p-2)(k-3) dst Dst dst Analisis Diskriminan Bertatar Analisis diskriminan bertatar dilakukan dengan melibatkan peubah bebas satu persatu ke dalam model, dimulai dari peubah bebas yang paling dapat mendiskriminasi kelompok dengan baik, kemudian peubah bebas berikutnya yang bila dikombinasikan dengan peubah bebas awal dapat meningkatkan kemampuan diskriminasi model. Prosedur ini berlanjut sampai seluruh peubah bebas telah dipertimbangkan kombinasinya dengan kriteria perbaikan kemampuan diskriminasi model. Ada kemungkinan pada tahapan berikutnya, sebuah peubah bebas yang telah dimasukkan ke dalam model pada tahapan sebelumnya menjadi peubah yang harus dikeluarkan pada tahapan ini. (Hair et. al., 1995). Tingkat Akurasi Fungsi Untuk mengukur akurasi fungsi melalui ketepatan prediksi anggota kelompok ke dalam kelompok awalnya digunakan Correct Classification Rate (CCR). CCR merupakan persentase kebenaran (kesesuaian) nilai amatan dan dugaannya. CCR = jumlah klasifikasi benar x 100% jumlah amatan Semakin besar persentase CCR yang dihasilkan, maka tingkat akurasi yang dihasilkan semakin tinggi (Hair et. al., 1995). BAHAN DAN METODE Bahan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dari 208 kabupaten yang bersumber dari Kementrian Negara Pembangunan Daerah (KNPDT) tahun 2008. Data terdiri dari satu peubah respon dengan 33 peubah penjelas yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu SPSS 13.0 for Windows, Minitab Release 14, dan Microsoft Office Excel 2007. Metode Metode penelitian ini yaitu : 1. Deskripsi peubah respon 2. Penyusunan fungsi diskriminan dengan menggunakan 80% amatan (166 kabupaten) yang diambil secara acak dan proporsional pada setiap kelompok status ketertinggalan. Pada tahapan ini dibentuk dua model yaitu : a. Model 1. Menggunakan seluruh peubah penjelas untuk membentuk fungsi diskriminan. b. Model 2. Melakukan analisis diskriminan bertatar dan menggunakan peubah terpilih sebagai dasar pembentukkan fungsi diskriminan. 3. Validasi model dilakukan dengan menggunakan 42 kabupaten yang tidak dipergunakan pada langkah kedua untuk menguji tingkat keberhasilan penempatan amatan ke dalam kelompok tertentu. Tingkat keakuratan pendugaan model dapat dilihat dari jumlah pengamatan yang telah berhasil diklasifikasikan kedalam kelompok yang sebenarnya. 4. Memilih model yang terbaik dari langkah kedua berdasarkan ketepatan klasifikasinya. HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Data Berdasarkan data KNPDT tahun 2008 terdapat 208 kabupaten yang berstatus daerah tertinggal. KNPDT menentukan 4 kategori daerah tertinggal berdasarkan 6 kriteria utama yaitu 1) ekonomi, 2) sumber daya manusia, 3)

Data 4 infrastruktur, 4) keuangan daerah, 5) aksesibilitas dan 6) karakteristik daerah. Setiap kriteria memiliki indikator-indikator yang relevan untuk menggambarkan kriteria tersebut. Dari 208 kabupaten, 11 kabupaten (5.29%) dikategorikan sebagai daerah dengan status ketertinggalan yang sangat parah, 48 kabupaten (23.08%) termasuk dalam kategori daerah sangat tertinggal, 60 kabupaten (28.85%) termasuk dalam kategori daerah tertinggal, dan 89 kabupaten (42.79%) termasuk dalam kategori daerah agak tertinggal (Tabel 2). Berdasarkan Gambar 1 dan Tabel 2, indeks ketertinggalan daerah tertinggal berkisar antara 0.0059-3.1650. Kedua indeks tersebut dimiliki oleh kabupaten di luar Pulau Jawa. Sebanyak 91.83% daerah tertinggal yang setara dengan 191 kabupaten berlokasi di luar Pulau Jawa, dengan rincian sebanyak 35.58%, 27.88%, 23.08% dan 5.29% masingmasing tergolong sebagai daerah agak 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 Boxplot of Agak Terting,, Sangat Terti, S Agak Sangat Sangat Parah Gambar 1. Boxplot Status Ketertinggalan Daerah tertinggal, tertinggal, sangat tertinggal dan tertinggal sangat parah. Daerah di Pulau Jawa hanya ada dalam golongan status daerah agak tertinggal (15 kabupaten) dan tertinggal (2 kabupaten). Oleh karena itu, pembangunan harus lebih diutamakan untuk daerah di luar Pulau Jawa agar kesenjangan yang ada dapat diminimalisir. Keragaman dalam setiap kelompok status ketertinggalan daerah mengindikasikan perlu ada upaya yang berbeda agar kondisi daerah dalam satu kelompok menjadi lebih homogen. Dengan demikian alokasi anggaran pembangunan daerah di dalam setiap kelompok harus disesuaikan dengan indeks ketertinggalan daerahnya, khususnya untuk daerah tertinggal sangat parah. Analisis Diskriminan Penyusunan dua model fungsi diskriminan dilakukan untuk memilih model yang paling baik dan sederhana dalam mengklasifikasikan status ketertinggalan suatu kabupaten. Model 1 (Menggunakan seluruh peubah) Hasil analisis diskriminan pada model 1 yang menggunakan 33 peubah penjelas menghasilkan 3 fungsi diskriminan. Koefisien-koefisien 3 fungsi diskriminan yang terbentuk dapat dilihat pada Lampiran 2. Akar ciri dan statistik uji V- Bartlett pada ketiga fungsi diskriminan yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2. Deskripsi Indeks Ketertinggalan Daerah Status Kabupaten Agak Sangat Sangat Parah Frekuensi Frekuensi Indeks Daerah (%) (%) Minimun Maksimum Rataan Simpangan Baku Jawa 15 89 (7.21) 0.0128 0.4873 0.1820 0.1272 (42.79) Luar Jawa 74 (35.58) 0.0059 0.4957 0.2411 0.1392 Jawa 2 60 (0.96) 0.5167 0.5918 0.5542 0.0531 (28.85) Luar Jawa 58 (27.88) 0.5093 0.9943 0.7410 0.1413 Jawa 0 48 (0.00) - - - - (23.08) Luar Jawa 48 (23.08) 1.0015 1.9625 1.3452 0.2695 Jawa 0 - - - - 11 (0.00) (5.29) 11 Luar Jawa 2.0822 3.1650 2.5355 0.4102 (5.29)

5 Akar ciri pertama, kedua dan ketiga menerangkan keragaman data masingmasing sebesar 93.25%, 4.90%, dan 1.85%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar keragaman antar kelompok terletak pada fungsi diskriminan pertama. Tabel 3. Akar Ciri Fungsi Diskriminan dan Statistik Uji V-Bartlett model 1 Akar Keragaman Ciri Proporsi Kumulatif Statistik uji db 15.6773 93.25 93.25 464.9687 99 0.8242 4.90 98.15 82.02108 64 0.3104 1.85 100.00 16.26366 31 Hipotesis nol yang menyatakan bahwa fungsi diskriminan pertama tidak diperlukan untuk membedakan keragaman antar kelompok status ketertinggalan daerah ditolak pada taraf α=0.05, demikian juga dengan yang menyatakan bahwa fungsi diskriminan kedua tidak diperlukan untuk membedakan keragaman antar kelompok status ketertinggalan daerah. Hipotesis nol dalam pengujian fungsi diskriminan ketiga diterima pada taraf α=0.05, artinya fungsi diskriminan ketiga kurang mampu untuk membedakan keragaman antar kelompok status ketertinggalan daerah. Sehingga dari tiga fungsi yang dihasilkan hanya dua fungsi yang akan digunakan untuk mengklasifikasikan amatan. Dua fungsi yang digunakan dapat menjelaskan 98.15% keragaman antar kelompok. Model 2 (Menggunakan analisis diskriminan bertatar) Penyusunan model kedua dilakukan dengan melakukan analisis diskriminan bertatar untuk melihat peubah penjelas mana yang paling dapat mendiskriminasi kelompok dengan baik. Hasil analisis diskriminan bertatar menunjukkan dari 26 langkah terdapat 16 peubah yang terpilih untuk dimasukkan ke dalam model. Peubah- peubah tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Peubah pertama yang masuk ke dalam model adalah X 35 (persentase rumah tangga pengguna listrik). Akan tetapi pada langkah ke 10 peubah tersebut dikeluarkan dari model, artinya peubah tersebut masih belum dapat mendiskriminasi kelompok dengan baik. Pada langkah selanjutnya peubah X 12 masuk ke dalam model, artinya indeks kemiskinan paling menentukan status ketertinggalan suatu daerah. Tabel 4. Hasil Analisis Diskriminan Bertatar Langkah Peubah Masuk Keluar 1 X 35 2 X 12 3 X 39 4 X 41 5 X 64 6 X 25 7 X 11 8 X 28 9 X 62 10 X 35 11 X 211 12 X 31 13 X 39 14 X 63 15 X 51 16 X 39 17 X 21 18 X 65 19 X 66 20 X 33 21 X 39 22 X 213 23 X 28 24 X 23 25 X 62 26 X 61 Peubah selanjutnya yang masuk ke dalam model adalah X 25 angka harapan hidup. Peubah-peubah berikutnya yang masuk dalam model adalah peubah yang dapat menambah kemampuan fungsi dalam mendiskriminasi kelompok yang ada. Peubah X 39 (jumlah desa yang mempunyai pasar tanpa bangunan permanen), X 28 (rata-rata jarak pelayanan prasarana kesehatan) dan X 62 (persentase jumlah desa yang rawan tanah longsor) yang masuk pada langkah ke 3, 8 dan 9 kemudian dikeluarkan kembali pada langkah ke 13, 23 dan 25, artinya ketiga peubah ini masih belum dapat meningkatkan kemampuan model untuk mendiskriminasi kelompok. Hingga langkah ke-26 peubah terakhir yang akan digunakan untuk membentuk fungsi diskriminan yaitu X 61 (persentase jumlah desa yang rawan gempa bumi). Hasil analisis diskriminan bertatar ini sesuai dengan pembobotan yang telah dilakukan oleh KNPDT sebelumnya. Kriteria keuangan daerah (celah fiskal)

6 dan kriteria ekonomi yang terdiri dari indikator persentase kemiskinan dan indeks kemiskinan yang memiliki bobot terbesar menjadi salah satu peubah yang berperan dalam penyusunan fungsi diskriminan. Sebanyak 16 peubah terpilih dalam analisis diskriminan bertatar digunakan sebagai dasar pembentukan fungsi diskriminan untuk model kedua. Hasil analisis diskriminan pada model 2 menghasilkan 3 fungsi diskriminan. Koefisien-koefisien 3 fungsi diskriminan yang terbentuk dapat dilihat pada Lampiran 3. Akar ciri dan statistik uji V-Bartlett dari ketiga fungsi diskriminan yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel 5. Akar ciri pertama, kedua dan ketiga menerangkan keragaman data masingmasing sebesar 94.87%, 4.25%, dan 0.88%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar keragaman antar kelompok terletak pada fungsi pertama. Tabel 5. Akar Ciri Fungsi Diskriminan dan Statistik Uji V-Bartlett model 2. Akar Keragaman Ciri Proporsi Kumulatif Statistik uji db 12.6532 94.87 94.87 491.9464 48 0.5665 4.25 99.12 86.7799 30 0.1174 0.88 100.00 17.2073 14 Statistik uji V-Bartlett pada taraf α=0.05 menunjukkan bahwa hipotesis nol yang menyatakan bahwa fungsi diskriminan pertama tidak diperlukan untuk membedakan keragaman antar kelompok status ketertinggalan daerah ditolak, demikian juga dengan yang menyatakan bahwa fungsi diskriminan kedua tidak diperlukan untuk membedakan keragaman antar kelompok status ketertinggalan daerah. Hal ini berarti kedua fungsi diskriminan yang terbentuk dapat digunakan untuk menerangkan keragaman antar kelompok. Hipotesis nol dalam pengujian fungsi diskriminan ketiga diterima pada taraf α=0.05, artinya fungsi diskriminan ketiga kurang mampu untuk membedakan keragaman antar kelompok status ketertinggalan daerah. Sehingga dari tiga fungsi yang dihasilkan hanya dua fungsi yang akan digunakan untuk mengklasifikasikan amatan. Dua fungsi yang digunakan dapat menjelaskan 99.12% keragaman antar kelompok. Ketepatan Klasifikasi Dari model yang terbentuk, dengan menggunakan Correct Classification Rate (CCR), dilakukan evaluasi terhadap pengelompokan 80% data (166 kabupaten) terhadap model tersebut. Model 1 Dari 166 kabupaten, 97.0 % amatan (161 kabupaten) dapat diklasifikasikan dengan tepat sesuai dengan status ketertinggalan awalnya. Sisanya 3.0 % amatan (5 kabupaten) salah diklasifikasikan. Kesalahan klasifikasi terbesar terdapat pada kelompok daerah sangat tertinggal, yaitu sebesar 5.3 % amatan (2 dari 38 kabupaten) salah diklasifikasikan. Hasil klasifikasi dapat dilihat pada tabel 6. Model 2 Dari 166 kabupaten, 94.0 % amatan (156 kabupaten) dapat diklasifikasikan dengan tepat sesuai dengan status ketertinggalan awalnya. Sisanya 6.0 % amatan (10 kabupaten) salah diklasifikasikan. Kesalahan klasifikasi terbesar terdapat pada kelompok daerah sangat tertinggal, yaitu sebesar 8.5 % amatan (6 dari 71 kabupaten) salah diklasifikasikan. Hasil klasifikasi dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 6. Hasil Klasifikasi Daerah Model 1 1 Agak tertinggal 69 2 0 0 71 97.2 2 1 47 0 0 48 97.9 3 Sangat 0 2 36 0 38 94.7 4 Sangat Parah 0 0 0 9 9 100.0 Total 70 51 36 9 166 97.0

7 Tabel 7. Hasil Klasifikasi Daerah Model 2 1 Agak tertinggal 65 6 0 0 71 91.5 2 2 46 0 0 48 95.8 3 Sangat 0 2 36 0 38 94.7 4 Sangat Parah 0 0 0 9 9 100.0 Total 67 54 36 9 166 94.0 Validasi Model Untuk melihat kemampuan fungsi diskriminan yang dibentuk dalam mengklasifikasikan suatu amatan ke dalam kelompok yang tepat dapat dilihat dari tingkat keberhasilan fungsi diskriminan tersebut dalam mengklasifikasikan amatan. Evaluasi terhadap pengelompokan yang didapatkan dengan menggunakan fungsi diskriminan dilakukan dengan menggunakan Correct Classification Rate (CCR). Model 1 Berdasarkan fungsi diskriminan yang terbentuk diketahui bahwa dari 42 kabupaten yang digunakan sebagai gugus data uji, sebanyak 34 kabupaten (81.0% amatan) berhasil diklasifikasikan dengan tepat, yaitu sesuai dengan status ketertinggalan awalnya. Sisanya, sebanyak 8 kabupaten (19.0% amatan) salah diklasifikasikan. Hasil validasi untuk model 1 dapat dilihat pada Tabel 6. Dari hasil klasifikasi tersebut dapat diketahui bahwa kategori dengan tingkat kesalahan klasifikasi terkecil yaitu kategori daerah agak tertinggal, sebanyak 16 dari 18 kabupaten yang memiliki status agak tertinggal dapat dikelompokkan dengan tepat. Hasil pengelompokan tersebut juga menunjukkan bahwa kelompok dengan status daerah tertinggal sangat parah adalah kelompok yang mengalami paling banyak kesalahan klasifikasi. Tingkat kesalahan klasifikasi pada kelompok daerah tertinggal sangat parah yaitu 50% (1 dari 2 amatan salah diklasifikasikan). Hal ini juga dapat disebabkan oleh sedikitnya amatan yang ada pada kelompok status daerah tertinggal sangat parah. Model 2 Dari hasil validasi pada Tabel 7 dapat diketahui bahwa kategori dengan tingkat kesalahan klasifikasi terkecil adalah kategori daerah agak tertinggal karena seluruh amatan dikelompokkan dengan tepat. Hasil pengelompokan tersebut juga menunjukkan bahwa kelompok dengan status daerah tertinggal sangat parah adalah kelompok yang mengalami paling banyak kesalahan klasifikasi. Tingkat kesalahan klasifikasi pada kelompok daerah tertinggal sangat parah yaitu 50.0% (1 dari 2 amatan salah diklasifikasikan). Tabel 8. Hasil Validasi Model 1 1 Agak tertinggal 16 2 0 0 18 88.9 2 1 10 1 0 12 83.3 3 Sangat 0 3 7 0 10 70.0 4 Sangat Parah 0 0 1 1 2 50.0 Total 17 15 8 1 42 81.0 Tabel 9. Hasil Validasi Model 2 1 Agak tertinggal 18 0 0 0 18 100.0 2 2 9 1 0 12 75.0 3 Sangat 0 1 9 0 10 90.0 4 Sangat Parah 0 0 1 1 2 50.0 Total 20 10 11 1 42 88.1

8 Berdasarkan fungsi diskriminan yang terbentuk diketahui bahwa dari 42 kabupaten, sebanyak 37 kabupaten (88.1% amatan) berhasil diklasifikasikan dengan tepat, yaitu sesuai dengan status ketertinggalan awalnya. Sisanya, sebanyak 5 kabupaten (11.9% amatan) salah diklasifikasikan. Untuk masing-masing model, kabupaten yang mengalami kesalahan klasifikasi untuk tiap-tiap status ketertinggalan dapat dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan indeks ketertinggalan yang dimiliki kabupatenkabupaten tersebut, dapat diketahui bahwa umumnya kesalahan klasifikasi terjadi pada kabupaten-kabupaten yang indeks ketertinggalannya berada di sekitar batas kelas. Daerah dengan indeks ketertinggalan yang berada di sekitar batas bawah kelas akan diklasifikasikan ke dalam kelompok sebelumnya, sedangkan daerah dengan indeks ketertinggalan yang berada di sekitar batas atas kelas akan diklasifikasikan ke dalam kelompok sesudahnya. Pemilihan model terbaik dilakukan dengan melihat sejauh mana fungsi yang dihasilkan oleh kedua model dapat mengklasifikasikan amatan dengan tepat. Berdasarkan hasil perhitungan kesalahan klasifikasi yang didapatkan diketahui bahwa kemampuan model 2 dalam menempatkan pengamatan ke dalam kelompok yang benar lebih baik dibandingkan dengan model 1. Pada model 2, dengan menggunakan 16 peubah penjelas ketepatan klasifikasinya mencapai 88.1%. Dengan demikian model 2 merupakan model terbaik untuk menentukan status ketertinggalan daerah, karena dengan menggunakan peubah penjelas yang lebih sedikit, ketepatan klasifikasinya lebih tinggi dibandingkan dengan model yang menggunakan seluruh peubah penjelas. Penggunaan peubah penjelas yang lebih sedikit akan lebih efektif dibandingkan dengan menggunakan seluruh peubah penjelas yang ada. Dua fungsi diskriminan yang menjelaskan 99.12% keragaman data dapat digunakan untuk menentukan status ketertinggalan kabupaten dengan menggunakan teritorial map yang dapat dilihat pada Lampiran 5. SIMPULAN Sebanyak 91.83% daerah tertinggal yang setara dengan 191 kabupaten berlokasi di luar Pulau Jawa sedangkan 8.17% kabupaten yang berlokasi di Pulau Jawa hanya ada dalam golongan status daerah agak tertinggal (15 kabupaten) dan tertinggal (2 kabupaten). Keragaman dalam setiap kelompok status ketertinggalan daerah mengindikasikan perlu ada upaya yang berbeda agar kondisi daerah dalam satu kelompok menjadi lebih homogen, khususnya untuk daerah yang tertinggal sangat parah. Dengan menggunakan 80% data (166 kabupaten), didapatkan model 2 sebagai model terbaik. Fungsi diskriminan dibentuk dengan menggunakan 16 peubah penjelas dan menghasilkan dua fungsi yang dapat menjelaskan 99.12% keragaman data. Setiap kriteria yang ditentukan oleh Kementrian Negara Pembangunan Daerah terepresentasikan dalam model tersebut. Kriteria Sumber Daya Manusia (SDM) hanya terwakili oleh 5 indikator (38.5%), kriteria infrastruktur terwakili oleh 2 indikator (22.2%), dan kriteria karakteristik daerah terwakili oleh 5 indikator (75.4%), sedangkan semua indikator pada kriteria ekonomi, keuangan daerah dan aksesibilitas ada dalam model. Penggunaan model tersebut terhadap 20% (42 kabupaten) yang berperan sebagai contoh uji menghasilkan ketepatan klasifikasi sebesar 88.1%. SARAN Deskripsi data menunjukkan bahwa terdapat karakteristik yang berbeda untuk kabupaten di daerah Jawa dan Luar Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa kriteria untuk daerah bukan maju di Jawa dan luar Jawa perlu dibedakan dengan cara menyusun ulang indikator dan bobot untuk perhitungan indeks ketertinggalan daerah dan pemodelan yang lebih tepat. DAFTAR PUSTAKA Dillon WR. & Goldstein M. 1984. Multivariate Analysis Methods and Applications. Canada : John Willey and Sons. Hair JF et. al. 1995. Multivariate Data Analysis with Readings. New Jersey : Prentice Hall Johnson RA. & Wichern D.W. 1988. Applied Multivariate Statistical Analysis. New Jersey : Prentice Hall. Ramadhani, E. 2003. Fungsi Diskriminan Untuk Membedakan Keberhasilan