HMI dan Golongan Menengah Ekonomi

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan umum (Pemilu). Budiardjo (2010: 461) mengungkapkan bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki pengetahuan dan keterampilan serta menguasai teknologi, namun juga

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kewirausahaan (entrepreneurship)merupakan salah satu alternatif bagi

Keinginan Aburizal Bakri untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa terpandang, terhormat & bermartabat

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN

KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi dunia usaha termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) saat

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERAN PERSATUAN MAHASISWA DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

TAFSIR INDEPENDENSI HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

Demokratisasi Pembangunan Ekonomi Nasional dan daerah

RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( RENJA SKPD ) TAHUN ANGGARAN 2015

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mulyadi, 2014 Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Keberhasilan Usaha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IX KONTROVERSI PENANAMAN MODAL ASING (PMA) & UTANG LUAR NEGERI (ULN)

PERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI KORUPSI DENGAN TATANAN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

10Pilihan Stategi Industrialisasi

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Mulai berlakunya Asia Free Trade Area (AFTA) dan Asia Free. akan melibatkan para pelaku bisnis di Indonesia dan secara luas akan

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Agenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. salah satu subtansi yang diperhatikan, karena mahasiswa merupakan penerjemah

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan masa depan pembangunan bangsa mengharapkan penduduk yang

Terwujudnya Pemerintahan yang Baik dan Bersih Menuju Masyarakat Maju dan Sejahtera

BAB I PENDAHULUAN. Aditya Anwar Himawan, 2014 Sikap Kewirausahaan Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. (growth). Pembangunan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yaitu apabila tingkat

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini dan (4) menjadi basis

BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki masyarakat yang banyak. Hal tersebut

WALIKOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2016 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertulis,

KADERISASI ORGANISASI (Tulisan lepas disampaikan pada diklat LMMT oleh BEM STKIP PGRI Tulungagung tanggal 27 April 2014)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan lingkungan yang tercermin dalam globalisasi pasar,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang masalah. Setiap mahasiswa mempunyai perhatian khusus terhadap mata kuliah

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. dan bertahan hidup tentunya dengan caranya sendiri-sendiri.

BAB I PEDAHULUAN. Global artinya seluas dunia (world wide), sedangkan prosesnya. Dalam menghadapi tantangan global, baik berupa persaingan bebas yang

Dampak Positif UMKM Perempuan Kurangi Angka Kemiskinan

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SRI HAYATI

Bambang P.S Brodjonegoro FEUI & KPPOD

PENGEMBANGAN KEPERCAYAAN DIRI. b. Kebebasan (lebih menyukai pekerjaan yang berdiri sendiri /

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAGAIMANA MENAKAR PEMBANGUNAN EKONOMI LOKAL DI ERA OTONOMI DAERAH*)

MEMBANGUN PEMIMPIN MASA DEPAN YANG VISIONER

BAB I. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah lembaga pendidikan kejuruan. yang tujuan utamanya mempersiapkan siswa menjadi tenaga kerja andal dengan

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehari- hari. Lesunya pertumbuhan ekonomi, terutama di sektor riil, telah

Hikmah Hadiah Nobel Ekonomi 2007

BAB I PENDAHULUAN. sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan perkembangan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Bab V. Penutup. yang menunjukkan adanya fenomena pembentukan gerakan sosial dengan basis

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

PASANGAN BALON BUPATI/WAKIL BUPATI KAB.HUMBANG HASUNDUTAN PALBET SIBORO,SE-HENRI SIHOMBING,A.Md VISI, MISI, TUJUAN DAN PROGRAM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem Pendidikan Nasional yang menjamin pemerataan kesempatan

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI

BAB I PENDAHULUAN. Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

Dr. Yansen T.P., M.Si

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat

I. PENDAHULUAN. penelitian yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah,

BAB I PENDAHULUAN. harus memelihara dan melestarikan bumi, mengambil manfaatnya serta

KARAKTERISTIK DAN KETERAMPILAN HIDUP MENJADI WIRAUSAHA PADA MAHASISWA UPN VETERAN JAWA TIMUR ABSTRAK

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Mempersiapkan Generasi Muda yang Kompetitif, Produktif dan Inovatif dalam Menghadapi Tantangan Global di Era MEA 2015

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan manusia yang berjiwa kreatif, inovatif, sportif, dan wirausaha.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Andriyana, 2015

Apakah pancasila sebagai pembangunan sudah diterapkan di Indonesia atau belum?

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Zakat Center Thoriqotul Jannah (Zakat Center) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pembangunan ekonomi di antaranya adalah untuk. meningkatkan pertumbuhan ekonomi, disamping dua tujuan lainnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam bidang ekonomi, sosial, maupun budaya. Kondisi ini akan

BAB II URAIAN TEORITIS

PIDATO DUTA BESAR RI HARSHA E. JOESOEF

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

Sumber : Opini Harian Yogya Post Selasa Pon 26 Agustus 1997 HMI dan Golongan Menengah Ekonomi Oleh ANAS URBANINGRUM PEMBANGUNAN nasional yang tegak di atas dua pilar, stabilitas politik dan pertumbuhan, telah berhasil melahirkan tata sosial baru yang menempatkan dimensi ekonomi berada di depan. Banyak pengamat ekonomi bersepakat bahwa pembangunan ekonomi Indonesia terbilang berhasil, dengan berbagai catatan kritis. Selama PJP I, Indonesia berhasil mempertahankan pertumbuhan ekonomi dengan kecepatan yang cukup tinggi, yakni rata-rata 6,8 persen per tahun. Pendapatan rata-rata per jiwa penduduk Indonesia meningkat sepuluh kali, yaitu dari sekitar 70 US dolar pada tahun 1969 meningkat menjadi 700 US dolar pada akhir PJP I. Inflasi berhasil ditekan dua digit, dan lain-lain. Sedikit indikator di atas memberikan gambaran betapa karya pembangunan ekonomi berlangsung cukup mengesankan. Kenyataan ini bersifat faktual dan tidak bisa ditampik oleh siapapun. Tetapi keberhasilan untuk menumbuhkan perekonomian nasional dengan kecepatan yang tinggi tersebut disertai dengan beberapa problem, baik yang bersifat ekonomi maupun sosial. Ada realitas lain yang juga tidak bisa dipungkiri, yakni kue pembangunan ekonomi yang semakin membesar itu belum bisa dinikmati oleh masyarakat secara adil dan merata. Gambaran akan terjadinya trickle down effect terhenti menjadi sekedar impian. Jauh dari rumusan dan idealitas teoritik. Muncullah kemudian apa yang dikenal sebagai ketimpangan ekonomi. Ketimpangan ekonomi tersebut mewujud dalam tatanan ekonomi yang monopolis, oligopolis dan merebaknya praktek-praktek korupsi dan kolusi. Fasilitas yang lahir dari kedekatan pengusaha dengan penguasa (birokrasi) melahirkan praktek-praktek ekonomi yang tidak sehat dan merugikan rakyat kebanyakan. Dalam situasi demikian, sektor usaha juga berjalan sangat timpang. Ada yang tumbuh dengan sangat cepat dan 1

meraksasa, yang kemudian melahirkan konglomerat. Ada juga yang perkembangannya sangat seret, seperti yang dialami kalangan pengusaha kecil. Berjalan Timpang Pada bahasan yang lebih luas, kondisi dinamika ekonomi yang berjalan timpang itu telah menyebabkan munculnya disparitas sosial. Lantas berkembang isu-isu seputar kesenjangan, pemerataan dan kemiskinan. Kemiskinan yang lahir lantaran tekanan struktur ekonomi yang terbangun oleh kapitalisme semu (ersatz capitalism atau pariah capitalism). Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah bagaimana kesenjangan ini ditangani secara serius, seserius akibat yang bisa ditimbulkannya. Hasil penelitian LIPI beberapa tahun lalu yang memberikan peringatan bahwa kesenjangan ekonomi bisa menjadi faktor utama terjadinya disintegrasi bangsa. Kasus-kasus terakhir di Situbondo dan Tasikmalaya membuktikan kebenaran penelitian itu. Artinya, akumulasi sumberdaya ekonomi pada sebagian kecil pelaku ekonomi atau konglomerat dan kerentanan pada sebagian besar masyarakat, tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Jalan terbaik untuk mengatasi ini semua adalah dengan menciptakan berbagai kebijakan ekonomi yang berorientasi pada kemampuan atau penguatan (empowering) ekonomi rakyat. Bukan semata-mata dengan rumusan-rumusan kebijakan yang apik, tetapi juga yang implementatif. Tidak cukup dengan niat baik dan belas kasihan, tetapi juga dengan piranti-piranti teknis yang mampu menjamin terselenggaranya kebijakan itu pada level praktis. Orientasi Kewirausahaan Lantas bagaimana kader-kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menangkap peluang dan tantangan ekonomi ini. Sebuah pertanyaan yang tidak cukup hanya dijawab dalam diskusi-diskusi, tetapi harus melalui kerja-kerja kongkrit di bidang 2

kewirausahaan. Singkatnya, pengalaman langsung di lapangan yang dilandasi oleh pengusahaan konsepsi wirausaha yang kuat. Kenapa HMI? Karena kader-kader HMI adalah salah satu bagian kaum muda yang akan mewarisi tongkat estafet perjalanan bangsa ke depan, termasuk pada bidang ekonomi. Apalagi, kader-kader HMI banyak dibekali dengan kualitas-kualitas manajerial organisatoris, di samping pendidikan formal yang digelutinya, sehingga berpeluang besar untuk berkembang menjadi pengusaha yang berkualitas. Kualitas pendidikan yang baik dan mental kewirausahaan yang kokoh adalah paduan yang tepat untuk mencetak para pengusaha sejati di dalam melihat peluang pasar, sekaligus kecekatannya dalam memainkan strategi, serta keberaniannya untuk mengambil resiko adalah modal utama bagi seorang pengusaha. Ini akan lebih tajam apabila didasari oleh pendidikan yang baik, sehingga visinya lebih luas. Tetapi bagaimanapun juga, minat kader-kader HMI atau kaum muda pada umumnya untuk terjun ke dunia usaha dipengaruhi oleh situasi ekonomi-politik. Selama praktek-praktek monopoli, oligopoli dan kartel masih berlangsung, maka minat generasi muda untuk menggeluti sektor usaha akan rendah. Kenapa? Karena kelas pengusaha muda yang benar-benar lahir dan tumbuh dari bawah akan sulit berkembang. Yang dapat tumbuh dan berkembang hanya mereka yang mempunyai cantelan, atau patronase bisnis. Sebaliknya, kesempatan yang terbuka secara kualitatif, dengan tanpa diskriminasi fasilitas, akan melahirkan minat, semangat dan etos kerja yang kuat untuk menerjuni sektor ini. Tapi apapun kondisinya, kader-kader HMI perlu untuk mengembangkan semangat kewirausahaan ini. Sudah saatnya bagi HMI secara sungguh-sungguh mengadakan pilot project untuk mencetak usahawan-usahawan muda, baik dilakukan sendiri maupun kerjasama dengan pihak lain. Kesempatan untuk itu cukup terbuka. Inpres Nomor 4 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan (GNMMK) adalah politic will pemerintah. Sebelum itu, berbagai kebijakan telah dikeluarkan untuk memberikan kemudahan kepada usaha kecil dalam memperoleh akses permodalan, seperti Kredit Usaha Kecil, Kredit Kelayakan Usaha, dana pembinaan yang berasal dari sebagian laba BUMN dan lain-lain. 3

Pelatihan-pelatihan kewirausahaan penting untuk dilakukan guna memberikan wawasan dan ketrampilan bisnis. Tahapan berikutnya adalah program magang kepada para pengusaha yang telah berhasil. Dari program magang ini diharapkan mereka dapat menyerap daro berbagai pengalaman kongkrit di lapangan dunia usaha. Kalau saja HMI setiap tahun mampu memcetak lima pengusaha muda berkualitas, maka perkembangan ekonomi nasional ke depan akan semakin dinamis, baik dari dimensi pertumbuhan maupun dimensi pemerataan. Lebih dari itu, persoalan kesulitan pekerjaan di kalangan generasi muda sedikit demi sedikit akan dapat teratasi, karena setiap unit usaha yang dikembangkan akan menyerap tenaga kerja. Golongan Menengah Ekonomi Selama ini trade mark HMI adalah intelektual dan politik. HMI dikenal sebagai organisasi yang banyak memproduksi kaum intelektual dan politisi, baik di partai politik maupun birokrasi. Kalau para alumni HMI tersebut dikatakan sebagai golongan menengah --sebagai ganti istilah kelas menengah yang masih diperdebatkan--, maka produksi HMI masih terbatas pada sektor intelektual, birokrasi dan politisi partai. Sementara yang menjadi pengusaha masih dapat dihitung dengan jari. Lantaran itu, mendesak bagi HMI untuk semakin memperbanyak kader yang berorientasi pada sektor usaha untuk mempertebal lapisan golongan menengah ekonomi di Indonesia. Bagi pembangunan ekonomi nasional, golongan menengah mempunyai arti yang sangat strategis. Bukan saja karena kemampuan profesional dan daya inovasinya, tetapi juga lantaran interaksinya dengan lapisan pengusaha kecil. Interaksi antara kedua lapisan ini relatif dekat karena dalam konteks pembangunan usaha, golongan menengah ekonomi ini baru saja hidup dalam dinamika usaha kecil, sehingga relatif gampang untuk berperan sebagai fasilitator bagi usaha kecil. Golongan menengah ini juga hadir dalam konteks pembaruan sosial. Kelompok ini secara sekaligus akan mampu memainkan peran sebagai lokomotif pertumbuhan dan pemerataan. 4

Memperhatikan gambaran tersebut, maka HMI tidak bisa lagi menunda-nunda untuk memperhatikan masalah kewirausahaan ini. Setengah abad HMI adalah waktu yang cukup panjang untuk melahirkan para intelektual, birokrat dan politisi. Kini saatnya bagi HMI untuk memperhatikan sektor lain yang tak kalah strategisnya, yakni sektor usaha atau bisnis. Bukan berarti musti meninggalkan trade mark lama, tetapi justru bagaimana semakin menajamkan kehadiran HMI dengan produk kader yang semakin beragam peran dan fungsinya bagi masyarakat, bangsa dan negara. ***** ANAS URBANINGRUM, adalah Ketua PB HMI Periode 1995-1997, dan Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Indonesia. 5

6

7

8