BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. yang berbeda kepentingan. Masalah agensi telah menarik perhatian yang sangat besar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. antara agen (manajemen) dengan pemilik (principal). Agen diberi wewenang oleh

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup (going concern) usahanya. Kelangsungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdahulu, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian. Masing-masing akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan. dan dan semata-mata termotivasi oleh kepentingan pribadi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dan kejadian-kejadian ekonomi secara objektif untuk menentukkan tingkat

BAB II OPINI AUDIT GOING CONCERN DAN MODEL-MODEL PREDIKSI KEBANGKRUTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk dapat survive melainkan harus mampu memiliki keunggulan bersaing

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kondisi perekonomian suatu negara dapat ditandai dengan pergerakan dunia

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. atau lebih dan masing-masing pihak yang terlibat dalam kontrak mencoba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Dalam landasan teori ini dijelaskan mengenai teori yang mendasari atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bawah satu prinsipal atau lebih yang melibatkan agen untuk melaksanakan beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. Laporan keuangan menurut PSAK no.1 revisi 2009 (IAI, 2012) adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan mempertahankan kelangsungan usaha (going concern). Salah satu cara

BAB I PENDAHULUAN. pergerakan dunia bisnis di Negara tersebut. Dunia bisnis dapat dijadikan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. suatu daya tarik bagi para investor. Investor biasanya menginvestasikan dananya pada

BAB 1 PENDAHULUAN. kelangsungan hidup (going concern) usahanya melalui asumsi going. concern. Kelangsungan hidup usaha selalu dihubungkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan besar seperti Enron, Worldcom, Xerox dan lain-lain yang pada

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Laporan keuangan merupakan instrumen penting yang harus disajikan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. perekonomian adalah kemampuan perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam

PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS KEMAMPUAN ENTITAS DALAM MEMPERTAHANKAN KELANGSUNGAN HIDUPNYA

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup usahanya (going concern). Dalam ilmu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II OPINI AUDIT GOING CONCERN. Opini audit going concern merupakan opini audit yang diberikan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi (2002:11) auditing adalah :

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015 telah berlangsung. AFTA merupakan kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari variabel-variabel yang terdapat di dalam penelitian ini.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu kontrak di mana satu orang atau lebih (prinsipal) meminta pihak lainnya

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Suatu perusahaan menjalankan bisnisnya tidak hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, mengakibatkan permintaan akan laporan keuangan perusahaan

BAB I pengecualian (Unqualified Opinion), namun pada tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. Pada era modern seperti saat ini, banyak sekali kasus-kasus manipulasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Jensen dan Meckling (1976) mengatakan hubungan agensi adalah hubungan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. Dibagian ini akan dijelaskan teori-teori mengenai opini audit going

BAB I PENDAHULUAN. (going concern) usahanya melalui asumsi going concern. Tujuan dari keberadaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori keagenan (Agency Theory) adalah teori yang menjelaskan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penilitian ini masih menghasilkan penemuan yang berbeda-beda. Hal ini lah yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan suatu entitas bisnis merupakan ciri dari sebuah lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II. Tinjauan Pustaka. Mulyadi (2002:11) mendefinisikan auditing : Berdasarkan definisi auditing tersebut terdapat unsur-unsur yang penting

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) untuk melakukan audit

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, pertumbuhan perusahaan sangat meningkat di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup (going concern). Going concern merupakan. mempertahankan hidupnya secara langsung akan mempengaruhi laporan

BAB I PENDAHULUAN. erat dengan perusahaan yaitu sebagai salah satu stakeholder. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan ekonomi. (Standar Akuntansi Keuangan, 2012).

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Bab ini memuat uraian teori-teori yang mendukung penelitian ini. Teori-teori

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dianggap memberikan informasi yang salah. (going concern). Auditor perlu memberikan suatu pernyataan mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan Utama, (2013). Menurut IAI (2011), Going concern merupakan. mengurangi secara material skala usahanya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan manipulasi akuntansi. Kasus bangkrutnya perusahaan pertelevisian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari keberadaan suatu entitas ketika didirikan adalah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang terjadi. Perkembangan yang terjadi membuat perusahaan satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelumnya.. Berikut penjabaran dari beberapa penelitian terdahulu beserta

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian suatu negara dapat kita lihat dari pergerakan dunia

BAB I PENDAHULUAN. Krisis keuangan yang dipicu oleh permasalahan lembaga-lembaga keuangan raksasa

BAB I PENDAHULUAN. cukup waktu untuk menyelesaikan usaha dan perjanjian-perjanjian usahannya.

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan

BAB I PENDAHULUAN. berdiri sendiri yang terpisah dari pemiliknya. Perusahaan yang telah didirikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang yang kompeten dan independen.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama dari laporan keuangan telah dijelaskan dalam Statement of

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan didirikan dengan tujuan untuk memperoleh laba atau profit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai pengaruh kualitas audit, kondisi keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telah dilakukan oleh Warnida (2012), Yaitu faktot faktor yang mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang diambil oleh pengguna (user) akan selalu berpedoman pada

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Indonesia. Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik.

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam SPAP SA 341 dijelaskan bahwa terkait opini going concern, auditor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan teori kontijensi sebagai teori pemayung (grand

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Committee on Basic Accounting Concept-a statement of basic

BAB II TINJAUAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. wewenang untuk mengambil keputusan, sedangkan principal adalah pihak yang

BAB I PENDAHULUAAN UKDW. sistem keuangan semua negara di dunia tak terkecuali di Indonesia. Krisis ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui beberapa tahap audit sehingga auditor dapat memberikan kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Audit adalah kegiatan pengumpulan dan evaluasi terhadap bukti-bukti yang

BAB I PENDAHULUAN. Kelangsungan hidup perusahaan selalu dihubungkan dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan indikasi kelangsungan usaha (going concern) perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam menyusun laporan keuangan suatu entitas sehingga jika suatu entitas

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Agensi Teori agensi merupakan suatu teori yang menghubungkan antara dua individu yang berbeda kepentingan. Masalah agensi telah menarik perhatian yang sangat besar dari para peneliti dibidang akuntansi keuangan (Fuad, 2005). Masalah agensi timbul karena adanya konflik kepentingan antara principle dan agen. Menurut Jasen dan Meckling (1976) dalam Praptitorini dan Januarti (2007) menyatakan bahwa hubungan agensi merupakan hubungan kontrak antara prinsipal dan agen dimana prinsipal dalam hal ini shareholder (pemegang saham) mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making atau tugas tertentu kepada agen (manajer) sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Hubungan antara prinsipal dan agen dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi (asymmetrical information) karena agen berada pada posisi yang memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan prinsipal. Meminimaliasasi adanya asimetri informasi diperlukan adanya pihak ketiga yang independen sebagai mediator hubungan antara prinsipal dan agen. Pihak independensi ini berfungsi untuk memonitor perilaku agen apakah bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal (Dewayanto, 2011). Auditor adalah pihak yang mampu menjembatani kepentingan pihak prinsipal (shareholders) dengan pihak manajer 12

(prinsipal) dalam mengelola keuangan perusahaan (Setiawan 2006). Auditor mempunyai tugas untuk mengawasi kinerja manajemen apakah telah bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal melalui laporan keuangan (Rudyawan dan Badera, 2008). Auditor harus mampu bersikap independen sehingga hasil dari mengawasi kinerja manajemen bisa menjadi obyektif dan transparan. Hasil dari pengawasan tersebut berupa penerimaan opini atas kewajaran dalam laporan keuangan yang dibuat pihak agen. Selain itu auditor saat ini juga harus mempertimbangakan atas kelangsungan hidup perusahan (Praptitorini dan Januarti, 2007). Semakin berkualitas auditor kemungkinan perusahaan untuk mendapat opini going concern akan semakin besar karena auditor akan semakin teliti untuk memeriksa semua kejadian yang ada dalam laporan keuangan maupun non keuangan. 2.1.2 Pengertian Auditing Mulyadi (2002:9) mengartikan auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan tersebut tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut kepada pemakai yang berkepentingan. ASOBAC (A Statement of Basic Auditing Concepts) dalam Halim (2008:1) mendefinisikan auditing sebagai suatu proses sistematik untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti audit secara objektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan 13

hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan. Pengertian lain terhadap auditing menurut Munawir (2008:4), auditing adalah proses yang sistematis, yang merupakan rangkaian langkah atau prosedur yang logis, berkerangka dan terorganisasi dalam memeriksa dasar-dasar pernyataan, mengevaluasinya secara bijaksana, secara independen, untuk menyatakan pendapatnya mengenai kesesuaian pernyataan tersebut dengan kriteria yang sudah ditetapkan dan menyampaikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. 2.1.3 Tujuan Audit Menurut Halim (2008:155) tujuan utama audit adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha serta arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum. Auditor perlu menghimpun bukti kompeten yang cukup untuk untuk mencapai tujuan audit, sehingga auditor perlu mengidentifikasikan dan menyusun sejumlah tujuan audit spesifik. Tujuan audit spesifik ditentukan berdasarkan asersi-asersi yang dibuat oleh manajemen yang tercantum dalam laporan keuangan. Asersi sangat penting karena membantu auditor dalam memahami bagaimana laporan keuangan mungkin disalahsajikan dan menuntun auditor dalam mengumpulkan bukti. Asersi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Keberadaan atau keterjadian 2) Kelengkapan 3) Hak dan kewajiban 14

4) Penilaian atau pengalokasian 5) Penyajian atau dan pengungkapan 2.1.4 Opini Auditor Dalam SA Seksi 110 paragraf 01 (SPAP, 2011) dijelaskan bahwa tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan audit merupakan alat formal auditor untuk mengkomunikasikan suatu kesimpulan yang diperoleh mengenai laporan keuangan auditan kepada pihak yang berkepentingan. Laporan audit ini juga sebagai media yang dipakai auditor dalam berkomunikasi dengan masyarakat. Auditor menyatakan pendapat atau opini tentang kewajaran suatu laporan keuangan perusahaan dalam sebuah laporan. Menurut Halim (2008) ada lima jenis pendapat yang diberikan oleh auditor, yaitu: 1) Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) Pendapat wajar tanpa pengecualian dapat diberikan auditor apabila audit telah dilaksakan atau diselesaikan sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum dan tidak terdapat kondisi atau keadaan tertentu yang memerlukan bahasa penjelas. 15

2) Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan yang ditambahkan dalam laporan audit bentuk baku Pendapat ini diberikan apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, tetapi terdapat keadaan atau kondisi tertentu yang memerlukan bahasa penjelasan. Kondisi atau keadaan yang memerlukan bahasa penjelasan tambahan antara lain dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain. (2) Adanya penyimpangan dari prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh IAI. (3) Laporan keuangan dipengaruhi oleh ketidakpastian yang material. (4) Auditor meragukan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. (5) Auditor menemukan adanya suatu perubahan material dalam penggunaan prinsip dan metode akuntansi. 3) Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion) Sesuai dengan SA 508 paragraf 38 dikatakan bahwa jenis pendapat ini diberikan apabila: 16

(1) Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan lingkup audit yang material tapi tidak memengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan. (2) Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum yang berdampak material tetapi tidak memengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan. Penyimpangan tersebut dapat berupa pengungkapan yang tidak memadai, maupun perubahan dalam prinsip akuntansi. Auditor harus menjelaskan alasan pengecualian dalam satu paragraf terpisah sebelum paragraf pendapat. 4) Pendapat tidak wajar (adverse opinion) Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Auditor harus menjelaskan alasan pendukung pendapat tidak wajar, dan dampak utama dari hal yang menyebabkan pendapat tidak wajar diberikan terhadap laporan keuangan. 5) Pernyataan tidak memberikan pendapat. Pernyataan auditor untuk tidak memberikan pendapat ini diberikan apabila: (1) Ada pembatasan lingkup audit yang sangat material baik oleh klien maupun karena kondisi tertentu. (2) Auditor tidak independen terhadap klien. 17

2.1.5 Opini Audit Going Concern Opini audit going concern merupakan opini audit yang dikeluarkan oleh auditor untuk mengevaluasi apakah ada kesangsian tentang kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP, 2011). Merupakan tanggung jawab auditor untuk menentukan kelayakan laporan keuangan menggunakan dasar going concern serta menyampaikan bahwa penggunaan dasar going concern oleh perusahaan adalah layak diungkapkan serta memadai dalam laporan keuangan (Setiawan, 2006). Auditor menetapkan penerimaan opini audit going concern apabila dalam proses audit ditemukan kondisi dan peristiwa yang mengarah pada kesangsian terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Evaluasi terhadap kelangsungan usaha perusahaan ini meliputi (SA seksi 341): 1) Auditor mempertimbangkan apakah seluruh hasil prosedur yang dilaksanakan menunjukkan adanya kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas (tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit). Mungkin diperlukan informasi tambahan mengenai kondisi dan peristiwa beserta bukti-bukti yang mendukung informasi yang mengurangi kesangsian auditor. 18

2) Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, auditor harus: (1) Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditujukan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut. (2) Menentukan apakah kemungkinan bahwa rencana tersebut dapat secara efektif dilaksanakan. 3) Setelah auditor mengevaluasi rencana manajemen, auditor mengambil kesimpulan apakah auditor masih memiliki kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Berikut ini adalah contoh kondisi dan peristiwa yang mengarah pada kesangsian atas kelangsungan hidup perusahaan (Institut Akuntan Publik Indonesia, 2011 Seksi 341): 1) Trend negatif. Contoh dari trend negatif adalah: kerugian operasi yang berulangkali terjadi, kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, rasio keuangan penting yang jelek. 2) Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan. Contoh dari petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan: kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau perjanjian serupa, penunggakan pembayaran dividen, penolakan oleh pemasok terhadap pengajuan 19

permintaan pembelian kredit biasa, rektrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru, atau penjualan sebagian besar aktiva. 3) Masalah intern. Contoh dari masalah intern: pemogokan kerja atau kesulitan hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan besar atas sukses projek tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis, kebutuhan untuk secara signifikan memperbaiki operasi. 4) Masalah luar yang telah terjadi. Contoh dari masalah luar yang telah terjadi: pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undang-undang, atau masalah-masalah lain yang kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi, kehilangan franchise, lisensi atau paten penting, kehilangan pelanggan atau pemasok utama, kerugian akibat bencana besar seperti gempa bumi, banjir, kekeringan, yang tidak diasuransikan atau diasuransikan namun dengan pertanggungan yang tidak memadai. Going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal berlawanan (contrary information). Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup satuan usaha adalah berhubungan dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar melalui bisnis 20

biasa, restrukturisasi utang, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar dan kegiatan serupa yang lain (SPAP, 2011 : SA Seksi 341). SPAP (PSA No. 30) memberikan pedoman kepada auditor tentang dampak kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap opini auditor sebagai berikut: 1) Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, ia harus : (1) Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditujukan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut. (2) Menetapkan kemungkinan bahwa rencana tersebut secara efektif dilaksanakan. 2) Jika manajemen tidak memiliki rencana yang mengurangi dampak kondisi dan peristiwa terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, auditor mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan tidak memberikan pendapat. 3) Jika manajemen memiliki rencana tersebut, langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh auditor adalah menyimpulkan efektivitas rencana tersebut: (1) Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut tidak efektif, auditor menyatakan tidak memberikan pendapat. 21

(2) Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif dan klien mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian. (3) Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif akan tetapi klien tidak mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor memberikan pendapat tidak wajar. Bagaimanapun juga hampir tidak ada panduan yang jelas atau hasil penelitian yang dapat dijadikan pemilihan tipe going concern report yang harus dipilih. Jika auditor menyimpulkan keragu-raguan atas kemampuan perusahaan untuk melanjutkan usahanya, pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas perlu dibuat, terlepas dari pengungkapan dalam laporan keuangan. PSA 30 membolehkan tetapi tidak menganjurkan pernyataan tidak memberikan pendapat karena adanya kesangsian atas kelangsungan hidup. Berikut ini disajikan panduan untuk mempertimbangkan pernyataan pendapat atau pernyataan tidak memberikan pendapat dalam hal auditor menghadapi masalah kesangsian atas kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. 22

Gambar 2.1: Pedoman mengenai pernyataan pendapat going concern dapat dilihat pada Gambar 2.1 Pedoman Pernyataan Pendapat Going Concern Apakah ada kondisi dan/atau peristiwa yang berdampak terhadap kelangsungan hidup entitas? Tidak Opini wajar tanpa pengecualian SA Seksi 508 [PSA No. 29] YA Apakah auditor sangsi atas kelangsungan hidup entitas? YA Apakah ada rencana manajemen? Tidak YA Tidak memberikan pendapat Tidak Apakah rencana manajemen dapat dilaksanakan? YA Tidak Tidak memberikan pendapat Apakah cukup pengungkapan? Tidak Pendapat wajar tanpa pengecualian YA Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelas Berkaitan dgn Going Concern Pendapat Wajar dengan Pengecualian atau Pendapat Tidak Wajar Sumber: (Ikatan Akuntan Indonesia, 2011: SA seksi 341 Paragraf 19) 23

2.1.6 Audit Tenure Geiger dan Raghunandan (2002) menyatakan tenure adalah lamanya hubungan antara auditor dan klien diukur dengan jumlah tahun. Ketika adanya hubungan yang lama antara auditor dengan klien dikhawatirkan adanya manipulasi yang dilakukan auditor sehingga auditor kehilangan independensinya. Ini terjadi karena auditor dan klien sudah terikat hubungan yang nyaman dan saling menguntungkan sehingga kualitas audit menjadi rendah. Hilangnya independensi dapat dilihat dari semakin sulitnya auditor untuk memberikan opini audit going concern. Dari sudut pandang yang lain, ketika auditor memiliki jangka waktu hubungan yang lama dengan kliennya, hal ini akan mendorong pemahaman yang lebih atas kondisi keuangan klien dan oleh karena itu mereka akan dapat mendeteksi masalah going concern. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 17/PMK.01/2008 tentang jasa akuntan publik disebutkan bahwa: Pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dilakukan oleh KAP paling lama enam tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik paling lama tiga tahun buku berturut-turut. KAP dan akuntan publik tersebut dapat menerima kembali jasa audit umum setelah satu tahun tidak mengaudit klien tersebut. Semakin lama hubungan penugasan KAP oleh perusahaan, dikhawatirkan dapat berpengaruh terhadap tingkat independensi dari KAP tersebut (Junaidi dan Jogiyanto, 2010). 24

2.1.7 Pertumbuhan Perusahaan Pertumbuhan perusahaan mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya (Rudyawan dan Badera, 2009). Dalam penelitian ini menggunakan rasio pertumbuhan penjualan sebagai proxy dari pertumbuhan perusahaan. Rasio pertumbuhan penjualan dipakai untuk mengukur seberapa baik perusahaan mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industrinya maupun dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan (Weston dan Copeland, 1992 dalam Setyarno dkk., 2006). Penjualan merupakan kegiatan operasi utama auditee. Auditee yang mempunyai rasio pertumbuhan penjualan yang positif mengindikasikan bahwa auditee dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern). Penjualan yang terus meningkat dari tahun ketahun akan memberikan peluang auditee untuk memperoleh peningkatan laba. Semakin tinggi rasio pertumbuhan penjualan auditee, akan semakin kecil kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern (GCAO). Pertumbuhan penjualan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk dapat bertahan dalam kondisi persaingan. Rasio pertumbuhan perusahaan digunakan untuk mengukur kemampuan auditee dalam pertumbuhan tingkat penjualan. Data ini diperoleh dengan menghitung sales growth ratio berdasarkan laporan laba rugi masing masing auditee. Hasil perhitungan pertumbuhan penjualan disajikan dengan skala rasio (Kartika, 2012), sebagai berikut: 25

... (1) Keterangan: PP : Pertumbuhan Penjualan PB t : Penjualan Bersih tahun sekarang PB t-1 : Penjualan Bersih satu tahun sebelumnya 2.1.8 Ukuran Perusahaan Machfoedz (1994) dalam Suwito dan Herawaty (2005) menyatakan bahwa ukuran perusahaan adalah suatu skala yang dapat mengklasifikasikan perusahaan menjadi perusahaan besar dan kecil menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva atau total aset perusahaan, nilai pasar saham, rata-rata tingkat penjualan dan jumlah penjualan. Jika semakin besar total aset, penjualan, dan kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut. Perusahaan besar biasanya akan lebih bisa mempertahankan kelangsungan hidup usahanya dibandingkan perusahaan kecil yang bisa dibilang baru, dan kurang bisa mempertahankan kelangsungan hidup usaha mereka. Ballesta dan Garcia (2005) dalam Junaidi dan Hartono (2010) berpendapat bahwa, perusahaan besar mempunyai manajemen yang lebih baik dalam mengelola perusahaan dan berkemampuan menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas jika dibandingkan dengan perusahaan kecil. Total aktiva yang besar menunjukan perusahaan telah mencapai tahap kedewasaan karena pada tahap ini arus kas perusahaan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif panjang. Hal tersebut mencerminkan 26

bahwa perusahaan juga relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total aktiva yang lebih kecil (Indriani, 2005 dalam Rachmawati dan Triatmoko, 2007). 2.1.9 Reputasi KAP Auditor bertanggung jawab untuk menyediakan informasi yang berkualitas tinggi yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan. Auditor yang berkualitas akan menghasilkan opini audit going concern yang berkualitas jika klien terdapat masalah berkaitan going concern perusahaan sehingga hal ini memudahkan dalam pengambilan keputusan. Ramadhany (2004) menyatakan bahwa perusahaan audit skala besar memiliki insentif yang lebih untuk menghindari kritikan kerusakan reputasi dibandingkan pada perusahaan audit skala kecil. De Angelo (1981) dalam Setyarno et. al (2006) berpendapat bahwa auditor besar akan lebih independen dan karenanya akan memberikan kualitas yang lebih tinggi atas audit. Kualitas KAP sering diproksikan dengan reputasi KAP. KAP diklasifikasikan menjadi dua yakni KAP big four dan KAP non big four. KAP big four dianggap lebih memiliki kemampuan dalam mengaudit lebih baik dari pada KAP non big four. KAP big four ini akan berafiliasi dengan kantor akuntan publik lokal yang ada di Indonesia. KAP big four beserta afiliasinya terdiri atas: 1) Ernst & Young berafiliasi dengan KAP Purwantono, Suherman dan Surja. 2) Deloitte Touche Tohmatsu berafiliasi dengan KAP Osman Bing Satrio. 3) KPMG berafiliasi dengan KAP Sidharta dan Widjaja. 27

4) Price Waterhouse Coopers berafiliasi dengan KAP Tanudiredja, Wibisana dan Rekan. 2.1.10 Opinion Shopping Perkembangan baru mengenai topik ini adalah fenomena opninion shopping (auditor switching). Opinion shopping didefinisikan oleh Security Exchange Commission (SEC), sebagai aktivitas mencari auditor yang mau mendukung perlakuan akuntansi yang diajukan oleh manajemen untuk mencapai tujuan pelaporan perusahaan. Perusahaan biasanya menggunakan pergantian auditor untuk menghindari penerimaan opini going concern. Lennox (2000) dalam Januarti (2009) dalam penelitiannya berpendapat bahwa perusahaan yang mengganti auditor (switching auditor) menurunkan kemungkinan mendapatkan opini audit yang tidak diinginkan, daripada perusahaan yang tidak melakukan pergantian auditor. Perusahaan yang berhasil dalam opinion shopping melakukan pergantian auditor dengan harapan mendapat unqualified opinion dari auditor baru. Perusahaan yang tidak menerima unqualified opinion kemungkinan akan mempengaruhi pandangan para pengguna informasi laporan keuangan atas reputasi klien yang kurang baik. Pergantian auditor karena motivasi opinion shopping juga akan mempengaruhi kualitas audit. Perusahaan biasanya menggunakan pergantian auditor (auditor switching) untuk menghindari penerimaan opini going concern dalam dua cara (Teoh 1992), yaitu: Pertama, mengancam auditornya untuk tidak mengeluarkan opini going 28

concern, sehingga auditor tersebut menjadi tidak independen karena takut diganti (ancaman pergantian auditor). Kedua, apabila auditor tetap independen sehingga tetap mengeluarkan opini going concern, maka perusahaan akan menggantinya dengan auditor baru yang tidak memberi opini going concern. Argumen ini disebut opinion shopping. Tujuan pelaporan dalam opinion shopping dimaksudkan untuk meningkatkan (memanipulasi) hasil operasi atau kondisi keuangan perusahaan. 2.1.11 Opini Audit Sebelumnya Opini audit yang diterima perusahaan pada tahun sebelumnya atau satu tahun sebelum tahun penelitian biasa disebut dengan opini audit sebelumnya. Opini auditor tahun sebelumnya adalah opini auditor yang akan menjadi pertimbangan penting auditor dalam memberikan opini going concern pada audit tahun berikutnya. Opini audit tahun sebelumnya ini dikelompokkan menjadi 2 yaitu auditee dengan opini going concern (GCAO) dan tanpa opini going concern (NGCAO). Auditee yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya akan dianggap memiliki masalah kelangsungan hidupnya, sehingga semakin besar kemungkinan bagi auditor untuk mengeluarkan opini audit going concern pada tahun berjalan. Mutchler (1994) dalam Kartika (2012:31) melakukan wawancara dengan praktisi auditor yang menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan. Setyarno et al. (2006) menyatakan bila auditor ingin mengeluarkan opini audit dengan paragraf going concern pada suatu perusahaan, auditor harus 29

mempertimbangkan opini audit dengan paragraf going concern yang telah diterima oleh perusahaan yang bersangkutan pada tahun periode sebelumnya. Mutchler (1985) dalam Badingatus (2007) menguji pengaruh ketersediaan informasi publik terhadap prediksi opini audit going concern, yaitu tipe opini audit yang telah diterima perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa model discriminant analysis yang memasukkan tipe opini audit tahun sebelumnya mempunyai akurasi prediksi keseluruhan yang paling tinggi sebesar 89,9 %. Apabila tahun sebelumnya perusahaan mendapat opini audit going concern, maka tahun berikutnya kemungkinan auditor memberi opini audit going concern akan lebih besar. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Ardiani, Nur, dan Azlina (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh audit tenure, disclosure, ukuran kap, debt default, opinion shopping, dan kondisi keuangan terhadap penerimaan opini audit going concern. Penelitian tersebut menggunakan perusahaan real estate dan property yang listing di BEI tahun 2009-2011. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah opini audit going concern sedangkan variabel independennya adalah audit tenure, disclosure, ukuran KAP, debt default, opinion shopping, dan kondisi keuangan. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis regresi logistik. Hasil dari penelitian tersebut adalah: (1) audit tenure tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern, (2) disclosure berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern, (3) ukuran KAP berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern, (4) debt default 30

berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern, (5) opinion shopping tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern, (6) kondisi keuangan tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Verdiana dan Utama (2013) melakukan tentang pengaruh reputasi auditor, disclosure, audit client tenure pada kemungkinan pengungkapan opini audit going concern. Penelitian tersebut menggunakan sampel 25 perusahaan real estate dan property yang listing berturut-turut di BEI selama 2009-2012. Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu opini audit going concern sedangkan variabel independennya adalah reputasi auditor dan disclosure. Penelitian ini juga menggunakan variabel pemoderasi yaitu audit client tenure. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis resgresi logistik. Hasil dari penelitian ini: (1) reputasi auditor dalam penelitian ini diproksikan dengan ukuran KAP hasil pengujian menunjukkan bahwa reputasi auditor tidak berpengaruh signifikan pada kemungkinan pengungkapan opini audit going concern, (2) variabel disclosure berpengaruh positif dan signifikan pada kemungkinan pengungkapan opini audit going concern, (3) audit client tenure tidak mampu memoderasi pengaruh reputasi auditor pada kemungkinan pengungkapan opini audit going concern, (4) audit client tenure mampu memoderasi pengaruh disclosure pada kemungkinan pengungkapan opini audit going concern. Dewayanto (2011) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian tersebut menggunakan 28 31

perusahaan manufaktur sebagai sampel yang listing di BEI periode 2006-2009. Variabel independen dalam penelitian ini adalah kondisi keuangan, ukuran perusahaan, opini audit sebelumnya, audit client tenure, opinion shopping, reputasi auditor, sedangkan variabel dependen dalam penelitian tersebut adalah opini audit going concern. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis regresi logistik. Hasil penelitian tersebut adalah: (1) kondisi keuangan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur, (2) ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur, (3) opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur, (4) auditor client tenure berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern, (5) opinion shopping berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern, (6) reputasi auditor berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern. Kristiana (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, likuiditas, pertumbuhan perusahaan, terhadap opini audit going concern. Populasi penelitian adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan sampel yang menggunakan kriteria purposive sampling. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ukuran perusahaan, profitabilitasm likuiditas, dan pertumbuhan perusahaan, sedangkan variabel dependennya adalah opini audit going concern. Teknik analisis yang digunakan 32

dalam penelitian ini adalah teknik analisis regresi logistik. Hasil dari penelitian tersebut adalah: (1) ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern, (2) profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini audit going concern, (3) likuiditas berpengaruh negatif signifikan terhadap opini audit going concern, (4) pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap opini audit going concern. Kartika (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh kondisi keuangan dan non keuangan terhadap penerimaan opini going concern pada perusahaan manufaktur di BEI. Penelitian ini menggunakan sampel 80 perusahaan manufaktur yang listing di BEI selama periode 2006-2009. Variabel independen dalam penelitian tersebut adalah kondisi keuangan, kualitas audit, opini audit tahun sebelumnya, pertumbuhan perusahaan, dan opinion shopping, sedangkan variabel dependen yaitu opini going concern. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis regresi logistik. Hasil dari penelitian ini: (1) kualitas audit tidak berpengaruh pada penerimaan opini audit going concern, (2) kondisi keuangan keuangan tidak berpengaruh pada penerimaan opini audit going concern, (3) opini audit tahun sebelumnya berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern, (4) pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern, (5) opinion shopping tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. 33

Ringkasan mengenai hasil penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 2.2 sebagai berikut: Tabel 2.2 Ringkasan Hasil Penelitian Sebelumnya No Peneliti Judul Variabel yang Diteliti Teknik Analisis Hasil 1 Ardiani, Nur, dan Azlina (2012) Pengaruh Audit Tenure, Disclosure, Ukuran KAP, Debt Default, Opinion Shopping, dan Kondisi Keuangan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern Audit tenure, disclosure, ukuran KAP, debt default, opinion shopping, dan kondisi keuangan dan opini audit going concern Regresi Logistik Audit tenure, opinion shopping, dan kondisi keuangan tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern, sedangkan disclosure, ukuran KAP dan debt default berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. 2 Verdiana dan Utama (2013) Pengaruh Reputasi Auditor, Disclosure, Audit Client Tenure Pada Kemungkinan Pengungkapan Opini Audit Going Concern Reputasi auditor, disclosure, audit client tenure dan opini audit going concern Regresi Logistik Reputasi auditor dalam penelitian ini diproksikan dengan ukuran KAP yang menunjukkan bahwa reputasi auditor tidak berpengaruh signifikan pada pengungkapan opini audit going concern, disclosure berpengaruh positif sedangkan audit client tenure tidak mampu memoderasi hubungan antara reputasi auditor dengan kemungkinan 34

No Peneliti Judul Variabel yang Diteliti Teknik Analisis Hasil pengungkapan opini going concern. 3 Dewayanto (2011) Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Kondisi keuangan, ukuran perusahaan, opini audit sebelumnya, audit client tenure, opinion shopping, reputasi auditor, dan opini audit going concern. Regresi Logistik Kondisi keuangan dan opini audit sebelumnya berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern, sedangkan reputasi auditor, ukuran perusahaan, audit client tenure, dan opinion shopping berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern. 4 Kristiana (2012) Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Likuiditas, Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Ukuran Perusahaan, profitabilitas, likuiditas, pertumbuhan perusahaan dan opini audit going concern Regresi Logistik Ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern, dan profitabilitas, likuiditas, serta pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap opini audit going concern. 35

No Peneliti Judul Variabel yang Diteliti Teknik Analisis Hasil 5 Kartika (2012) Pengaruh Kondisi Keuangan dan Non Keuangan Terhadap Penerimaan Opini Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur di BEI Kualitas audit, kondisi keuangan, opini audit tahun sebelumnya, pertumbuhan perusahaan, opinion shopping dan opini going concern. Regresi Logistik Kualitas audit. kondisi keuangan, dan opinion shopping tidak berpengaruh pada penerimaan opini audit going concern, sedangkan opini audit tahun sebelumnya dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh pada penerimaan opini audit going concern. Sumber: Data diolah, 2014 2.3 Hipotesis Penelitian 2.3.1 Pengaruh Audit Tenure pada Opini Audit Going Concern Audit tenure adalah lamanya hubungan yang terjalin antara KAP dengan auditee yang sama (Ardiani dkk., 2012). Auditor haruslah menjadi pihak yang tidak terpengaruh terhadap tenure, karena auditor menjadi pihak yang menjembatani antara pihak prinsipal dan agen. Sebagai pihak ketiga, auditor dibutuhkan untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja manajemen apakah telah bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal melalui laporan keuangan (Rudyawan dan Badera, 2008). Perikatan audit yang lama akan menjadikan auditor kehilangan independensinya, sehingga kemungkinan untuk memberikan opini going concern akan sulit, atau justru 36

akan membuat KAP lebih memahami kondisi keuangan dan akan lebih mudah mendeteksi masalah going concern (Junaidi dan Jogiyanto, 2010). Knechel dan Vanstraelan (2007) serta Muttaqin dan Sudarmo (2012) menyatakan bahwa audit tenure berpengaruh terhadap opini audit going concern, sedangkan menurut Lim dan Tan (2009), Januarti dan Fitrianasari (2008) serta Dewayanto (2011) menyatakan bahwa audit tenure tidak berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern. Jika auditor mengalami masa perikatan audit dalam jangka waktu yang lama kemungkinan bisa terjadi adanya hubungan istimewa dengan klien sehingga auditor sulit untuk memberikan opini audit going concern. Jadi audit tenure ini akan berpengaruh negatif terhadap opini audit going concern. Berdasarkan hal tersebut maka disusun hipotesis sebagai berikut: H 1 : Audit tenure berpengaruh negatif pada opini audit going concern 2.3.2 Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan pada Opini Audit Going Concern Pertumbuhan perusahaan adalah dampak atas arus dana perusahaan dari perubahan operasional yang disebabkan oleh pertambahan atau penurunan volume usaha (Helfert, 1997 dalam Amran, 2010). Pertumbuhan perusahaan mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya. Rasio pertumbuhan penjualan mengukur seberapa baik perusahaan mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industri maupun dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan (Weston dan Copeland, 1992 dalam Eko dkk., 2006). 37

Penjualan yang terus meningkat dari tahun ke tahun akan memberi peluang auditee untuk memperoleh peningkatan laba. Semakin tinggi rasio pertumbuhan penjualan auditee, akan semakin kecil kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern. Semakin bagus pertumbuhan laba perusahaan maka kemungkinan untuk menerima opini audit going concern akan semakin kecil. Dari uraian tersebut dapat diasumsikan bahwa pertumbuhan perusahaan mempunyai pengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern. Berdasarkan hal tersebut maka disusun hipotesis sebagai berikut: H 2 : Pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif pada opini audit going concern 2.3.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Opini Audit Going Concern Mutchler (1985) dalam Alexander (2004) menyatakan bahwa auditor lebih sering mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan kecil karena auditor mempercayai bahwa perusahaan besar dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitan keuangan yang dihadapinya daripada perusahaan kecil. McKeown et. al (1991) dalam Ramadhany (2004) menyatakan bahwa perusahaan besar lebih banyak menawarkan fee audit tinggi daripada yang ditawarkan oleh perusahaan kecil. Dalam kaitannya mengenai fee audit yang signifikan tersebut, sehingga auditor mungkin ragu untuk mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan besar. McKeown et al. (1991) dalam Santosa dan Wedari (2007) menyatakan bahwa perusahaan besar memiliki sedikit kemungkinan untuk gagal dalam melangsungkan 38

usahanya. Sehingga semakin besar perusahaan maka akan semakin kecil kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern. Berdasarkan hal tersebut maka disusun hipotesis sebagai berikut: H 3: Ukuran perusahaan berpengaruh negatif pada opini audit going concern 2.3.4 Pengaruh Reputasi KAP pada Opini Audit Going Concern Craswell et al. (1995) dalam Fanny dan Saputra (2005) menyatakan bahwa klien biasanya mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari KAP besar dan yang memiliki afiliasi dengan KAP internasional-lah yang memiliki kualitas yang lebih tinggi karena auditor tersebut memiliki karakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas, seperti pelatihan, pengakuan internasional, serta adanya peer review. Auditor yang berasal dari KAP besar akan memiliki reputasi yang baik sehingga kualitas akan hasil auditnya akan baik dan akan memberikan opini sesuai keadaan perusahaan. Opini yang akan diberikan haruslah berkualitas yang ditunjukkan dengan semakin andal dan transparannya informasi keuangan perusahaan. Penelitian De Angelo (1981) dalam M. Nizarul dkk. (2007) menunjukkan bahwa KAP yang besar akan berusaha untuk menyajikan kualitas audit yang lebih tinggi dibandingkan dengan KAP yang kecil. Auditor yang memiliki reputasi dan nama besar dapat menyediakan kualitas audit yang lebih baik, termasuk dalam mengungkapkan masalah going concern. Berdasarkan hal tersebut maka disusun hipotesis sebagai berikut: H 4 : Reputasi KAP berpengaruh positif pada opini audit going concern. 39

2.3.5 Pengaruh Opinion Shopping pada Opini Audit Going Concern Lennox (2000) dalam Januarti (2009) dalam penelitiannya berpendapat bahwa perusahaan yang mengganti auditor (switching auditor) menurunkan kemungkinan mendapatkan opini audit yang tidak diinginkan, daripada perusahaan yang tidak melakukan pergantian auditor. Perusahaan yang berhasil dalam opinion shopping melakukan pergantian auditor dengan harapan mendapat unqualified opinion dari auditor baru karena opini qualified cenderung dihindari dan kurang disukai oleh klien. Opinion shopping menyebabkan dampak negatif bagi para pengguna laporan keuangan. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 17/PMK.01/2008 tentang pembatasan masa pemberian jasa audit dimana ditetapkan bahwa pemberian jasa audit kepada suatu entitas dilakukan oleh kantor akuntan publik paling lama enam tahun dan oleh seorang akuntan publik paling lama 3 tahun buku berturut-turut, sehingga perusahaan akan cenderung mengacu pada peraturan tersebut untuk tetap menggunakan jasa auditor yang sama, apapun opini audit yang akan diberikan sampai masa perikatan audit selesai. Sesuai dengan hal itu maka perusahaan akan cenderung enggan untuk melakukan praktik opinion shopping. Januarti (2007) mengungkapkan bahwa auditee yang menerima opini audit going concern tidak melakukan pergantian auditor. Prapitorini dan Januarti (2007) menunjukkan bahwa perusahaan cenderung menggunakan auditor independen yang sama apapun opini audit yang diberikan, karena perusahaan enggan untuk mengganti auditor independen. 40

Berdasarkan hal tersebut maka disusun hipotesis sebagai berikut: H 5 : Opinion shopping berpengaruh negatif pada opini audit going concern 2.3.6 Pengaruh Opini Audit Sebelumnya pada Opini Audit Going Concern Opini audit sebelumnya didefinisikan sebagai opini audit yang diterima oleh auditee pada tahun sebelumnya. Opini audit going concern tahun sebelumya ini akan menjadi faktor pertimbangan penting auditor untuk mengeluarkan kembali opini audit going concern pada tahun berikutnya. Menurut Kartika (2012) apabila auditor menerbitkan opini audit going concern tahun sebelumnya maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan akan menerima kembali opini audit going concern pada tahun berjalan. Dalam penelitian sebelumnya, menurut Santoso dan Wedari (2007), Dewayanto (2011) menyatakan bahwa opini audit sebelumnya berpengaruh terhadap opini audit going concern. Oleh karena itu, ketika perusahaan mendapatkan opini going concern pada tahun sebelumnya maka kemungkinan akan menerima opini going concern pada tahun berjalan akan semakin besar, karena opini audit sebelumnya menjadi landasan dalam pemberian opini tahun berjalan. Sehingga opini audit sebelumnya berpengaruh positif terhadap opini audit going concern. Berdasarkan hal tersebut maka disusun hipotesis sebagai berikut: H 6 : Opini audit sebelumnya berpengaruh positif pada opini audit going concern 41

2.4 Kerangka Pemikiran Berdasarkan landasan teori dan perumusan hipotesis diatas maka secara logis, empiris, dan sistematis menjelaskan pengaruh variabel audit tenure, pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan, reputasi KAP, opinion shopping, opini audit sebelumnya pada opini audit going concern. Secara skematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran (-) Audit Tenure (X 1 ) (-) Pertumbuhan Perusahaan (X 2 ) (-) (+) Ukuran Perusahaan (X 3 ) Reputasi KAP (X 4 ) Opini Audit Going Concern (Y) (-) Opinion Shopping (X 5 ) (+) Opini Audit Sebelumnya (X 6 ) Sumber: Data diolah, 2014 42