PENETAPAN KADAR ZAT PEWARNA (Tartrazine dan Sunset yellow) PADA SIRUP KEMASAN DENGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

Tabel Pelarut Dalam Percobaan Metode Kromatografi. A n-butanol 40 bagian volume. B Iso-butanol 30 bagian volume

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Kuesioner Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan bahan tambahan pangan dewasa ini sangat beragam, dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI LAPORAN PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun oleh CHANDRA SAPUTRA PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut:

PHARMACY, Vol.06 No. 03 Desember 2009 ISSN

PENETAPAN KADAR BENSORSAK DALAM OKKY JELLY DRINK SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) KARYA ILMIAH NOVA LESTARI HARAHAP

VALIDASI METODE ANALISIS PENENTUAN KADAR HIDROKINON DALAM SAMPEL KRIM PEMUTIH WAJAH MELALUI KLT-DENSITOMETRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN Febriyanti Diah Puspita Sari*, Pri Iswati Utami*

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

Lampiran. Dapar fosfat ph. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBAR OBSERVASI. Lokasi : No. Objek Pengamatan Kategori A Pemilihan Bahan Makanan Ya Tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

Analisis Fenobarbital..., Tyas Setyaningsih, FMIPA UI, 2008

VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi, Departemen Farmasi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

VALIDASI METODE ANALISIS TABLET LOSARTAN MERK B YANG DITAMBAH PLASMA MANUSIA DENGAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGEMBANGAN METODE PENENTUAN KADAR VALSARTAN DALAM PLASMA DARAH MANUSIA SECARA IN VITRO MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

Lampiran 1. A. Karakteristik Responden 1. Nama Responden : 2. Usia : 3. Pendidikan :

BAB I PENDAHUUAN PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga SKRIPSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meringankan gejala batuk dan pilek, penyakit yang seluruh orang pernah

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. menghambat enzim HMG-CoA reduktase. HMG-CoA merupakan pembentuk

III. BAHAN DAN METODE

ANALISIS PEWARNA RHODAMIN B DALAM ARUM MANIS SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis DI DAERAH SUKOHARJO DAN SURAKARTA

PENGARUH PERENDAMAN TERHADAP KADAR AKRILAMIDA DALAM KENTANG GORENG SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI SKRIPSI OLEH: ZULHAMIDAH NIM

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE ANALISIS SUKROSA UNTUK MENENTUKAN KEASLIAN MADU PERDAGANGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sediaan pemutih wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari hidrokuinon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. A (retinol) atau disebut juga tretinoin. Bahan ini sering dipakai pada

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif.

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Betametason (Bm) dan Deksklorfeniramin Maleat (Dk) adalah kombinasi

Alasan Penggunaan BTM : (Food Food Protection Committee in Publication) BAB 4 BAHAN TAMBAHAN MAKANAN (BTM)

PENGEMBANGAN METODE PENETAPAN KADAR GLIBENKLAMID DALAM PLASMA DARAH MANUSIA SECARA IN VITRO MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jeli adalah bentuk makanan semi padat yang penampakannya jernih,

ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan yaitu untuk memperbaiki warna,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tanpa bahan tambahanmakanan yang diizinkan (Badan Standarisasi Nasional,

PENGEMBANGAN STRIP TES BERBASIS REAGEN ASAM SULFANILAT DAN 1-NAFTOL UNTUK DETEKSI PENGAWET NITRIT PADA SAMPEL KORNET DAGING SAPI SKRIPSI

RINGKASAN Herlina Gita Astuti.

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENETAPAN KADAR CEFADROXIL DALAM SEDIAAN KAPSUL DENGAN NAMA DAGANG DAN GENERIK SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam. : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL, KAFEIN DAN ASETOSAL DALAM SEDIAAN ORAL SECARA SIMULTAN DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

PENGARUH ph PADA PENETAPAN KADAR NATRIUM BENZOAT DALAM SIRUP MELALUI ISOLASI DENGAN PELARUT ETER SECARA KCKT

4 Hasil dan Pembahasan

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY

BAB I PENDAHULUAN. kembali pada awal tahun 1920-an. Pada tahun 1995-an, metode kromatografi

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang meliputi sumber hewan dan tumbuhan. Pada umumnya bahan pangan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

VALIDASI METODE ANALISIS UNTUK PENETAPAN KADAR METFORMIN HCl DALAM TABLET FLOATING SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan,

ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS. Abstrak

Transkripsi:

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PENETAPAN KADAR ZAT PEWARNA (Tartrazine dan Sunset yellow) PADA SIRUP KEMASAN DENGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI SKRIPSI ATINA WAHYUNI NIM : 107102000278 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI CIPUTAT JANUARI 2013 i

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PENETAPAN KADAR ZAT PEWARNA (Tartrazine dan Sunset yellow) PADA SIRUP KEMASAN DENGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi ATINA WAHYUNI NIM : 107102000278 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI CIPUTAT DESEMBER 2013 ii

iii

iv

v

ABASTRAK Nama Program Studi Judul : Atina Wahyuni : Farmasi : Penetapan Kadar Zat Pewarna (Tartrazine Dan Sunset yellow) Pada Sirup Kemasan Dengan Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Tartazine dan Sunset yellow merupakan dua jenis pewarna sintetis yang sering digunakan pada beberapa jenis makanan dan minuman. Analisis kadar zat pewarna sintetis Tartrazine dan Sunset yellow pada beberapa sirup kemasan yang beredar dipasaran telah dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Dalam analisis ini digunakan kolom (Eclipse plus) C-18 5μm (150 x 4,6 mm), detektor UV-Vis pada 450 nm, dengan komposisi fase gerak metanol (fase gerak A) dan buffer fosfat 0,01M ph 7 (fase gerak B). Pemisahan zat warna dilakukan melalui teknik gradient elusi dengan laju alir 1 ml/menit dan volume injeksi 20 μl. Kurva kalibrasi linier pada rentang 1,56-25 μg/ml menghasilkan persamaan regresi y = 0,0532x - 0,0368 (Tartrazine) dan y = 0,0183x 0,0004 (Sunset yellow) dengan koevisien korelasi (r2) = 0,999 (Tartrazine) dan 0,9997 (Sunset yellow). Batas deteksi 0,386 μg/ml (Tartrazine) dan 0,8197 μg/ml (Sunset yellow) serta batas kuantitasi 1,286 μg/ml (Tartrazine) dan 0,011 μg/ml (Sunset yellow). Standar deviasi relative (RSD) sebesar 0,064% (Tartrazine) dan 0,043% (Sunset yellow). Hasil pemeriksaan terhadap sampel 4 jenis sirup kemasan menghasilkan kadar zat pewarna : sampel A 5,924 μg/ml (Tartrazine) dan 56,614 μg/ml (Sunset yellow); sampel B 7,011 μg/ml (Tartrazine) dan 7,846 μg/ml (Sunset yelow); sampel C yaitu 33,758 μg/ml (Tartrazine) dan 77,964 μg/ml (Sunset yellow); dan sampel D yaitu 17,667 μg/ml (Tartrazine) dan 11,712 μg/ml (Sunset yellow). Dari keempat sampel yang diteliti kadarnya masih berada dibawah ambang batas yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan yakni ug/ml. Kata Kunci: Pewarna Sintetis, Tartazine, Sunset yellow, KCKT vi

ABSTRACT Name Program Study Tittle : Atina Wahyuni : Pharmacy : Determination of Synthetic Dyes, Tartrazine and Sunset Yellow in Commercial Soft Drink by High Performance Liquid Chromatography Methods Tartazine and Sunset yellow are two types of synthetic dyes are often used in some foods and beverages. Analysis of synthetic dyes i.e. Tartrazine and Sunset yellow packaging on some commercial syrup were accurately quantified using High Performance Liquid Chromatography (HPLC) method. In this analysis used Eclipse plus column 5μm C-18 (150 x 4.6 mm), UV-Vis detector at λ450 nm, with a mobile phase composition of methanol (mobile phase A) and 0.01 M phosphate buffer ph 7 (mobile phase B). Separation of dye through gradient elution technique with a flow rate of 1 ml / min and 20 ml injection volume. Linear calibration curve in the range of 1,56 to 25 / ml produced the regression equation y = 0,0532x - 0,0368 (Tartrazine) and y =0,0183x 0,0004 (Sunset yellow) with koevisien correlation (r2) = 0,999 (Tartrazine) and 0,9997 (Sunset yellow). Limit of detection (LOD) of Tartrazine was 0,386 μg/ml and Sunset yellow was 0,8197 μg/ml while the limit of quantitation (LOQ) of Tartrazine was 1,286 μg/ml and Sunset yellow was 0,011 μg/ml. Relative standard deviation (RSD) of (Tartrazine) 0,064% and (Sunset yellow) 0,043% Determination of dyes contained of four types of commercial syrup packing produce levels of dye : 5,924 ug/ml (Tartrazine) and 56,614 ug/ml (Sunset yellow) for sample A, 7,011 ug/ml (Tartrazine) and 7,846 ug/ml (Sunset yellow) for sample B; 33,758 ug/ml (Tartrazine) and 77,964 ug/ml (Sunset yellow) for sample C, and 17,667 ug/ml (Tartrazine) and 11,712 ug/ml (Sunset yellow) for sample D. Four of samples studied levels remain below the recommended of Regulation of the Ministry of Health, that is 70 ug/ml. Keywords: Synthetic Dyes, Tartrazine, Sunset yellow, HPLC vii

KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dan masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Ismiarni Komala,M.Sc.,Ph.D.,Apt selaku pembimbing I dan Bapak S. Hermanto, M.S.i. selaku pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaga, serta memberikan bimbingan, saran, dan dukungan selama penelitian. 2. Bapak Pras Setiawan selaku analis dari LAPTIAB Puspitek Tangerang berserta staf atas penggunaan segala fasilitas dan bantuan selama penelitian. 3. Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp.And. Selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. 4. Bapak Drs. Umar Mansur M.Si, Apt selaku ketua Program Studi Farmasi FKIK a 5. Bapak dan Ibu Dosen yang telah membantu penulis selama mengikuti pendidikan di Program Studi Farmasi FKIK. 6. Seluruh staf Laboratorium Farmasi (FKIK ) dan Laboratorium Pangan (PLT ) yang telah memberikan bantuan dan dukungannya selama proses penelitian berlangsung. 7. Kedua orang tua tercinta (Bapak dan Mama) yang selalu memberikan kasih sayang yang tak terhingga, doa, serta dukungan baik moril maupun materil sehingga penelitian ini dapat berjalan lancar. viii

8. Kedua kakak (aa Arya dan abang Topan) tersayang yang telah memberikan semangat dan dukungan selama penelitian. 9. Teman seperjuangan (NAFTALEN) yang sering memberi dukungan semangat dan kasih sayang, canda tawa. Semoga selamanya kita akan selalu keluarga, amiiin. 10. Teman teman dari PASIFIK (Paduaan Suara Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan) atas kasih sayang, semangat dan doa-nya. 11. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu tetapi memberikan kontribusinya dalam penelitian ini. Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu. Ciputat, Januari 2013 Penulis ix

x

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iv HALAMAN PENGESAHAN... v ABSTAK... vi ABSTRACT... vii KATA PENGANTAR... viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... x DAFTAR ISI... xi DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR TABEL... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar belakang masalah... 1 1.2 Rumusan masalah... 3 1.3 Tujuan penelitian... 3 1.4 Manfaat penelitian... 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 2.1 Bahan tambahan makanan... 4 2.2 Zat pewarna... 6 2.2.1 Pewarna alami... 6 2.2.2 Pewarna sintetik... 8 2.2.2.1 Tartrazine... 13 2.2.2.2 Sunset yellow... 15 2.3 Minuman sirup... 16 xi

2.4 KCKT... 17 2.4.1 Cara kerja KCKT...... 18 2.4.2 Komponen instrument KCKT...... 19 2.4.3 Teknik pemisahan dalam KCKT...... 21 2.4.4 Metode analisis dalam KCKT..... 21 2.5 Validasi metode... 23 2.6 Teknik sampling...... 25 Kerangka konsep... 29 BAB III. METODE PENELITIAN...30 3.1 Tempat dan waktu penelitian... 30 3.2 Alat dan bahan 3.2.1 Alat... 30 3.2.2 Bahan... 30 3.3 Cara kerja 3.3.1 Prosedur pengambilan sampel... 30 3.3.2 Preparasi standar... 31 3.3.3 Penentuan serapan maksimum... 31 3.3.4 Analisa kondisi optimum... 31 3.3.5 Pembuatan kurva kalibrasi... 32 3.3.6 Pengujian batas deteksi dan batas kuatitasi... 33 3.3.7 Pengujian keterulangan (Presisi)... 33 3.3.8 Penetapan kadar zat pewarna Tartrazine dan Sunset yellow dalam produk sirup kemasan... 33 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 34 4.1 Spektrum serapan maksimum Tartrazine dan Sunset yellow 34 4.2 Hasil analisa kondisi optimum... 35 4.3 Hasil linieritas kurva kalibrasi... 37 4.4 Hasil analisa batas deteksi dan batas kuantitas... 38 4.5 Hasil analisa keterulangan (Presisi)... 38 4.6 Hasil pengujian kadar Tartrazine dan Sunset yellow pada sampel sirup kemasan... 39 xii

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 41 5.1 Kesimpulan... 41 5.2 Saran... 41 DAFTAR PUSTAKA... 42 LAMPIRAN... 45 xiii

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur Tartrazine... 13 Gambar 2. Struktur Sunset yellow... 15 Gambar 3. Diagram alir KCKT... 19 Gambar 4. Kromatogram untuk uji kesesuaian sistem... 34 Gambar 5. Kurva kalibrasi Tartrazine... 37 Gambar 6. Kurva kalibrasi Sunset yellow... 38 Gambar 7. Standar Tartrazine dan Sunset yellow... 46 Gambar 8. Sampel... 47 Gambar 9. Alat KCKT Kenaur Detektor UV Autosampler... 48 Gambar 10. Spektrofotometer UV-Vis... 48 Gambar 11. Vacum filter... 48 Gambar 12. Spektrum serapan Tartrazine... 52 Gambar 13. Spektrum serapan Sunset yellow... 52 Gambar 14. Kromatogram sampel A... 53 Gambar 15. Kromatogram sampel B... 53 Gambar 16. Kromatogram sampel C... 53 Gambar 17. Kromatogram sampel D... 54 xiv

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Sifat sifat dari beberapa bahan pewarna alami... 7 Tabel 2.2. Pewarna sintetik terdaftar... 8 Tabel 3.1. Komposisi fase gerak dalam rentang gradient elusi... 32 Tabel 4.1. Hasil uji kesesuaian sistem... 36 Tabel 4.2. Hasil analisa uji kurva kalibrasi... 37 Tabel 4.3. Hasil analisa uji LOD dan LOQ... 38 Tabel 4.4. Hasil analisa uji presisi... 39 Tabel 4.5 Hasil analisa pengujian kadar Tartrazine dan Sunset yellow pada sampel... 39 xv

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Standar Tartrazine dan Sunset yellow... 46 Lampiran 2. Sampel minuman... 47 Lampiran 3. Alat alat yang digunakan... 48 Lampiran 4. Skema kerja penelitian... 49 Lampiran 5. Skema kerja pembuatan larutan untuk kurva kalibrasi... 50 Lampiran 6. Skema kerja preparasi sampel... 51 Lampiran 7. Spektrum serapan standar Tartrazine dan Sunset yellow... 52 Lampiran 8. Kromatogram Tartrazine dan Sunset yellow pada sampel... 53 Lampiran 9. Perhitungan hasil uji kesesuaian sistem... 55 Lampiran 10 Perhitungan ratio luas area... 56 Lampiran 11 Perhitungan LOD dan LOQ... 57 Lampiran 12. Perhitungan hasil uji presisi... 59 Lampiran 13. Perhitungan kadar Tartrazine dan Sunset yellow pada sampel.. 60 Lampiran 14. Sertifikat analisis Tartrazine... 61 Lampiran 15. Sertifikat analisis Sunset yellow... 62 xvi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan teknologi pengolahan pangan dewasa ini telah menghasilkan berbagai produk makanan dan minuman yang terbungkus dengan berbagai bahan kemasan baik dari kaleng, gelas, alumunium, dan berbagai jenis plastik. Aneka ragam jenis kemasan makanan dan minuman dengan berbagai warna dan bentuk mempunyai nilai tersendiri dan sangat menarik (Kristianigrum, 1997). Minuman kemasan merupakan salah satu diantara contoh kemajuan teknologi pengolahan pangan. Dahulu orang lebih suka membuat minuman sendiri seperti jus, tetapi karena dinilai kurang praktis, tidak awet dan warna yang dihasilkan kurang menarik sehingga masyarakat lebih memilih minuman yang sudah dikemas karena dinilai lebih praktis, awet dan warna yang lebih menarik. Sebagian besar minuman kemasan banyak mengandung bahan aditif seperti pengawet, pemanis, pewarna dan lain lain. Walaupun penggunaan bahan aditif mempunyai nilai positif pada produk pangan yang diproduksi tetapi penggunaan bahan aditif juga dampak negatif atau sangat berbahaya bagi kesehatan. Pemakaian bahan pewarna pangan sintetis walaupun mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, ternyata dapat pula menimbulkan hal hal yang tidak diinginkan dan bahkan mungkin memberikan dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Kinosita dalam Saprinto dan Hidayati (2006), telah melihat adanya efek karsinogenik pada iritasi kimia akibat paparan senyawa zat warna, salah satu percobannya adalah dengan cara memberi makanan hewan hewan percobaan di laboratorium dengan senyawa senyawa zat warna Butter yellow yang dianggap karsinogen menunjukkan dosis ± 3 mg/hari pada tikus tikus, menyebabkan sebagian mati sebelum 30 hari, sisanya mampu bertahan sampai hari ke 150, setelah terkena macam

2 macam tumor hati. Efek kronis yang diakibatkan oleh zat warna azo yang dikonsumsi dalam jangka waktu lama, pada percobaan dipakai ortoaminoazotoulen dapat menyebabkan kanker hati. Para ilmuwan pada umumnya mempergunakan zat warna azo dalam penelitiannya, karena hampir 90% dari bahan pewarna pangan terdiri dari zat warna azo (Saprinto dan Hidayati, 2006). Salah satu kelompok zat warna azo adalah Tartrazine dan Sunset yellow, penelitian menunjukkan bahwa Tartrazine berhubungan dengan berbagai penyakit antara lain asma, hiperaktif pada anak, migrain. Di Norwegia dan Austria Tartrazine sudah tidak digunakan lagi (Li dkk, 2008). Penggunaan bahan pewarna makanan yang diizinkan dalam makanan dengan batas maksimum penggunannya telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/MEN.KES.PER/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan (BMT) khususnya untuk Tartrazine dan Sunset yellow dengan kadar yang diizinkan masing masing untuk minuman ringan dan makanan cair yaitu 70 µg/ml untuk produk siap konsumsi. Sedangkan berdasarkan WHO adalah 0 2,5 mg/kg untuk Sunset yellow (Anonim, 2008) dan Tartrazine adalah sebanyak 0 7,5 mg/kg (Anonim, 1984). Mengingat adanya bahaya menggunakan Tartrazine dan Sunset yellow yang melebihi kadar yang ditetapkan, maka dipandang perlu untuk melakukan analisis kandungan Tartrazine dan Sunset yellow dalam produk pangan yang beredar. Beberapa metode analisa yang sering digunakan untuk mengukur kadar suatu senyawa dalam sediaan adalah spektrofotometri UV- Vis, kromatografi cair, kapiler kromatografi, kromatografi ion, voltametri dan LC-MS (Li dkk, 2008), selain itu KLT dan kolom poliamida, (Anonim, 1992). Dasar pemilihan metode KCKT karena memiliki beberapa keuntungan antara lain dapat menganalisa senyawa senyawa yang non-volatil, termolabil dengan daya pisahnya lebih baik, kolom dapat digunakan kembali, serta sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi. Pada penelitian ini telah dilakukan penetapan kadar zat pewarna (Tartrazine dan Sunset yellow) pada sirup kemasan yang beredar di pasaran secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan menggunakan kolom Eclipse plus C-18.

3 Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang baik bagi institusi pemerintah dan masyarakat dalam penggunaan dan pengawasan minuman kemasan yang beredar di masyarakat. 1.2 Rumusan masalah 1. Bagaimana hasil validasi metode analisis zat pewarna (Tartrazine dan Sunset yellow) dengan mengunakan alat KCKT? 2. Apakah kadar zat pewarna (Tartrazine dan Sunset yellow) yang terkandung pada 4 sampel minuman kemasan yang beredar dimasyarakat melebih batas normal yang diizinkan oleh Pemerintah? 1.3 Tujuan penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sensitifitas dan validitas metode analisis yang digunakan mengetahui kadar pewarna Tartrazine dan Sunset yellow pada minuman kemasan yang beredar dipasaran. 1.4 Manfaat 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan metode alternatif untuk analisis zat pewarna sintetis (Tartrazine dan Sunset yellow) yang lebih kuantitatif. 2. Memberikan informasi kadar zat pewarna sintetis yang sering digunakan pada minuman kemasan yang beredar di masyarakat, sehingga informasi diperoleh dapat membantu masyarakat mengetahui bahaya pewarna pada minuman kemasan yang beredar di pasaran jika terakumulasi didalam tubuh.

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan tambahan makanan Penggunaan bahan tambahan makanan (BTM) pada umumya bertujuan untuk memenuhi target tertentu dan memenuhi keinginan konsumen. Penggunaan bahan tambahan makanan dalam pembuatan makanan, minuman maupun jajanan makin pesat seiring dengan makin banyaknya jenis makanan, minuman, dan jajanan yang diproduksi, dijual, dan dikonsumsi, baik dalam kondisi siap saji maupun setelah diawetkan selama beberapa waktu (Pitojo dan Zumiati, 2009). Definisi tentang bahan tambahan makanan atau zat tambahan makanan diambil oleh Komisi Codex Alimentarius, suatu badan antar-pemerintah yang terdiri dari 120 negara (FAO/WHO, 1983) yaitu zat tambahan makanan berarti bahan apa pun yang biasa tidak dimakan sendiri sebagai suatu makanan dan biasanya tidak digunakan sebagai bahan bahan khas untuk makanan, baik mempunyai nilai gizi atau tidak, yang bila ditambahkan dengan sengaja pada makanan untuk tujuan teknologi (termasuk organoleptik) dalam pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, pengangkutan atau penanganan makanan akan mengakibatkan atau dapat diharapkan berakibat ( secara langsung atau tidak langsung ) terhadap makanan itu atau hasil sampingan menjadi bagian komponen makanan atau mempengaruhi ciri ciri makanan itu. Istilah ini tidak mencakup pencemar atau zat zat yang ditambahkan pada makanan untuk mempertahankan atau memperbaiki mutu gizi (Lu, 2006). Definisi resmi yang muncul dalam Undang undang Federal mengenai Makanan, Obat dan Kosmetik, seperti diamandemenkan pada oktober 1976, berbeda dengan difnisi di atas dalam beberapa segi. Perundang undangan AS tidak memasukkan zat warna sebagai bahan tambahan dan zat zat yanng akan

5 ditambahkan pada makanan tetapi didefinisikan sebagai secara umum dikenal aman (Generally Recognized as Safe = GRAS) (Lu, 2006). Menurut Codex, bahan tambahan pangan adalah bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan, yang dicampurkan secara sengaja pada proses pengolahan makanan. Bahan ini ada yang memiliki nilai gizi dan ada yang tidak (Saparinto dan Hidayati, 2006). Pada umumnya bahan tambahan dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : a. Aditif sengaja, yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa, dan lain sebagainya. b. Aditif tidak sengaja, yaitu aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan (Winarno, 1992). Bila dilihat dari asalnya, aditif didapat dari sumber alamiah seperti lesitin, asam sitrat, dan lain sebagainya; dapat juga disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa benar dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat metebolismenya seperti misalnya β-karoten, asam askorbat, dan lain-lain. Pada umumnya bahan sintetik mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah. Walaupun demikian ada kelemahannya yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat zat yang berbahaya bagi kesehatan, dan kadang kadang bersifat kasinogenik yang dapat merangsang terjadinya kanker pada hewan atau manusia (Winarno, 1997). Fungsi bahan tambahan pangan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 235/MEN.KES/PER/VI/1979, tanggal 19 Juni 1979, yaitu sebagai (1) antioksidan, (2) antikempal, (3) pengasam, penetral dan pendapar, (4) enzim, (5) pemanis buatan, (6) pemutih dan pematang, (7) penambah gizi, (8) pengawet, (9) pengemulsi,pemantap, dan pengental, (10) pengeras, (11) pewarna alami dan sintetik, (12) penyedap rasa dan aroma, (13) seskuentran, serta (14) bahan tambahan lain (Saparinto dan Hidayati, 2006).

6 Adapun tujuan penambahan bahan tambahan pangan (BTP) secara umum adalah untuk : Meningkatkan nilai gizi makanan, Memperbaiki nilai estetika dan sensori makanan, dan Memperpanjang umur simpan (shelf life) makanan. (Saparinto dan Hidayati, 2006). 2.2 Zat pewarna Warna merupakan nama umum untuk semua pengindraaan yang berasal dari aktivitas retina mata. Jika cahaya mencapai retina, mekanisme saraf mata menanggapi, salah satunya memberi sinyal warna. Cahaya adalah energi radiasi dengan rentang panjang gelombang sekitar 400 800 nm (Deman, 1997). Warna makanan memiliki peran penting pada makanan yang dihidangkan. Selain memiliki daya tarik yang dapat dinikamati oleh indra penglihatan, warna berperan penting dalam membentuk cita rasa makanan. Warna makanan berasal dari beberapa sumber, masing masing adalah sebagai berikut : a. Warna makanan yang berasal dari penambahan zat warna sintetis. b. Warna makanan yang berasal dari reaksi pencokelatan atau browning. c. Warna makanan yang berasal dari pigmen tanaman dan bahan asli tanaman (Pitojo dan Zumiati, 2009). 2.2.1 Pewarna alami Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dan hewan dapat digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi (karoteniod, riboflavin, dan kobalamin), bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa (karamel) ke bahan olahannya (Saparinto dan Hidayati, 2006). Warna makanan disebabkan oleh pigmen alam atau pewarna yang ditambahkan. Pigmen alam adalah segolongan senyawa yang terdapat dalam produk yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Pigmen alam mencakup pigmen yang sudah terdapat dalam makanan dan pigmen yang

7 terbentuk pada pemanasan, penyimpanan, atau pemrosesan (Deman, 1997). Pewarna alami dapat diperoleh dengan jalan ekstraksi maupun melalui cara yang lain, yang ditangani oleh pabrikan, secara legal, diawasi dan mendapatkan izin dari pemerintah. Pewarna nabati adalah pewarna alami yang diperoleh dari tumbuh tumbuhan atau tanaman. Sama halnya dengan pewarna sintetis, penggunaaan pewarna alami pada bahan pangan perlu mengikuti petunjuk yang telah ada. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 772/Menkes/Per/IX/88, yang berisi tentang beberapa pewarna alami (natural colour) yang diizinkan oleh pemerintah, memuat perihal nama zat pewarna di Indonesia, nama asing, nama makanan yang bersangkutan (Pitojo dan Zumiati, 2009). Beberapa pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan, diantaranya adalah klorofil, mioglobin dan hemoglobin, anthosianin, flavanoid, tannin, betalain, quinon dan xanthon, serta karotenoid (Saparinto dan Hidayati, 2006). Tabel 2.1. Sifat sifat dari Beberapa Bahan Pewarna Alami Kelompok Warna Sumber Kelarutan Stabilitas Karamel Cokelat gula dipanaskan Air Stabil Anthosianin Jingga merah Tanaman Air Peka terhadap panas dan Ph biru Flavonoid tanpa kuning Tanaman Air stabil terhadap panas Leucoantho sianin tidak bewarna Tanaman Air stabil terhadap panas Tannin tidak bewarna Tanaman Air stabil terhadap panas Batalain kuning, merah Quinon kuning hitam Xanthon Kuning Tanaman Karotenoid tanpa kuning dan Tanaman Air sensitif terhadap panas Tanaman Air stabil terhadap panas Air stabil terhadap bakteria lumut panas Tanaman / hewan Lipida stabil terhadap panas

8 Klorofil Heme merah hijau, cokelat merah, cokelat Tanaman Lipida dan air sensitif terhadap panas Air sensitif terhadap panas Sumber: Saparinto dan Hidayati (2006) pada buku analisis dan aspek 2.2.2 Pewarna sintetis kesehatan bahan tambahan pangan edisi kedua. Pewarna sintetik yang dipakai secara komersil dikenal juga sebagai tinambah warna bersertifikat. Ada dua jenis zat warna, yaitu pewarna (dye) FD&C dan lake FD&C. FD&C menunjukkan senyawa yang sudah disetujui untuk digunakan dalam makanan (F, food), obat (D, drug) dan kosmetik (C, cosmetic) oleh peraturan federal Amerika Serikat (Deman, 1997). Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna sintetis yang diizinkan dan dilarang untuk pangan telah diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/MenKes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan (Departemen Kesehatan RI). Tabel dibawah ini menyebutkan beberapa pewarna sintetis yang diizinkan oleh Pemerintah. Tabel 2.2. Pewarna sintetik tedaftar Nama Bahan No Tambahan Makanan Bahasa Bahasa Indonesia Inggris 1. Biru berlian Briliant Blue FCF; C 1 Food Bluel2; FD & C Blue No.1; C 1 No. 42090 Jenis / Bahan Makanan 1. Es krim dan sejenisnya 2. Kapri kalengan 3. Ercis kalengan 4. Acar ketimun dalam botol Batas Maksimum Penggunaan 100mg/kg produk akhir (total campuran pewarna 300mg/kg) 100mg/kg, tunggal atau campuran dengan pewarna lain. 200mg/kg, tunggal atau campuran dengan pewarna lain. 300mg/kg, tunggal atau campuran

9 2 Coklat HT Chocolate Brown HT; C I No. 20285 3 Eritrosin Erythrosine; CI Food Red 14; FD & Red No.3; Ci No.45430 5. Jem dan jeli saus apel kalengan 6. Makanan lain 1. Minuman ringan dan makanan cair 2. Makanan lain 1. Es krim dan sejenisnya 2. Buah pir kalengan 3. Buah prem (Plum) kalengan 4. Jem dan Jeli; Saus apel kalengan 5. Udang kalengan 6. Udang beku 7. Yoghurt beraroma dan produk yang dipanaskan setelah fermentasi 8. Irisan daging olahan 9. Makanan lain dengan pewarna lain. 200mg/kg, tunggal atau campuran dengan pewarna lain. 100mg/kg, tunggal atau campuran dengan pewarna lain. 70mg/l produk siap dikonsumsi 300mg/kg, tunggal atau campuran dengan pewarna lain. 100mg/kg produk akhir (total campuran pewarna 300mg/kg) 200mg/kg, tunggal atau campuran dengan warna lain 300mg/kg, tunggal atau campuran dengan Ponceau 4R, hanya untuk buah prem merah atau ungu 200mg/kg, tunggal atau campuran dengan Ponceau 4R 30mg/kg, tunggal atau campuran dengan warna lain 30mg/kg, tunggal atau campuran dengan warna lain, hanya pada produk yang telah dipanaskan. 27mg/kg, berasal dari aroma yang digunakan 15mg/kg 300mg/kg, tunggal atau campuran

10 4 Hijau FCF Fast Green FCF C I Food Grean 3; FD & C Green No.3; C I No. 420453 5 Hijau S Food Green S; C I Food Green 4; C I No.44090 6 Indigotin Indigotine; Indigo Carmine; C I Food Blue 1; FD & C Blue No.2; C I No.73015 7 Karmoisin Carmoisine; C I Food Red 3; Azorubine; C I 1. Es krim dan sejenisnya 2. Buah pir kalengan 3. Ercis kalengan 4. Acar ketimun dalam botol 5. Jem dan Jeli; Saus apel kalengan 6. Marmalad 7. Makanan lain 1. Minuman ringan dan makanan cair 1. Es krim dan sejenisnya 2. Jem dan Jeli; Saus apel kalengan 3. Yoghurt beraroma dan produk yang dipanaskan setelah fermentasi 4. Makanan lain 1. Minuman ringan dan makanan cair dengan warna lain 100mg/kg produk akhir (total campuran pewarna 300mg/kg) 200mg/kg, tunggal atau campuran dengan pewarna lain 200mg/kg, tunggal atau campuran dengan pewarna lain. 300mg/kg, tunggal atau campuran dengan pewarna lain 200mg/kg, tunggal atau campuran dengan pewarna lain 100mg/kg, tunggal atau campuran dengan Tartrazine. 100mg/kg, tunggal atau campuran dengan pewarna lain 70mg/l produk siap dikonsumsi 100 mg/kg produk akhir (campuran pewarna 300mg/kg). 200 mg/kg, tunggal atau campuran dengan pewarna lain. 6 mg/kg, berasal dari aroma yang digunakan. 300 mg/kg, tunggal atau campuran pewarna lain. 70mg/l produk siap dikonsumsi

11 No. 14720 8 Kuning FCF Sunset yellow FCF; C I Food Yellow 3; FD & C Yellow No.6; Food Yellow No.5; C I No. 15985 9 Kuning kuinolin Quinoline Yellow; Food Yellow 13; C I Aci Yellow 13; C I No. 47005 10. Merah Alura Allura Red AC; C I Food Red 17; FD & C Red No. 40; C I No. 16035 2. Es krim dan sejenisnya 3. Yoghurt beraroma dan produk yang dipanaskan setelah fermentasi 1. Minuman ringan dan makanan cair 2. Es krim dan sejenisnya 3. Acar ketimun dalam botol 4. Yoghurt beraroma dan produk yang dipanaskan setelah fermentasi 5. Jem dan Jelli; Saus apel kalengan 6. Marmalad 7. Udang kalengan 1. Es krim dan sejenisnya 2. Makanan lain 1. Minuman ringan dan makanan cair 2. Makanan lain 100 mg/kg produk akhir (total campuran pewarna 300 mg/kg). 57 mg/kg, berasal dari aronma yang digunakan. 70mg/l produk siap dikonsumsi. 100 mg/kg produk akhir (total campuran pewarna 300 mg/kg). 300 mg/kg, tunggal atau campuran dengan pewarna lain. 57 mg/kg, berasal dari aroma yang digunakan. 200 mg/kg, tunggal atau campuran dengan pewarna lain 200 mg/kg 30 mg/kg, tunggal atau campuran dengan pewarna lain 50 mg/kg produk akhir (total campuran pewarna 300 mg/kg) 300 mg/kg, tunggal atau campuran dengan pewarna lain. 70mg/l produk siap dikonsumsi 300 mg/kg, tunggal atau campuran dengan pewarna lain. 11. Ponceau 4R Ponceau 4R; C 1. Es krim dan 50 mg/kg produk

12 I Food Red 7; Brilliant 12. Tartrazine Tartrazine; C I Food Yellow 4; FD & C Yellow No. 5; C I No. 19140 sejenisnya 2. Minuman ringan dan makanan cair 3. Yoghurt beraroma dan produk yang dipanaskan setelah fermentasi 4. Buah pir kalengan 5. Buah prem (Plum) kalengan 6. Jem dan Jeli 7. Undang kalengan 8. Udang beku 1. Minuman ringan dan makanan cair 2. Es krim dan sejenisnya 3. Yoghurt beraraoma dan produk yang dipanaskan setelah fermentasi 4. Buah pir kalengan; Ercis kalengan 5. Kapri kalengan akhir (total campuran pewarna 300 mg/kg) 70mg/l produk 48 mg/kg, berasal dari aroma yang digunakan 200 mg/kg, tunggal atau campuran dengan pewarna lain. 300 mg/kg, tunggal atau campuran dengan eritrosin, hanya pada prem merah dan ungu. 200 mg/kg, tunggal atau campuran dengan pewarna lain. 30 mg/kg, tunggal atau campuran dengan warna lain. 30 mg/kg, tunggal atau campuran dengan warna lain, hanya pada produk yang telah dipanaskan. 70mg/l produk siap dikonsumsi 10 mg/kg produk akhir (total campuran pewarna 300 mg/kg). 18 mg/kg, berasal dari aroma yang digunakan 200 mg/kg, tunggal atau campuran dengan pewarna lain. 100 mg/kg

13 6. Acar keteimun dalam botol 7. Jem dan Jeli; Saus apel kalengan 8. Marmalad 9. Udang kalengan Sumber : SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/MenKes/Per/IX/88 2.2.2.1 Tartrazine 300 mg/kg, tunggal atau campur dengan pewarna lain. 200 mg/kg, tunggal atau campuran dengan pewarna lain. 100 mg/kg, tunggal atau campuran dengan Hijau FCF. 30 mg/kg, tunggal atau campuran dengan pewarna lain. Tartrazine merupakan jenis pewarna sintetik yang terdaftar atau diizinkan oleh Pemerintah digunakan untuk pewarna makanan dan minuman. Selain untuk makanan dan minuman Tartrazine juga digunakan untuk kosmetik dan obat obatan. Sifat sifat atau karakteristik dari Tartrazine : Organoleptik Bentuk : serbuk atau tepung Warna : kuning jingga Kelarutan : mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol 95%, mudah larut dalam gliesrol dan glikol Berat molekul : 534. 4 Rumus kimia : C 16 H 9 N 4 Na 43 O 9 S 2 Rumus bangun : Gambar 1. Struktur kimia Tartrazine (Anonim, 2012)

14 Tartrazine adalah pewarna makanan kuning yang telah digunakan selama bertahun-tahun, namun telah ditemukan dapat menghasilkan reaksi intoleran dalam beberapa individu. Penggunaan Tartrazine pada jangka waktu yang lama dapat memberikan efek yang berbahya. Reaksi merugikan yang telah dilaporkan termasuk urtikaria (ruam kulit alergi), rhinitis (pilek), asma, purpura (kulit memar keunguan) dan anafilaksis sistemik (Shock). Reaksi samping ini lebih umum pada penderita asma dan orang-orang yang peka terhadap aspirin (Anonim, 2002). Pewarna kuning Tartrazine yang digunakan dalam obat-obatan dan makanan dapat menyebabkan gejala reaksi alergi (urtikaria, rinitis, atau asma) dapat terjadi setelah paparan bahan kimia yang digunakan untuk warna, bumbu, atau mengawetkan makanan dan obat-obatan, tapi Tartrazine (FD & C kuning No 5) adalah warna yang paling sering dicurigai. Intoleransi terhadap Tartrazine pertama kali dilaporkan pada tahun 1959, dan bagian dalam induksi dari urtikaria telah diakui sejak tahun 1975. Non-thrombocytopenic purpura juga dilaporkan karena hipersensitivitas terhadap Tartrazine yang menunjukkan kemungkinan bahwa tartrazine dapat bertindak sebagai hapten yang terikat pada sel endotel pembuluh darah kecil (Miller, 1982). Penyerapan, distribusi, metabolisme dan ekskresi Tartrazine telah dipelajari secara ekstensif di hewan dan manusia. Sementara sebagian besar studi selama 40-50 tahun yang lalu dengan teknik dan metode yang digunakan untuk identifikasi senyawa induk dan metabolitnya adalah digunakan untuk menjelaskan dan mengidentifikasi dengan metabolisme sebagian besar dari jalur xenobiotik. Setelah pemberian secara oral dari Tartrazine utuh penyerapan pada kisaran dosis yang rendah diabaikan (<5%) dan tartrazine utuh pada saat diekskresikan warnanya tidak berubah dalam urin (Anonim, 2009).

15 Batas normal pewarna Tartrazine yang diizinkan oleh Pemerintah Indonesia beradasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor :722/MEN.KES.PER/IX/88 Tentang Bahan Tambahan Makanan adalah 70 µg/ml produk siap dikonsumsi untuk minuman dan makanan cair (Departemen Kesehatan RI,1988). Sedangkan berdasarkan WHO adalah ADI 0 7,5 mg/kg. Sedangkan LD 50 dari Tartrazine 6000 10000 mg/kg pada tikus (Anonim, 2002). 2.2.2.2 Sunset yellow Sunset yellow merupakan salah satu pewarna yang juga sering digunakan, bahkan penggunaannya sering dikombinasikan dengan pewarna tartrazine. Sunset yellow juga merupakan jenis pewarna sintetik yang terdaftar atau diizinkan oleh Pemerintah digunakan untuk pewarna makanan dan minuman, kosmetik dan obat -obatan. Sifat sifat atau karakteristik (monografi) dari Sunset yellow : Organoleptik Bentuk : serbuk atau granul Warna : orange Kelarutan : mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol 95%, mudah larut dalam gliesrol dan glikol Berat molekul : 534. 37 Kegunaan : zat pewarna sintetik Rumus kimia : C 16 H 9 N 4 Na 3 O 9 S 2 Rumus bangun : Gambar 2. Struktur kimia Sunset yellow (Anonim, 2012) Sunset yellow sebagian kecil diserap pada saluran pencernaan dan sebagian besar dosis oral diekskresikan melalui tinja. Sunset

16 yellow kemungkinan akan dipecah oleh reduksi azo-usus. Urin juga didominasi produk azo-reduksi (sulphanilic asam, asam 1-amino-2- naftol-6-sulfonat, dan bentuk bentuk N-asetilasi) (Anonim, 2009) Beberapa penelitian mencatat adanya kandungan amina aromatik unsulphonated didalam pewarna Sunset yellow dengan konsentrasi sampai 100 mg / kg. Meskipun beberapa amina aromatik mungkin terkait dengan genotoxicity atau bahkan carcinogenicity, peneliti mencatat bahwa Sunset yellow menunjukkan hasil yang negatif pada genotoxicity secara in vitro juga seperti dalam studi carcinogenicity jangka panjang. Peneliti menyimpulkan bahwa potensi genotoxicity Sunset yellow telah sepenuhnya diteliti baik secara in vitro dan in vivo, dan tidak ada indikasi adanya potensi genotoksik pada pewarna Sunset yellow atau metabolitnya (Anonim, 2009). Sebuah penelitian McCann et al melakukan uji pada bahan tambahan makanan menyimpulkan bahwa paparan dalam makanan untuk dua campuran dari empat warna sintetik ditambah pengawet natrium benzoat, Mix A dan Mix B, keduanya mengandung Sunset yellow mengakibatkan hiperaktif meningkat pada umur 3 tahun, 8 tahun dan anak-anak yang berusia 9 tahun pada populasi. (Anonim, 2009). Batas normal pewarna Sunset yellow yang diizinkan oleh Pemerintah Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor :722/MEN.KES.PER/IX/88 Tentang Bahan Tambahan Makanan adalah 70 µg/ml produk siap dikonsumsi untuk minuman dan makanan cair (Departemen Kesehatan RI, 1988). Sedangkan berdasarkan WHO adalah ADI 0 2,5 mg/kg. Sedangkan LD 50 dari Sunset yellow 5000mg/Kg pada tikus (Anonim, 2008). 2.3 Minuman sirup Menurut Departemen Perindustrian (1977) sirup ialah minumam gula (sakrosa) pekat yang dipergunakan sebagai bahan minuman dengan / tanpa ditambahkan asam (antara lain asam sitrat, asam tartrat atau asam laktat), juga

17 aroma dan zat warna. Sirup dapat dibuat dari gula alami (tebu dan bit) dan gula sintetik (sakarin, siklamat, aspartam dan sorbitol). (Hubies, dkk., 1994). Sirup dikatakan baik jika larutannya kental alami (tanpa penambahan pengental), mempunyai rasa manis alami, diolah dan dikemas secara aseptik dan mempunyai warna yang baik (menggunakan pewarna makanan / food colour) (Hubies, dkk., 1994). Komponen utama pembuatan sirup antara lain gula (alami: sukrosa, glukosa dan fruktosa. Sedangakan sintetik: sorbitol, aspartam dan sakarin), pewarna, flavor dan air. Bahan aditif seperti asam sitrat dan CMC tetapi tidak selalu digunakan (tergantung kebutuhan) (Hubies, dkk., 1994). Cara pembuatan sirup yaitu dengan cara: a. Memilih buah yang telah tua, segar dan yang masak kemudian dicuci, b. Buah dipotong menjadi 4 bagian, c. Buah diparut hingga menjadi bubur, d. Ditambahkan air, gula pasir, natrium benzoat, asam sitrat dan garam dapur, e. Diaduk sampai rata, f. Campuran dipanaskan hingga mendidih dan biarkan sampai agak mengental, g. Dalam keadaan panas disaring kemudian didinginkan setelah dingin segera dimasukkan kedalam botol (Margono, dkk., 2000) 2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau juga biasanya disebut dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatograhpy) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain: farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industri - industri makanan (Rohman dan Gandjar, 2007). Kegunaan umum KCKT adalah untuk: pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis; analisis ketidakmurnian

18 (impurities); analisis senyawa senyawa yang tidak mudah menguap (non - volatil); penentuan molekul molekul netral, ionik maupun zwitter ion; pemisahan senyawa semyawa yang strukturnya hampir sama dan lain- lain. KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif (Rohman dan Gandjar, 2007). Keuntungan KCKT menawarkan beberapa keuntungan dibanding dengan kromatografi cair klasik, antara lain kolom bisa digunakan kembali dan cepat: waktu analisis umumnya kurang dari 1 jam. Banyak analisis yang dapat diselesaikari sekitar 15-30 menit. Untuk analisis yang tidak rumit (uncomplicated), waktu analisis kurang dari 5 menit bisa dicapai (Putra, 2004). Keterbatasan metode KCKT adalah jika digunakan untuk identifikasi senyawa harus menggunakan standar atau pembanding, kecuali jika KCKT dihubungkan dengan spektrofotometer massa (MS) (Rohman dan Gandjar, 2007). 2.4.1 Cara kerja KCKT Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan zat terlarut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan zat terlarut ini diatur oleh distribusi solut dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair secara luas terhadap suatu masalah yang dihadapi membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Rohman dan Gandjar, 2007). Untuk memilih kombinasi kondisi kromatografi yang terbaik, maka dibutuhkan pemahaman yang mendasar tentang berbagai macam faktor yang mempengaruhi pemisahan kromatografi cair (Rohman dan Gandjar, 2007).

19 2.4.2 Komponen instrument KCKT Instrument KCKT pada dasarnya terdiri dari beberapa komponen pokok, yaitu pompa, injektor, guard kolom, kolom, detektor, perekam (rekorder) dan integrator. Pelarut Rekorder Pompa kolom Injektor Detektor a. Pompa Gambar 3. Diagram Alir Alat KCKT (Anonim, 2007 ) Pompa digunakan untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Syarat pompa yang baik untuk KCKT yaitu pompa harus inert terhadap fase gerak, mampu memberikan tekanan sampai 5000psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 ml/menit. Bahan yang umum yang dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karet, teflon, dan batu nilam (Rohman dan Gandjar, 2007). b. Injektor Kegunaan injektor adalah tempat untuk memasukkan sampel sampel cair atau larutan secara langsung kedalam fase gerak yang mengalir dibawah tekanan menuju kolom (Rohman dan Gandjar, 2007). c. Detektor Limbah pelarut Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen sampel di dalam kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadamya (analisis kuantitatif).detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi,

20 gangguan (noise) yang rendah, respons linier yang luas, dan memberi respons untuk semua tipe senyawa. Sensitifitas yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh (Putra, 2004). Adapun jenis detektor pada KCKT yang sering digunakan antara lain: Detektor Spektrofotometri UV-Vis Detektor ini didasarkan pada adanya penyerapan radiasi ultraviolet (UV) dan sinar tampak (Vis) pada kisaran panjang gelombang 190 800 nm (Rohman dan Gandjar, 2007). Detektor Fluoresensi Fluoresensi merupakan fenomena luminisensi yang terjadi ketika suatu senyawa menyerap sinar UV atau visibel lalu mengemisikannya pada panjang gelombang yang lebih besar. Keunggulan dari detektor ini adalah bahwa detektor ini lebih sensitif dan selektif. Sedangkan kelemahan dari detektor ini adalah terkait dengan rentang linieritasnya yang sempit yakni antara 10 100 (Rohman dan Gandjar, 2007). Detektor indeks bias Detektor ini merupakan detektor yang bersifat universal yang mampu memberikan respon (signal) pada setiap zat terlarut. Detektor ini akan merespon setiap perbedaan indeks bias antara analit (zat terlarut) dengan pelarutnya (fase gerak). Kelemahan utama detektor ini adalah bahwa ineks bias dipengaruhi oleh suhu, oleh karena itu suhu fase gerak, kolom dan detektor harus dikendalikan secara seksama. Penggunaan detektor ini terutama untuk senyawa yang tidak memiliki gugus kromofor (Rohman dan Gandjar, 2007). d. Guard kolom Guard kolom bertindak sebagai filter kimia untuk menahan material yang mungkin dapat merusak atau menyumbat kolom yang berakhir pada memendeknya umur kolom. e. Kolom Kolom merupakan jantung dari kromotografi karena berhasil atau gagalnya suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi

21 percobaan yang sesuai yang berfungsi untuk memisahkan masing masing komponen. Kolom umumnya dibuat dari stainlesteel dan biasanya dioperasikan pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi (Putra, 2004). f. Komputer, integrator, dan rekorder Alat pengumpul data seperti komputer, integrator, atau rekorder dihubungkan dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor lalu memplotkannya sebagai suatu kromatogram yang selanjutnya dapat dievaluasi oleh seorang analis (Rohman dan Gandjar, 2007). 2.4.3 Teknik pemisahan dalam KCKT Sistem isokratik yaitu suatu teknik pemisahan dimana selama proses analisis berlangsung, fase gerak atau komposisi fase gerak tidak berubah yang berarti polaritasnya juga tetap. Sedangkan sistem gradient adalah suatu teknik pemisahan dimana selama analisis berlangsung komposisi fase gerak berubah secara periodik. Teknik ini dilakukan dengan tujuan memisahkan campuran dengan polaritas yang sangat beragam. 2.4.4 Metode analisis dalam KCKT Metode analisis KCKT dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif merupakan cara yang terbaik adalah dengan menggunakan metode waktu retensi : Keterangan : t Ri = waktu retensi komponen zat t Rst = waktu retensi standar Data waktu retensi khas tetapi tidak spesifik, artinya terdapat lebih dari satu komponen zat yang mempunyai waktu retensi yang sama (Rohman dan Gandjar, 2007). Analisis kuantitatif memiliki tahapan adalah sebagai berikut : membuat spektrum serapan komponen komponen yang ada dalam

22 sampel, mencari panjang gelombang optimum untuk campuran komponen zat dalam sampel, dan mencari fase gerak yang sesuai agar komponen komponen tersebut terpisah (Rohman dan Gandjar, 2007). Dasar perhitungan kuantitatif untuk suatu komponen yang dianalisis adalah mengukur luas puncaknya. Ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu : a. Baku luar (Baku eksternal) Metode kuntitatif yang paling umum untuk menetapkan konsentrasi senyawa yang tidak diketahui konsentrasinya dalam suatu sampel adalah dengan menggunakan plot kalibrasi menggunakan baku eksternal. Larutan larutan ini ditunjuk sebagai larutan eksternal karena larutan larutan ini disiapkan dan dianalisa secara terpisah dari kromatogram senyawa tertentu yang ada dalam sampel. Sampel yang mengandung senyawa tertentu yang akan ditetapkan konsentrasinya dan telah disiapkan, selanjutnya diinjeksikan dan dianalisis dengan cara yang sama (Rohman dan Gandjar, 2007). Senyawa atau senyawa-senyawa yang akan ditetapkan kadarnya, idealnya jumlah baku sama dengan jumlah bahan yang akan dianalisis, selanjutnya membandingkan kromatogram baku dengan kromatogram sampel (Putra, 2004). Keterangan : Cs = konsentrasi sampel Cst = konsentrasi standar As = luas puncak sampel Ast = luas puncak standar Bila bekerja dengan metoda ini, respons detektor harus linier untuk setiap senyawa pada kisaran (range) konsentrasi yang digunakan, dan juga kita harus menginjeksikan (bila secara manual) jumlah yang sama untuk setiap komponen pada kedua kromatografi, sehingga berhasilnya operasi dari metoda ini tergantung pada kemampuan menginjeksi sampel dengan presisi yang bagus (Putra, 2004).

23 b. Baku dalam (Baku internal) Baku internal merupakan senyawa yang berbeda dengan analit, meskipun demikian senyawa ini harus terpisah dengan baik selama proses pemisahan (Rohman dan Gandjar, 2007). Pada metode ini pada sampel ditambahkan zat tertentu (konsentrasi yang diketahui). Kromatogram yang diperoleh dibandingkan dengan kromatogram sampel atau campuran senyawa dalam sampel (Putra, 2004). Baku inetrnal dapat menghilangkan pengaruh karena adanya perubahan perubahan pada ukuran sampel atau konsentrasi karena variasi instrumen (Rohman dan Gandjar, 2007). Selain itu, metoda ini mempunyai keuntungan dibanding dengan metoda baku luar karena metode ini mengkompensasi variasi volume injeksi dan juga untuk perubahan yang kecil dari sensitivitas detektor yang bisa terjadi karena itu tidak perlu menginjeksi dalam jumlah yang sama setiap waktu, maka metoda ini biasanya mempunyai presisi yang lebih baik dari pada menggunakan baku luar (Putra, 2004). 2.5 Validasi metode Validasi metoda analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. a. Uji kesesuaian Sistem Sebelum digunakan sistem harus diuji terlebih dahulu agar dapat menjamin bahwa metode tersebut dapat menghasilkan akurasi dan presisi yang dapat diterima. Parameter parameter yang digunakan meliputi bilangan lempeng teori (N), resolusi, HETP (height equivalent to a theoretical plate) dan koefisien variasi (KV) atau simpangan data relatif (RSD) (Rohman dan Gandjar, 2007). b. Akurasi (kecermatan) Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan

24 dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery). Ada tiga cara untuk menentukan akurasi, yaitu metode perbandingan terhadap standar acuan, metode simulasi atau spiked placebo recovery dan metode penambahan bahan baku atau standard addition method. Persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil kadar yang diperoleh dengan kadar yang sebenarnya (Harmita, 2004). c. Presisi Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampelsampel yang diambil dari campuran yang homogen. Presisi diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang (Harmita, 2004). Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability) atau ketertiruan (reproducibility). Keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek. Ketertiruan adalah keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda (Harmita, 2004). d. Selektivitas (spesifikasi) Selektivitas atau spesifisitas adalah suatu metode kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan. Pada metode analisis dengan kromatografi, selektivitas ditentukan melalui resolusinya (Rs). Pemisahan kromatogram yang

25 baik diperoleh bila nilai resolusinya lebih besar dari 1,5 (Harmita, 2004). e. Linearitas dan rentang Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004). f. Batas deteksi dan batas kuatitasi (LOD dan LOQ) Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dan kurva. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b pada persamaan garis linier y = a + bx, sedangkan simpangan baku blanko sama dengan simpangn baku residual (Sy/x) (Harmita, 2004). 2.6 Teknik sampling Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi objek penelitian (sampel sendiri secara harfiah berarti contoh). Hasil pengukuran atau karakteristik dari sampel disebut "statistik" yaitu X untuk harga rata-rata hitung dan S atau SD untuk simpangan baku. Alasan perlunya pengambilan sampel adalah sebagai berikut : 1. Keterbatasan waktu, tenaga dan biaya. Lebih cepat dan lebih mudah. 2. Memberi informasi yang lebih banyak dan dalam. 3. Dapat ditangani lebih teliti (Nasution, 2003).

26 Pengambilan sampel kadang-kadang merupakan satu-satunya jalan yang harus dipilih, (tidak mungkin untuk mempelajari seluruh populasi) misalnya meneliti air sungai, mencicipi rasa makanan didapur, dan mencicipi duku yang hendak dibeli (Nasution, 2003). Pengambilan sampel dapat dibagi menjadi dua yaitu (1) pengambilan sampel secara acak (random sampling) dan (2) pengambilan sampel tanpa acak (non-random sampling). Pengambilan sampel acak dilakukan secara objektif sedemikian rupa sehingga probabilitas setiap unit sampel diketahui, sedangakan pengambilan sampel tanpa acak dilakukan sedemikian rupa sehingga probabilitas setiap unit sampel tidak diketahui dan faktor subjektif memegang peran penting. Oleh karena itu, pengambilan sampel tanpa acak ini, walaupun dilakukan sedemikian rupa sehingga mempunyai tingkat kewakilan yang tinggi, tetap tidak dapat dievaluasi secara objektif (Budiarto, 2002). Random sampling yang akan diuraikan adalah sebagai berikut. 1. Pengambilan sampel acak sederhana (Simple random sampling) Pengambilan sampel sedemikian rupa sehingga setiap unit dasar (individu) mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Cara ini merupakan cara yang paling sederhana dan dalam praktik jarang digunakan secara tunggal terutama saat pengambilan sampel pada populasi besar. Cara ini mempunyai arti sangat penting karena pengambilan sampel secara acak sederhana merupakan dasar dari cara pengambilan sampel yang lain (Budiarto, 2002). 2. Pengambilan sampel acak stratifikasi (Stratified random sampling) Pengambilan sampel dilakukan dengan membagi populasi menjadi beberapa strata, dimana setiap strata adalah homogen, sedangkan antra-strata terdapat sifat yang berbeda kemudian dilakukan pengambilan sampel pada setiap strata. Cara pengambilan sampel demikian disebut pengambilan sampel acak dengan setrifikasi (Budiarto, 2002). 3. Pengambilan sampel acak bertahap (Multistage random sampling)