RUANG UTAMA PELAYANAN PUBLIK DI ERA OTONOMI DAERAH. Oleh : Abdul Muis. Abstract

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ANALISIS KUALITAS PELAYANAN SISTEM INFORMASI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN KOTA BANDAR LAMPUNG

1 Universitas Indonesia

JURNAL ILMU PEMERINTAHAN Volume: Nomer: Tahun 2014 Halaman Http//:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG MASALAH

PELAYANAN PUBLIK DI ERA DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH : DINAMIKA DAN PROBLEMATIKA

GAP ANALYSIS. Modul 7

PELAYANAN PUBLIK DI ERA DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH : DINAMIKA DAN PROBLEMATIKA

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi

REFORMASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA. Oleh: Ali Abdul Wakhid 1

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dan penyelesaian yang komprehensif. Hipotesis seperti itu secara kualitatif

MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK

Kualitas Pelayanan Publik Di Kantor Kecamatan Long Bagun Kabupaten Mahakam Ulu Kalimantan Timur

Menyoal Pelayanan Publik yang Berkualitas di Era Otonomi Daerah ================================================== Oleh: Hasbullah Malau

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan penting untuk menyediakan layanan publik yang

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BIRO ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

Standar Pelayanan Minimal sebuah Keniscayaan. Dalam Penerapan Pelayanan Publik di Era Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas

PELAYANAN PUBLIK DAN KONSEP TENTANG KEPUASAN PELANGGAN. Oleh. Juni Trisnowati. (Staf Pengajar Fakultas Ekonomi UNSA) Abstraksi

Kata Kunci : Evaluasi Kinerja, Protokol

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pelanggannya. Sebaliknya jika produsen tidak dapat memberikan kepuasan

PENDAHULUAN. kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. sangat luas. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan tidak adanya batas-batas negara (

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kementerian Keuangan adalah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dibentuknya pemerintah pada awalnya adalah untuk melindungi sistem

BAB I PENDAHULUAN. optimal dari bagian organisasi demi optimalisasi bidang tugas yang di

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

OPTIMALISASI PELAYANAN PUBLIK BIROKRASI PEMERINTAH. Optimization of Public Service Government Bureaucracy. Dindin Supratman

BAB I PENDAHULUAN. melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

Perubahan Mekanisme Layanan di Kopertis Wilayah VII

I. PENDAHULUAN. yang terdapat dalam organisasi tersebut. Keberhasilan untuk mencapai

Kebutuhan Pelayanan Publik

BAB 1 PENDAHULUAN. paradigma administrasi negara atas; (a) dikotomi politik administrasi, (b) paradigma

BAB I PENDAHULUAN. baik (good governance). Menurut Thoha dalam Jurnal Pendayagunaan Aparatur

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

PERANAN KOMUNIKASI ORGANISASI DALAM PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN DI KECAMATAN MAPANGET KOTA MANADO. Oleh: Marvin Goni

I. PENDAHULUAN. aspiratif terhadap berbagai tuntutan masyarakat yang dilayani. Seiring dengan

PERMASALAHAN PELAYANAN PUBLIK PADA PEMERINTAH DAERAH Oleh : Davy Nuruzzaman ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. baru bagi masyarakat. Polri saat ini memasuki usia ke-70, masih berjuang dan

BAB I PENDAHULUAN. Maladministrasi banyak terjadi di berbagai instansi pemerintah di Indonesia.

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

REINVENTING GOVERNMENT DAN PEMBERDAYAAN APARATUR PEMERINTAH DAERAH. Annisa Citra Fatikha 1

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seiring dengan dimulainya era reformasi pada tahun 1998, telah memberikan harapan bagi perubahan menuju perbaikan di

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dirasakan sangat penting, tidak hanya oleh pemerintah tapi juga oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan. kebijakan yang ditetapkan. (BPPK Depkeu, 2014 )

PENGARUH PROSEDUR DAN FASILITAS PELAYANAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PESERTA PROGRAM JAMKESMAS DI PUSKESMAS I CILONGOK

SISTEM PELAYANAN TERPADU SATU PINTU SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK YANG OPTIMAL DALAM BIROKRASI PERIZINAN

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat pengguna jasa sering dihadapkan pada begitu banyak. enggan berhadapan dengan pemerintah.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan

PROGRAM MIKRO REFORMASI BIROKRASI

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan manajemen sektor publik melalui perwujudan New Public

DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KOTA MALANG

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

BAB I PENDAHULUAN. publik kepada masyarakat secara profesional dan akuntabel. Menurut

KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI KANTOR KECAMATAN LONG BAGUN KABUPATEN MAHAKAM ULU KALIMANTAN TIMUR

Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN. 4.1 Visi dan Misi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Prov.

KATA PENGANTAR. Lamongan, Januari 2012 Kepala Bagian Bina Pengelolaan Keuangan dan Asset. S U B A N I, SE, MM Pembina NIP

Pelayanan Publik yang Berorientasi pada Pelanggan. Oleh: Marita Ahdiyana

BAB I PENDAHULUAN. saat ini, terjadi perubahan paradigma pelayanan administrasi publik. Pada era 80-an

PEMERINTAH KOTA BANDUNG KECAMATAN BANDUNG KULON

PENGARUH KONTRAK PELAYANAN TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN LEMBAGA BIROKRASI PUBLIK PADA KANTOR DESA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan bergulirnya era reformasi, maka tuntutan akan. membutuhkan adanya kepastian dalam menerima pelayanan, sehingga

PERANAN KEPEMIMPINAN TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI ERA OTONOMI DAERAH. Oleh : Drs. Sugiyanto, MSi.

I. PENDAHULUAN. mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Bank, Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. kepuasaan terhadap perusahaan yang dikelola tersebut. pengalaman pelanggan yang menyenangkan.

IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM MENINGKATKAN KINERJA ORGANISASI PELAYANAN PUBLIK

BKPPD Kabupaten Bengkulu Utara RENSTRA BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbunyi seakan-akan tanggung jawab bersama misalnya: memajukan. berkualitas adalah tanggung jawab kita semua.

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu SDM harus dibina dengan baik agar terjadi peningkatan efesiensi,

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah yang dikelola dan diatur dengan baik akan menjadi pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik yang berkualitas dan terus meningkat dari waktu ke waktu.

USULAN PERBAIKAN KUALITAS LAYANAN MENGGUNAKAN METODE SERVICE QUALITY

pada masa sekarang ini. Masyarakat masih memandang kinerja dari birokrasi publik pada

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

DOKUMEN RENCANA STRATEGIS TAHUN PENGADILAN AGAMA KOTABUMI

BAB I PENDAHULUAN. Konsep New Public Management (NPM) yang telah diimplementasikan di berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. diperusahaan nasional maupun perusahaan asing. Perusahaan berlomba-lomba untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara,

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi sekarang ini, mewujudkan pemerintahan yang baik (good

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era global berdampak pada tingginya kompetisi dalam sektor kesehatan,

BAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

KECAMATAN UJUNGBERUNG KOTA BANDUNG KATA PENGANTAR

Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015 ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. semakin ketat. Dalam menghadapi situasi tersebut, maka perusahaan

STANDAR PELAYANAN ORGANISASI

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, maka berbagai aturan di

L A P O R A N K I N E R J A

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB 1 PENDAHULUAN. agar organisasi sektor publik memperhatikan value for money dalam menjalankan

Transkripsi:

RUANG UTAMA PELAYANAN PUBLIK DI ERA OTONOMI DAERAH Oleh : Abdul Muis Abstract As with any era of regional autonomy which is expected to provide services to society effectively and efficiently. Thus, efforts continue to be done in order to realize the hope of government and society. This is confirmed in Act No. 33 of 2004 on Local Government which includes providing a great opportunity for local governments to administer and manage their own households. Then the expansion efforts in several provinces and local governments everywhere. This is all done in order to realize a fast service between the communities served by Government that provide services. But in its development still looks a service that has not been run efficiently and effectively as expected. It is still visible lack of response, information, and coordination at every level giver servants. Keywords : Public Service, Regional Autonomy, Local Government Di era otonomi daerah saat ini, seharusnya pelayanan publik menjadi lebih responsif terhadap kepentingan publik, di mana paradigma pelayanan publik beralih dari pelayanan yang sifatnya sentralistik ke pelayanan yang lebih memberikan fokus pada pengelolaan yang berorientasi kepuasan pelanggan (customer-driven government) dengan ciri-ciri: (a) lebih memfokuskan diri pada fungsi pengaturan melalui berbagai kebijakan 13

yang memfasilitasi berkembangnya kondisi kondusif bagi kegiatan pelayanan kepada masyarakat, (b) lebih memfokuskan diri pada pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap fasilitas-fasilitas pelayanan yang telah dibangun bersama, (c) menerapkan sistem kompetisi dalarn hal penyediaan pelayanan publik tertentu sehingga masyarakat memperoleh pelayanan yang berkualitas, (d) terfokus pada pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang berorientasi pada hasil (outcomes) sesuai dengan masukan yang digunakan, (e) lebih mengutamakan apa yang diinginkan oleh masyarakat, (f) memberi akses kepada masyarakat dan responsif terhadap pendapat dari masyarakat tentang pelayanan yang diterimanya, (g) lebih mengutamakan antisipasi terhadap permasalahan pelayanan, (h) lebih mengutamakan desetralisasi dalam pelaksanaan pelayanan, dan (i) menerapkan sistem pasar dalam memberikan pelayanan. Namun dilain pihak, pelayanan publik juga memiliki beberapa sifat antara lain: (1) memiliki dasar hukum yang jelas dalam penyelenggaraannya, (2) memiliki wide stakeholders, (3) memiliki tujuan sosial, (4) dituntut untuk akuntabel kepada publik, (5) memiliki complex and debated performance indicators, serta (6) seringkali menjadi sasaran isu politik (Mohamad, 2003). Pada dasarnya pemerintah telah melakukan berbagai upaya agar menghasilkan pelayanan yang lebih cepat, tepat, manusiawi, murah, tidak diskriminatif, dan transparan. Selain itu, pemerintah juga sedang menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Pelayanan Publik yang isinya akan memuat standar pelayanan minimum. Namun, upaya-upaya yang telah ditempuh oleh pemerintah nampaknya belum optimal. Salah satu indikator yang dapat dilihat dari fenomena ini adalah pada fungsi pelayanan publik yang banyak dikenal dengan sifat birokratis dan banyak mendapat keluhan dari masyarakat karena masih belum memperhatikan kepentingan masyarakat penggunanya. Kemudian, pengelola pelayanan publik cenderung lebih bersifat direktif yang hanya memperhatikan/mengutamakan kepentingan pimpinan/organisasinya saja. Masyarakat sebagai pengguna seperti tidak memiliki kernampuan apapun untuk berkreasi, suka tidak suka, mau tidak mau, mereka harus tunduk kepada pengelolanya. Seharusnya, pelayanan publik dikelola dengan paradigma yang bersifat supportif di mana lebih memfokuskan diri kepada kepentingan masyarakatnya, pengelola pelayanan harus mampu bersikap menjadi pelayan yang sadar untuk melayani dan bukan dilayani. Menurut hasil survey yang dilakukan UGM pada tahun 2002, secara umum stakeholders menilai bahwa kualitas pelayanan publik mengalami perbaikan setelah diberlakukannya otonomi daerah; namun, dari sisi efisiensi dan efektivitas, responsivitas, kesamaan perlakuan (tidak diskriminaf) masih jauh dari yang diharapkan dan masih memiliki berbagai kelemahan. Berkaitan dengan hal-hal tersebut, 14

memang sangat disadari bahwa pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan, antara lain (Mohamad, 2003): Kurang responsif Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait. Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan di lain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalarn pelayanan perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan Sementara itu, dari sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak pada disain organisasi yang dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien (Moharnad, 2003). Terkait dengan itu, berbagai 15

pelayanan publik yang disediakan oleh pernerintah tersebut masih menimbulkan persoalan (Suprijadi, 2004). Beberapa kelemahan mendasar antara lain: Pertama, adalah kelemahan yang berasal dari sulitnya menentukan atau mengukur output maupun kualitas dari pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Kedua, pelayanan pemerintah tidak mengenal "bottom line" artinya seburuk apapun kinerjanya, pelayanan pemerintah tidak mengenal istilah bangkrut. ketiga, berbeda dengan mekanisme pasar yang memiliki kelemahan dalarn memecahkan masalah ekstenalities, organisasi pelayanan pemerintah menghadapi masalah berupa intenalities. Artinya, organisasi pemerintah sangat sulit mencegah pengaruh nilai-nilai dan kepentingan para birokrat dari kepentingan umum masyarakat yang seharusnya dilayaninya. Sementara karakteristik pelayanan pemerintah yang sebagian besar bersifat monopoli sehingga tidak menghadapi permasalahan persaingan pasar menjadikan lemahnya perhatian pengelola pelayanan publik akan penyediaan pelayanan yang berkualitas. Lebih buruk lagi kondisi ini menjadikan sebagian pengelola pelayanan memanfaatkan untuk mengambil keuntungan pribadi, dan cenderung mempersulit prosedur pelayanannya. Akibat permasalahan tersebut, citra buruk pada pengelolaan pelayanan publik masih melekat sampai saat ini sehingga tidak ada kepercayaan masyarakat pada pengelola pelayanan. Kenyataan ini merupakan tantangan yang harus segera diatasi terlebih pada era persaingan bebas pada saat ini. Profesionalitas dalam pengelolaan pelayanan publik dan pengembalian kepercayaan masyarakat kepada pemerintah harus diwujudkan. Selain itu, terdapat empat gap yang perlu diperhatikan dalam setiap pelayanan publik, (Parasuraman, 1985) yaitu: (1) kesenjangan antara jasa yang dipersepsikan oleh manajemen dengan jasa yang diharapkan oleh konsumen, (2) persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dengan apa yang ditangkap oleh bawahan/ karyawannya, (3) konsep pelayanan yang dimengerti oleh karyawan dengan komunikasi dan aktifitasnya dalam memberikan pelayanan kepada konsumen, dan (4) tindakan dari pemberi layanan dengan jasa yang dipersepsikan oleh konsumen. Bagaimana kesenjangan pelayanan tersebut dapat dilihat pada model berikut ini. 16

KESENJANGAN I SERVICE GAP (PARASURAMAN) SERVICE GAP KESENJANGAN II PERSEPSI MGT THD HARAPAN KONSUMEN PENTERJEMAHAN PERSEPSI MENJADI SPESIFIKASI KUALITAS JASA KESENJANGAN III PENYAMPAIAN JASA (TERMASUK SEBELUM & SESUDAH KONTRAK) KOMUNIKASI EKSTERNAL KPD PELANGGAN KESENJANGAN IV JASA YANG DIPERSEPSIKAN JASA YANG DIHARAPKAN KOMUNIKASI MULUT KE MULUT KEBUTUHAN PRIBADI PENGALAMAN MASA LALU 17

Berdasarkan model di atas, maka persoalan pelayanan bukan saja tanggung jawab dari karyawan terdepan (front liner saja) melainkan juga merupakan tanggung jawab dari pimpinan instansi dan juga seluruh karyawan lainnya. Dalam hal ini, budaya perusahaan merupakan hal yang juga menjadi faktor penentu dalam memberikan pelayanan prima kepada pelanggan. Untuk lebih jelas tentang gambar di atas, dapat diuraikan sebagai berikut: Gap-1 merupakan kesenjangan yang terjadi antara harapan masyarakat dengan apa yang dipikirkan oleh pimpinan instansi pemberi layanan publik. Misalnya, pimpinan berpikir bahwa waktu persetujuan suatu dokumen paling telat adalah 2 hari sedangkan masyarakat berharap tidak lebih dari 24 jam. Gap-2 merupakan kesenjangan yang terjadi antara apa yang dipikirkan oleh pimpinan instansi terhadap harapan publik dengan spesifikasi dari kualitas pelayanan yang diberikan. Dalam hal ini apakah pimpinan lembaga terkait telah memiliki sebuah standar dalam pelayanan, jika sudah apakah standarstandar tersebut sudah sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat. Gap-4 merupakan persoalan komunikasi yang terjadi tatkala janji pemerintah kepada masyarakat tidak sesuai dengan apa yang diberikan. Beberapa pengalaman menyebutkan bahwa penyebab dari munculnya gap keempat ini disebabkan oleh persoalan koordinasi internal organisasi itu sendiri. Dengan melihat masih buruknya kinerja pelayanan publik di negara kita ini, kiranya harus dicarikan jalan keluar yang terbaik antara lain dengan memperhatikan gap-gap/kesenjangan-kesenjangan tersebut di atas sehingga permasalahan-permasalahan tersebut di atas dapat diminimalisir; sehingga ke depan, kinerja pelayanan publik diharapkan dapat memenuhi keinginan masyarakat yaitu terciptanya pelayanan publik yang prima. Gap-3 terjadi tatkala penghantaran/pemberian pelayanan (service delivery) dengan apa yang tertuang dalam spesifikasi standar pelayanan yang ada. 18

DAFTAR PUSTAKA Dwiyanto, Agus, 2002, Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM. Direktorat Aparatur Negara, Bappenas, 2004, Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, Jakarta. Flyn, N. 1990. Public Sektor Management; Harvester Wheatsheaf: London Hoessein, B. 2001. "Prospek Resolusi Kebijakan dan Implementasi Otonomi Daerah dari Sudut Pandang Hukum Tata Negara"; Seminar dan Lokakarya Nasional Strategi Resolusi Kebijakan dan Implementasi Otonomi Daerah Dalam Kerangka Good Governance; Lembaga Administrasi Negara. Mohamad, Ismail, 2003, Aktualisasi Pelayanan Prima Dalam Kapasitas PNS sebagai Abdi Negara dan Abdi Masyarakat, Makalah, disampaikan dalam Diskusi Panel Optimalisasi Peran PNS pada Pelaksanaan Tugas Pokok sebagai Abdi Negara dan Abdi Masyarakat, yang diselenggarakan oleh Unit KORPRI POLRI Pusat, pada tanggal 23 Oktober 2003, Jakarta. Mustopadidjaja AR, 2002, Kompetensi Aparatur Dalam Memikul Tanggung Jawab Otonomi Daerah Dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Ceramah Perdana Pada Program Magister Manajemen Pembangunan Daerah, Kerjasama STIA-LAN, Pemerintah Prov. Kaltim, dan Universitas Mulawarman, 15 Januari, 2002. Samarinda. Osborne, D. & Gaebler, T. 1992. Reinventing government : how the entrepreneurial spirit is transforming the public sector. Reading, Massachussetts : A William Patrick Book. Parasuraman, A., Valarie A. Zeithmal, and Leonard L. Berry, 1985. A Conceptual Model of Service Quality and its Implication for Future Research, Journal Marketing, Suprijadi, Anwar 2004. Kebijakan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dalam Pelayanan Publik, Disampaikan pada Peserta Diklatpirn Tingkat 11 Angkatan XIII KIs.A dan B, Tanggal 19 Juli di Jakarta. 19