BAB I PENDAHULUAN. nasional telah terwujud hasil yang positif dalam berbagai bidang, salah satunya di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, menyebabkan jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat. dan cenderung bertambah lebih cepat (Nugroho, 2000).

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DEPRESI PADA LANSIA DI DESA MANDONG TRUCUK KLATEN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. usia tua di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan farmakologis dan psikoterapeutik sudah sedemikian maju. Gejalagejala

BAB 1 PENDAHULUAN. 62 tahun pada negara berkembang dan 79 tahun pada negara maju (WHO, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan bangsa, sesuai Undang Undang Nomor 13 tahun 1998 Bab I pasal 11 ayat 11

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang

HUBUNGAN ANTARA STATUS INTERAKSI SOSIAL DAN TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI PANTI WERDHA DARMA BHAKTI SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. berjalan secara terus menerus, dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tahun Data WHO juga memperkirakan 75% populasi lansia di dunia pada. tahun 2025 berada di negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan bahwa jumlah penduduk lanjut usia (lansia) dari tahun ke. baik dari segi kualitas maupun kuantitas (Stanley, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti. diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lanjut usia atau lansia

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECEMASAN PADA LANJUT USIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI KOTA SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO akan mengalami peningkatan lebih dari 629 juta jiwa, dan pada tahun 2025

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. umur harapan hidup tahun (Nugroho, 2008).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I. empat dekade mendatang, proporsi jumlah penduduk yang berusia 60 tahun. 10% hingga 22% (World Health Organization, 2012).

BAB 1 : PENDAHULUAN. berjumlah 142 juta orang dan diperkirakan akan terus meningkat hingga tiga kali

BAB I PENDAHULUAN. lansia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Jumlah penduduk pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI WILAYAH DESA BUMIHARJO KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI

BAB 1 PENDAHULUAN. lansia di Indonesia yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,56%. Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. terapi lingkungan untuk pasien dengan depresi yaitu Plant therapy di mana tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN. Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduknya. Hal ini

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR JENIS KELAMIN DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA DI DESA LUWANG, GATAK, SUKOHARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

I. PENDAHULUAN. (Nugroho, 2008). Lanjut usia bukanlah suatu penyakit. Lanjut usia adalah

BAB I PENDAHULUAN. fungsi kehidupan dan memiliki kemampuan akal dan fisik yang. menurun. Menurut World Health Organization (WHO) lansia

BAB I PENDAHULUAN. nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang. telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Usia lanjut adalah suatu proses yang tidak dapat dihindari

I. PENDAHULUAN. lain. Keadaan tersebut sangat berpotensi menimbulkan masalah secara

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah satu atap dalam keadaan saling bergantung. Keluarga mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses perubahan biologis secara terus- menerus, dan terjadi. suatu kemunduran atau penurunan (Suardiman, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Harapan Hidup (UHH)/Angka Harapan Hidup (AHH). Namun, dalam bidang kesehatan karena meningkatnya jumlah penduduk lanjut

BAB 1 PENDAHULUAN. Proporsi dan jumlah usia lanjut dalam populasi dunia mengalami

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG AGAMA DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI KOTA SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan dan kerusakan banyak sel-sel syaraf, sehingga lansia seringkali

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bermakna pada beberapa dekade terakhir ini. Peningkatan tersebut adalah 45,7 tahun

BAB I PENDAHULUAN. dalam maupun luar tubuh (Padila, 2013). Menjadi tua merupakan proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu,

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI KELURAHAN DALEMAN TULUNG KLATEN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. hiperkolesterolemia, dan diabetes mellitus. angka kejadian depresi cukup tinggi sekitar 17-27%, sedangkan di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun ke tahun, hal tersebut membutuhkan upaya pemeliharaan kesehatan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam

BAB I PENDAHULUAN. proses kehidupan yang akan dialami oleh semua individu. Proses ini merupakan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara, karena angka harapan hidup merupakan salah satu indikator

BAB I PENDAHULUAN. tercatat paling pesat di dunia dalam kurun waktu Pada tahun 1980

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran demografis (demographical shift) selama 30 tahun ini karena

BAB I PENDAHULUAN. berstruktur lanjut usia karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. 1

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan (UU Kesehatan No36 Tahun 2009 Pasal 138)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa

BAB I PENDAHULUAN. fisilogis organ tubuhnya (Wahyunita, 2010). Banyak kelainan atau penyakit

BAB I PENDAHULUAN. wajar akan dialami semua orang. Menua adalah suatu proses menghilangnya

HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN KETERGANTUNGAN DALAM ADL (ACTIVITY OF DAILY LIVING) PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DARMA BHAKTI PAJANG SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Seseorang mulai memasuki tahap lanjut usia dimulai saat memasuki usia 60

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG

Sedeangkan jumlah lansia Sumatera Barat pada tahun 2013 sebanyak 37,3795 jiwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam hidupnya mengalami perkembangan dalam serangkaian

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) [2], usia lanjut dibagi

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN MEKANISME KOPING PADA LANSIA DI DESA POLENG GESI SRAGEN

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini jumlah kelompok lanjut usia (usia 60 tahun menurut Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. orang didunia adalah 66 tahun, pada tahun 2012 naik menjadi 70 tahun dan pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembangnya anggapan bahwa menjadi tua itu identik dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENYAKIT REUMATIK PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Padahal deteksi dini dan penanganan yang tepat terhadap depresi dapat

BAB I PENDAHULUAN. diulang kembali. Hal-hal yang terjadi di masa awal perkembangan individu akan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dapat dihindari oleh setiap orang. Sekarang ini banyak orang yang bertahan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam sejarah, kebanyakan penduduk dapat hidup lebih dari 60 tahun. Populasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk Lanjut Usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan. masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan pada berbagai bidang terutama dibidang. (lansia) terus meningkat dari tahun ke tahun.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah Indonesia dalam pembangunan nasional, telah. mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang berupa kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. dibedakan menjadi 3 yakni young old (70-75 tahun), old ( laporan PBB, populasi lansia meningkat sebesar dua kali lipat hanya

BAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 10,67 juta orang (8,61 % dari seluruh penduduk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemajuan dibidang kesehatan dan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah terwujud hasil yang positif dalam berbagai bidang, salah satunya di bidang medis dan keperawatan karena telah dapat meningkatkan kualitas kesehatan keluarga dan masyarakat Indonesia, serta meningkatnya usia harapan hidup yang mengakibatkan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) meningkat dan cenderung bertambah lebih cepat (Mubarak, 2010). Peningkatan usia harapan hidup di pengaruhi oleh kemajuan di bidang kesehatan, meningkatnya sosial ekonomi masyarakat dan semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat yang bermuara dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat akan meningkatkan usia harapan hidup. Umur Harapan Hidup (UHH) manusia di Indonesia semakin meningkat dimana pada RPJMN Kemkes tahun 2014 diharapkan terjadi penigkatan UHH dari 70,6 tahun pada 2010 menjadi 72 tahun pada 2014 yang akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur usia penduduk. Menurut proyeksi Bappenas jumlah penduduk lansia 60 tahun atau lebih akan meningkat dari 18,1 juta pada 2010 menjadi dua kali lipat (36 juta) pada 2025. Indonesia menempati peringkat empat besar populasi lansia terbanyak di dunia setelah China, India dan AS. Populasi lansia (penduduk berusia 60 tahun ke atas) (Depsos,2010). Penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 273,65 juta jiwa

pada tahun 2025. Pada tahun yang sama angka harapan hidup diperkirakan mencapai 73,7 tahun, ini merupakan suatu peningkatan yang cukup tinggi dari angka 69,0 tahun pada tahun 2012 (Depkes RI,2012). Data BPS Sumatera barat (2014) jumlah penduduk Sumatera Barat adalah 5,07 juta jiwa yang terdiri dari 2,52 juta laki-laki dan 2,55 juta perempuan, dimana jumlah komposisi penduduk usia tua (65 tahun ke atas sebanyak 5,41 persen) yang meningkat dari tahun 2013 yaitu sebanyak 4,70 persen. Keberadaan lansia yang semakin meningkat akan menimbulkan berbagai masalah yang muncul seperti masalah fisik, biologi, dan psikologis akibat proses degeneratif yang muncul dengan seiring bertambahnya usia, sehingga akan menjadi tantangan bagi lansia untuk mempertahankan hidupnya. Menurunnya fungsi berbagai organ lansia menjadikan lansia terpapar terhadap penyakit yang bersifat akut atau kronis. Ada kecenderungan terjadi penyakit degeneratif, penyakit metabolik, gangguan psikososial, dan penyakit infeksi meningkat. Kemunduran fisik pada lansia mengakibatkan penurunan pada peranan-peranan sosialnya yang mengakibatkan kurangnya integrasi dengan lingkungan (Sumitra, 2009) Berbagai persoalan hidup yang mendera lansia seperti keterbatasan dan ketergantungan fisik, perasaan kurang berguna, kemiskinan, stress yang berkepanjangan, keturunan yang tidak bisa merawatnya, kurangnya dukungan keluarga dan persoalan rumit lainnya. Kondisi hidup seperti ini diterima lansia

dengan sikap sabar. Sikap bersabar dan mencoba menerima kondisi hidup apa ada nya merupakan obat penawar yang cukup efektif untuk jangka pendek, akan tetapi sikap sabar tidak dengan sendirinya akan menghilangkan perasaan tersebut, sikap sabar tidak lain merupakan mekanisme pertahanan ego yang dinamakan represi. Pada saat tertentu perasaan tersebut akan muncul dan menimbulkan depresi (Sumirta, 2009). Depresi merupakan suatu gangguan mood. Mood adalah suasana perasaan yang meresap dan menetap yang dialami secara internal dan yang mempengaruhi perilaku seseorang dan persepsinya terhadap dunia (Sadock, 2010). Menurut Kaplan (2010) Depresi adalah satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta gagasan bunuh diri. World Health Organization (WHO) menyebutkan angka 17% pasien yang berobat kedokter dengan depresi dan selanjutnya diperkirakan prevalensi pada populasi masyarakat dunia adalah 3%. Sementara dari 100 juta penduduk dunia mengalami depresi. Angka ini semakin bertambah untuk masa yang akan datang yang disebabkan oleh beberapa hal antara lain, usia harapan hidup semakin bertambah, faktor psikososial, berbagai penyakit kronik dan kehidupan beragama di tinggalkan (Hawari, 2011). Prevalensi depresi pada lansia di dunia berkisar 8-15% dan hasil meta analisis dari laporan negara-negara di dunia mendapatkan prevalensi rata-rata depresi pada lansia adalah 13,5% dengan perbandingan

wanita-pria 14:9. Adapun prevalensi depresi pada lansia yang menjalani perawatan di RS dan panti perawatan sebesar 30-45%. (Dharmojo, 2004). Hampir 30% lansia menderita depresi dan timbulnya depresi selain karena penyakit yang diderita lansia juga diakibatkan post power syndrom. Post power sydrom ini dikarenakan para lansia merasa tidak mampu menghidupi diri atau memenuhi kebutuhannya sendiri seperti dulu lagi. Misalnya dulunya ia punya uang, sekarang karena sudah pensiun, pendapatannya menjadi berkurang. Kehilangan silaturahmi dengan keluarga akibat kesibukan masing-masing. Hal ini menimbulkan perasaan kesepian dan merasa tidak diperhatikan pada lansia juga memicu terjadinya depresi pada lansia (Nugroho, 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yuliharni (2010) yang melakukan penelitian di PSTW Sabai Nan Aluih diperoleh 26,7% lansia yang mengalami depresi. Sedangkan menurut penelitian Oktia (2011) melakukan penelitian di PSTW yang sama memperoleh angka yang lebih besar yaitu 31,9% lansia yang mengalami depresi. Freska (2012) mendapatkan persentasi 45,6% lansia yang mengalami depresi. Bisa dilihat bahwasannya angka kejadian depresi disetiap tahunnya meningkat. Depresi ditandai oleh suasana perasaan yang murung, hilang minat terhadap kegiatan, hilang semangat, lemah, lesu, merasa tidak puas dengan kehidupan, tidak berdaya, tidak bahagia, dan merasa tidak punya harapan hidup. Apabila lansia yang mengalami depresi ini tidak diterdeksi secara dini maka dapat

mempengaruhi faktor fisik, biologis dan psikologis yang saling berinteraksi satu sama lain yang merugikan dan memperburuk kualitas hidup lansia(adegoke,2009) Adapun faktor presipitasi dan predisposisi yang mengakibatkan terjadinya depresi yaitu faktor biologis, genetik dan psikososial. Faktor biologis dimana kemunduran secara biologis khususnya berkaitan dengan system neurotransmitter diotak, ikut mempengaruhi kerentanan lansia terhadap depresi. Pada terapi despiran mendukung teori bahwa norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi (Kaplan, 2010). Faktor biologis lainnya adanya perubahan struktur otak, disregulasi pesan kimiawi, mekanisme feedback hormonal, dan ritme sirkadian sering menjadi penyebab terjadinya depresi. Kerusakan saraf atau penurunan neurotransmiter. (Kaplan, 2010) Disamping faktor biologis faktor genetik juga dapat menyebabkan depresi pada lansia. Adanya riwayat keluarga dengan depresi memungkinkan individu mengalami depresi yang lebih besar dibandingkan dengan keluarga yang tidak memiliki riwayat depresi. Kemungkinan depresi terjadi pada saudara kembar monozigot adalah 60-80% sedangkan pada saudara kembar heterozigot adalah 25-35%. Selain dua faktor diatas, faktor psikososial juga berperan sebagai faktor predisposisi depresi. Faktor psikososial yang tidak segera diatasi akan menyebabkan lansia mengalami depresi. Lansia seringkali mengalami periode kehilangan orang-orang yang dikasihinya. Perubahan dan fungsi fisik lansia juga

meningkatkan kerentanan terhadap depresi dengan berkurangnya kemauan merawat diri serta hilangnya kemandirian. Berkurangnya kapasitas sensoris (terutama penglihatan dan pendengaran) akan mengakibatkan penderita terisolasi dan berujung pada depresi. Berkurangnya kemampuan daya ingat fungsi intelektual sering dikaitkan dengan depresi. Kehilangan pekerjaan, penghasilan, dan dukungan sosial sejalan dengan bertambahnya usia turut menjadi faktor seorang lansia untuk menderita depresi (Agus,2009) Penelitian yang dilakukan oleh Kartinah (2009) yang meneliti tentang masalah psikososial pada lanjut usia menemukan bahwa lansia tersebut akan rentan terhadap depresi. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Nurcahyo (2012) di PSTW KRBP Jakarta Timur menunjukkan bahwa faktor psikososial yang paling tinggi menyebabkan terjadi nya depresi pada lansia di bandingkan faktor biologis dan faktor genetik Adapun faktor psikososial tersebut adalah kesepian, spiritual, duka cita, dukungan sosial, konflik dengan teman dan tingkat sosial ekonomi. Dari beberapa faktor psikososial diatas ada tiga faktor yang paling mendominasi terjadi nya depresi pada lansia yaitu kesepian, spiritual dan dukungan sosial dimana dari tiga faktor tersebut merupakan faktor paling banyak dan mendominasi terjadinya depresi pada lansia dan ketiga faktor tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya menyebabkan depresi pada lansia ini terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh Larson dkk (2010) bahwasannya spiritual dan dukungan sosial yang baik akan berdampak kepada lansia yang mengalami masa tua dengan tenang dan tidak

akan mengalami kesepian walaupun merasa tingkatan ekonomi selama lansia ini berkurang namun lansia merasa tetap dihargai. Penelitian lainnya yaitu yang dilakukan oleh Yuliharni (2010) yang menyatakan bahwa proporsi kejadian depresi yang lebih tinggi pada responden yang kesepian berat sebesar 37 orang (56,9%) di PSTW. Diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Arianti (2010) yang meneliti hubungan duka cita dan kesepian pada lansia yang depresi di PSTW Kasih Ibu di dapatkan hasil bahwasannya faktor yang paling kuat memicunya terjadinya depresi pada lansia yaitu kesepian. Sementara itu faktor psikososial lainnya hubungan spiritual dengan depresi menurut penelitian yang dilakukan oleh Nurcahyo (2012) yang menyatakan terdapat hubungan yang sangat kuat antara spiritual dan depresi. Penelitian Syam (2010) mengatakan bahwa lansia yang memiliki keyakinan agama akan merasa kuat dan merasa kedamaian batin sehingga perasaan depresi pada lansia tersebut tidak muncul. Faktor dukungan sosial dalam penelitian Saputri (2011) menunjukkan bahwa depresi pada lansia berada pada kategori tinggi dan dukungan sosial terhadap depresi pada lansia berada pada kategori rendah. Sementara untuk konflik dengan teman tidak terlihat adanya hubungan yang bermakna dengan depresi pada lansia. Kesepian adalah masalah psikologis yang paling banyak dialami lanjut usia. Kesepian merupakan ketidaksesuaian antara hasrat seseorang dan tahap pencapaian dari interaksi sosial (Misra, 2010). Kesepian merupakan situasi

dimana keintiman atau kedekatan emosional yang diharapkan tidak dapat tercapai. Kesepian merupakan salah satu kenyataan dalam kehidupan. Hal ini dapat dirasakan pada saat individu dengan seseorang atau banyak orang (Kaplan dkk, 2010). Beberapa penyebab kesepian antara lain berkurangnya teman atau relasi akibat kurangnya aktivitas sehingga waktu yang bertambah banyak. Meninggalnya pasangan hidup, serta anak-anak yang meninggalkan rumah karena menempuh pendidikan yang lebih tinggi, anak-anak yang meninggalkan rumah untuk bekerja, anak-anak telah dewasa dan membentuk rumah tangga sendiri. Beberapa masalah tersebut akan menimbulkan rasa kesepian lebih cepat bagi seorang lansia. (Gierveld,2009). Bagi lansia yang tinggal di PSTW beberapa penyebab lansia yang merasa kesepian yaitu tidak saling kenal nya satu lansia dengan lansia yang lainnya dalam satu wisma ini dikarenakan beberapa lansia hanya berkurung diri dikamar, tidak aktif dalam aktivitas sosial. Rasa kesepian pada lansia ditandai dengan ketidakbahagiaan melakukan banyak hal sendirian, merasa tidak ada seorang pun yang bisa diajak berbicara, merasa tidak sanggup sendiri, sulit untuk berteman, tidak mampu untuk berkomunikasi dengan orang sekitar, dan merasa sangat butuh bergabung dengan kelompok untuk menghilangkan perasaan kesepian. Dari segi inilah lanjut usia mengalami masalah psikologis yang banyak mempengaruhi kesehatan psikis, sehingga menyebabkan orang lanjut usia kurang mandiri (Suhartini, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Freska (2012) di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta Selatan mengatakan depresi pada lansia menyebabkan lansia

merasa terasing dari kelompok dan merasa kesepian. Pendapat lain yang didapatkan dalam penelitan Subini (2012) di Panti Sosial Tresna Werdha Surakarta terdapat 47,42 % lansia merasa kesepian dan merasa tidak mampu untuk bergabung dalam kelompok. Selain faktor kesepian yang menyebabkan lansia depresi ada faktor spiritual dimana faktor ini merupakan salah satu faktor yang terpenting yang mempengaruhi depresi pada lansia. Masa tua sering identik dengan masa senja sehingga terjadi aktivitas spiritual kagamaannya. Pada kenyataannya penigkatan aktivitas spiritual tersebut bergantung pada kebiasaan yang telah dilakukannya semasa periode umur sebelumnya sehingga tidak sedikit seseorang yang telah memasuki masa ini, tingkat spiritualnya masih tergolong rendah. Menurut Hamid (2009) bahwa terdapat empat faktor dalam spiritual yaitu hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan orang lain, hubungan dengan alam dan hubungan dengan Tuhan. Terlihat bahwa empat faktor dalam spiritual ini berkaitan erat dengan terjadi depresi pada lansia. Menurut penelitian yang dilakukan Mustiadi (2008), faktor spiritual memiliki efek mengurangi resiko depresi pada lansia. Diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Matthews (2009) menyatakan bahwa lansia dengan tingkat spiritual yang tinggi dan keterlibatan yang tinggi dalam keagamaan dilaporkan jauh lebih sedikit mengalami depresi dan didapatkan bahwa lansia yang tidak meghadiri pelayanana keagamaan memiliki kecendrungan 80% untuk depresi dari pada yang menghadiri kegiatan keagamaan. Penelitian Amir Syam (2010) di

PSTW KBRP Jakarta Timur didapatka hasil bahwa kurang ada korelasi positif antara spiritual dengan depresi yang tinggal di PSTW tersebut dilihat dari lansia yang memperlihatkan adanya kegiatan ibadah melakukan sholat,wirid, membalas perbuatan baik pada orang lain, memaafkan orang lain namun lansia tersebut tetap mengalami depresi yang ditandai dengan sering binggung, curiga yang berlebihan dan mudah tersinggung. Dukungan Sosial merupakan faktor psikososial lainnya yang memicu lansia menjadi depresi. Kehilangan dukungan sosial yang disebabkan oleh berkurangnya interaksi sosial ataupun adanya konflik dengan keluarga/teman dekat dapat menimbulkan perasaan kesepian pada lansia, kurangnya kepercayaan diri lansia, kurangnya motivasi hidup dan ketakutan dalam menghadapi kematiannya sendiri dan akhirnya akan menyebabkan depresi (Ratnaike, 2010). Dukungan sosial didefenisikan sebagai keberadaan orang lain yang dapat diandalkan untuk memberikan bantuan, semangat, penerimaan dan perhatian sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan hidup bagi individu yang bersangkutan. Sarafino (2006) mengemukakan bahwa dukungan sosial mengacu pada persepsi akan kenyamanan, kepedulian, penghargaan atau bantuan yang diterima individu dari orang lain atau kelompok dalam masyrakat. Dukungan sosial sendiri bagi lansia sangat diperlukan selama lansia sendiri masih mampu memahami makna dukungan sosial itu sebagai penyokong atau penopang kehidupannya. Namun, sering tidak semua lansia mampu paham soal itu. Disini memang diperlukan pemahaman dari si pemberi bantuan tentang keberadaan dan

ketepatan/kelayakan dari bantuan itu bagi lansia. Agar dukungan sosial yang diberikan dipahami secara tepat sasaran. Permasalahan lain yang dihadapi oleh lansia terkait dengan dukungan sosial ini mereka juga kurang dalam mendapatkan perhatian dan dukungan dari keluarga. Hal ini disebabkan oleh kesibukan dari anak-anaknya, tempat tinggal yang jauh sehingga anak jarang untuk mengunjungi, anaknya telah lebih dulu meninggal, adanya konflik antara orang tua dengan anaknya dan anak tidak mau direpotkan dengan urusan orang tuanya serta orang tua sudah jarang di libatkan dalam penyelesaian masalah yang ada dalam keluarga. Menurut Sarafino (2006) mengungkapkan adanya dukungan sosial yang baik dapat meningkatkan kesehatan fisik dan kesehatan mental bagi para lansia. Sejalan dengan pendapat ahli sebelumnya Sadock (2012) menjelaskan bahwa diantara banyaknya penyebab depresi pada lansia yaitu rendahnya dukungan sosial yang diterima oleh lansia tersebut. Dukungan sosial yang baik telah terbukti menurunkan depresi dan bertindak sebagai suatu pelindung bagi lansia yang bersangkutan dari akibat negatif depresi. Penelitian yang dilakukan oleh Saputri (2011) di PSTW Wening Wardoyo Jawa Tengah terdapat hubungan negatif yang signifikan antara dukungan sosial dengan depresi pada lansia. Panti Sosial Tresna Werdha merupakan salah satu alternatif kepada lanjut usia untuk mendapatkan perawatan dan pelayanan secara memadai, akan tetapi hal ini tidak seratus persen Dampak depresi itu sendiri antara lain lansia mengalami

gangguan pola tidur, pola makan, gangguan dalam hubungan dimana seseorang lebih mudah tersinggung senantiasa sedih sehingga lebih banyak menjauhkan diri dari orang lain serta dampak depresi pada keadaan yang lebih lanjut akan berdampak pada kejadian bunuh diri. yang dapat mengakibatkan meningkatnya percobaan bunuh diri. Hal ini telah banyak dialami lansia di Amerika, Hongkong, Australia, dan Indonesia (Maryam, 2008). Kejadian bunuh diri di Indonesia karena depresi yang dialami oleh lansia di PSTW Wana Seraya Bali dalam penelitian Pradayandari (2013) menyatakan terdapat kasus percobaan bunuh diri pada lansia karena depresi yang terjadi lansia merasa terabaikan, kesepian dan tidak diperhatikan lagi oleh lingkungan sekitar. akan diterima oleh lanjut usia secara lapang dada. Umumnya lanjut usia yang berada dalam panti dengan berbagai alasan akan merasa kesepian bila tidak ada kegiatan yang terorganisasi dan jarang dikunjungi oleh keluarga. Perasaan ini terjadi akibat terputusnya atau hilangnya interaksi sosial yang merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya depresi pada lansia (Sumirta, 2009). Berdasarkan hasil penelitian oleh Martin (2014) mengenai faktor depresi lansia yang tinggal di komunitas dan dipanti werda terdapat ada hubungan yang bermakna mengenai faktor depresi pada lansia yang tinggal di komunitas dan dipanti werdha. Studi epidemiologis tentang depresi pada lansia yang ada di komunitas melaporkan tingkat yang sangat bervariasi tergantung pada kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan depresi dan metode yang digunakan untuk mengevaluasi hal tersebut.

Sumatera Barat memiliki dua panti sosial yang berada di bawah pengelolaan Dinsos Sumbar, yaitu Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) yang terletak di Sicincin (PSTW Sabai Nan Aluih) dan PSTW Kasih Sayang Ibu di Cubadak, Batusangkar. Dimana Penghuni Panti Sosial Tresna Wherda (PSTW) binaan Dinas Sosial (Dinsos) Sumatera Barat mengalami peningkatan yang cukup signifikan dalam lima tahun terakhir, ini terlihat dari jumlah lansia yang setiap tahun nya mengalami peningkatan. Kedua panti ini berperan dalam menampung para lansia dititipkan oleh pihak keluarga dan para lansia yang memang sudah tidak ada lagi anggota keluarga dan kerabatnya. Namun, tidak sedikit juga lansia yang datang atas kemauan sendiri karena merasa kesepian dan tidak ada yang memperhatikannya. Panti Sosial Tresna werdha (PSTW) Sabai Nan Aluih Sicincin merupakan salah satu panti werdha yang ada di Sumatera Barat dengan jumlah lansia binaan terbanyak yaitu 110 orang lansia yang tinggal dipanti. Panti Sosial Tresna Werdha Batu Sangka memiliki 70 orang lansia binaan. Hasil wawancara dari petugas (perawat) panti lansia yang tinggal di panti banyak yang mengalami keluhan psikologis walaupun kegiatan di panti sudah terjadwal dengan baik seperti senam lansia, kegiatan keagamaan, kesehataan namu masih banyak lansia yang tidak ikut berpartisipasi dalam kegiatan di panti. Hasil wawancara lainnya didapatkan bahwa ada salah seorang lansia yang mengalami depresi yang berat yang telah mengganggu teman satu wisma sehingga dibawa berobat ke rumah sakit jiwa.

Studi awal yang peneliti lakukan pada 110 orang lansia di PSTW Sabai Nan Aluih dan 70 orang di PSTW Kasih Sayang Ibu di Batu Sangkar yang peneliti lakukan dengan menggunakan instrumen HRSD (Hamilton Depresion Rating Scale) untuk mengetahui jumlah lansia yang mengalami depresi sehingga di dapatkan hasil di PSTW Sabai Nan Aluih 67 orang lansia yang menggalami depresi ringan dan sedang dan 42 orang lansia di PSTW Kasih Sayang Ibu Batu Sangkar. Adanya permasalahan tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Analisis hubungan faktor psikososial dengan depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sumatera Barat Tahun 2016. I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti dapat merumuskan suatu masalah yaitu Bagaimanakah Hubungan Faktor Psikososial Dengan Depresi Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sumatera Barat Tahun 2016 I.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang Analisis hubungan faktor psikososial dengan depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sumatera Barat Tahun 2016

1.3.2. Tujuan Khusus 1.3.2.1 Mengetahui karakteristik responden di Panti Sosial Tresna Werdha Sumatera Barat Tahun 2016 1.3.2.2 Menganalisis depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sumatera Barat Tahun 2016 1.3.2.3 Menganalisis faktor psikososial : (kesepian, spiritual, dan dukungan sosial) pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sumatera Barat Tahun 2016 1.3.2.4 Menganalisis hubungan antara kesepian dengan depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sumatera Barat Tahun 2016 1.3.2.5 Menganalisis hubungan antara spiritual dengan depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sumatera Barat Tahun 2016 1.3.2.6 Menganalisis hubungan antara dukungan sosial dengan depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sumatera Barat Tahun 2016 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara praktik dan teoritis sebagai berikut: 1.4.1 Manfaat Aplikatif Hasil penelitian ini dapat menjadi data masukan dan sebagai sumber informasi untuk PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin dan PSTW Kasih Sayang Ibu Batu Sangkar tentang faktor psikologis yang menyebabkan depresi pada lansia

1.4.2 Manfaat Keilmuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pendidikan keperawatan khususnya keperawatan jiwa tentang Analisis Hubungan Faktor Psikososial dengan depresi pada lansia 1.4.3 Manfaat Metodologi Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber data bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian yang terkait dengan depresi pada lansia.