ESTIMASI NILAI BREEDING BERAT BADAN DAN PRODUKSI TELUR PUYUH (COTURNIX COTURNIX JAPONICA) BERDASARKAN POLIMORFISME GEN GH

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

2011) atau 25,10% ternak sapi di Sulawesi Utara berada di Kabupaten Minahasa, dan diperkirakan jumlah sapi peranakan Ongole (PO) mencapai sekitar 60

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) LINGKAR DADA TERNAK SAPI PO

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

3. METODE PENELITIAN

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) PANJANG BADAN TERNAK SAPI PO

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

MATERI DAN METODE. Materi

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT

PENANDA KODOMINAN B11 BERDASARKAN CAPS SEBAGAI ALAT SELEKSI TOLERANSI TANAMAN PADI TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

BIO306. Prinsip Bioteknologi

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

BAB 7. Analisis Polimorfisme Gen GHUntuk ProduktivitasTernak Sapi PO

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

BAB 6. Analisis Frekuensi Gen GHPada Populasi Sapi PO

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

BAB III METODE PENELITIAN. bertujuan untuk menidentifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE)

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

Universitas Gadjah Mada

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

MATERI DAN METODE. Materi

3. POLIMORFISME GEN Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK

BAB 5. Deteksi Pewarisan Gen GHKaitan Teori Mendel Pada Populasi Sapi PO

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah dilakukan sejak

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

FERTILITAS DAN DAYA TETAS TELUR HASIL PERSILANGAN ANTARA PUYUH ASAL BENGKULU, PADANG DAN YOGYAKARTA

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. pertama kali diternakkan di Amerika Serikat pada tahun 1870.

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

POLIMORFISME GEN GROWTH HORMONE SAPI BALI DI DATARAN TINGGI DAN DATARAN RENDAH NUSA PENIDA

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

III. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh pertama kali di domestikasi di Amerika Serikat pada tahun 1980 dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STUDI KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK KERBAU BENUANG DI BENGKULU

DAFTAR SIMBOL, SINGKATAN DAN DEFINI

BAB I PENDAHULUAN. eks-karesidenan Surakarta (Sragen, Boyolali, Karanganyar, Sukoharjo) (Prihatman,

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

PENDAHULUAN. komoditas utamanya adalah telur. Jenis puyuh peteur ini mayoritas diternakan di

BAB I PENDAHULUAN. mendadak adalah hipertensi. Joint National Committee on Prevention, Detection,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

PENDAHULUAN PERFORMANS GENETIK + LINGKUNGAN NILAI EKONOMIS KUALITATIF KUANTITATIF PRODUKSI SUSU PRODUKSI DAGING

114 Warna dasar, pola bulu dan corak bulu burung merpati balap sama dengan burung merpati lokal, kecuali warna dasar putih tidak ditemukan pada balap

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keragaman Protein Plasma Darah

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

I. PENDAHULUAN. Madura, Aceh, Pesisir, dan sapi Peranakan Simmental. Seperti sapi Pesisir

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk

Transkripsi:

ESTIMASI NILAI BREEDING BERAT BADAN DAN PRODUKSI TELUR PUYUH (COTURNIX COTURNIX JAPONICA) BERDASARKAN POLIMORFISME GEN GH Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang Abstrak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui estimasi nilai breeding berat badan dan produksi telur puyuh (Coturnix coturnix japonica) berdasarkan polimorfisme gen GH. Sampel darah puyuh yang digunakan 100 sampel puyuh betina. Untuk mengetahui ada tidaknya polimorfisme gen GH digunakan metode PCR-RFLP dengan tahapan isolasi DNA, amplifikasi gen GH menggunakan sepasang primer GH Forward 5 -ATCCCCAGGCAAACAT CC TC-3 GH Reverse 5 -CCTCGACATCCAGCTCACAT 3. Selanjutnya digesti menggunakan enzim Msp I. Hasil elektroforesis dianalisis statistik berdasarkan frekuensi alel gen GH. Hasil penelitian diperoleh produk PCR 776 bp. Produk PCR-RFLP yang telah dipotong dengan enzim Msp I hasil elektroforesis menggunakan agarose 2% diperoleh adanya polimorfisme gen GH. Polimorfisme gen GH ditunjukkan dengan 3 macam fragmen hasil potongan gen GH pada setiap individu yaitu fragmen yang terpotong menjadi dua pita 239 bp dan 537 bp sebagai genotip AA tidak terpotong satu pita 776 bp genotip BB dan fragmen gabungan tiga pita 239 bp, 537 bp dan 776 bp yang disebut genotip AB. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa gen GH puyuh menggunakan PCR-RFLP bersifat polimorfik. Nilai breeding berat badan genotip AA 26,04; AB 25,53 dan BB 25,01. Nilai breeding produksi telur AA 6,17; AB 2,26 dan BB 1,66. Nilai breeding berat badan dan produksi telur berkorelasi negatip. Kata Kunci: Estimasi nilai breeding berat badan, Telur puyuh (Coturnix coturnix japonica), dan Polimorfisme Gen GH PENDAHULUAN Di Indonesia belum tersedia bibit puyuh unggul secara komersial seperti pada ayam. Para peternak puyuh belum melaksanakan pembagian tugas antara perusahaan pembibitan dan produksi, sehingga peternak puyuh penghasil telur, juga bertindak sebagai penghasil bibit. Keadaan ini kurang menguntungkan dari segi mutu bibit puyuh, dan mungkin menyebabkan tidak mantapnya produktivitas karena perubahan mutu genetik. Hanya sebagian kecil peternak yang telah melakukan seleksi dan itupun hanya didasarkan 125

sifat-sifat kualitatif saja. Hal ini kemungkinan besar dapat memberikan hasil yang kurang baik dan akhirnya dapat menurunkan produktivitas pada generasi-generasi selanjutnya. Percobaan seleksi suatu sifat membutuhkan waktu yang lama walaupun menggunakan puyuh sebagai ternak percobaan. Seleksi divergen atau seleksi suatu sifat ke arah positif dan ke arah negatif dapat dilakukan untuk tujuan perbaikan mutu genetik. Seleksi merupakan salah satu cara perbaikan mutu genetik dengan mempertahankan kemurnian ternak, yang pelaksanaannya akan efektif apabila telah diketahui parameter genetik berupa nilai pemuliaan (breeding value). Nilai pemuliaan menunjukkan nilai genetik ternak kedudukannya relatif di dalam populasinya. Pemilihan ternak untuk dibudidayakan didasarkan pada ternak yang memiliki nilai pemuliaan di atas rata-rata populasinya. Seleksi merupakan upaya peningkatan mutu genetik ternak dengan mempertahankan kemurniannya. Seleksi ternak akan menghasilkan keputusan yang akurat apabila berdasarkan pada nilai pemuliaan. Hal ini disebabkan nilai pemuliaan menunjukkan potensi gewnetik ternak kedudukannya relatif di dalam populasi. Nilai pemuliaannya yang sebenarnya sulit diketahui dan kita hanya menduga nilai tersebut berdasarkan catatan fenotipik. Keakuratan dalam pendugaan nilai pemuliaan dapat memberikan pengambilan keputusan yang tepat untuk melakukan seleksi puyuh (Golden, et al, 2002). Dengan berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) akhir-akhir ini, program seleksi dapat diperbaiki dengan penggunaan teknik molekuler melalui material DNA. Penggunaan penanda genetik kaitannya dengan seleksi yang dikenal sebagai MAS (Marker Assisted Selection), menyebabkan proses seleksi dapat dipercepat, sehingga sangat berguna di dalam ketepatan dan kecepatan seleksi. Dengan memanfaatkan keragaman tersebut dapat dilakukan upaya perbaikan mutu genetik melalui seleksi divergen berat badan puyuh dan deteksi polimorfisme gen GH hasil PCR-RFLP (enzim Msp I). Hasil penelitian yang telah dilakukan ditemukan adanya polimorfisme gen GH yang diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai penanda dalam percepatan seleksi divergen berat badan Penelitian pendahuluan telah dilakukan seleksi divergen berat badan selama enam generasi dan pada setiap generasi ditemukan polimorfisme gen GH dengan metode PCR-RFLP. Parameter yang diukur adalah berat badan umur empat minggu, berat badan dewasa kelamin, umur dewasa kelamin, berat telur-i dan produksi telur sampai umur 10 minggu. Untuk mengetahui respon seleksi dari berat badan, data dianalisa dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL), sedangkan analisis genetik (heritabilitas dan korelasi genetik) dengan analisis variansi secara hirarkhis (program SAS). Dilakukan pula koleksi sampel darah dari enam generasi yang telah diselesaikan. Hasil penelitian yang telah dicapai bahwa respon seleksi menunjukan positif. Ditemukan polimorfisme gen GH pada generasi enam, yaitu untuk berat badan tinggi yang merupakan seleksi positif bergenotip AA, dan untuk berat badan rendah yang merupakan seleksi negatif bergenotip BB. 126 Vol. 10 No.2 Desember 2012

Penelitian yang akan dilaksanakan adalah memanfaatkan polimorfisme gen GH pada populasi puyuh yang diperoleh dari peternak untuk mengetahui nilai breeding berat badan dan produksi telur. Pelaksanaan dengan mengkoleksi sampel darah puyuh dari peternak kemudian dideteksi polimorfisme gen GH untuk menentukan puyuh yang memiliki genotip AA, AB atau BB. METODE Penelitian dilakukan bulan Mei 2012 sampai dengan bulan Oktober 2012 untuk analisis polimorfisme gen GH secara molekuler di Laboratorium Biokimia FKH UGM Yogyakarta. Burung puyuh kelompok tetua sebanyak 100 ekor betina umur empat minggu yang didatangkan dari seorang peternak di Banguntapan Bantul Yogyakarta. Timbangan merk Ohaus buatan Amerika yang berskala 0,1 g dengan kapasitas 2,61 kg, untuk menimbang berat badan dan timbangan digital untuk menimbang telur. Tabel 1. Komposisi dan Kandungan Gizi Pakan KANDUNGAN NUTRISI*) Jenis Zat (%) Kadar Air Maksimum 12,00 Protein Kasar Minimum 16,44 Serat Kasar Maksimum 5,00 Lemak Kasar Minimum 13,00 Abu Maksimum 13,00 Kalsium Minimum 3,50 Fosfor Minimum 0,80 Zinc Bacitracin 4 50 ppm *) Prod. PT. Cargill Indonesia Alat dan Bahan Penelitian di Laboratorium Spuit 1ml, Ependorf 1,5 ml, Kit Isolasi Qiagen, mikropipet (Gilson, France), yellow tip, blue tip, white tip, freezer, makrosentrifuge (Microfuge-E, Beckman, UK), vortex (Vortex-2 Genie, Pro-natura, Nacs-J, Jepang), Weterbath 56 o C (Aquabath, Lab-line), Spektrofotometer (DU 650 spectrophometer, Beckman, UK). Perangkat eletroforesis gel (Mini Protean II dual Slab Cell, Bio-Red), power suply (kayangi PS-10), Kamera digital Sony 6 mega pixel. Darah Coturnix (Puyuh), EDTA, MgCl 2 (Merck), proteinase-k, PBS, buffer AL, Buffer AW1, buffer AW2, Ethanol absolut, Buffer AE, Blue juice, Agarose, TBE, Ethidium Bromid, dntp, Taq Polymerase, Primer GH Forward 5 -ATCCCCAGGCAAA-CATCCTC-3 dan Reverse 5 -CCTCGACATCCAG-CTCAAT-3, Enzim Restriksi Msp I di mana sekuens yang dipotong C CGG, enzim Sac I di mana sekuen yang dipotong GAGCT C, DNA hasil PCR dan Buffer enzim. 127

Penghitungan frekuensi Alel Frekuensi alel dan genotip dari gen GH pada puyuh penelitian, dihitung dengan rumus sebagai berikut (Warwick et al., 1983): Frekuensi alel A = lokus A/ (lokus A + lokus B) Frekuensi alel B = lokus B/ (lokus A + lokus B) Frekuensi genotipe AA = ( genotipe AA/ genotip AB/ individu dalam populasi) x 100% Frekuensi genotipe AB = ( genotipe AB/ genotip AB/ individu dalam populasi) x 100% Frekuensi genotipe BB = ( genotipe BB/ genotip AB/ individu dalam populasi) x 100% Bila hasil penghitungan frekuensi alel terbanyak dari gen GH yang ditemukan pada populasi puyuh yang diteliti tidak melebihi 0,99 (Harris, 1994), maka gen GH tersebut dikategorikan polimorfik. Nilai breeding Untuk mengetahui pengaruh polimorfisme gen GH terhadap nilai breeding berat badan dan produksi telur digunakan pemberatan materi genetik dalam populasi dinyatakan dalam bentuk frekuensi gen dengan menetukan titik tengahnya (Falconer and Mackay. 1996). Konsep nilai breeding diketahui dengan menghitung besarnya deviasi dominan yang diukur deviasi rerata populasinya. Tabel 2. Besarnya deviasi dominan yang diukur sebagai deviasi rerata populasinya Genotip A 1 A 2 A 1 A 2 A 2 A 2 Frekwensi gen p 2 2 pq q 2 Bobot a d -a Bobot Genetik Nilai Breeding 2q(a-pd) 2q(α-qd) 2α 1 2qα A(q-p)+d(1-2pq) (q-p) α+2pqd α 1 +α 2 (q-p)α -2p(a+qd) -2p(α+pd) 2α 2-2pα Deviasi Dominan -2q 2 d 2pqd -2p 2 d (Sumber: Christensen, 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN Polimorfisme gen GH Panjang fragmen DNA ditentukan dengan membandingkan fragmen DNA sampel dengan marker standar 1.000 kb. Masing-masing profil fragmen DNA dianalisis untuk melihat posisi masing-masing perubahan restriksi yang terjadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga pola pita dari gen GH pada puyuh hasil elektroforesis. Polimorfisme gen GH ditunjukkan dengan hasil digesti produk PCR berukuran 776 bp menjadi 3 profil yaitu profil 1 genotip AA 128 Vol. 10 No.2 Desember 2012

berukuran 536 bp dan 237 bp, genotipe BB berukuran 776 bp dan genotip AB berukuran 776 bp, 536 bp dan 237 bp (Gambar 1 a.). Panjang fragmen DNA ditentukan dengan membandingkan fragmen DNA sampel dengan marker standar 1000 kb. Masing-masing profil fragmen DNA dianalisis untuk melihat posisi masing-masing perubahan restriksi yang terjadi. Gambar (1a). Hasil restriksi DNA genom menggunakan enzim Msp I dengan metode PCR-RFLP. (1b). Ilustrasi pola potongan hasil restriksi DNA genom dengan metode PCR-RFLP Keterangan : 1. : DNA Marker 1.000 bp 2. : DNA Genome 3. : Produk PCR 4-5 : Genotipe AA 6-7 : Genotipe BB 8-9 : Genotipe AB Hasil penelitian Stephen (2000) memperoleh produk PCR dari genom DNA ayam kampung di China sepanjang 776 bp pula, dengan metode PCR-RFLP diperoleh 6 profil potongan yang diperoleh pada intron 1, diduga karena keberhasilan amplifikasi yang sangat baik dan kemungkinan disebabkan sekuen gen GH pada ayam kampung mempunyai kesamaan yang tinggi dengan sekuen gen GH pada puyuh, selain itu pula bahwa ayam kampung dan puyuh termasuk dalam satu famili. Polimorfisme panjang fragmen restriksi secara tidak langsung dapat berfungsi sebagai marker genetik jika terpaut dengan QTL, oleh karena itu penentuan kontribusi (langsung/sebagai marker) RFLP pada sifat-sifat produksi untuk peta seleksi adalah sangat penting. Frekuensi berat badan dan produksi telur Frekuensi suatu gen ataupun genotipe adalah peluang munculnya gen ataupun genotipe tersebut dalam populasi. Nilai fenotipe (P) dapat diukur dan dievaluasi sebagai deviasi dari 129

nilai tengah populasi. Nilai genotipe (G) adalah sama dengan nilai tengah fenotipe dari individu dengan genotipe yang sama. Fungsi seleksi adalah mengubah frekuensi gen atau seleksi sebagai kekuatan untuk mengubah frekuensi gen yang mengatur beberapa sifat kualitatif. Seleksi sifat hasil identifikasi polimorfisme gen GH dihitung frekuensi genotipe berdasarkan distribusi gen GH. Hasil perhitungan frekuensi genotipe berat badan dan produksi telur pada gen GH yang polimorfik pada 100 ekor puyuh sampel berdasarkan jumlah dan ukuran besarnya pita yang terpotong. Hasil perhitungam frekuensi gen pada kelompok berat badan rendah 38 ekor menunjukkan genotipe AA lebih kecil dibandingkan genotipe AB yaitu 45 ekor dan lebih besar dari BB yaitu 17 ekor dari 100 ekor puyuh betina, artinya hasil seleksi divergen berat badan rendah diperoleh puyuh dengan berat badan tinggi bergenotipe AA sebesar 37% yang lebih rendah dibandingkan dengan puyuh dengan berat badan rendah yang bergenotipe AB yaitu sebesar 45% dan puyuh dengan berat badan rendah yang bergenotipe BB sebesar 17%. Perubahan frekuensi gen pada setiap generasi tidaklah selalu mengarah ke arah yang tetap, tetapi dapat berubah-ubah, artinya frekuensi gen pada generasi berikutnya dapat lebih besar, lebih kecil atau tetap sama dengan frekuensi gen semula, dengan jumlah populasi yang terbatas atau dalam penelitian ini. 5 ekor/generasi akan timbul penghanyutan genetik yang merupakan kejadian di mana frekuensi gen tanpa adanya suatu tekanan dari luar. Pada hewan ternak yang populasi terbatas, kadang-kadang sifat pewarisannya tidak merata. Pengambilan populasi yang sangat kecil akan lebih mudah menghasilkan keturunan dengan frekuensi gen yang mengarah ke arah 0 atau 1, karena batas frekuensi gen adalah 0 atau 1, maka hal ini berarti bahwa populasi dengan jumlah yang terbatas lebih mudah mengarah kearah fixasi salah satu gen yang dipunyainya, apabila nilai ekstrem ini sudah tercapai maka populasi tersebut akan bersifat homozigot. Nilai breeding genotip individu berdasarkan polimorfisme gen GH Nilai pemuliaan atau breeding value merupakan faktor utama dalam mengevaluasi keunggulan individu dalam populasi ternak. Pendugaan sedini mungkin sangat berguna dalam proses seleksi yang lebih efisien karena secara tidak langsung bisa memperpendek interval generasi dalam pemilihan bibit. Hasil perhitungan nilai pemuliaan dan pengaruh frekuensi gen GH terhadap berat badan umur 4 minggu pada 100 ekor puyuh populasi populasi hasil seleksi divergen berat badan umur 4 minggu sampai generasi ke 6. Kelompok berat badan genotipe AA memiliki berat badan lebih tinggi dibanding genotipe AB dan BB, artinya pada kelompok tinggi genotipe AA lebih banyak yaitu dengan frekuensi 37% memberikan nilai pemuliaan / breedng sebesar 26,04%, genotip AB memberikan nilai breeding sebesar 25,53 sebanyak 45% dan genotip BB memberikan nilai breeding sebesar 25,01 sebanyak 17% dari 100 ekor puyuh. 130 Vol. 10 No.2 Desember 2012

Tabel 3. Nilai breeding dan pengaruh frekuensi gen GH terhadap berat badan umur 4 minggu Populasi Berat badan Geno tipe N Freku ensi BB4 (g) Nilai tengah Nilai Breeding AA 38 0,37 72,00 26,35 26,04 AB 45 0,48 75,40 18,59 25,53 BB 17 0,16 69,40 10,83 25,01 Total 100 1,00 Nilai tengah genotipe 55,77 Polimorfisme gen GH yang berkaitan dengan berat badan dan produksi telur pada populasi puyuh seleksi artinya bahwa setiap ekor puyuh mempunyai kemampuan tumbuh dan produksi telur yang berbeda-beda yang diwariskan dari induknya. Perbedaan pertumbuhan ini dapat tercermin, baik dalam laju pertumbuhannya maupun potensi produksi telur dari puyuh tersebut. Perbedaan kemampuan tumbuh puyuh pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan faktor genetik (gen). Puyuh mempunyai gen khusus yang dapat menghasilkan organ atau sel organ tertentu dan gen umum yang memberikan keturunan kepada anaknya. Menurut Murray, et al. (2000) bahwa baik gen khusus maupun gen umum terdiri dari bahan kimia yaitu DNA (deoxyribonucleic acid) dan RNA (ribonucleic acid). Ekspresi dari gen-gen tersebut dan sel yang terbentuk menjadi satu paket yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan dan produksi telur. Tabel 4. Nilai pemuliaan dan pengaruh frekuensi gen GH terhadap produksi telur sampai umur 10 minggu Populasi Geno tipe N Freku ensi BB4 (g) Nilai tengah Nilai Breeding Produksi telur AA 38 0,37 90,25 33,03 6,17 AB 45 0,48 87,03 41,60 2,26 BB 17 0,16 80,34 12,54-1,66 Total 100 1,00 Nilai tengah genotipe 87,16 HDA: Hen day avarage SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Melalui metode PCR-RFLP ditemukan polimorfisme gen GH diperoleh 3 profil dengan ukuran genotipe AA 536 bp dan 237 bp (homozigot), genotipe BB 776 bp (homozigot) genotipe AB berukuran 776 bp, 536 bp dan 237 bp (heterozigot), Nilai breeding individu berdasarkan berat badan umur 4 minggu yang dipengaruhi 131

polimorfisme gen GH untuk kelompok berat badan rendah adalah genotipe AA = 21,15, AB = 20,70 dan BB = 20,25 dan pada kelompok berat badan tinggi adalah genotipe AA = 23,02, AB = 22,38 dan BB = 21,75. Populasi berat badan rendah diperoleh derajat dominan tidak penuh yaitu -0,80, berat badan tinggi dominan tidak penuh yaitu 0,58 dan kontrol over dominan yaitu 3,6. Efek gen GH pada berat badan rendah 0,731, tinggi 1,59 dan kontrol 0,10. Saran Perlu dikembangkan penelitian untuk peningkatan berat badan rendah pada kelompok genotip BB dan berat badan tinggi pada kelompok genotip AA, Produksi telur kelompok rendah pada genotip AA dan kelompok tinggi pada genotip BB. DAFTAR PUSTAKA Golden BL, Bourdon RM, Snelling WM. 2002. Additive genetic groups for animals evaluated in more than one breed association national cattle evaluation. J. Poultry science Department of Animal Sciences, Colorado State University, Fort Collins 80523. Falconer, D.S. and T.F.C. Mackay. 1996. Introduction to Quantitative Genetics. 4nd ed. Longman. Inc., New York. Murray. R.K., D.K. Granner, P.A.Mayes and V.W. Rodwell. 2000. Biokimia Harper. 24 th Ed. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Stephen C.Y., I.P. Xiquan Zhang and Freederick C. Leung. 2000. Genomic growth hormone gene polymorphisms in native chinese chickens. Exp Biol Med Vol 226(5): 458-462. 132 Vol. 10 No.2 Desember 2012