KETERLAMBATAN DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

Endang Basuki dan Trevino Pakasi Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan

FAKTOR RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS RESISTEN OBAT GANDA (TB ROG)

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

BAB 1 PENDAHULUAN. infeksi di seluruh dunia setelah HIV. Pada tahun 2014, WHO melaporkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis faktor-faktor..., Kartika, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

BAB I PENDAHULUAN. jiwa dan diantaranya adalah anak-anak. WHO (2014) mengestimasi

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TUMINTING MANADO

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

BAB I PANDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Mycobacterium Tuberculosis (MTB) telah. menginfeksi sepertiga pendududk dunia (Depkes RI,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. pengobatan. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam masyarakat (Depkes RI, 2009). pembangunan berkelanjutan yang diberi nama Sustainable Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN MOTIVASI PETUGAS TBC DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat secara global. TB Paru menduduki peringkat ke 2 sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor risiko..., Helda Suarni, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. telah berjangkit dalam periode waktu lama di tengah-tengah masyarakat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bakterituberkulosis tersebut (Kemenkes RI,2012). Jumlah prevalensi TB di

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract PENDAHULUAN. Nitari Rahmi 1, Irvan Medison 2, Ifdelia Suryadi 3

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan penduduk Indonesia. Mycrobacterium Tuberculosis (Mansyur, 1999). Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA PASIEN DENGAN REGRESI LOGISTIK MULTINOMIAL

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama

BAB I. Treatment, Short-course chemotherapy)

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Nurhayati Jumaelah 1, Ns. Yunie Armiyati, M.Kep, Sp.KMB 2, Ir. Rahayu Astuti, M.Kes 3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. mengganti aktor pusat menjadi daerah dalam hal pengambilan kebijakan. dengan masyarakat. Dengan begitu, informasi tentang proses

1 Stephanie O. Willar 2 John Porotu o 2 Olivia Waworuntu.

BAB I PENDAHULUAN. menjangkit jutaan orang tiap tahun dan menjadi salah satu penyebab utama

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

J. Teguh Widjaja 1, Hartini Tiono 2, Nadia Dara Ayundha 3 1 Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di

BAB 1 : PENDAHULUAN. tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik

PROGRAM KERJA PENERAPAN STRATEGI DOTS

Transkripsi:

Keterlambatan Diagnosis Tuberkulosis Paru KETERLAMBATAN DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU Edy Sujoko 1, Elsa Pudji Setiawati 2, Bony Wiem Lestari 3 1 Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Epidemiologi Komunitas, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran, Bandung. 2,3 Dosen Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran, Bandung Abstrak Latar belakang: Keterlambatan diagnosis TB paru berisiko meningkatkan transmisi penularan infeksi, meningkatkan risiko kematian serta memperburuk keadaan ekonomi pasien maupun keluarga. Faktor risiko keterlambatan diagnosis adalah umur, tempat tinggal, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, akses dan konsultasi pertama kepada penyedia pelayanan kesehatan. Tujuan: Menggambarkan total waktu dan faktor yang paling berpengaruh terhadap keterlambatan diagnosis TB paru. Metode: Kajian literatur. Syarat inklusi yang ditetapkan dalam kajian literatur ini adalah studi observasional, studi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, penderita TB paru baru BTA (+), pengobatan fase intensif dan memiliki waktu keterlambatan penegakan diagnosis. Hasil: Dari 30 artikel yang didapat hanya 7 artikel yang memenuhi syarat inklusi. Total median waktu keterlambatan diagnosis paling panjang di Ethiopia 90 hari (42-114 hari) dan terpendek di Vietnam 28 hari (7-336 hari). Faktor risiko yang paling berpengaruh adalah usia 15 35 tahun dan yang tidak perpengaruh adalah pekerjaan. Kesimpulan: Faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap terjadinya keterlambatan diagnosis adalah umur dan yang tidak berpengaruh adalah pekerjaan. Kata kunci: TB paru, keterlambatan diagnosis 1

Keterlambatan Diagnosis Tuberkulosis Paru 2 Pendahuluan Keterlambatan penegakan diagnosis TB paru akan berisiko meningkatkan transmisi penularan infeksi yang luas dan berkepanjangan, meningkatkan risiko kematian serta berpotensi memperburuk keadaan ekonomi pasien maupun keluarga. 1,2,3 keterlambatan penegakan diagnosis dipengaruhi oleh dua aspek utama yaitu aspek penderita dan sistem pelayanan kesehatan (yankes). Faktor risiko terjadinya keterlambatan penegakan diagnosis TB paru adalah umur 4,5,6,7, tempat tinggal 8,6,9, jenis kelamin 8,5,6, tingkat pendidikan 6,8, status perkawinan 5,6, akses 7,10 dan konsultasi pertama kepada penyedia yankes 6,7. Pada tahun 1993 saat WHO menyatakan kedaruratan global (global emergency) untuk kasus TB sehinggawho dan International Union Against TB and Lung Diseases (IUATLD) merekomendasikan strategi pengendalian TB paru kepada yang dikenal dengan strategi Directly Observed Treatment, Short course Chemotherapy (DOTS). Staregi DOTS dipakai di berbagai Negara seperti India, Cina, Afrika, negeria, Indonesia dan lain sebagainyatermasuk Amerika 11. Di Indonesia strategi DOTS mulai dilaksanakan sejak tahun 1995 secara bertahap dipuskesmas-puskesmas. Pelaksanaan secara nasional dicapai tahun 2000 di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan terutama di puskesmas yang diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar. Pengendalian penyakit TB paru dengan strategi DOTS dinilai cukup efektif dan efisien pada pelayanan kesehatan dasar 12. Hal ini dapat dilihat dari hasil capaian program secara nasional sejak tahun 1990-2009, yaitu angka kejadian semua kasus TB 343/100.000 (1990) turun menjadi 228/100.000 (2009), prevalence rate 443/100.00 (2009) turun menjadi 244/100.00 (2009), mortality rate tahun 1990 sebesar 92/100.000 turun menjadi 39/100.000 (2009), case detection rate (CDR) 20% (2000) naik menjadi 73,1% (2009) dan melebihi target Millennium Develpoment Goals (MDG s) tahun 2010 yaitu 70% serta angka cure rate 87% (2000) naik menjadi 91,0% (2009) diatas target MDG s yaitu 85%. Meskipun berbagai indikator program TB secara nasional telah tercapai, namun dalam

Keterlambatan Diagnosis Tuberkulosis Paru 3 penemuan kasus dan keberhasilan pengobatan, pencapaian di tingkat propinsi belum merata. Sebanyak 28 propinsi capaian CDR dan cure rate masih dibawah target MDG s, hanya 5 provinsi yang memenuhi target, yaitu: Jawa Barat, Sulawesi Utara, Maluku, DKI Jakarta dan Banten. 12,13 Rendahnya cakupan penemuan kasus dan pengobatan TB paru di Indonesia mengindikasikan masih banyak penderita TB yang belum ditemukan sehingga terjadi keterlambatan dalam diagnosis, jika penderita TB dapat ditemukan secara dini dan diobati hingga sembuh maka angka penyakit TB paru akan dapat diturunkan dan ini merupakan salah satu cara untuk memutus matarantai penularan, sehingga penyakit TB paru tidak lagi menjadi masalah di Indonesia. 12,13 Metode Strategi pencarian Strategi pencarian kajian literatur ini menggunakan artikel asli dari East African Medical Journal (Juni 2006 - Oktober 2011), BMC Public Health (May 2005 sampai Oktober 2007), BioMed Infectious Disease (Februari 2006 sampai 2011). Seleksi dan analisis Seleksi dan analisis dalam kajian literatur ini berdasarkan kriteria inklusi yang ditetapkan, yaitu hasil penelitian selama 10 tahun terakhir, hanya studi observasional, sampel yang digunakan adalah penderita TB paru baru BTA (+) yang masih dalam pengobatan fase intensif dan menyajikan waktu keterlambatan penegakan diagnosis. Identifikasi pencarian dengan menggunakan judul dan abstrak untuk menyeleksi studi yang sesuai dengan kriteria inklusi yang ditetapkan. Tujuan utama dari kajian literatur ini untuk menggambarkan total waktu dan faktor yang paling berpengaruh terhadap keterlambatan diagnosis dari penggunaan definisi yang berbeda, seperti awal gejala, waktu diagnosis dan konsultasi pertama kepenyedia layanan yankes yang tepat.

Keterlambatan Diagnosis Tuberkulosis Paru 4 Hasil pencarian Dari 30 hasil studi yang didapat, hanya 7 yang memenuhi syarat inklusi yang ditetapkan dalam studi ini. Hasil analisis menunjukkan tedapat perbedaan yang mendasar dalam menentukan kriteria inklusi dan eksklusi dan dalam mendefinisikan awal gejala, waktu diagnosis dan konsultasi pertama kepenyedia layanan yankes yang tepat. Sebanyak 3 penelitian menggunakan batuk berdahak selama satu minggu sebagai awal gejala, 2 studi menggunakan batuk darah, 1 studi dimulai dengan penurunan berat badan dan 1 studi lagi menggunakan demam selama lima hari. Tabel 1.1 Strategi dan Kata Kunci Pencarian Kata kunci EFMJ PH BID Diagnostic delay Help seeking Case finding Tuberculosis Diagnostic delay Help seeking Treatment seeking Tuberculosis Tuberculosis Demografy diagnostic Diagnostic delay EFMJ (East A frican Medical Journal) PH (BMC Public Health) BID (BioMed Infectious Disease) Perbedaan juga terlihat dalam menentukan waktu diagnosis, beberapa studi mendefinisikan mulai dari awal gejala sampai dengan penderita konsultasi pertama kali kepetugas kesehatan dengan waktu <30 hari, ada juga yang mendefinisikan dimulai dari awal gejala sampai dengan pasien datang kesarana kesehatan <60 hari. Beberapa penelitian mendefinisikan bahwa konsultasi pertama kepenyedia layanan yankes yang tepat adalah hanya kepada penyedia layanan kesehatan formal seperti RS, Puskesmas, klinik (dokter, bidan, perawat) 4,5,6,8,,9,10 namun ada juga yang menggabungkan antara layanan formal dan non formal seperti pengobatan tradisional dan toko obat 7. Kriteria inklusi untuk umur yang ditetapkan juga bervariasi, 3 penelitian menggunakan cut off point umur >15 tahun, 1 penelitian >16 tahun, 2 penelitian < 24 tahun dan 1 penelitian < 14 tahun.

Keterlambatan Diagnosis Tuberkulosis Paru 5 Tabel 1.2 Median waktu keterlambatan penderita TB paru dari 7 penelitian Negara Tahun Penulis Pertama Keterlambatan Penderita Keterlambatan Sistem Yankes Total Keterlambatan Ethiopia 2007 Tatek Wondimu 28 42 90 [1] Norway 2006 Mohammed G F 28 33 63 [2] Neval 2008 Rajendra B 50 18 60 [3] Kenya 2008 P.O Ayuo 42 2 44 [4] Vietnam 2007 Nguyen T 21 7 28 [5] Pakistan 2011 Muhammad A S * * 56 [6] Ethiopia 2005 Salomon Y 30 21 80 [7] Waktu keterlambatan dalam satuan hari. * Proporsi demografi Keterlambatan penderita: Waktu mulai awal gejala sampai konsultasi pertama kepenyedia yankes Keterlambatan Sistem Yankes: Waktu kunjungan pertama kesarana yankes sampai ditegakkan diagnosis dengan tepat. Total keterlambatan: Waktu mulai gejala sampai ditegakkan diagnosis dengan tepat No. Ref Berdasarkan kajian literatur ini didapat beberapa faktor risiko baik yang ada hubungan maupun yang tidak ada hubungan terhadap keterlambatan diagnosis TB paru seperti tabel dibawah ini. Tabel 1.3 Faktor Risiko Keterlambatan Diagnosis Faktor Risiko Ada hubungan Tidak ada hubungan Tinggal di pedesaan [1, 5, 6] [4] Wanita [1, 3, 5 ] [ 4,6,7 ] Pendidikan rendah [ 1, 5 ] [ 3, 4 ] BTA (-) [ 2, 3 ] [ 6 ] Usia 15-35 tahun [ 2, 3, 5, 6, 7 ] [ 4 ] Kawin [ 3, 4 ] [ 7 ] Rokok >5 batang/hari [ 3 ] [ 4 ] Alkoholik [ 3 ] [ 4 ] Pengetahuan rendah [ 4 ] Jarak >10 km kesarana yankes [ 4, 7 ] [ 5 ] Konsultasi pertama [ 5, 7 ] Riwayat kontak keluarga [ 6 ] Batuk darah [ 6 ] Mengobati sendiri/tradisional [ 7 ] Pendapatan [ 1, 7 ] Pekerjaan [ 3, 6, 7 ] Total median waktu keterlambatan paling panjang terjadi di Ethiopia yaitu 90 hari dengan rentang waktu 42-114 hari dan terpendek di Vietnam yaitu 28 hari dengan rentang waktu 2-336 hari. Bila dirata-ratakan total median keterlambatan dari 7 studi

Keterlambatan Diagnosis Tuberkulosis Paru 6 adalah 60 hari dan keterlambatan paling panjang adalah dari aspek penderita dengan rata-rata total keterlambatan 28,4 haridan 17,5 hari. Faktor risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya keterlambatan diagnosis TB paru adalah usia produktif, penderita yang tinggal di pedesaan, jenis kelamin (wanita), tingkat pendidikan yang rendah, penderita yang telah berkeluarga, jarak tempat tinggal yang jauh dari sarana kesehatan dan konsultasi pertama kepada penyedia layanan kesehatan (tabel 1.3). Kesimpulan Keterlambatan diagnosis TB paru dipengaruhi olehdua aspek utama yaitu aspek penderita dan aspek sistem yankes. Secara umum aspek penderita lebih berpotensi memperpanjang terjadinya keterlambatan diagnosis dibandingkan aspek sistem yankes. Adapun faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap terjadinya keterlambatan diagnosis umur dan yang tidak berpengaruha dalah pekerjaan. Daftar Pustaka 1. Mfinanga SG, et al. The magnitude and factors associated with delays in management of smear positive tuberculosis in Dar es Salaam, Tanzania. BMC Health Serv Res. 2008;8:158. 2. Faussett GP, et al. Why do patients with a cough delay seeking care at Lusaka urban health centres? A health systems research approach. Int J Tuberc Lung Dis. 2002;6:796 805 3. Ward HA, Marciniuk DD, Pahwa P, Hoeppnner VH Extent of pulmonary tuberculosis in patients diagnosed by active compared to passivecase finding. 2004, Int J Tuberc Lung Dis 8: 593 597. 4. Mohammed G F et al, Patients and health care system delay in the start of tuberculosis treatment in norway. BMC infectious desease,2006, 6:33 5. RajendraBasnet, Sven, Enarson D, Pushpa M and Morkve O.Delay in the diagnosis of tuberculosis in Nepal, BMC Public Health.2009,9:236. 6. Nguyen TH et al, Delay in the diagnosis and treatment of tuberculosis patients in Vietnam : a cross-sectional study. BMC public health 2007, 7:110. 7. Salomon Y, Gunnar B and Getu A, Diagnostic and treatment delay among pulmonary tuberculosis patiens in Ethiopia : across secstional study.bmc,2005, 5:112

Keterlambatan Diagnosis Tuberkulosis Paru 7 8. Tatek W, Kifle W M, Wondwossed K, Sofonias G, Delay in initiating tuberculosis treatment and factors associated among pulmonary tuberculosis patients in East Wollega, Western Ethiopia.Ethiop.J.Health Dev. 2007; 21 (2) 9. Muhammad A S et al, Delay diagnosis of tuberculosis in Rawalpindi, Pakistan, BMC Research Notes 2007, 4:165. 10. P.O. Ayuo, L.O. Diero, W.D. Owino-Ong or and A.W. Mwangi,Causes of delay in diagnosis of pulmonary tuberculosisin patients attending a referral hospital inwestern Kenya East African Medical Journal Vol. 85 No. 6 June 2008 11. World Health Organization. An Expanded DOTS Framework for effective Tuberculosis Control.Geneva.World Health Organization, 2002 12. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta 2011 13. Kemenkes. Ditjen P2&P. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014. Maret 2011