BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan semakin tingginya penjanan faktor resiko, seperti faktor pejamu

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi perokok dewasa per hari. Menurut data Global Adult Tobacco Survey

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang

BAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur

BAB 4 METODE PENELITIAN

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Penyakit Paru Obstruktif Kronik selanjutnya disebut PPOK atau

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

Uji Fungsi (lung function test) Peak flow meter

BAB 1. Pendahuluan. Faktor perinatal menjadi faktor risiko gangguan respiratorik kronis masa

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Sering juga penyaki-penyakit ini disebut dengan Cronic Obstruktive Lung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

Laporan Penyuluhan. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek

BAB I PENDAHULUAN. teknologi menyebabkan kebutuhan hidup manusia semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kematian mencapai korban jiwa. 3 Sekitar 80% keracunan. dilaporkan terjadi di negara-negara sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak

BAB I PENDAHULUAN. menerus, maka akan terjadi perubahan pada fungsi paru-paru mereka

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak

Indikasi Pemeriksaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. di seluruh dunia (Halbert et al., 2006). PPOK terjadi karena adanya kelainan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

HUBUNGAN DERAJAT KLINIS PPOK DENGAN HASIL PEMERIKSAAN FUNGSI PARU BERDASARKAN SPIROMETRI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMERIKSAAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Cronic Obstruktive

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA SKOR COPD ASSESSMENT TEST (CAT), INDEKS BRINKMAN DAN FUNGSI PARU

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang besar di dunia luas dengan prevalensi, dan biaya yang tinggi. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic

BAB I PENDAHULUAN. dari penyebab kasus mortalitas dan morbiditas di negara-negara dengan. pendapatan tinggi dan pendapatan rendah.

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan

BAB V PEMBAHASAN. kelamin pria dipilih karena mayoritas populasi sampel di BBKPM adalah pria dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Abstrak. Pendahuluan. Desy Retno Ariyani 1, Dwi Sarbini 2, Ririn Yuliati 3

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

I. PENDAHULUAN. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun. nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok

menunjukkan 19,7% diderita oleh perempuan dewasa perkotaan, 13,1% lakilaki dewasa, dan 9,8% anak-anak. Anemia pada perempuan masih banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

Pemakaian obat bronkodilator sehari- hari : -Antikolinergik,Beta2 Agonis, Xantin,Kombinasi SABA+Antikolinergik,Kombinasi LABA +Kortikosteroid,,dll

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB IV METODE PENELITIAN

PENGARUH PURSED LIPS BREATHING

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil

THE CHARACTERISTICS OF THE CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE PATIENTS AT IMMANUEL HOSPITAL BANDUNG IN 2012

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program strata-1 kedokteran umum

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

Keterampilan Klinis UJI FAAL PARU (SPIROMETRI)

BAB I PENDAHULUAN. populasi dalam negara yang berbeda. Asma bronkial menyebabkan kehilangan

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. Laennec di tahun 1819, kemudian diperinci oleh Sir William Osler pada

BAB 1 PENDAHULUAN. prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi

SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU. Dwi Purnamasari Zees

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular yang lebih dikenal dengan sebutan transisi epidemiologi. 1

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS PADA WANITA DI RUMAH SAKIT HA. ROTINSULU BANDUNG PERIODE ARTIKEL

BAB I PENDAHULUAN. peringkat kelima di seluruh dunia dalam beban penyakit dan peringkat

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

ABSTRAK PENILAIAN KUALITAS HIDUP PASIEN PPOK RAWAT JALAN DENGAN METODE SAINT GEORGE S RESPIRATORY QUESTIONNAIRE (SGRQ)

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Secara global, penyakit terkait dengan gaya hidup. dikenal sebagai penyakit tidak menular (PTM).

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berubahnya tingkat kesejahteraan, pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan beralihnya penyebab kematian yang semula didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable disease). 1 Hal ini juga terjadi di Indonesia menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1997 dan Survei Kesehatan Nasional Tahun 2000. 2 Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. 2 PPOK merupakan penyakit saluran pernafasan akibat terhambatnya aliran udara yang bersifat kronik dan irreversibel. 3 PPOK merupakan penyakit sistemik juga berkaitan erat dengan inflamasi sistemik, dan multi-organ damage. Dimana PPOK saat ini angka prevalensi, angka morbiditas dan mortalistasnya meningkat dari tahun ke tahun. 4 Saat ini PPOK menempati urutan keempat dalam hal penyebab kematian di seluruh dunia dan WHO memperkirakan pada tahun 2020 PPOK akan menempati peringkat ketiga penyakit dalam menyebabkan kematian. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK, semakin banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja. 5 Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan bahwa pada tahun 1990 PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia, sedangkan

pada tahun 2002 telah menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. Namun menurut data terbaru menurut American Thoracic Society tahun 2008, PPOK menempati urutan ke-4 penyumbang angka kematian terbesar di Amerika. Dimana presentase wanita (63%) lebih besar dari pada pria (57%). 6 Di Indonesia sendiri berdasarkan Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM & PL di 5 rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35%), diikuti asma bronkial bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%). 7 Untuk mendiagnosa PPOK terhadap suatu pasien, gold standard yang digunakan adalah spirometri. Pada pasien PPOK, terjadi hambatan aliran udara pada saat ekspirasi sehingga mempengaruhi hasil spirometri seperti FEV1 (Forced Expiratory Volume in one second), FVC (Forced Vital Capacity), dan total volume paru-paru. 8 Namun, perubahan hasil spirometri pada PPOK ini tergantung pada umur, jenis kelamin, suku, riwayat merokok, pekerjaan, riwayat penyakit pernafasaan lainnya, dan adanya penyakit komorbid seperti riwayat penyakit jantung, hipetensi, diabetes mellitus, dll. 9 Dari hasil pemeriksaan spirometri ini, derajat PPOK juga dapat dinilai menjadi ringan, sedang, berat, dan sangat berat menurut ratio FEV1/FVC. 10 Namun kenyataannya dalam mendiagnosis pasien PPOK, sering sekali pasien didiagnosis PPOK tanpa melakukan pemeriksaan spirometri yang merupakan gold standar dalam mendiagnosis PPOK. Pasien ini didiagnosis PPOK berdasarkan klinisnya saja. Melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat diperoleh data seperti faktor resiko, umur pasien, riwayat pejanan, gejala batuk dan dahak, derajat berat sesak terutama saat aktivitas. 11

Menurut KEPMENKES NO 1022/MENKES/SK/XI/2008 menyatakan bahwa mendiagnosis PPOK (secara klinis) apabila sekurang-kurangnya pada anamnesis ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik dan berdahak dengan sesak nafas terutama pada saat melakukan aktivitas pada seseorang yang berusia pertengahan atau yang lebih tua. Dari gejala klinis yang ada dan pemeriksaan fisik inilah pasien didiagnosis PPOK klinis. 11 Menurut GOLD (Global Obstructive Lung Disease) PPOK klinis ini sendiri dapat diklasifikasikan kembali menjadi 4 yaitu ringan, sedang, berat, dan sangat berat. 12 Pada pasien yang memiliki ciri-ciri gejala klinis PPOK dapat didiagnosis PPOK klinis dan di tentukan derajat beratnya yaitu ringan, sedang, berat, dan sangat berat.11 Namun, menurut baku emas dalam diagnosis PPOK, seorang pasien dapat dikatakan PPOK bila terdapat obstruksi saluran pernafasan menurut hasil dari pemeriksaan spirometri yang dilihat dari nilai FEV1/FVC. Hasil normal untuk mendiagnosis seorang pasien PPOK adalah dari hasil nilai spirometri FEV1/FVC pasien tersebut menurun karena adanya hambatan aliran pernafasan. 12 Secara logika, semakin berat darajat klinis PPOK maka akan di ikuti semakin menurunnya nilai FEV1/FVC spirometri. Namun oleh karena banyak pasien didiagnosis PPOK secara klinis saja tanpa dengan pemeriksaan spirometri, mungkin saja dapat terjadi kesalahan dalam menegakan diagnosis PPOK berdasarkan gold standarnya. Pada pasien fibrosis awal juga memiliki gejala klinis seperti PPOK derajat 1, namun ketika dilakukan pemeriksaan spirometri hasil menunjukan tidak adanya obstruksi saluran nafas melainkan restriksi saluran pernafasan dilihat dari nilai FVC yang tidak menurun. Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang hubungan derajat klinis PPOK dengan hasil pemeriksaan spirometri.

1.2 Rumusan Masalah spirometri? Apakah terdapat hubungan antara derajat klinis PPOK dengan hasil pemeriksaan 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan derajat klinis PPOK dengan pemeriksaan spirometri. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Menilai derajat berat klinis PPOK berdasarkan gejala klinis PPOK, hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. 2. Menilai derajat berat obstruksi saluran pernapasan melalui test spirometri dilihat dengan nilai FEV1/FVC pada pasien klinis PPOK. 3. Menganalisis hubungan derajat klinis PPOK dengan nilai FEV1/FVC. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Hasil dari penelitian ini sebagai salah satu tambahan sumber informasi terkait penyakit PPOK bagi Fakultas Kedokteran dan RSUP DR Karyadi 2. Menambah dan memperkaya pengetahuan dan informasi dalam bidang penyakit dalam terkait hubungan derajat klinis PPOK dan pemeriksaan spirometri yang berguna untuk mengetahui kualitas hidup pasien. 3. Memberikan bahan pertimbangan atau acuan untuk penelitian selanjutnya 1.5 Orisinalitas

Peneliti telah melakukan upaya penelusuran pustaka dan tidak menjumpai adanya penelitian/publikasi sebelumnya yang sama dengan penelitian ini yang telah menjawab permasalahan penelitian. Tetapi peneliti menemukan penelitian yang mirip dengan penelitian ini sebelumnya. Tabel 1. Keaslian penelitian No Peneliti / Judul Metode Hasil 1. Marc Miravitless, dkk. Chronic respiratory symptomp, spirometri and knwoladge of COPD among general population. Respiratory medicine. Vol 100, 2006 : 1973-1980p 13 2. P.P Walker, dkk. Effect of primary-care spirometri on the diagnosis and management of COPD. Eur Respir J. Vol 28, 2006: 945-952p 14 3. W.M Volmer, dkk. Comparison of spirometri criteria for diagnosis of COPD : result from the BOLD study. Eur Respir J. 2009;34:588-597 15 Penelitian observasional deskriptif Subjek penelitian 6758 subjek berusia lebih dari 40 tahun Intrumen :European Comission Steeland Coal (ECSC) dan Spirometer kohort Subjek penelitian : 1508 subjek degan usia lebih dari 40 tahun Instrumen : Spirometri penelitian observasional deskriptif Subjek penelitian : 600 pasien rawat jalan, berusia lebih dari 40 tahun Instrumen : Questioner - Tidak ada perbedaan signifikan mengenai pengetahuan tentang gejala klinis PPOK baik wanita maupun pria - Presentasi PPOK meningkat seiring bertambahnya usia Pemeriksaan spirometri pada pelayanan pertama PPOK tidak hanya menaikan diagnosis PPOK saja, namun juga dapat menentukan pengobatan PPOK - Prevalensi kejadian PPOK meningkat seiring umur - Dengan penggunaan spirometri hasilnya dapat menjadi acuan untuk derajat berat PPOK