PERANCANGAN BARRIER UNTUK MENURUNKAN TINGKAT KEBISINGAN PADA JALUR REL KERETA API DI JALAN AMBENGAN SURABAYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE NOMOGRAPH

dokumen-dokumen yang mirip
PENGENDALIAN TINGKAT KEBISINGAN DI CABIN ABK (ANAK BUAH KAPAL) KN.P 329 AKIBAT MESIN

PENGENDALIAN TINGKAT KEBISINGAN PADA AUTOMATIC CAR WASH DI PT. IN N OUT

DESAIN BARRIER UNTUK MENGURANGI TINGKAT KEBISINGAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE MAEKAWA. Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknologi Industri

PENGENDALIAN KEBISING

PEMBUATAN ALAT UKUR DAYA ISOLASI BAHAN

PERANCANGAN PENGENDALIAN BISING PADA RUANG BACA dan LABORATORIUM REKAYASA INSTRUMENTASI TEKNIK FISIKA ITS

Pengukuran Transmission Loss (TL) dan Sound Transmission Class (STC) pada Suatu Sampel Uji

Desain Akustik Ruang Kelas Mengacu Pada Konsep Bangunan Hijau

MODEL ANALITIK MUFFLER ABSORPTIVE PADA VENTILASI UDARA

PENGARUH LAY OUT BANGUNAN DAN JENIS MATERIAL SERAP PADA KINERJA AKUSTIK RUANG KELAS SEKOLAH DASAR DI SURABAYA TITI AYU PAWESTRI

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ( X Print) B-101

Halaman Judul Lembar Pengesahan Abstrak Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel

PENGENDALIAN KEBISINGAN PADA INDUSTRI PENCUCI PASIR DI PT. MAHARADIA PRAKARSA REMBANG - JAWA TENGAH

Pengertian Kebisingan. Alat Ukur Kebisingan. Sumber Kebisingan

DESAIN ENCLOSURE SEBAGAI PERENCANAAN PENGENDALIAN KEBISINGAN PADA GAS ENGINE STUDI KASUS PT BOC GASES INDONESIA SITI KHOLIFAH

PERANCANGAN ENCLOSURE PADA POMPA BOILER FEED WATER UNIT UTILITAS BATU BARA SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN KEBISINGAN

TINGKAT REDAM BUNYI SUATU BAHAN (TRIPLEK, GYPSUM DAN STYROFOAM)

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 02 (2016), Hal ISSN :

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh: Candra Budi S : Andi Rahmadiansah, ST. MT Pembimbing II : Dyah Sawitri. ST. MT

PENGENDALIAN BISING PADA BANGUNAN APARTEMEN

Pengendalian Kebisingan Pada Mesin Multifolddi PT Lotus Indah Textile Industries. Agustina Dwi Jayanti K3-VIII B

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) D-156

DESAIN PENGENDALIAN BISING PADA JALUR PEMBUANGAN EXHAUST FAN KAMAR MANDI DALAM. Batara Sakti Pembimbing: Andi Rahmadiansah, ST, MT

Oleh : Jenar Seto/ Dosen pembimbing 1 :Ir. Wiratno Argo Asmoro,Msc Dosen pembimbing 2 :Ir. Zulkifli,Msc

PENGARUH PENAMBAHAN JARAK TERHADAP SUMBER BUNYI BIDANG DATAR BERBENTUK LINGKARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan potensi lokal sebagai material dinding kedap. bila dibandingkan dengan makhluk lain adalah akal.

Pengaruh Penambahan Bahan Redam pada Kebocoran Alat Ukur Daya Isolasi Bahan

DESAIN JENDELA UNTUK MENAHAN KEBISINGAN PADA RUMAH TINGGAL

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Genap 2014/2015. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kata kunci: Transmission Loss

PENGUKURAN KOEFISIEN ABSORPSI BUNYI DARI LIMBAH BATANG KELAPA SAWIT. Krisman, Defrianto, Debora M Sinaga ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Evaluasi kinerja Akustik dari Ruang Kedap Suara pada Laboratorium Rekayasa Akustik dan Fisika Bangunan Teknik Fisika -ITS

DINDING PEREDAM SUARA BERBAHAN DAMEN DAN SERABUT KELAPA

MATERIAL PEREDAM SUARA DENGAN MENGGUNAKAN KOMBINASI DAMEN, SERABUT KELAPA, DAN DINDING BATA

PENGARUH JUMLAH CELAH PERMUKAAN BAHAN KAYU LAPIS (PLYWOOD) TERHADAP KOEFISIEN ABSORPSI BUNYI DAN IMPEDANSI AKUSTIK

ATENUASI BISING LINGKUNGAN DAN BUKAAN PADA RUANG KELAS SEKOLAH DASAR BERVENTILASI ALAMI DI TEPI JALAN RAYA. Oleh :

Pengendalian Bising. Oleh Gede H. Cahyana

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS

Akustik. By: Dian P.E. Laksmiyanti, ST. MT

Pengaruh core campuran sampah daun kering, kertas koran dan plastik hdpe pada komposit sandwich UPRS Cantula 3D terhadap nilai sound transmission loss

Alexander Christian Nugroho

ANALISIS KEBISINGAN PADA KAWASAN COMPRESSOR HOUSE UREA-1 PT. PUPUK ISKANDAR MUDA, KRUENG GEUKUEH ACEH UTARA

EFEK PARTISI TERHADAP UPAYA PENGENDALIAN KEBISINGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Peningkatan Insulasi Akustik Dari Dinding Partisi Antar Kamar Berdasarkan Nilai Rugi Transmisi Bunyi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebisingan. Kebisingan dapat dibagi tiga macam kebisingan.

PENENTUAN TINGKAT KEBISINGAN SIANG MALAM DI PERKAMPUNGAN BUNGURASIH AKIBAT KEGIATAN TRANSPORTASI TERMINAL PURABAYA SURABAYA

Dampak kebisingan akibat pembangunan jalan layang

KEMAMPUAN PEREDAMAN SUARA DALAM RUANG GENSET DINDING BATA DILAPISI DENGAN VARIASI PEREDAM YUMEN

Evaluasi Kinerja Akustik Dari Ruang Kedap Suara Pada Laboratorium Rekayasa Akustik Dan Fisika Bangunan Teknik Fisika ITS

PENENTUAN KOEFISIEN ABSORBSI DAN IMPEDANSI MATERIAL AKUSTIK RESONATOR PANEL KAYU LAPIS (PLYWOOD) BERLUBANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE TABUNG

DESAIN AKUSTIK RUANG KELAS MENGACU PADA KONSEP BANGUNAN HIJAU

Perbaikan Kualitas Akustik Lapangan Futsal Indoor Pertamina ITS Menggunakan Panel Akustik Gantung

KEBISINGAN (NOISE) Dr. Ir. Katharina Oginawati, MS

STUDI TENTANG PENGARUH PROSENTASE LUBANG PADA DINDING PENGHALANG TERHADAP PENGURANGAN SPL

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 2 (2014), Hal ISSN : TINGKAT KEBISINGAN AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA DI RUANG INAP RUMAH SAKIT

Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan

Perancangan piranti lunak untuk pengukuran TRANSMISSION LOSS dan Koefisien Serap Bahan menggunakan metode fungsi transfer

Section 14.4 airborne sound insulation of double-leaf partitions Section 14.5 structure-borne sound insulation

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia semakin meningkat. Baik peralatan tersebut berupa sarana informasi,

KAJIAN PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP AKUSTIK STUDI KASUS: RUANG AUDITORIUM MULTIFUNGSI GEDUNG P1 DAN P2 UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

Pembuatan dan Pengujian Bahan Peredam Suara dari Berbagai Serbuk Kayu

(6.38) Memasukkan ini ke persamaan (6.14) (dengan θ = 0) membawa kita ke faktor refleksi dari lapisan

Penilaian Karakteristik Akustik Bangunan. Masjid Salman ITB

DESAIN PENGENDALIAN BISING PADA JALUR PEMBUANGAN EXHAUST FAN KAMAR MANDI DALAM

PERANCANGAN ISOLASI ENCLOSURE DAN BARRIER UNTUK SISTEM REFINERY PADA PERUSAHAAN MIGAS

ARDHINA NUR HIDAYAT ( ) Dosen Pembimbing: Ir. Didik Bambang S, MT.

PENGARUH PAGAR TEMBOK TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA PERUMAHAN JALAN RATULANGI MAKASSAR ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1 Leslie L.Doelle dan L. Prasetio, Akustik Lingkungan, 1993, hlm. 91

FISIKA FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 Alfan Muttaqin/M

PENGARUH LAY OUT BANGUNAN PADA PEREDUKSIAN BISING DALAM RUANG KELAS SEKOLAH DASAR DI SURABAYA

Analisis Kebocoran Bunyi pada Ruang Mini Pengukuran Transmission Loss pada Pita 1/3 Oktaf Dengan Menggunakan Sound Mapping

Lobes Herdiman 1, Ade Herman Setiawan 2 Laboratorium Perencanaan & Perancangan Produk (P3) Jurusan Teknik Industri-UNS 1

Studi Analisis Pengaruh Kebisingan dan Karakteristik Pekerja Terhadap Gangguan Pendengaran Pekerja di Bagian Produksi

STUDI TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTAS JALAN TOL PADALARANG-CILEUNYI TERHADAP PERUMAHAN TAMAN HOLIS INDAH KOTA BANDUNG.

HALAMAN PERNYATAAN DAFTAR GAMBAR. 1.7 Latar Beiakang Permasalahan 1

Optimasi Kualitas Akustik Room to Room Berdasarkan Nilai Transmission Loss

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2008

FISIKA. 2 SKS By : Sri Rezeki Candra Nursari

LIMBAH PELEPAH PISANG RAJA SUSU SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN DINDING KEDAP SUARA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA Gelombang Bunyi Perambatan Gelombang dalam Pipa

Pengaruh Kebisingan Konstruksi Gedung Terhadap Kenyamanan Pekerja Dan Masyarakat

PENENTUAN KOEFISIEN ABSORBSI BUNYI DAN IMPEDANSI AKUSTIK DARI SERAT ALAM ECENG GONDOK (EICHHORNIA CRASSIPES) DENGAN MENGGUNAKAN METODE TABUNG

BAB I PENDAHULUAN. ternak, satwa, dan sistem alam (Kusuma, 1996). Menurut WHO (Word Healt

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 mengenai kesehatan

AKUSTIKA RUANG KULIAH RUANG SEMINAR 5 LANTAI 4 TEKNIK FISIKA. Dani Ridwanulloh

AKUSTIKA RUANG KULIAH

DAMPAK KEBISINGAN AKIBAT PEMBANGUNAN JALAN LAYANG

EVALUASI KONDISI AKUSTIK BANGUNAN KOST STUDI KASUS KOST DI JALAN CISITU LAMA NO. 95/152C

Jenis dan Sifat Gelombang

GELOMBANG MEKANIK. (Rumus)

PEMETAAN TINGKAT KEBISINGAN AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN KERTAJAYA INDAH TIMUR- DARMAHUSADA INDAH TIMUR-DARMAHUSADA INDAH UTARA, SURABAYA

Efisiensi reduksi bunyi pada penghalang bersusunan pagar

ANALISIS DATA SEISMIK DI PEDUKUHAN NYAMPLU AKIBAT KERETA LEWAT

PENENTUAN PENGURANGAN KEBISINGAN OLEH KARPET PADA RUANG TERTUTUP

PENERAPAN SISTEM AKUSTIK PADA RUANG AUDITORIUM BALAI SIDANG DI SURAKARTA

Transkripsi:

PERANCANGAN BARRIER UNTUK MENURUNKAN TINGKAT KEBISINGAN PADA JALUR REL KERETA API DI JALAN AMBENGAN SURABAYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE NOMOGRAPH Ajeng Putri Mayangsari Pembimbing I : Andi Rahmadiansah, ST, MT. Pembimbing II : Ir. Tutug Dhanardono Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 Abstrak Pemukiman penduduk di jalan Ambengan Surabaya yang terletak di pinggiran jalur rel kereta api sangat terganggu oleh kebisingan kereta api yang melewati jalur tersebut. Dari hasil observasi lapangan diperoleh bahwa di jalur rel kereta api jalan Ambengan setiap harinya dilewati kereta api sebanyak 72 kali yaitu 62 kali kereta penumpang dan 10 kali kereta barang. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi gangguan kebisingan ini adalah dengan membangun dinding penghalang (barrier) antara rel kereta api dan pemukiman penduduk. Perancangan barrier ini menggunakan metode Nomograph. Dengan keterbatasan jarak antara rel kereta api dan lokasi pemukiman penduduk yang hanya 8.5m, maka diperoleh nilai pengurangan kebisingan sebesar 12.8 dba. Dari data tingkat kebisingan yang telah diukur diperoleh nilai tingkat kebisingan maksimum adalah sebesar 92.76 dba. Dengan dirancangnya barrier sepanjang 100m, tinggi 4m, dan tebal antara 23.88cm-28.9cm tersebut, maka tingkat kebisingan yang diterima oleh pemukiman penduduk yang berada disekitar jalur rel kereta api menjadi 79.96 dba. Kata Kunci : kebisingan, barrier, nomograph 1. PENDAHULUAN Surabaya merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia yang juga menjadi sentral dari segala kegiatan masyarakat seperti pendidikan, bisnis, pusat perbelanjaan, dan lain-lain. Dan salah satu aspek yang menunjang semua kegiatan-kegiatan tersebut adalah aspek transportasi. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa transportasi menjadi suatu kebutuhan yang sangat penting untuk dapat menjalankan segala kegiatan. Dan salah satu transportasi yang paling diminati saat ini adalah kereta api karena tidak macet dan dapat lebih cepat sampai ke tempat tujuan. Namun ada beberapa rel kereta api di Surabaya ini yang lokasinya sangat berdekatan dengan pemukiman penduduk, hal tersebut berdampak sangat buruk bagi warga yang berada di sekitar rel kereta api karena kebisingan yang ditimbulkan dari kereta api yang sedang melaju adalah cukup tinggi. Salah satu upaya untuk mengurangi tingkat kebisingan adalah dengan perencanaan kota. Akan tetapi di kota-kota besar hal ini seringkali tidak tercapai akibat pertumbuhan populasi dan tidak tersedianya lahan yang seimbang. Sehingga rumah dan bangunan harus dibangun secara berdekatan dan bahkan berdempetan dengan rel kereta api. Kondisi situasi jalur rel kereta api di jalan Ambengan yang cukup padat dan berdekatan dengan lokasi pemukiman penduduk menimbulkan gangguan kebisingan yang cukup tinggi sehingga hal tersebut dapat mengganggu kenyamanan warga yang bermukim disekitar rel kereta api. Pada penelitian ini akan dirancang sebuah barrier sebagai salah satu upaya tindakan akustik untuk mengurangi tingkat kebisingan, agar dapat tercipta lingkungan pemukiman penduduk yang nyaman dan tenang. 2. DASAR TEORI 2.1 Bising Kebisingan merupakan bunyi-bunyian yang tidak diperlukan dan sifatnya mengganggu. Definisi ini menghasilkan dua aspek bising yaitu aspek fisik yang ditunjukkan dengan bunyi, dan juga aspek subjektif seperti asal bunyi dan keadaan pikiran dan temperamen penerima. Tingkat kebisingan adalah ukuran derajat tinggi rendahnya kebisingan yang dinyatakan dalam satuan desibel (db). dba adalah satuan tingkat kebisingan dalam kelas A yaitu kelas yang sesuai dengan respon telinga manusia normal. Bising yang cukup keras, di atas sekitar 70 db, dapat menyebabkan kegelisahan (nervousness), kurang enak badan, kejenuhan mendengar, sakit lambung dan masalah peredaran darah. Bising yang sangat keras, di atas 85 db, dapat menyebabkan kemunduran yang serius pada kondisi kesehatan seseorang pada umumnya, dan bila berlangsung lama kehilangan pendengaran sementara atau permanen dapat terjadi. Bising yang berlebihan dan berkepanjangan terlihat dalam masalah-masalah kelainan seperti penyakit jantung, dan tekanan darah tinggi [2]. Pengendalian bising secara teknis dapat dilakukan dengan 3 cara 1. Pengendalian bising yang dihasilkan pada sumber. Pengendalian kebisingan pada sumbernya dapat dilakukan dengan memodifikasi 1

mesin atau menempatkan peredam pada sumber getaran. Tetapi alternatif ini memerlukan penelitian intensif dan umumnya juga memerlukan biaya cukup tinggi. 2. Pengendalian bising yang ditransmisikan Pengendalian bising yang ditransmisikan melalui udara atau material lain minimal dapat dilakukan dengan dua cara yaitu insulasi dan absorbsi. Insulasi digunakan untuk menempatkan penghalang (barrier) antara bunyi dan suatu area atau orang yang dilindungi dari bising. Absorbsi digunakan untuk melindungi orang atau objek yang ditempatkan pada tempat yang sama dengan sumber bunyi. 3. Pengendalian bising pada penerima Ketika pengontrolan bunyi di lingkungan gagal dilakukan, dapat diusahakan perlindungan terhadap manusia dengan pemakaian tutup telinga (earmuff), sumbat telinga (earplug), dan perlengkapan pelindung sejenis. 2.2 Desibel Kepekaan telinga yang tidak sama terhadap bunyi menyebabkan pengukuran tingkat keras bunyi menggunakan satuan desibel (db) menjadi lebih mudah, karena terdiri dari angka-angka yang lebih mudah dipahami. Batas terbawah kemampuan telinga manusia dalam mendengar bunyi adalah 0 db dan batas tertinggi adalah 140 db. Pengukuran bunyi menggunakan tingkat keras cenderung lebih sesuai dilakukan sebab sensasi yang secara nyata dirasakan telinga, lebih pada keras atau pelannya bunyi, sementara faktor frekuensi adalah pertimbangan selanjutnya. Satuan tingkat bunyi disesuaikan dengan beban jaringannya, misalnya dba, dbb, dbc dan dbd. Skala A merupakan respon yang paling mewakili batasan pendengaran manusia dan respon telinga terhadap bising, termasuk bising lalu lintas serta bising yang dapat menimbulkan kehilangan pendengaran. Skala A dinyatakan dalam satuan dba. Tabel 2.1 Peraturan Menkes No. 781/MENKES/XI.1987 Zona Jenis Daerah Batas Maks (dba) Dianjurkan Dibolehkan A Rumah Sakit, 35 45 Tempat Penelitian B Perumahan, 45 55 Sekolah C Perkantoran, 50 60 Pertokoan, Pasar D Industri, Pabrik 60 70 2.3 Pagar (Barrier) untuk Mengatasi Kebisingan Pagar adalah elemen luar bangunan yang sering dijumpai di Indonesia. Pagar dapat dimanfaatkan sekaligus sebagai peredam rambatan gelombang bunyi. Beberapa pertimbangan agar pagar juga dapat berperan sebagai peredam secara maksimal diuraikan sebagai berikut [1] 1. Faktor Posisi Meski bunyi yang merambat dari sebuah sumber bunyi tersebar secara merata ke segala arah, namun bunyi yang diterima bangunan umumnya diperoleh dari perambatan bunyi secara mendatar atau pada sudut kemiringan tajam. Perambatan gelombang bunyi secara horizontal atau dalam sudut tajam dapat ditahan dengan elemen bangunan berposisi tegak (vertikal). Oleh karena itu elemen bangunan yang berupa elemen vertikal akan lebih berhasil mengatasi perambatan ini dibanding elemen horizontal, seperti yang terlihat pada gambar 2.1. Bunyi dengan frekuensi yang amat rendah akan disertai getaran yang hebat oleh karena kuatnya gelombang yang dimilikinya. Pada keadaan semacam ini tidak hanya elemen vertikal bangunan yang akan berperan dalam menghambat perambatan, namun juga elemen horizontal. Hal ini terjadi karena hebatnya getaran yang menyertai bunyi tidak mampu diredam sepenuhnya oleh tanah. Gambar 2.1 Elemen vertikal bangunan menerima perambatan bunyi secara langsung 2. Faktor Perletakan Elemen vertikal bangunan berupa pagar yang digunakan untuk menahan perambatan gelombang bunyi idealnya diletakkan sedemikian rupa agar menghasilkan peredaman terbaik. Secara garis besar terdapat tiga kemungkinan perletakan elemen vertikal, dengan asumsi bahwa letak sumber bunyi terpusat di tengah badan jalan. Ketiga perletakan tersebut dapat dilihat pada gambar 2.2 a. Cenderung lebih mendekati sumber bunyi Pada keadaan ini, elemen penghalang bangunan (seperti pagar) diletakkan dengan jarak tertentu dan berdiri sendiri (terpisah dari bangunan). Contohnya adalah pagar. Pada bangunan dengan luas lahan yang mencukupi, sangat 2

dimungkinkan pagar diletakkan cukup jauh dari dinding muka bangunan. Dengan perletakan semacam ini maka gelombang bunyi yang menyentuh ujung atas pagar, sebagian akan dibelokkan ke atas dan sebagian ke arah bawah. Oleh karena dinding muka bangunan berada pada jarak yang cukup jauh, maka pembelokan perambatan gelombang bunyi itu dimungkinkan untuk tidak langsung menuju ke bangunan, meskipun sebagian dari gelombang bunyi ini juga dimungkinkan untuk tetap merambat menuju dinding muka bangunan (Gambar 2.2a). b. Cenderung lebih mendekati bangunan Pada keadaan ini elemen vertikal diletakkan pada jarak cukup dekat dengan dinding muka bangunan. Hal ini terjadi pada bangunan dengan luas lahan kurang, hanya menyisakan lahan terbuka bagian depan yang jaraknya lebih pendek dari lebar setengah badan jalan. Gelombang bunyi yang mengenai permukaan pagar sebagian membelok ke atas dan sebagian besar sisanya langsung menuju dinding muka bangunan sehingga apabila pada dinding muka bangunan dipasang jendela atau lubang ventilasi lainnya maka gelombang bunyi akan langsung masuk ke dalam bangunan. Keadaan ini kurang menguntungkan dibandingkan bila pagar cenderung lebih dekat ke sumber bunyi, karena lebih banyak bagian dari gelombang bunyi yang terbelokkan menuju bangunan. Hal ini dapat diperbaiki dengan membuat pagar yang lebih tinggi, melebihi tinggi atap bangunan, agar pembelokan gelombang bunyi tidak menuju dinding muka bangunan (Gambar 2.2c). c. Apabila perletakan (a) tidak dapat dicapai karena keterbatasan lahan, perletakan (c) dengan ketinggian pagar jauh melebihi bangunan lebih disarankan. Perletakan pagar yang lebih dekat dengan bangunan (c) lebih baik dibandingkan perletakan pagar di tengah-tengah antara garis tengah jalan dinding muka bangunan (posisi b). Pada keadaan ini pembelokan gelombang bunyi sebagian besar justru langsung menuju dinding muka bangunan, sekalipun pagar ditinggikan (Gambar 2.2b). Gambar 2.2 Beberapa kemungkinan perletakan pagar atau barrier terhadap sumber kebisingan 3. Faktor Berat dan Kerapatan Material Menurut teori perambatan gelombang bunyi, material alam atau material bangunan yang memiliki berat tertentu lebih baik dalam meredam bunyi. Berat yang dimiliki tiap material mendukung material tersebut untuk bertahan pada posisinya untuk tidak mudah mengalami resonansi sehingga tidak meneruskan perambatan gelombang bunyi ke balik pembatas. Semakin berat dan tebal material atau lapisan material yang digunakan, semakin baik kemampuan redamnya, tidak saja karena menekan terjadinya resonansi, namun juga karena lebih mampu menyerap gelombang bunyi yang masuk melalui pori-porinya, dibandingkan material yang tipis dan ringan. 2.4 Barrier Insertion Loss Barrier Insertion Loss dapat diartikan dengan banyaknya bising yang dapat diserap oleh barrier. Insertion Loss (IL) dapat ditunjukkan dengan persamaan dibawah ini IL = L p0 L p2 (2.1) 2.5 Rugi Transmisi Bunyi (Sound Transmission Loss) Rugi transmisi bunyi atau sering disebut rugi transmisi (TL) suatu partisi, yang dinyatakan dalam desibel merupakan ukuran insulasi bunyi. Rugi transmisi sama dengan jumlah desibel berkurangnya energi bunyi datang pada partisi bila melewati struktur. Nilai numerik TL tergantung pada konstruksi partisi dan berubah dengan frekuensi bunyi. TL tidak tergantung pada sifat akustik ruangan yang dipisahkan oleh partisi itu. Rugi transmisi juga dipengaruhi oleh adanya frekuensi. Untuk frekuensi yang rendah TL dipengaruhi oleh ketebalan dari dinding, sedangkan untuk frekuensi yang semakin besar TL dipengaruhi oleh massa dari dinding. Perumusan yang berkaitan dengan frekuensi adalah sebagai berikut TL = (20 log W) + (20 log f) C (2.2) 3

dimana f = Frekuensi (Hz) W = Massa jenis (kg/m 2 /cm) C = koefisien = 47 Tabel 2.2 Kerapatan Material Barrier Surface Density Material Tebal (Lb/ft²/in) Tebal (Kg/m²/cm) Brick 10-12 19-23 Cinder concrete 8 15 Dense concrete 12 23 Wood 2-4 4-8 Common glass 15 29 Lead sheets 65 125 Gypsum 5 10 2.6 Reduksi Bising dari Dinding Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa TL ditentukan oleh sifat fisis partisi, tanpa tergantung sifat akustik ruang-ruang yang dipisahkan oleh partisi tersebut. Reduksi bising (Noise Reduction/NR) adalah istilah yang lebih umum daripada TL untuk menyatakan insulasi bunyi antara ruang-ruang karena ia ikut memperhitungkan efek berbagai jejak transmisi antara ruang sumber dan ruang penerima dan juga sifat akustik ruang-ruang ini. NR yang dinyatakan dalam desibel diberikan oleh NR = L p1 L p2 (2.3) 2.7 Metode Nomograph Metode Nomograph digunakan untuk menghitung seberapa tinggi barrier yang dibutuhkan untuk mengurangi bising sebesar yang diinginkan. Nomograph memberikan gambaran yang akurat untuk pengurangan tingkat tekanan bunyi (TTB). 3. METODOLOGI Tahapan yang digunakan pada penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa tahapan. Pertama, pengambilan data dengan mengukur tingkat kebisingan semua kereta api yang melewati area yang telah ditentukan sebelumnya. Kedua, memilih kereta api yang memiliki tingkat kebisingan paling tinggi. Ketiga, dilakukan pengambilan data dengan jarak yang berbeda-beda dari pinggiran rel kereta api dengan mengacu pada kereta api yang mempunyai tingkat kebisingan paling tinggi. Perancangan eksperimental pada penelitian tugas akhir ini disesuaikan kondisi lapangan yang ada. Adapun susunannya sebagai berikut: Sumber bunyi berupa kereta api atau dianggap sebagai sumber titik yang berjalan. Letak sumber bunyi berada disekitar pemukiman penduduk. Alat ukur (SLM) diletakkan ± 1,5 m diatas permukaan tanah. barrier Jumlah titik ukur sebanyak 5 titik. Menggunakan metode Nomograph untuk menentukan atenuasi barrier. rel kereta 100 m 10m 20m dst 4,5m(Ls) 4m(Lp) pemukiman Gambar 3.1 Denah Titik Pengukuran Keterangan gambar Jarak rel kereta dengan pemukiman (L/S) = 8,5 m Jarak barrier dengan sumber (Ls) = 4,5 m Jarak barrier dengan penerima (Lp) = 4 m Jarak titik ukur = 10 m, 20 m, 30 m, 40 m, 50 m Dimensi barrier : - Panjang = 100 m - Tinggi = 4 m Gambar 2.3 Barrier Nomograph 4

3.1 Metode Analisa Data dan Interpretasi Data Mulai Survey awal Pengambilan data Perancangan barrier Analisa hasil Selesai Selesai Gambar 3.2 Flowchart penelitian Setelah dilakukan perancangan barrier dilakukan analisa dan diambil kesimpulan. Model barrier hasil rancangan didapatkan seberapa besar pelemahannya, apakah sudah dapat menurunkan tingkat kebisingan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 781/MENKES/XI.1987. 4. ANALISA DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui seberapa efektif barrier yang dirancang maka pada bab ini dilakukan analisa mengenai ketinggian, jarak barrier dengan sumber (Ls), serta jarak barrier dengan penerima (Lp) dan panjang barrier. Dalam pembahasan ini juga dapat diketahui efektifitas barrier dalam mereduksi bising kereta api agar memiliki kenyamanan akustik. 4.1 Data Hasil Pengukuran Hasil pengukuran tingkat kebisingan kereta api dilakukan pada 5 titik yaitu 10 m, 20 m, 30 m, 40 m dan 50 m maka dapat diperoleh nilai tingkat kebisingan overall dan juga pada tiap-tiap frekuensi. Pada hasil pengukuran yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh kereta api di jalur Ambengan sangat tinggi dan jauh diatas nilai ambang batas yang telah ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 781/MENKES/XI.1987. Selama pengukuran diperoleh tingkat kebisingan tertinggi yaitu pada jarak 10 m ketika posisi kereta api tepat lurus dengan alat ukur sebesar 92.76 dba. Dari data-data pengukuran tingkat kebisingan pada tiap-tiap frekuensi yang telah diperoleh maka selanjutnya dapat dicari nilai Transmission Loss (TL) dengan mengacu pada target tingkat kebisingan pada daerah pemukiman seperti yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu 55 db. Tabel 4.1 Nilai Transmission Loss (TL) TTBmax TL Jarak (TTBmax- (dba) 55dB) 10 m 92.76 37.76 20 m 85.91 30.91 30 m 84.71 29.71 40 m 82.86 27.86 50 m 81.01 26.01 Dari nilai transmission loss yang diperoleh dapat diketahui besarnya massa dari material barrier yang akan digunakan. Dan massa barrier terbesar yang dihasilkan adalah 549.16 kg/m 2. Nilai tersebut kemudian dijadikan acuan untuk menentukan bahan material serta lebar dari barrier yang dirancang. Dalam penelitian ini material barrier yang dipilih adalah brick yang mempunyai kerapatan sebesar 19-23 kg/m 2 /cm. Sehingga dari nilai massa yang diperoleh dan dari besarnya kerapatan material brick maka tebal yang dapat diperoleh dari hasil perhitungan adalah sebesar 23.88 cm-28.9 cm. 4.2 Perancangan Barrier Hasil perhitungan dan data-data yang telah diketahui sebelumnya dapat digunakan untuk merancang dinding barrier yang sesuai dengan pemukiman Ambengan. 4.2.1 Penentuan Sudut Barrier (angle subtended) Penetapan sudut barrier (angle subtended) pada penelitian ini dilakukan setelah terlebih dahulu mengetahui panjang barrier. Dalam perancangan ini panjang barrier yang digunakan adalah 100 m. Perhitungan angle subtended dibagi dalam tiga bagian, yaitu bagian kiri, tengah, dan kanan. Yang mana pada masing-masing bagian tersebut dilakukan sebanyak enam titik ukur (8.5 m, 10 m, 20 m, 30 m, 40 m, 50 m). barrier PEMUKIMAN rel kereta 8,5m 10m 4,5m(Ls) 4m(Lp) PEMUKIMAN 10m 20m 5m dst Gambar 4.1 Denah Penentuan Angle Subtended 5

4.2.2 Penentuan Pengurangan Tingkat Kebisingan (Barrier Attenuation) dengan Metode Nomograph Setelah mengetahui nilai angle subtended maka dapat diperoleh nilai barrier attenuation dengan cara melakukan pengeplotan pada grafik Nomograph. Dari hasil pengeplotan pada grafik nomograph, diperoleh besarnya pengurangan tingkat kebisingan oleh barrier (barrier attenuation) seperti yang terlihat pada tabel berikut. Tabel 4.2 Nilai Barrier Attenuation Bagian Kiri Barrier Bagian Jarak Sudut (θ) Attenuation (dba) 8.5 m 155.66 10.4 10 m 147.69 8.6 Kiri 20 m 113.06 4.8 30 m 95.59 3.4 40 m 84.2 2.7 50 m 75.58 2.3 8.5 m 170.86 14 10 m 167.44 12.8 Tengah 20 m 145.56 8.1 30 m 125.96 5.8 40 m 109.24 4.3 50 m 95.4 3.3 8.5 m 138.93 7.2 10 m 128.96 6.1 Kanan 20 m 98.61 3.6 30 m 86.07 2.7 40 m 77.53 2.4 50 m 70.68 2.1 Besarnya pengurangan tingkat kebisingan maksimal yang dapat dihasilkan oleh barrier terletak pada bagian tengah dengan jarak 8.5 m dari pinggir rel kereta api, dimana nilai barrier attenuation yang dihasilkan adalah sebesar 14 dba. Sedangkan nilai barrier attenuation terbesar kedua yang dihasilkan adalah 12.8 dba yaitu tetap berada pada bagian tengah namun dengan jarak 10 m dari pinggir rel kereta api. Nilai pengurangan tingkat kebisingan yang dihasilkan dari pengeplotan grafik nomograph tersebut masih belum memenuhi syarat karena bila mengacu pada nilai tingkat kebisingan maksimal yang didapat pada saat pengukuran dilapangan pada jarak 10 m yaitu sebesar 92.76 dba dan nilai ambang batas maksimal yang telah ditentukan oleh pemerintah untuk daerah pemukiman sebesar 55 db, seharusnya nilai pengurangan tingkat kebisingan atau barrier attenuation pada jarak 10 m adalah sebesar 37.76 dba. Sehingga nilai akhir tingkat kebisingan yang dihasilkan melalui perhitungan setelah adanya perancangan barrier yang diterima oleh pemukiman sekitar adalah 79.96 dba. Hasil tersebut belum memenuhi syarat yang telah disyaratkan oleh pemerintah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 781/MENKES/XI.1987 yang mensyaratkan batas maksimal tingkat kebisingan dilingkungan pemukiman adalah sebesar 55 dba. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengukuran dan analisa yang telah dilakukan maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh laju kereta api disekitar pemukiman penduduk di jalan Ambengan adalah cukup tinggi dan tidak layak untuk dijadikan pemukiman penduduk. 2. Tingkat kebisingan tertinggi untuk setiap titik pengukuran selama pengambilan data adalah Jarak 10 m : 92.76 dba Jarak 20 m : 85.91 dba Jarak 30 m : 84.71 dba Jarak 40 m : 82.86 dba Jarak 50 m : 81.01 dba 3. Dari hasil perancangan yang telah dilakukan, pembangunan dinding barrier yang diperlukan untuk mengurangi tingkat kebisingan disekitar pemukiman penduduk adalah barrier dengan bahan material brick, tinggi 4 m, panjang 100 m, tebal antara 23.88 cm 28.9 cm. Dengan atenuasi sebesar 12.8 dba. 5.2 Saran Dari hasil penelitian, terdapat beberapa saran yang perlu untuk diperhatikan yaitu : 1. Disarankan untuk merealisasikan pembangunan dinding barrier untuk mengurangi tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh kereta api, mengingat tingkat kebisingan yang cukup tinggi. DAFTAR PUSTAKA [1] Mediastika, E Christina. 2009. Material Akustik Pengendali Kualitas Bunyi pada Bangunan. Yogyakarta. [2] Doelle, L Leslie. 1985. Akustik Lingkungan. Erlangga. [3] Harris, M Cyril. 1979. Handbook of Acoustical Measurements and Noise Control. [4] Barron, Randall F. 2001. Industrial Noise Control and Acoustics. Marcel Dekker. New York. [5] Materi Kuliah Akustik dan Getaran Jurusan Teknik Fisika ITS Surabaya [6] Irwin, J.D and Graf, E.R. 1979. Industrial Noise and Vibration Control. New Jersey. 6

BIOGRAFI PENULIS Nama : Ajeng Putri Mayangsari Alamat : Mulyosari Tengah V/89 Surabaya TTL : Surabaya, 25 April 1987 Riwayat Pendidikan SDN Kalisari II Surabaya (1993-1999) SMPN 6 Surabaya (1999-2002) SMAN 1 Surabaya (2002-2005) D3 Teknik Instrumentasi (2005-2008) S1 Teknik Fisika (2008- sekarang) 7