Survei Entomologi Dalam Penanggulangan Wabah Malaria

dokumen-dokumen yang mirip
ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian

Balai Litbang P2B2 Banjarnegara. SURVEI ENTOMOLOGI MALARIA dan DBD

Fauna Anopheles di Desa Buayan dan Ayah di Kabupaten Kebumen Jawa Tengah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BABf PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO

Project Status Report. Presenter Name Presentation Date

EFEKTIFITAS PEMAKAIAN KELAMBU BERINSEKTISIDA DI DESA ENDEMIS MALARIA DI KABUPATEN WONOSOBO * * Bina Ikawati, Bambang Yunianto, Rr Anggun Paramita D

TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

BAB V PEMBAHASAN. A. Pemantauan Vektor Penyakit dan Binatang Pengganggu. dan binatang pengganggu lainnya yaitu pemantauan vektor penyakit dan

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009)

EFEKTIFITAS VECTRON 20 WP TERHADAP NYAMUK ANOPHELES SUNDAICUS DI DESA PENAGA, KECAMATAN TANJUNG UBAN KABUPATEN BINTAN, KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bio-assay Test on the Result of Indoor Residual Spraying (IRS) Application in Malaria Disease Control

Hasan Boesri dan Damar Tri Boewono Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Salatiga

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

Identifikasi Vektor Malaria di Daerah Sekitar PLTU Teluk Sirih Kecamatan Bungus Kota Padang Pada Tahun 2011

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAMPIRAN I DOKUMENTASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENELITIAN VEKTOR MALARIA YANG DILAKUKAN OLEH INSTITUSI KESEHATAN TAHUN

Proses Penularan Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I.,

Bionomik Nyamuk Anopheles spp di Desa Sumare dan Desa Tapandullu Kecamatan Simboro Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2011

3 BAHAN DAN METODE. Sarmi. Kota. Waropen. Jayapura. Senta. Ars. Jayapura. Keerom. Puncak Jaya. Tolikara. Pegunungan. Yahukimo.

SURVEILANS VEKTOR MALARIA DI DESA ANEKA MARGA, KECAMATAN ROROWATU UTARA, KABUPATEN BOMBANA, PROVINSI SULAWESI TENGGARA Sunaryo, SKM, M.

3 BAHAN DAN METODE. Lokasi penelitian di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Lokasi Penelitian. Kec.

ARTIKEL VEKTOR MALARIA DIDAERAH BUKIT MENOREH, PURWOREJO, JAWA TENGAH. Enny Wahyu Lestari, Supratman Sukovvati, Soekidjo, R.A.

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

KUESIONER. Petunjuk : Lingkari jawaban yang menurut saudara paling benar. 1. Salah satu upaya pemberantasan malaria dilakukan dengan surveilans

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

PEMODELAN KONTROL MALARIA MELALUI PENGELOLAAN TERINTEGRASI DI KEMUKIMAN LAMTEUBA, NANGGROE ACEH DARUSSALAM

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai perantara (vektor) beberapa jenis penyakit terutama Malaria

BAB I. dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut

3 BAHAN DAN METODE. Kecamatan Batulayar

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui perantara vektor penyakit. Vektor penyakit merupakan artropoda

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Malaria disebabkan parasit jenis Plasmodium. Parasit ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB l PENDAHULUAN. Malaria masih menjadi masalah kesehatan utama di 106 negara dan diperkirakan

DEFINISI KASUS MALARIA

Status Kerentanan Nyamuk Anopheles sundaicus Terhadap Insektisida Cypermerthrin Di Kabupaten Garut

Hasan Boesri dan Damar Tri Boewono Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Jl. Hasanudin 123 Salatiga

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

STUDI KOMPREHENSIF PENINGKATAN KASUS / KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN RESERVOIR

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. 1

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI PENINGKATAN KASUS MALARIA DI DUSUN BENDAWULUH, DESA BEJI, KECAMATAN BANJARMANGU, KABUPATEN BANJARNEGARA

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Penanggulangan Penyakit Menular

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Sejak pertama kali dilaporkan di

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah

ANALISIS KEPADATAN VEKTOR MALARIA PADA LINGKUNGAN PENDERITA DI PUSKESMAS BAMBU KAB. MAMUJU 2008

EFIKASI KELAMBU BERINSEKTISIDA PERMANET VESTERGAARD - FRANDSEN YANG DIGUNAKAN UNTUK PEMBERANTASAN MALARIA DI DARAH ENDEMIS BUKIT MANOREH

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit menular tropik yang distribusinya

GAMBARAN CAKUPAN PROGRAM KELAMBUNISASI DALAM MENCEGAH KEJADIAN MALARIA DI DESA TUNGGULO KECAMATAN LIMBOTO BARAT KABUPATEN GORONTALO TAHUN 2012.

PENGKAJIAN BIONOMIK NYAMUKANOPHELES SEBAGAI PENDEKATAN UNTUK MENGENDALIKAN POPULASINYA DALAM UPAYA MENANGGULANGI MALARIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BEBERAPA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN NANGA ELLA HILIR KABUPATEN MELAWI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Penelitian. Vol. 4, No. 3, Juni Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang (Epidemiology and Zoonosis Journal) Hal :

nyamuk bio.unsoed.ac.id

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

3 METODOLOGI. untuk menentukan lokasi tempat perindukan larva nyamuk Anopheles. Penelitian

STANDAR PENGASAPAN (THERMAL FOGGING) DAN PENGABUTAN (ULTRA LOW VOLUME) TERHADAP PERSENTASE KEMATIAN NYAMUK AEDES AEGYPTI DAN CULEX QUINQUEFASCIATUS

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara

DESKRIPSI KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN CEMPAKA

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

GAMBARAN KASUS DAN TERSANGKA VEKTOR MALARIA DI DAERAH PEDALAMAN MALINAU

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering

SKRIPSI. Oleh Thimotius Tarra Behy NIM

Transkripsi:

Survei Entomologi Dalam Penanggulangan Wabah Malaria Nurmaini Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara l. PENDAHULUAN Meskipun sudah sejak lima puluhan dilakukan pemberantasan malaria, tetapi malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat hingga sekarang, letupan atau wabah malaria sering terjadi di beberapa daerah tertentu. Wabah malaria yang akhir-akhir ini sempat menjadi pembicaraan tingkat nasional. Untuk penanggulangan wabah tersebut oleh program pemberantasan malaria yang dibantu oleh tim kesehatan dan pihak institusi telah dilakukan penemuan dan pengobatan penderita serta penyemprotan mmah dengan insektisida, tetapi karena upaya tersebut belum didasari data entomologi yang benar, maka upaya yang dilakukan belum menyelesaikan masalah. Penyemprotan insektisida tidak dapat menghentikan penularan, sedang pengobatan tidak dapat mengejar penularan. Setelah didasari data vektor yang benar, kemudian dilakukan penyemprotan dengan fenitrothi/sumithion penularan dapat dihentikan. Kemudian dengan pengobatan, jumlah penderita dapat diturunkan dengan drastis. Bila ada wabah malaria, survei entomologi perlu diprioritaskan. Dari survei entomologi diharapkan terkumpul data vektor dengan rinei, sehingga strategi penanggulangan yang tepat dapat disusun. Dengan upaya penanggulangan yang tepat, penularan berlangsung dapat dihentikan/diputuskan. Kalau kesulitan dana, sehingga survei entomologi yang memenuhi standar tidak dapat dilakukan, maka upaya yang harus dilakukan adalah upaya penanggulangan tanpa resiko kegagalan, misalnya upaya penemuan dan pengobatan penderita dikombinasi dengan beberapa pengabutan (fogging), dengan frekuensi mingguan dan penyemprotan rumah. 2. TUJUAN DAN MANFAAT SURVEI ENTOMOLOGL Tujuan survei entomologi adalah untuk mengumpulkan data vektor secara rinci. Data vektor ini digunakan sebagai dasar meyusun strategi pemberantasan yang tepat. Manfaat survai entomologi adalah untuk menemukan suatu metoda yang dapat memutuskan/menghentikan penularan yang berlangsung. Jadi Survai yang dilakukan difokuskan untuk mengumpulkan seluk beluk vektor stadium dewasa. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa survai tempat perindukan (survai jantan) dapat ditinggalkan. Data yang menguraikan tempat perindukan digunakan sebagai dasar menyusun upaya yang diperlukan lebih lanjut. Survei entomologi diharapkan dapat menerangkan bahwa spesies yang menyebabkan timbulnya wabah, kejadian penularan yang berlangsung waktu itu dan seluk beluk vektor yang berperan. Untuk mendapatkan data yang baik, perlu didukung oleh dana yang cukup, peralatan yang memadai dan tim yang tangguh. Tim yang diperlukan terdiri atas: 1

entomologiwan, pembantu entomologiwan tehnisi dan beberapa orang penangkap nyamuk. Metode survei mengikuti standar dari WHO. 3. SURVEI YANG MELAKUKAN. Survai entomologi dalam penanggulangan wabah malaria dilakukan dengan tahap - tahap sebagai berikut : Survai pendahuluan, untuk mengumpulkan data epidemiologi yang diperlukan. Survai entomologi, untuk mengumpulkan data vektor. Analisa dan hasil survai. Perumusan strategi penanggulangan. 3.1. Survai Pendahuluan. Survai pendahuluan mempunyai nilai penting dalam menganalisa data yang terkumpul, survai ini mencakup : 1. Riwayat kejadian penyakit.bagaiaman berlangsungnya wabah perlu diketahui dengan jelas. 2. Peta penyebaran penderita. Peta ini berguna pula untuk memilih lokasi untuk melakukan survai entomologi. Dilokasi terkumpulnya penderita, disitu kemungkinan keberhasilan survai lebih besar. 3. Keadaan cuaca sepanjang tahun, terutama tentang keadaan hujan. Bila lokasi tidak ada pencatatan keadaan hujan, dapat diambil dari daernh sekitamya, atau daerah lain yang ada pengaruhnya terhadap keadaan tempat perindukan vektor daerah wabah. 4. Keadaan sosial ekonomi penduduk, yang mencakup pula pendataan binatang piaraan, tipe rumah dan sebagainya. 5. Keadaan dan tingkah laku masyarakat. 6. Mata peneaharian penduduk, termasuk pula keluar masuknya penduduk ke/dari daerah lain atau tempat lain. 3.2. Survei Tempat Perindukan Diatas telah disebutkan bahwa survai dilakukan mengikuti metode standar dari WHO. Kegiatan yang dilakukan dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Menentukan spesies yang berperan sebagai vektor. a. Melakukan penangkapan nyamuk dengan umpan orang. Kegiatan ini dilakukan dengan dua cam yaitu : Penangkapan umpan orang langsung (man bitting) dengan menggunakan aspirator. Biasanya penangkapan perangkap sebagai umpan, artinya hanya nyamuk menggigit dirinya yang harus ditangkap. Cara ini, meskipun resiko penularan malaria besar dan tidak manusiawi, tetapi data. Terkumpul paling baik. Penangkapan umpan orang dilindungi kelambu. Kelambu yang digunakan dibuat dua lapis, antara lapis dalam dengan luar dibuat sedemikian rupa, sehingga penangkap dapat dengan leluasa melakukan penangkapan nyamuk. Kelambu lapis dalam dibuat hingga lantai, sedang lapis luar lebih pendek, kira - kira 25-30 cm dari lantai. Dengan kelambu demikian nyamuk akan 2

masuk (karena tertarik umpan/orang yang ada di dalam), tetapi hanya sampai diluar kelambu lapis dalam, yang oleh penangkap dapat ditangkap dengan menggunakan aspirator. Untuk survai di daerah wabah, cara kedua ini lebih dapat diterima. Species yang paling banyak ditangkap dengan umpan orang, dapat dicurigai sebagai vektor, apalagi kalau didaerah lain dibuktikan sebagai vektor malaria. b. Melakukan pembedaan kelenjar ludah nyamuk untuk deteksi sporosit. Nyamuk yang dibedah sebaiknya nyamuk hasil penangkapan dengan umpan orang dan penangkapan dari tempat istirahat nyamuk. Kalau persyaratan memungkinkan, deteksi sporosit dapat dilakukan dengan "Enzym-linked immunosorbent assay" atau disebut pula cara Ellisa. Cara ini mudah dilapangan, tetapi memerlukan laboratorium yang canggih. Species yang positip mengandung sporosit, adalah species yang sebagai vektor malaria. 2. Menentukan Kejadian Penularan Malaria Besarnya kejadian penularan dapat dilihat dari beberapa parameter, yaitu dengan melakukan kegiatan sebagai berikut : a. Melakukan pembedahan ovarium untuk mengetahui "persen parous" populasi vektor. Angka ini dikombinasikan dengan kepadatan nyamuk ditangkap dengan umpan orang (jumlah nyamuk ditangkap per orang permalam) merupakan parameter untuk mengetahui besar/kecilnya penularan yang berlangsung. Kapadatan tinggi dengan persen parous tinggi menerangkan penularan masih berlangsung. Sedangkan kepadatan tinggi/rendah dengan persen parous rendah, menerangkan bahwa penularan telah berhenti. Persen parous lebih dari 60% tergolong rendah. b.menentukan "Kematian harian" vektor. Kematian harian vektor didapat dengan memelihara vektor-vektor yang ditangkap dari dalam rumah. Pembacaan angka kematian setelah nyamuk dipelihara selama 24 jam dengan temperatur dan kelembaban udara. Angka kematian harian kecil, menerangkan mempunyai potensi menularkan besar. Karena setelah 12 hari (waktu yang diperlukan parasit hingga menjadi sporosit), kepadatannya masih memungkinkan untuk kelangsungan penularan. c. Menentukan tempat berlangsungnya penularan. Angka ini didapat dengan melakukan penangkapan dengan umpan orang, baik didalam maupun diluar punah. Untuk ini, perlu diperhatikan pula kebiasaan dan tingkah laku penduduk.angka ini penting untuk mengukur besarnya kejadian penularan yang berlangsung di luar rumah (outdoors tranmission). 3. Menentukan besarnya kontak antara vektor dengan dinding rumah Informasi ini ada kaitannya dengan penyemprotan rumah, yang merupakan upaya pokok dalam penanggulangannya. Angka ini didapat dengan melakukan penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding, dengan menggunakan aspirator. Penangkapan dilakukan dengan baik pagi-pagi ataupun malam hari. 3

4. Menentukan status kerentanan vektor terhadap insektisida Nyamuk yang diuji adalah nyamuk dari segala hasil penangkapan, telah dipisahkan Berdasarkan macam penangkapan (penangkapan dengan umpan orang, penangkapan ditempat istirahat dan lain sebagainya). Perlu diperhatikan bahwa uju kerentanan dilakukan langsung sebelum ovariumnya berkembang. Angka ini menentukan jenis insektisida harus dipakai dalam penyemprotan atau pengabutan. 5. Mempelajari tempat istirahat vektor Tempat istirahat yang dimaksud tempat istirahat di alam bebas (natural). Informasi ini, meskipun kurang penting, tetapi dapat membantu dalam menentukan upaya yang dapat dilakukan. Misalnya diketahui bahwa tempat istirahatnya tebing parit/sungai, maka untuk penanggulangannya dapat dilakukan pengabutan sepanjang tebing parit/sungai. 6. Survai tempat perindukan Meskipun tidak langsung untuk memutuskan kelangsungan penularan, tetapi untuk tindak lanjut dalam menjaga keadaan yang telah terkendali, data tempat perindukan vektor sangat diperlukan. Keterangan yang berkaitan dengan tempat perindukan yang perlu diperhatikan adalah : keadaan fauna dan flora yang ada, terutama jenis predator. Penyebaran jentik vektor, tipe dan luas tempat perindukan. Kalau tempat perindukan itu suatu muara sungai yang menutup (lagoon), maka harns dicari keterangan yang menerangkan waktu membuka/menutupnya muara tersebut. 3.3 ANALISA HASIL SURVEI DAN PERUMUSAN METODE PENANGGULANGAN Karena menghadapi suatu wabah, maka metoda untuk menanggulangi harus cepat dapat disusun. Kalau dari hasil survei entomologi menerangkan kalau penularan masih berlangsung, maka upaya penanggulangan harus segera dilakukan, agar penularan dapat segera dihentikan. Tetapi, kalau penularan telah berhenti, maka upaya pemberantasan vektor dapat ditangguhkan. Bila penularan telah berhenti, maka upaya penanggulangan yang diperlukan adalah penemuan dan pengobatan penderita. Apabila hasil survei entomologi menerangkan bahwa, kecuali penularan didalam rumah (indoors transmission), penularan yang berlangsung diluar (outdoors transmission) juga cukup hebat, maka kecuali penyemprotan rumah (indoors spraying), perlu pula dilakukan pengabutan (fogging). Berdasarkan penelitian oleh VBCRU, pengabutan adalah metoda yang efektif untuk penanggulangan wabah. Kalau vektor yang berperan tidak hinggap didinding. maka insektisida yang digunakan penyemprotan. harus yang mempunyai daya bunuh lewat fumigasi. Dari hasil coba yang telah dilakukan VBCRU, adalah insektisida yang daya bunuhnya lewat fumigasi cukup lama Analisa hasil survei dan perumusan metode penanggulangan, sebelumnya supaya didiskusikan dengan "Epidemiologisf', "Malariologis" dan penanggungjawab program. 4

4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Dalam upaya menanggulangi wabah, survei entomologi hendaknya diprioritaskan. Upaya penanggulangan untuk memutuskan/menghentikan penularan akan efektif: bila didasari dengan data vektor yang benar. Kegiatan entomologi dalam penanggulangan wabah dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Mengadakan penanglmpan nyamuk dengan umpan orang, baik langsung manpun dengan menggunakan kelambu sebagai orang yang sebagai pengumpan. 2. Melakukan deteksi sporosit dalam tubuh nyamuk. Caranya, dengan melakukan pembedahan kelenjar ludah nyamuk atau dengan tehnik "enzym linked immunosorbent assay" (Ellisa). 3. Melakukan pembedahan ovarium, untuk mengetahui persen parous populasi vektor. Data ini bersama kepadatan hasil pemmgkapan umpan orang. Akan menerangkan besar/kecilnya kejadian penularan. 4. Mempelajari angka kematian harian vektor yang ditangkap di dalam rumah. 5. Melakukan penangkapan nyamuk yang hinggap didinding, baik waktu malam atau siang/pagi. Data ini menerangkan besarnya kontak antara vektor dengan dinding rumah. 6. Melakukan uji kerentanan vektor terhadap insektisida. 7. Melakukan penangkapan nyamuk di alam pada pagi hari. 8. Melakukan survei tempat perindukan vektor. 4.2. Saran Bila tidak tersedia dana untuk melakukan survei entomologi, maka disarankan melakukan upaya penanggulangan tanpa resiko kegagalan. Upaya yang dimaksud adalah: kombinasi antara penyemprotan rumah dengan feniltrothion dan pengabutan dengan feniltrothion/malathion, desertai penemuan penderita. 5

DAFTAR PUSTAKA Sanityo Kimowardoyo and Gambiro Pranowo, (1987) Entomological fuvestigation of an Outbreak ao Malaria in Cilacap on South Coast of Central Java, Indonesia During 1985. J. Com.Dis., 19 (2) 121-127, 1987. Anonymous (1975), Manual On Practical Entomology in Malaria Part II, WHO, Geneva. Hoedojo, et al. (1987) A preliminary study on detection of Plasmodium falciparum sporozoites in Anopheles aconitus by enzym-linked immunosorbent assay Mosquito-Borne Disease Bulletin Vol 3 No. 3 pp 64-66. Damar Tri Buana Dan Sukamto, (1982). Pengaruh Thermal Fogging 2% feniltrothion di tempat-tempat istirahat nyamuk, terhadap populasi vektor malaria Banjarnegara. Kongres nasional Biologi ke VI di Surabaya, 17-7-1983. Pradhan, GP. ety al. (1977). A village scale trial of ground ULV feniltrothion (OMS-43) for the control of Anopheles aconitus in Central Java, Indonesia. WHONBC/82.839. Joshi, G.P.et al. (1977). A village scale trial of ground ULV feniltrothion (OMS-43) for the control of Anopheles aconitus in Central Java, Indonesia. WHONBC/77.675. 6