BAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bronkus. 3 Global Initiative for Asthma (GINA) membagi asma menjadi asma

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. peringkat kelima di seluruh dunia dalam beban penyakit dan peringkat

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah

BAB I PENDAHULUAN. batuk, mengi dan sesak nafas (Somatri, 2009). Sampai saat ini asma masih

HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten,

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A DENGAN GANGGUAN PERNAFASAN : ASMA BRONKIAL DI BANGSAL CEMPAKA RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

BAB I PENDAHULUAN. berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma (Medlinux, (2008).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

FORMAT PENGUMPULAN DATA. Judul : Pengaruh Bretahing Relaxation Dengan Menggunakan Teknik Balloon

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN ASMA BRONKHIAL DI RUANG ANGGREK BOUGENVILLE RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri

ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG. sedang berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit paru-paru obstriktif kronis ( Chronic Obstrictive Pulmonary

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

BAB I PENDAHULUAN. maju maupun di negara-negara sedang berkembang. berbagai sel imun terutama sel mast, eosinofil, limposit T, makrofag, neutrofil

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

PENGARUH PEMBERIAN SENAM ASMA TERHADAP FREKWENSI KEKAMBUHAN ASMA BRONKIAL

2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa penyakit yang dapat menggangu sistem oksigenasi yaitu seperti TBC,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik di negara berkembang maupun di negara maju. Penyakit asma termasuk lima

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek yang akan dicapai dari 2016 pencapaian pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran pernafasan obstruktif intermitten, reversible dimana

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak langsung, memiliki andil besar dalam mempengaruhi berbagai aspek dalam

kekambuhan asma di Ruang Poli Paru RSUD Jombang.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/ RS Dr M DJAMIL PADANG

NASKAH PUBLIKASI DISUSUN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN DALAM MENDAPAT GELAR SARJANA SAINS TERAPAN FISIOTERAPI. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. maju seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Negara-negara Eropa. Di Amerika

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang besar di dunia luas dengan prevalensi, dan biaya yang tinggi. Penyakit ini

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani

BAB I PENDAHULUAN. pembunuh diam diam karena penderita hipertensi sering tidak. menampakan gejala ( Brunner dan Suddarth, 2002 ).

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. BAB ini penulis akan membahas tentang penerapan posisi semi fowler untuk

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

Dr. Masrul Basyar Sp.P (K)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga

PENGARUH YOGA TERHADAP KONTROL ASMA

BAB I PENDAHULUAN. dan batuk baik kering ataupun berdahak. 2 Infeksi saluran pernapasan akut

Asma sering diartikan sebagai alergi, idiopatik, nonalergi atau gabungan.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Penyakit Paru Obstruktif Kronik selanjutnya disebut PPOK atau

DI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sudah mulai menjadi

I. PENDAHULUAN. mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau

BAB 1 PENDAHULUAN. bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas). Asma

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibutuhkan manusia dan tempat pengeluaran karbon dioksida sebagai hasil sekresi

Studi Perilaku Kontrol Asma pada Pasien yang tidak teratur di Rumah Sakit Persahabatan

BAB I PENDAHULUAN juta orang di seluruh dunia (Junaidi, 2010). Asma bronkial bukan hanya

BAB 1 PENDAHULUAN. polusi udara baik dalam maupun luar ruangan, serta polusi di tempat kerja. 1

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global Initiatif for Asthma (GINA) pada tahun 2012 dinyatakan bahwa perkiraan jumlah penderita asma seluruh dunia adalah tiga ratus juta orang, dengan jumlah kematian yang terus meningkat hingga 180.000 orang per tahun (GINA,2012). Data WHO juga menunjukkan data yang serupa bahwa prevalensi asma terus meningkat dalam tiga puluh tahun terakhir terutama di negara maju. Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya (Rengganis, 2008) Penyakit asma masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia. Pada tahun 2005 Survei Kesehatan Rumah Tangga mencatat 225.000 orang meninggal karena asma (Dinkes Jogja, 2011). Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) nasional tahun 2007, penyakit asma ditemukan sebesar 4% dari 222.000.000 total populasi nasional, sedangkan di Sumatera Barat Departemen Kesehatan menyatakan bahwa pada tahun 2012 jumlah penderita asma yang ditemukan sebesar 3,58% (Zara, 2011). Jumlah kunjungan penderita asma di seluruh rumah sakit dan puskesmas di Kota Padang sebanyak 12.456 kali di tahun 2013 (DKK Padang, 2013) 1

2 Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran napas yang bersifat reversible dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas (Henneberger dkk., 2011). Pada umumnya penderita asma akan mengeluhkan gejala batuk, sesak napas, rasa tertekan di dada dan mengi. Pada beberapa keadaan batuk mungkin merupakan satu-satunya gejala. Gejala asma sering terjadi pada malam hari dan saat udara dingin, biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa tertekan di dada, disertai dengan sesak napas (dyspnea) dan mengi. Batuk yang dialami pada awalnya susah, tetapi segera menjadi kuat. Karakteristik batuk pada penderita asma adalah berupa batuk kering, paroksismal, iritatif, dan non produktif, kemudian menghasilkan sputum yang berbusa, jernih dan kental. Jalan napas yang tersumbat menyebabkan sesak napas, sehingga ekspirasi selalu lebih sulit dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot aksesori pernapasan. Penggunaan otot aksesori pernapasan yang tidak terlatih dalam jangka panjang dapat menyebabkan penderita asma kelelahan saat bernapas ketika serangan atau ketika beraktivitas (Brunner & Suddard, 2002). Tingkat gejala asma yang dialami oleh penderita asma telah diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu: 1) intermiten merupakan jenis asma yang terjadi bulanan dengan gejala kurang dari satu kali seminggu, tidak menimbulkan gejala

3 di luar serangan dan biasanya terjadi dalam waktu singkat. 2) Persisten ringan yang serangannya terjadi mingguan dengan gejala lebih dari satu kali seminggu tetapi kurang dari satu kali sehari, yang dapat mengganggu aktivitas dan tidur. 3) Persisten sedang dengan gejala yang muncul setiap hari dan membutuhkan bronkodilator setiap hari. 4) Persisten berat yang terjadi secara kontinyu, gejala terus menerus, sering kambuh dan aktivitas fisik terbatas (GINA, 2012). Asma mempunyai dampak yang sangat mengganggu aktivitas sehari-hari. Gejala asma dapat mengalami komplikasi sehingga menurunkan produktifitas kerja dan kualitas hidup (GINA, 2012). Pada penderita asma eksaserbasi akut dapat saja terjadi sewaktu-waktu, yang berlangsung dalam beberapa menit hingga hitungan jam. Semakin sering serangan asma terjadi maka akibatnya akan semakin fatal sehingga mempengaruhi aktivitas penting seperti kehadiran di sekolah, pemilihan pekerjaan yang dapat dilakukan, aktivitas fisik dan aspek kehidupan lain (Brunner & Suddard, 2002) Tujuan perawatan asma adalah untuk menjaga agar asma tetap terkontrol yang ditandai dengan penurunan gejala asma yang dirasakan atau bahkan tidak sama sekali, sehingga penderita dapat melakukan aktivitas tanpa terganggu oleh asmanya. Pengontrolan terhadap gejala asma dapat dilakukan dengan cara menghindari alergen pencetus asma, konsultasi asma dengan tim medis secara teratur, hidup sehat dengan asupan nutrisi yang memadai, dan menghindari stres. Gejala asma dapat dikendalikan dengan pengelolaan yang dilakukan secara lengkap, tidak hanya dengan pemberian terapi farmakologis tetapi juga menggunakan terapi nonfarmakologis yaitu dengan cara mengontrol gejala yang

4 timbul serta mengurangi keparahan gejala asma yang dialami ketika terjadi serangan. (Wong, 2008). Terapi non farmakologis yang umumnya digunakan untuk pengelolaan asma adalah dengan melakukan terapi pernapasan. Terapi pernapasan bertujuan untuk melatih cara bernapas yang benar, melenturkan dan memperkuat otot pernapasan, melatih ekspektorasi yang efektif, meningkatkan sirkulasi, mempercepat dan mempertahankan pengontrolan asma yang ditandai dengan penurunan gejala dan meningkatkan kualitas hidup bagi penderitanya. Pada penderita asma terapi pernapasan selain ditujukan untuk memperbaiki fungsi alat pernapasan, juga bertujuan melatih penderita untuk dapat mengatur pernapasan pada saat terasa akan datang serangan, ataupun sewaktu serangan asma (Nugroho, 2006) Salah satu bentuk terapi pernapasan yang dapat diberikan kepada pasien asma adalah latihan Pursed Lips Breathing (PLB). PLB merupakan suatu teknik pernapasan, dimana proses ekspirasi dilakukan dengan menahan udara yang dikeluarkan melalui pengerutan bibir dengan tujuan untuk melambatkan proses ekspirasi. Membuat bibir mengerucut seolah-olah meniup lilin, menimbulkan perlawanan melalui saluran udara yang memungkinkan pengosongan paru-paru secara sempurna kemudian menggantikannya dengan udara baru dan segar. PLB memungkinkan terjadinya pertukaran udara secara menyeluruh di paru-paru dan memudahkan untuk bernapas, memberikan paru-paru tekanan kecil kembali, dan menjaga saluran udara terbuka untuk waktu yang cukup lama sehingga dapat memeperlancar proses oksigenasi di dalam tubuh. Oksigenasi yang lancar dapat

5 menurunkan kejadian hiperventilasi dan hipoksia pada penderita asma (Pursed Lips Breathing.net). Latihan PLB juga menyebabkan perubahan dalam penggunaan otot-otot pernapasan yaitu dengan mengurangi penggunaan otot-otot diafragma dan memaksimalkan penggunaan otot perut dan dada selama proses pernapasan sehingga pernapasan menjadi lebih efisien. Penderita asma menjadi lebih tenang, tidak kelelahan saat bernapas ketika kondisi krisis atau ketika beraktivitas (Fregonezi dkk., 2004). Teknik pernapasan ini dapat mencegah kolaps unit paru dan membantu pasien untuk mengendalikan frekuensi serta kedalaman pernapasan serta merilekskan penderita sehingga memungkinkan pasien mencapai kontrol terhadap dispsnea dan pernapasan yang panik (Bruner & Sudard, 2002). PLB merupakan terapi pernapasan yang dapat mengurangi obstruksi pernapasan pada pasien asma. Menurut Visser (2011) bahwa PLB dapat meningkatkan tekanan intrabronkial selama proses ekspirasi dan mengakibatkan peningkatan diameter bronkial sehingga aliran inspirasi dan ekspirasi menjadi lebih efisien. Tekanan positif intrabronkial mencegah kolaps pada bronki saat ekspirasi sehingga gejala asma seperti sesak napas, batuk, mengi dan rasa tertekan di dada dapat diminimalisir. Penelitian Natalia (2007), mendukung pendapat diatas. Penelitian ini meneliti efektivitas latihan PLB dan tiup balon terhadap peningkatan Arus Puncak Ekspirasi (APE) pada pasien asma bronkial rawat inap di RSUD Banyumas dengan metode penelitian quasi eksperimen, desain two group pre post test design. APE merupakan nilai kekuatan aliran udara maksimal paru untuk menilai

6 ada dan berat obstruksi pada pasien asma. Responden diberi perlakuan untuk melakukan PLB dan tiup balon 4 kali sehari masing-masing 10 menit selama 4 hari. Dengan hasil sesudah perlakuan PLB dapat meningkatkan APE rata-rata sebesar 26,20 l/min serta mengubah tingkatan asma 6 dari 19 pasien yang menderita asma berat menjadi asma sedang. Hal tersebut menunjukkan bahwa PLB efektif untuk memperbaiki tingkat obstruksi pernapasan pada pasien asma dan dapat mengurangi gejala pada pasien asma. PLB juga digunakan sebagai terapi pernapasan untuk mengurangi frekuensi serangan asma sebagaimana penelitian Sobrina (2010) mengenai perbedaan efek penambahan PLB pada intervensi jet nebulizer dan postural drainage terhadap penurunan frekuensi serangan pada penderita asma bronkial. Penelitian ini bersifat quasi eksperimental. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 14 orang pasien asma dimana 7 pasien diberi intervensi PLB dan 7 pasien lagi sebagai kontrol. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ada perbedaan efek yang sangat signifikan terhadap pemberian penambahan PLB pada intervensi jet nebulizer dan postural drainage terhadap penurunan frekuensi serangan pada penderita asma bronkial. Beberapa penelitian lain juga menunjukkan bahwa latihan PLB dapat memberikan manfaat pada fungsional paru sehingga memungkinkan untuk menurunkan gejala asma yaitu penelitian Spahija (1996) mengenai efek pursed lips breathing pada subjek sehat yang menunjukkan bahwa PLB dapat menurunkan end-expiratory lung volume (EELV). Secara mekanis penurunan EELV menggambarkan peningkatan elastisitas paru dan dinding dada dan

7 meningkatkan energi yang lebih potensial untuk inspirasi, yang dapat terjadi secara pasif sebagai hasil dari potensial energi dari dinding dada pada akhir ekpirasi. Berdasarkan studi lieratur yang dilakukan Fregonezi. dkk (2004) PLB juga dapat meningkatkan volume tidal baik tanpa obstruksi maupun saat serangan asma serta mencegah sesak saat beraktivitas. Manfaat PLB terhadap otot-otot pernapasan dijelaskan dalam Raoof. dkk (1987) bahwa tahanan pada saat ekpirasi dalam PLB dapat mengurangi kolaps pada jalan napas sehingga terjadi peningkatan kekuatan otot pernapasan dan pertukaran gas alveolar menjadi lebih baik. Hal ini didukung oleh penelitian Nield. dkk (2007) yang meneliti mengenai kemanjuran PLB menyatakan bahwa pada kelompok intervensi PLB terjadi peningkatan kekuatan otot-otot inspirasi secara berkelanjutan dari waktu ke waktu, dengan kekuatan otot inspirasi yang lebih besar dapat mengurangi kesulitan setiap bernapas dan mengurangi upaya dalam melakukan proses pernapasan. Hal tersebut dapat meningkatkan perbaikan fungsi fisik dan mencegah dyspnea. Salah satu pusat kesehatan masyarakat yang ada di Kota Padang adalah Puskesmas Pauh. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Padang, Puskesmas Pauh merupakan puskesmas dengan jumlah kunjungan penyakit asma terbanyak yaitu 1060 kunjungan pada tahun 2013, dengan rata-rata 80 kali kunjungan perbulannya. Studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 19-21 Maret 2013, melalui wawancara dengan perawat dan dokter puskesmas dinyatakan bahwa puskesmas ini belum pernah menerapkan teknik pernapasan PLB pada pasien asma. Tindakan

8 umum yang biasanya dilakukan hanya berupa pengobatan farmakologis berupa pemberian obat asma seperti salbutamol dan aminophilin. Petugas puskesmas menyatakan bahwa pasien asma yang berkunjung akan diberikan obat asma untuk 10 hari, pada umumnya pasien akan kembali berobat ke puskesmas setelah 10 hari dengan keluhan asma yang sama. Pasien akan di rujuk ke rumah sakit apabila harus menggunakan obat asma inhalasi, rata-rata pasien yang dirujuk setiap bulannya adalah ±5 pasien Pada saat studi pendahuluan juga dilakukan wawancara kepada 7 pasien asma yang berkunjung ke Puskesmas Pauh yang terdiri dari 3 perempuan dan 4 laki-laki dengan rentang umur 25-60 tahun. Ketika wawancara pasien ditanyakan pertanyaan yang sama menggunakan kuesioner gejala asma dengan perolehan hasil nilai skor minimal 3 dan maksimal 9, serta rata-rata nilai skor 6,5. Hal tersebut menunjukkan bahwa skor gejala asma klien berada pada rentang yang cukup tinggi, sehingga pasien harus berulang kali ke puskesmas untuk berobat. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan suatu intervensi non farmakologis, untuk dapat mengurangi gejala asma pada pasien di wilayah kerja Puskesmas Pauh. Responden yang dipilih pada penelitian ini adalah pasien asma persisten ringan dan sedang karena keterbatasan waktu penelitian. Hal inilah yang menjadi dasar penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Pengaruh latihan Pursed Lips Breathing (PLB) terhadap penurunan gejala asma pada pasien asma persisten ringan dan sedang di wilayah kerja Puskesmas Pauh Padang.

9 B. Rumusan Masalah Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) nasional tahun 2007, penyakit asma ditemukan sebesar 4% dari 222.000.000 total populasi nasional, sedangkan di Sumatera Barat Departemen Kesehatan menyatakan bahwa pada tahun 2012 jumlah penderita asma yang ditemukan sebesar 3,58% (Zara, 2011). Jumlah kunjungan penderita asma di seluruh rumah sakit dan puskesmas pada tahun 2013 adalah 12.456 kali dan Puskesmas Pauh merupakan puskesmas dengan jumlah kunjungan asma terbanyak. (DKK Padang, 2013) Asma mempunyai dampak yang sangat mengganggu. Gangguan fungsi pernafasan menjadi komplikasi dan menimbulkan gangguan pada berbagai aktifitas sehari-hari sehingga menurunkan produktifitas kerja dan kualitas hidup (GINA, 2012). Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya peningkatan pengontrolan asma untuk penurunan gejala asma. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti Adakah pengaruh latihan Pursed Lips Breathing (PLB) terhadap penurunan gejala asma pada pasien asma persisten ringan dan sedang di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Padang? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Secara umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh latihan Pursed Lips Breathing (PLB) terhadap penurunan gejala asma pada pasien asma persisten ringan dan sedang di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Padang.

10 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui gejala asma sebelum melakukan Pursed Lips Breathing (PLB). b. Untuk mengetahui gejala asma sesudah melakukan Pursed Lips Breathing (PLB). c. Untuk mengetahui pengaruh Pursed Lips Breathing (PLB) terhadap penurunan gejala asma D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Puskesmas Pauh Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan intevensi kepada pasien asma untuk menurunkan tingkat gejala asma, meningkatkan kontrol asma pada pasien, sehingga pasien dapat ditangani dengan baik tanpa perlu di rujuk ke rumah sakit. 2. Bagi Pasien Hasil penelitian ini dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan kepada pasien dengan asma, sehingga dapat mengurangi jumlah kunjungan pasien asma dan menurunkan biaya perawatan. 3. Bagi Institusi Keperawatan Penelitian ini dapat menambah referensi dalam tindakan asuhan keperawatan pada pasien dengan asma bronkial untuk menurunkan gejala asma serta dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.