SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

dokumen-dokumen yang mirip
EVALUASI PROSES PENGOLAHAN LIMBAH KULIT UDANG UNTUK MENINGKATKAN MUTU KITOSAN YANG DIHASILKAN

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

TRANSFORMASI KITIN DARI HASIL ISOLASI LIMBAH INDUSTRI UDANG BEKU MENJADI KITOSAN

4. Hasil dan Pembahasan

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi Kitosan dari Limbah Kulit Kerang Simping (Placuna placenta) Characterization of Chitosan from Simping Shells (Placuna placenta) Waste

PENGARUH SUHU DAN WAKTU REAKSI PADA PEMBUATAN KITOSAN DARI TULANG SOTONG (Sepia officinalis)

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

3. Metodologi Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT.

3 Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

ANALISIS KUAT TARIK DAN ELONGASI PLASTIK KITOSAN TERPLASTISASI SORBITOL

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya (2014), menyatakan bahwa udang vannamei (Litopenaeus vannamei) tertinggi sehingga paling berpotensi menjadi sumber limbah.

TUGAS AKHIR RK 0502 PEMANFAATAN KITOSAN LIMBAH CANGKANG UDANG PADA PROSES ADSORPSI LEMAK SAPI

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

Bab III Metodologi Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan maret sampai juli 2013, dengan

Jurnal Teknologi Kimia Unimal

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendahuluan. JURNAL PENELITIAN Volume ABSTRACT

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif eksploratif dan

Karakterisasi Kitosan dari Cangkang Rajungan dan Tulang Cumi dengan Spektrofotometer FT-IR Serta Penentuan Derajat Deasetilasi Dengan Metode Baseline

PENGARUH WAKTU PROSES DEASETILASI KITIN DARI CANGKANG BEKICOT (Achatina fulica) TERHADAP DERAJAT DEASETILASI

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

Karakterisasi Kitin dan Kitosan dari Cangkang Kepiting Bakau (Scylla Serrata)

PENJERAPAN LEMAK KAMBING MENGGUNAKAN ADSORBEN CHITOSAN

BAB II LANDASAN TEORI

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK MUTU DAN KELARUTAN KITOSAN DARI AMPAS SILASE KEPALA UDANG WINDU (Penaeus monodon)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota

PRODUKSI KITOSAN GRADE FARMASI DARI KULIT BADAN UDANG MELALUI PROSES DEASETILASI DUA TAHAP

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT

3 Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMANFAATAN CHITOSAN DARI LIMBAH UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI UNTUK MEMPERLAMA DAYA SIMPAN PADA MAKANAN. Budi Hastuti 1) & Saptono Hadi 2) 1)

DERAJAT DEASETILASI DAN KELARUTAN CHITOSAN YANG BERASAL DARI CHITIN IRRADIASI

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial

3 Metodologi Penelitian

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

ADSORPSI ZAT WARNA PROCION MERAH PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI SONGKET MENGGUNAKAN KITIN DAN KITOSAN

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Beaker glass 50 ml pyrex. Beaker glass 100 ml pyrex

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

EVALUASI PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP WATER SORPTION LEMBARAN PLASTIS DARI KITOSAN. Ani Purwanti 1 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET TAHU

PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KERANG HIJAU (Perna viridis) SEBAGAI ADSORBAN LOGAM Cu

ANALISIS PROKSIMAT DAN OPTIMASI PEMBUATAN KITOSAN DARI LIMBAH KULIT DAN KEPALA UDANG WHITELEG SHRIMP (Litopenaeus vannamei)

PENGEMBANGAN ALAT PRODUKSI KITIN DAN KITOSAN DARI LIMBAH UDANG DEVELOPMENT TOOL OF CHITIN AND CHITOSAN FROM SHRIMP WASTE

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

PENGGUNAAN MEMBRAN KITIN DAN TURUNANNYA DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI UNTUK MENURUNKAN KADAR LOGAM Co

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

Pengaruh Jenis Asam dan Basa pada Pembentukan Senyawa Khitosan dari Limbah Kulit Rajungan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2014 sampai Mei 2015,

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN

3 Metodologi Penelitian

PENGARUH WAKTU PEMANASAN PADA PROSES DEASETILASI TERHADAP YIELD CHITOSAN DARI LIMBAH KULIT UDANG SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PENGAWET MAKANAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl)

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

KETAHANAN MEMBRAN KOMPOSIT KITOSAN/ POLISULFON TERHADAP ph. Maria Erna, Sri Haryati, Roy Naldo 1 dan Yeni Fitri Yana 2 1

PENGARUH ph DAN LAMA KONTAK PADA ADSORPSI ION LOGAM Cu 2+ MENGGUNAKAN KITIN TERIKAT SILANG GLUTARALDEHID ABSTRAK ABSTRACT

DAFTAR ISI. Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI PENGESAHAN DEDIKASI RIWAYAT HIDUP PENULIS ABSTRAK

Oleh: ANURAGA TANATA YUSA ( ) Pembimbing 1 : Drs. M. Nadjib M., M.S. Pembimbing 2: Lukman Atmaja, Ph.D

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis)

Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel

KHITIN KHITOSAN, PRODUKSI DAN PEMANFAATANNYA

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA

BAB III BAHAN DAN METODE

Lampiran 1. Gambar Kertas HVS Bekas, ᾳ selulosa, dan SMKHB. Gambar 1. Gambar 2. Keterangan : Gambar 1 : Kertas HVS bekas. Gambar 2 : Alfa Selulosa

PENGARUH SUHU PENGERINGAN TERHADAP KUALITAS LEMBARAN PLASTIS KITOSAN

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain.

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Udang dan kepiting merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis

PEMAFAATAN KULIT UDANG DAN CANGKANG KEPITING SEBAGAI BAHAN BAKU KITOSAN. Diana Purnama Sari, 2) Ira Maya Abdiani

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

4 Hasil dan Pembahasan

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VARIASI KONSENTRASI DAN ph TERHADAP KEMAMPUAN KITOSAN DALAM MENGADSORPSI METILEN BIRU. Turmuzi Tammi, Ni Made Suaniti, dan Manuntun Manurung

Jurnal ILMU DASAR Vol. 10 No : Bagus Rahmat Basuki & I Gusti Made Sanjaya Jurusan Kimia,FMIPA, Universitas Negeri Surabaya

PEMBUATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG BEKICOT DENGAN VARIASI KONSENTRASI NATRIUM HIDROKSIDA (NaOH) PADA TAHAP DEASETILASI

Transkripsi:

UPAYA PENINGKATAN KELARUTAN KITOSAN DALAM ASAM ASETAT DENGAN MELAKUKAN PERLAKUAN AWAL PADA PENGOLAHAN LIMBAH KULIT UDANG MENJADI KITOSAN Ani Purwanti 1, Muhammad Yusuf 2 1 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Sains & Teknologi AKPRIND 2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Jl. Kalisahak No. 28, Kompleks Balapan, Tromol Pos 45, Yogyakarta 55222 ani4wanti@gmail.com ABSTRAK Pada proses pengolahan udang menghasilkan limbah berupa kulit udang yang mencapai sekitar 30% dari berat udang utuh. Limbah yang dihasilkan dapat berupa bagian kepala, kulit, dan ekor udang. Bahan sisa ini dapat dijadikan bahan baku untuk membuat produk kitosan yang lebih bernilai ekonomis. banyak digunakan dalam penanganan limbah cair industri, industri kosmetik, pelarut lemak, dan juga sebagai pengawet makanan. Untuk kitosan yang memiliki daya larut yang tinggi dalam larutan asam asetat 1% dapat secara luas dimanfaatkan untuk pembuatan plastik edible. Proses untuk menghasilkan kitosan pada umumnya dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu ekstraksi kitin dengan proses deproteinasi dan demineralisasi yang diteruskan dengan proses deasetilasi kitin. Proses yang digunakan sangat menentukan karakter kitosan yang dihasilkan, salah satunya adalah kelarutan kitosan dalam asam asetat 1%. Dalam penelitian ini dilakukan upaya peningkatan mutu kitosan hasil dengan cara melakukan perebusan kulit udang sebagai perlakukan awal kulit udang sebelum dilakukan proses deproteinasi menggunakan larutan natrium hidroksida, demineralisasi mengunakan larutan asam klorida, dan deasetilasi dengan larutan natrium hidroksida. Proses yang optimal ditentukan dengan melihat rendemen yang dihasilkan serta kelarutan kitosan dalam asam asetat 1%. Hasil penelitian yang diperoleh memperlihatkan bahwa proses deasetilasi dengan konsentrasi NaOH minimal 40% memberikan hasil kitosan dengan kelarutan dalam asam asetat 1% sebesar 83,34%. Sedangkan penggunaan konsentrasi NaOH yang berbeda (35% - 50%) pada pembuatan kitosan dari limbah udang tidak menunjukkan perbedaan signifikan dilihat dari jumlah kitosan yang dihasilkan. Proses perebusan kulit udang selama 60 menit mampu meningkatkan kelarutan kitosan dalam larutan asam asetat 1% secara signifikan, dengan nilai kelarutan kitosan sebesar 93,19%. Kata kunci: kulit udang, perebusan, kitosan, kelarutan, asam asetat PENDAHULUAN Limbah udang merupakan hasil samping pengolahan udang yang keberadaannya mencapai sekitar 30% dari berat udang. Pada umumnya limbah udang dapat berupa bagian ekor, kulit, maupun kepala udang. Limbah ini dapat menyebabkan pencemaran lingkungan karena keberadaannya banyak membutuhkan tempat untuk menampungnya. Sebagai upaya pemanfaatannya, limbah udang dapat digunakan sebagai sumber bahan mentah penghasil kitin, kitosan, dan turunan keduanya yang berdaya guna dan serta bernilai tinggi (Rachmania, 2011). Menurut Nadarajah (2005), kitosan merupakan senyawa turunan kitin yang sangat bermanfaat dalam bidang teknologi pangan, industri farmasi, industri kosmetik, pengolahan limbah, dan bidang pertanian. Dalam bidang teknologi pangan, kitosan dapat digunakan untuk membuat edible film yang merupakan sejenis pembungkus berupa lapisan film yang tipis yang menyatu pada bahan makanan yang dilindungi (Meyers et al., 2007). Kitin merupakan polimer dari 2-asetamido-2- deoksi-β-d-glukosa yang berikatan glikosidik 1-4 membentuk polimer linier dengan rantai panjang tanpa rantai samping (Narajadah, 2005), sedangkan kitosan merupakan polimer dari 2-amino-2-deoksiβ-D-glukosa yang dapat didapatkan dari pengolahan kitin menggunakan basa pekat (Yoshida et al., 2009). Karakteristik yang utama dari kitosan antara lain berat molekul dan derajat deasetilasi. Sifat-sifat ini sangat ditentukan oleh banyak faktor dalam proses pembuatannya (Nadarajah, 2005) Untuk menghasilkan kitosan dilakukan proses ekstraksi kitin yang kemudian dilanjutkan dengan proses deasetilasi kitin (Suptijah, 2004). Pengolahan limbah kulit udang untuk menghasilkan kitin melalui beberapa tahapan proses yaitu proses demineralisasi dan deproteinasi. Untuk mempercepat proses deminerasilasi dan deproteinasi dilakukan pemanasan dan penggilingan. Mutu kitin yang dipakai untuk menghasilkan kitosan juga sangat mempengaruhi karakteristik kitosan yang digunakan (Nadarajah, 2005). Penggunaan kitosan sangat dipengaruhi oleh karakter derajat deasetilasi, kelarutan, viskositas, dan berat molekulnya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan mutu kitosan hasil dengan cara memberikan perlakukan awal kulit udang sebelum dilakukan proses deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi dengan melihat rendemen yang dihasilkan serta kelarutan kitosan dalam asam asetat 1%. TINJAUAN PUSTAKA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL, 14 Desember 2013 M 198

Kitin merupakan polimer dari 2-asetamido-2- deoksi-β-d-glukosa yang berikatan glikosidik 1-4 membentuk polimer linier dengan rantai panjang tanpa rantai samping yang secara kimia diidentifikasikan serupa dengan selulosa. Perbedaannya dengan selulosa terdapat pada gugus hidroksil pada atom karbon alfa dari molekul selulosa diganti dengan gugus asetamida, pada atom C nomor 2 setiap monomer kitin merupakan gugus asetamida ( NHCOCH) (Nadarajah, 2005). Kitin bersifat hidrofob tetapi dapat larut pada beberapa pelarut organik (Fernandez-Kim, 2004). merupakan polimer dari 2-amino-2- deoksi-β-d-glukosa yang dapat diperoleh dari kitin. Pembuatan kitosan dari kitin dengan cara mengubah gugus asetamida ( NHCOCH) menjadi gugus amina ( NH3) pada kitosan. Dengan menggunakan basa kuat, kitin dapat diubah menjadi kitosan (Yoshida et al., 2009). Ukuran besarnya penghilangan gugus asetil pada gugus asetamida dikenal dengan istilah derajat deasetilasi (DD). Kitin merupakan polisakarida yang bersifat tidak beracun dan dapat terdegradasi sehingga banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Proses pembuatan kitin dari kulit cangkang udang dimulai dengan pengecilan ukuran cangkang udang. Kemudian dilakukan demineralisasi atau proses penghilangan mineral dan selanjutnya dilakukan proses penghilangan protein atau proses untuk memisahkan ikatan kitin dengan protein yang terkandung di dalam kulit udang atau deproteinasi. Mineral dalam kulit udang berkisar antara 30-40% sedangkan kandungan proteinnya kurang lebih sekitar 35%. Protein pada limbah udang ini berikatan dengan kitin yang akan diisolasi. Proses penghilangan mineral dapat dilakukan dengan melarutkan kulit udang ke dalam asam klorida (Prasetyaningrum, dkk., 2007). Proses demineralisasi dapat dilakukan dengan melakukan ekstraksi menggunakan larutan asam klorida 1N pada kondisi suhu ruangan selama waktu proses 30 menit. Perbandingan banyaknya cangkang yang diproses dengan larutan HCl adalah 1:15 (berat/volume). Penghilangan mineral pada proses demineralisasi ini dapat diukur efektivitasnya menggunakan karakter kadar abu. Proses demineralisasi menghasilkan produk dengan kadar abu 31 36% (Fernandez-Kim, 2004). Menurut Fernandez-Kim (2004) proses penghilangan protein (deproteinasi) dapat dilakukan menggunakan larutan NaOH 3%. Sedangkan dari hasil yang diperoleh No and Meyers (1995), untuk melarutkan protein dalam cangkang hewan Crustacea dapat dilakukan dengan melarutkan cangkang tersebut ke dalam larutan NaOH dengan konsentrasi antara 1 10% pada suhu proses antara 65 100 0 C selama 0,5 12 jam. Perbandingan antara cangkang yang diproses dengan larutan basa yang digunakan sebaiknya 1:10 sampai dengan 1:15 dengan menggunakan pengadukan yang cukup sehingga proses deproteinasi dapat berlangsung dengan maksimal. Urutan proses demineralisasi dan deproteinasi secara umum dapat dilakukan secara berurutan maupun berkebalikan yaitu proses deproteinasi dapat dilakukan terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan proses demineralisasi, maupun proses dengan urutan demineralisasi yang dilanjutkan dengan proses deproteinasi. Urutan proses yang berbeda ini dapat menghasilkan beberapa variasi kitosan yang dihasilkan (Fernandez-Kim, 2004; No et al., 2000). Proses deasetilasi untuk mengubah kitin menjadi kitosan dapat dilakukan dengan menghilangkan gugus asetil dengan memproses kitin dalam larutan natrium hidroksida dengan konsentrasi 40 50% selama 30 menit atau lebih dengan menggunakan perbandingan kitin dan pelarut yang digunakan sebesar 1:10 (berat/volume). yang dihasilkan kemudian dinetralkan dengan menggunakan air kemudian disaring dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 60 0 C selama 24 jam sehingga didapatkan kitosan kering (Fernandez-Kim, 2004). Karakteristik kitosan yang baik dapat dilihat dari derajat deasetilasi, berat molekul, viskositas, dan kelarutannya. Salah satu parameter yang membedakan antara kitin dan kitosan adalah derajat deasetilasi. Derajat deasetilasi menunjukkan kandungan gugus amino bebas dalam polisakarida. Proses penghilangan gugus asetil dari ikatan molekul kitin pada deasetilasi akan menghasilkan ikatan kitosan dengan derajat kereaktifan kimia dari gugus amino yang tinggi. Kitin dengan derajat deasetilasi di atas 75% disebut kitosan. No and Meyers (1995) mendapatkan kitosan dengan derajat deasetilasi rata-rata sebesar 80%, hal ini tergantung dari jenis cangkang yang dipakai serta metode pengolahannya. Beberapa variabel proses yang berpengaruh terhadap kualitas kitosan yang dihasilkan antara lain suhu proses deasetilasi, waktu deasetilasi, konsentrasi larutan basa yang digunakan, kondisi proses isolasi kitin dari cangkang udang (kondisi proses demineralisasi dan deproteinasi), serta ukuran partikel bahan yang diproses (Fernandez-Kim, 2004). METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian sains tentang pembuatan kitosan dari limbah udang. Penelitian dilaksanakan di laboratorium di Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta. Peubah yang diteliti adalah konsentrasi larutan NaOH yang digunakan dalam proses deasetilasi dan perlakukan SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL, 14 Desember 2013 M 199

awal sebelum proses deproteinasi yaitu proses perebusan serbuk limbah udang menggunakan air. Adapun karakter keberhasilan proses dilihat dari karakter kitosan hasil yaitu rendemen yang dihasilkan dan kelarutan kitosan dalam asam asetat 1%. Alat yang digunakan untuk melakukan proses deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi berupa labu leher tiga yang dilengkapi dengan pengaduk, penangas, termometer, dan pendingin balik. Bahan baku yang digunakan adalah serbuk limbah udang kering (kepala, kulit, dan ekor), HCl 1,1N, NaOH 6%, dan NaOH (40%; 45%; 50%), 5 Gambar 1. Rangkaian alat deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: 1. Persiapan bahan baku Penyiapan bahan baku dilakukan dengan mencuci bahan baku kulit udang sampai bersih, kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven. Selanjutnya kulit udang diha-luskan dan diayak dan hasilnya berupa serbuk dengan ukuran yang lolos ayakan 60 mesh dan tertahan ayakan dengan ukuran 80 mesh. Bahan baku tersebut kemudian dianalisa kadar air dan kadar abu. 2. Proses Isolasi Kitin Untuk mengisolasi kitin dilakukan bebe-rapa proses, yaitu proses perlakukan awal bahan dengan direbus menggunakan air, proses deproteinasi, dan demineralisasi. Perlakuan awal dilakukan dengan merebus sejumlah serbuk limbah udang dalam air dengan perbandingan 1:10 pada suhu 100 0 C selama 1 jam. Proses dilanjutkan dengan proses depro-teinasi yang dilakukan dengan cara tepung limbah udang dengan berat tertentu (gram), dimasukkan dalam labu leher tiga dengan penambahan NaOH 6% dengan volume tertentu. Perbandingan antara serbuk limbah udang hasil perebusan dengan volume NaOH yang digunakan adalah 1:10 (berat/volume). Ekstraksi dilakukan dengan pengadukan kon-stan selama 2 jam pada suhu 4 3 2 1 Keterangan: 1. Penangas 2. Pendingin balik 3. Labu leher tiga 4. Pengaduk 5. Termometer 100ºC untuk menghilangkan kandungan proteinnya. Hasil deproteinasi lalu disaring untuk diambil residunya dan dicuci menggunakan air sampai ph netral, kemudian residu dikeringkan dalam oven dengan aliran udara panas. Proses demineralisasi, padatan dari hasil proses sebelumnya yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam labu leher tiga dengan penambahan HCl 1,1N dengan volume terten-tu. Perbandingan serbuk padatan dengan larutan asam klorida yang digunakan adalah 1:15 (berat kering/volume). Proses ekstraksi dilakukan dengan pengadukan konstan selama 1 jam pada suhu 80ºC untuk menghilangkan kandungan mineralnya. Hasil demineralisasi lalu disaring untuk diambil residunya dan dicuci menggunakan air sampai ph netral, kemudian residu dikeringkan dalam oven. Residu hasil demineralisasi yang telah dike-ringkan disebut kitin 3. Proses Deasetilasi Proses deasetilasi yaitu mengubah kitin menjadi kitosan. Sejumlah tertentu serbuk kitin dimasukkan ke dalam labu leher tiga dengan penambahan NaOH (40%; 45%; 50%) dengan volume tertentu. Perbandingan jumlah serbuk kitin dengan larutan NaOH yang digunakan adalah 1:10 (berat/volume larutan). Proses ekstraksi dilakukan selama 2 jam pada suhu 110ºC. Hasil deasetilasi lalu disaring dan dicuci menggunakan air sampai ph netral, kemudian kitosan hasil dikeringkan dalam oven dengan aliran udara panas. Analisis Hasil Percobaan Untuk mengetahui mutu kitosan selanjutnya dianalisis rendemen yang dihasilkan, dan kelarutannya dalam larutan asam asetat 1%. hasil yang diperoleh dari beberapa proses kemudian dievaluasi untuk mendapatkan kondisi yang paling baik untuk mendapatkan kitosan dengan karakter yang optimal. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses isolasi kitosan dari limbah udang dengan dua rangkaian proses yaitu proses dengan urutan proses deproteinasi, deminerasilasi, dan deasetilasi dan proses dengan urutan perebusan, deproteinasi, deminerasilasi, dan deasetilasi. Limbah udang yang berupa campuran kulit, kepala, dan ekor udang setelah dikeringkan mempunyai kadar air sebesar 6,72% dan memiliki kadar abu rata-rata sebesar 3,84%. Proses pengambilan kitosan dengan proses deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi dilakukan dengan variasi konsentrasi larutan NaOH antara 35% - 50% dengan hasil penelitian yang telah diperoleh untuk SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL, 14 Desember 2013 M 200

percobaan tersebut adalah seperti tercantum pada Tabel 1 sebagai berikut: Tabel 1. Data hasil penelitian isolasi kitosan dengan urutan proses deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi. No. Konsentrasi NaOH Kelarutan dalam Larutan Asam Asetat 1. 35 17,7 55,0 2. 40 19,3 83,34 3. 45 21,2 83,7 4. 50 20,3 84,33 Gambar 2. Data hasil rendemen dan kelarutan kitosan sebagai fungsi konsentrasi NaOH yang digunakan dalam proses deasetilasi. Dari hasil penelitian dengan variasi konsentrasi yang digunakan untuk proses deasetilasi terlihat bahwa jumlah hasil (rendemen) yang diperoleh untuk keempat kondisi proses tidak memberikan perbedaan hasil yang bergitu besar. Dengan kenaikan konsentrasi NaOH yang digunakan dari 35% menjadi 50% meghasilkan rendemen kitosan 17,7% - 21,2% dari berat kulit udang yang diproses. Tetapi apabila dilihat dari parameter kelarutan dalam larutan asam asetat 1% penggunaan larutan NaOH 35% menghasilkan kitosan dengan kelarutan rendah yaitu 55,0% dengan derajat deasetilasi sebesar 70,5%. Untuk proses yang menggunakan larutan NaOH 40 50% dapat menghasilkan kelarutan dengan kisaran 83,34 84,33% dengan derajat deasetilasi di atas 80%. Sedangkan untuk proses dengan tahapan proses perebusan, deproteinasi, deminerasilasi, dan deasetilasi dengan variasi konsentrasi NaOH menghasilkan data sebagai seperti tercantum pada Tabel 2 berikut: Tabel 2. Data hasil penelitian isolasi kitosan dengan urutan proses perebusan, deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi. No. Konsentrasi NaOH Kelarutan dlm Larutan Asam Asetat 1. 35 17,0 56,0 2. 40 15,7 93,19 3. 45 16,45 94,53 4. 50 16,9 95,80 Gambar 3. Data hasil rendemen dan kelarutan kitosan sebagai fungsi konsentrasi NaOH yang digunakan dalam proses deasetilasi. Dari percobaan dengan penambahan tahapan proses yaitu perebusan selama 60 menit ternyata dapat menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi di atas 80%, kecuali untuk proses dengan larutan NaOH 35% hanya menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi sebesar 70,9%. Pada proses dengan menggunakan tambahan proses perebusan kulit udang ternyata dapat meningkatkan kelarutan kitosan dalam asam asetat 1%. Pada proses deasetilasi menggunakan NaOH dengan konsentrasi 40 50%, kelarutan kitosan dapat meningkat secara signifikan menjadi 93,19 95,80%. Peningkatan kelarutan kitosan ini dapat meningkatkan kegunaan kitosan terutama sebagai bahan baku pembuatan edible film. Untuk mengetahui efektifitas proses perebusan kulit udang, maka dilakukan percobaan dengan variasi lama waktu perebusan dengan rangkaian proses perebusan, deproteinasi, dan deasetilasi dengan menggunakan larutan NaOH 40%. Tabel 3. Data hasil penelitian dengan variasi lama waktu perebusan kulit udang. No. Lama Waktu Perebusan (menit) Kelarutan dalam Larutan Asam Asetat 1. 30 16,4 85,76 2. 60 15,7 93,19 3. 90 15,0 93,34 4. 120 14,6 92,98 Dari data di atas terlihat bahwa lama waktu perebusan yang cukup baik dilakukan selama 60 menit. Kenaikan lama waktu perebusan menjadi 90 menit dan 120 menit ternyata tidak memberikan kenaikan kelarutan yang signifikan apabila dibandingkan dengan menggunakan perebusan selama 60 menit, yaitu naik sebesar 0,15%. SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL, 14 Desember 2013 M 201

Gambar 4. Data hasil rendemen dan kelarutan kitosan sebagai fungsi waktu perebusan (menit) yang digunakan dalam proses deasetilasi. KESIMPULAN Dari data penelitian yang sudah diperoleh, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Proses deasetilasi dengan konsentrasi NaOH minimal 40% memberikan hasil kitosan dengan kelarutan dalam asam asetat 1% sebesar 83,34%. 2. Penggunaan konsentrasi NaOH yang berbeda (35% - 50%) pada pembuatan kitosan dari limbah udang tidak menunjukkan perbedaan signifikan dilihat dari jumlah (rendemen) kitosan yang dihasilkan. 3. Proses perebusan selama 60 menit mampu meningkatkan kelarutan kitosan dalam larutan asam asetat 1% secara signifikan, dengan kelarutan kitosan dalam asam asetat 1% sebesar 93,19%. Nadarajah, K., 2005, Development and Characterization of Antimicrobial Edible Film from Crawfish Chitosan, Dessertation in Department of Food Science, University of Paradeniya. No, H.K., Cho, Y.I., Kim, H.R., Meyers, S.P., 2000, Effective Deacetylation of Chitin under Conditions of 15 psi/121 0 C, Journal of Agricultural and Food Chemistry, 48(6), pp.2625-2627. No, H.K. and Meyers, S.P., 1995, Preparation and Characterization of Chitin and Chitosan-A Review, Journal of Aquatic Food Product Technology, 4(2), pp. 27-52. Prasetyaningrum, A., Rokhati, N., dan Purwintasari, S., 2007, Optimasi Derajat Deasetilasi pada Proses Pembuatan Chitosan dan Pengaruhnya sebagai Pengawet Pangan, Riptek, Vol.1, No.1, Hal. 39-46. Rachmania, D., 2011, Karakteristik Nano Cangkang Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) dengan Metode Gelas Ionik, Skripsi, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suptijah, P., 2004, Tingkat Kualitas Hasil Modifikasi Proses Produksi, Buletin Teknologi Hasil Pertanian IPB, Volume VIII No.1. Yoshida, C.M.P., Junior, E.N.O., and Franco, T.T., 2009, Chitosan Tailor-Made Films: The Effects of Additives on Barrier and Mechanical Properties, Packaging Technology and Science, 22, 161 170. Untuk penyempurnaan hasil penelitian selanjutnya, perlu ditinjau upaya untuk pengurangan limbah kimia yang digunakan untuk proses pembuatan kitosan dari limbah kulit udang dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan proses perebusan kulit udang. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada DIKTI atas bantuan dana untuk penelitian ini yang diperoleh melalui program Penelitian Dosen Pemula tahun 2013. DAFTAR PUSTAKA Fernandez-Kim, S.-O., 2004, Physicochemical and Functional Properties of Crawfish Chitosan as Affected by Different Processing Protocols, A Thesis in Department of Food Science, Seoul National University. Meyers, S.P., No, H.K., Prinyawiwatkui, W., and Xu, Z., 2007, Applications of Chitosan for Improvement of Quality and Shelf Life of Foods: A Review, Journal of Food Science. SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL, 14 Desember 2013 M 202