Banking Weekly Hotlist (19 Januari 23 Januari 2015)

dokumen-dokumen yang mirip
Banking Weekly Hotlist (04 Januari 08 Januari 2016)

Banking Weekly Hotlist (26 Januari 30 Januari 2015)

Banking Weekly Hotlist (23 Februari 27 Februari 2015)

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk simpanan. Sedangkan lembaga keuangan non-bank lebih

Banking Weekly Hotlist (16 Februari 20 Februari 2015)

Banking Weekly Hotlist (9 Februari 13 Februari 2015)

Banking Weekly Hotlist (23 Maret 27 Maret 2015)

Banking Weekly Hotlist (24 Juli 28 Juli 2017)

Banking Weekly Hotlist (20 April 24 April 2015)

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh 19,7% tahun 2015, jauh lebih tinggi dari tahun triliun menjadi Rp triliun hingga akhir tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perekonomian adalah salah satu sektor yang menjadi fokus

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6 /POJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK

Banking Weekly Hotlist (2 Februari 6 Februari 2015)

BAB I PENDAHULUAN. membawa kehancuran bagi perekonomian negara Indonesia serta akibatnya sangat

Banking Weekly Hotlist (10 Juli 14 Juli 2017)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Banking Weekly Hotlist (06 April 10 April 2015)

Banking Weekly Hotlist (30 Maret 02 April 2015)

Banking Weekly Hotlist (12 Januari 16 Januari 2015)

Banking Weekly Hotlist (13 April 17 April 2015)

Banking Weekly Hotlist (02 Maret 06 Maret 2015)

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 56 /POJK.03/2016 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KINERJA PERBANKAN 2008 (per Agustus 2008) R e f. Tabel 1 Sumber Dana Bank Umum (Rp Triliun) Keterangan Agustus 2007

Dr. Harry Azhar Azis, MA. WAKIL KETUA KOMISI XI DPR RI

RANCANGAN POJK BANK PERANTARA

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

Banking Weekly Hotlist (5 Januari 9 Januari 2015)

BAB I PENDAHULUAN. dan lainnya (Hanafi dan Halim, 2009). Sedangkan kinerja keuangan bank dapat

POIN ISI SURAT EDARAAN USULAN PERBARINDO. Matriks Rancangan Surat Edaran OJK Tentang Rencana Bisnis BPR dan BPRS

Banking Weekly Hotlist (3 Juli 7 Juli 2017)

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan syariah telah berkembang begitu pesat di Indonesia dengan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan dengan permodalan yang masih tergolong tinggi seperti pada CAR yang berada

BAB I PENDAHULUAN. triwulan I dan II 2012, dimana ekonomi tumbuh secara berturut turut sebesar

Banking Weekly Hotlist (9 April 13 April 2018)

BAB I PENDAHULUAN telah menembus angka 6,6 % pada bulan November, dan diperkirakan akan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR PERTANYAAN PAPARAN PUBLIK INVESTOR SUMMIT AND CAPITAL MARKET EXPO 2014 TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PT BANK MANDIRI PERSERO TBK

: Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Dengan Metode RGEC Pada PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk. : I Made Paramartha NIM :

BAB I PENDAHULUAN. mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus dana kepada pihak yang

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16 /POJK.03/2017 TENTANG BANK PERANTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mata rantai yang penting dalam melakukan bisnis karena. melaksanakan fungsi produksi, oleh karena itu agar

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari kondisi masyarakat saat ini, jarang sekali orang tidak

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Risk Based Bank Rating (RBBR) Tantangan Perbankan Menangani Krisis Global

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Rasio Kecukupan Modal. Tabel 4.1

Banking Weekly Hotlist (21 Agustus 25 Agustus 2017)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Kebijakan moneter Bank Indonesia dilaksanakan dalam rangka mencapai

TANTANGAN BANK NASIONAL MENJALANKAN BISNIS KONGLOMERASI DI INDONESIA. Susy Liestiowaty

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Bab I. Pendahuluan. Bank merupakan sebuah lembaga keuangan (financial institution) yang

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi, bank berperan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

1. BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

KEYNOTE SPEECH Diskusi dan Peluncuran Buku Inovasi 17 Bank

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

UMKM & Prospek Ekonomi 2006

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 telah berkembang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (Riyadi : 2006) (Kasmir : 2011)

Para Direktur Kepatuhan Perbankan dan Pimpinan Perbankan lainnya;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 (Merkusiwati, 2007:100)

PENANGANAN BANK GAGAL BERDAMPAK SISTEMIK

EKUITAS LAPORAN LABA RUGI. Ekuitas

2017, No Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867); 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jas

2 mengelola risiko; dan (iv) mengurangi ketidakpastian pasar (market uncertainty) serta kesenjangan informasi (asymmetric information). Di sisi lain,

PERTEMUAN TAHUNAN INDUSTRI JASA KEUANGAN MEMACU PERTUMBUHAN Jakarta, 18 Januari 2018

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara, peranan bank sangatlah penting. Pembangunan ekonomi di suatu

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor keuangan di Indonesia masih didominasi oleh industri perbankan

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

ANALISA INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA 2012

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara. Hal ini tercermin pada fungsi perbankan sebagai

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK

PENDAHULUAN. memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi (Halling dan Hayden, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. kembali dalam bentuk kredit. Artinya, bank memiliki fungsi sebagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan berfungsi sebagai financial intermediary atau perantara

Kinerja BNI Semester I Kredit Tumbuh Double Digit & Laba Bersih Meningkat 46,7%


2 Penyesuaian dilakukan dengan memasukkan surat-surat berharga (SSB) yang diterbitkan bank dalam perhitungan Loan to Deposit Ratio (LDR) dalam kebijak

BAB I PENDAHULUAN. (financial intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki dana (surplus unit)

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

PENDAHULUAN. memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi (Halling dan Hayden, 2006).

Transkripsi:

Banking Weekly Hotlist (19 Januari 23 Januari 2015) Senin, 19 Januari 2015 Bank Siap Turunkan Bunga Seiring stabilnya beban bunga perbankan dan dampak dari kebijakan pembatasan suku bunga deposito oleh OJK pada Oktober 2014, sejumlah bank menyatakan siap untuk menurunkan suku bunga kredit. Selah satu bank yang berencana menurunkan suku bunga kreditnya adalah PT Bank Bukopin Tbk. Bank Bukopin berencana untuk menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin. Pada tahun 2015, pihaknya menargetkan pertumbuhan kredit sebesar 16%. Sama halnya dengan Bank Bukopin, PT BCA Tbk juga berencana untuk menurunkan suku bunga kredit, khususnya kredit pemilikan rumah (KPR). Hal ini dilakukan untuk menggenjot kembali pertumbuhan KPR setelah sebelumnya melemah hingga tiga tahun terakhir. Berbeda halnya dengan Bank Bukopin dan BCA, PT Bank Internasional Indonesia Tbk menyatakan tidak akan menurunkan suku bunga kredit dikarenakan funding cost yang belum membaik. (Sumber: Bisnis Indonesia, 19 Januari 2014, 23) OJK Gugah Pemilik Bank Swasta OJK merespon positif upaya peningkatan permodalan untuk Bank BUMN oleh Kementerian BUMN. Rencana ni akan ditambahkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015. Pada tahap awal, adalah PT Bank Mandiri Tbk yang akan diberikan suntikan modal sebesar Rp 5,4 triliun. OJK berharap dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk memperluas ekspansi ke regional, seperti Malaysia dan Singapura. OJK juga berharap peningkatan modal ini juga dilakukan oleh kelompok bank lain, seperti bank swasta dan bank asing. (Sumber: Bisnis Indonesia, 19 Januari 2014, 23)

17 Bank Raih Izin Laku Pandai OJK menuturkan 17 bank dan 30.000 agen telah mengantongi izin penyelenggaraan operasional program layanan perbankan tanpa kantor (branchless banking). Bank-bank tersebut terdiri dari bank BUKU II, III dan IV. Dengan diberikannya izin bank-bank pelaksana, OJK berharap program ini dapat mengurangi ketimpangan, sehingga akan tercapai pertumbuhan ekonomi dan pendapatan yang merata di seluruh Indonesia. Adapun program ini akan difokuskan di kawasan Indonesia Timur. (Sumber: Bisnis Indonesia, 19 Januari 2014, 24) Indonesia Butuh Big Bank Pemerintah berencana membentuk big bank dengan menggabungkan semua bank BUMN. Sofyan Djalil, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan hal ini dilakukan untuk mendorong bank BUMN agar lebiih efisien. Pasalnya saat ini, pihaknya merasa efisiensi bank BUMN belum optimal. Untuk menguatkan struktur permodalan bank, pemerintah juga akan menyuntikkan dana yang direncanakan dilakukan pada tahun 2015. Suntikan dana dari pemerintah dapat menambah DPK dan dapat dimanfaatkan untuk ekspansi dan penyaluran kredit yang lebih besar. OJK menyambut baik rencana konsolidasi ini. Menurutnya, ada 2 hal yang perlu ditekankan dalam proses konsolidasi yakni konsolidasi strategi dan kelembagaan. (Sumber: Bisnis Indonesia, 19 Januari 2014, 24) OJK Siap Tuntaskan Kesepakatan ABIF dengan Singapura OJK akan menuntaskan kerjasama terkait penerapan ASEAN Banking Integration Framework (ABIF) dengan otoritas dari Singapura, Monetary Authority of Singapore (MAS). Kerjasama ini diharapkan dapat menjembatani perbankan Indonesia untuk melakukan ekspansi ke Singapura. Otoritas akan mengedepankan aspek resiprokal untuk menyempitkan kesenjangan, baik dalam aturan, kapasitas dan akses pasar. OJK juga akan mendorong peran bank BUMN untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perbankan nasional. Menanggapi hal ini, PT BRI Tbk saat ini tengah melakukan kajian pembukaan kantor baik di Malaysia dan Singapura. Sementara itu, PT BCA Tbk saat ini telah melakukan kerjasama dengan grup perbankan ketiga terbesar di Malaysia, Public Bank, terkait penerapan MEA. Kerjasama ini mencakup dalam hal layanan keuangan dan perbankan lintas negara, seperti customer referral, fasilitas pembiayaan, pinjaman sindikasi dan remitansi.

(Sumber: Indonesia Finance Today, 19 Januari 2014, 8) Amandemen Pungutan Mencakup Besaran dan Subjek Pungutan Amandemen terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 mengenai Pungutan Otoritas Jasa Keuangan akan mencangkup besaran dan pelaku industri yang dikenakan pungutan. Lebih jelasnya, nantinya amandemen ini akan mencangkup subjek atau pihak mana yang dikenakan pungutan, mekanisme pungutan, besaran pungutan dan dasar penetapannya. Daur ulang pungutan tersebut akan diteruskan ke dalam bentuk pengaturan dan pengawasan yang lebih baik dan menjaga sektor keuangan. Rahmat Waluyanto, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, pungutan yang didapat digunakan untuk mengembangkan industri karena kedalaman pasr modal di Indonesia masih cenderung rendah. Sejumlah pelaku perbankan berharap amandemen dapat menghasilkan keputusan yang tepat bagi industri keuangan nasional. Beberapa setuju pungutan masih tetap dilakukan dengan syarat adanya kejelasan mengenai kuputusan yang saling menguntungkan antara otoritas dan regulator. Sementara itu, beberapa bank lain menyatakan keberatan atas pungutan OJK karena kerap membebani perbankan. Bank mengusulkan agar pungutan OJK diambil dari premi jaminan simpanan bank yang dibayarkan perbankan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). (Sumber: Bisnis Indonesia, 19 Januari 2014) Selasa, 20 Januari 2015 Perlambatan Kredit Mulai Terasa di Kuartal I 2015 Kalangan perbankan memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan pada kuartal I 2015 berada di kisaran 14%-17%, atau lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai hingga 24%. Industri perbankan masih menunggu kebijakan pemerintah yang akan memprioritaskan pembangunan infrastruktur. Berdasarkan survei Bank Indonesia pada awal tahun ini, industri perbankan nasional optimis akan membukukan pertumbuhan kredit pada kuartal I sebesar 15,7%. Pertumbuhan kredit tersebut didorong oleh sektor konstruksi yang diprediksi meningkat tajam seiring struktur APBNP 2015 yang mencabut subsidi bahan bakar minyak (BBM). (Sumber: Indonesia Finance Today, 20 Januari 2015, 8)

Tiga Bank Setujui Pembentukan BUMN Syariah Raksasa Tiga bank syariah menyetujui usulan Otoritas Jasa Keuangan untuk pembentukan bank syariah skala besar dengan tujuan memperkuat perbankan syariah di Indonesia. Tiga bank syariah tersebut adalah PT Bank Syariah Mandiri, PT BNI Syariah, dan PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah. Penggabungan ini juga harus bertujuan untuk meningkatkan daya saing, seperti peningkatan batas maksimum pemberian kredit (BMPK), jenis produk, kualitas aset, peningkatan pelayanan, efisiensi capital expenditure (capex), dan operational expenditure (opex) maupun governance. Bank syariah tersebut juga harus memastikan pasar di dalam negeri sebelum sibuk mempersiapkan diri berekspansi ke luar negeri karena Indonesia adalah market terbesar dan berpotensi tinggi untuk pasar syariah. Konsolidasi ini juga harus dikaji secara mendalam. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi overlapping infrastruktur, seperti kantor cabang, core banking (IT), dan sumber daya manusia (SDM). Kementerian BUMN akan mengkomunikasikan skema konsolasi ini dalam dua bulan kedepan dengan empat entitas bank syariah milik BUMN. Empat bank tersebut adalah PT Bank BNI Syariah, PT Bank BRI Syariah, PT Bank Syariah Mandiri (BSM), dan Unit Usaha Syariah (UUS) PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN). Ada dua skema konsolidasi yang disiapkan Kementerian BUMN. Pertama, melebur seluruh entitas syariah milik bank persero. Jika opsi ini ditempuh, konsolidasi empat entitas ini akan membentuk entitas baru dengan aset sebesar Rp 120 triliun. (Sumber: Indonesia Finance Today, 20 Januari 2015, 9) Fungsi Intermediasi: DPR Minta Bunga Bank Turun DPR berharap agar industri perbankan dapat menurunkan suku bunga dasar kredit (SBDK). Saat tingkat suku bunga ini berada di level 6,33% - 17,40% untuk lima segmen kredit. Tingginya SBDK perbankan nasional ini dipengaruhi oleh tingkat suku bunga bank negara atau BUMN. Leader perbankan di Indonesia adalah bank BUMN, jadi dengan adanya campur tangan pemerintah untuk bantu memotong suku bunga maka akan berpengaruh ke bank lain secara nasional. OJK meminta industri perbankan dalam rencana bisnis bank (RBB) untuk mengupayakan penurunan suku bunga kredit pada tahun ini. Walaupun, dalam upaya penurunan suku bunga kredit, industri perbankan masih mengalami kesulitan karena tingginya dana pihak ketiga. OJK

meminta agar bank-bank rela menurunkan margin bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM) yang saat ini terbilang tinggi di kawasan Asia Tenggara berada di level 4,5%. (Sumber: Bisnis Indonesia, 20 Januari 2015, 23) Kolektibilitas Kredit: NPL Segera Turun di Bawah 2% Bank Indonesia memprediksikan rasio kualitas kredit bermasalah (NPL) bakal turun di bawah 2% pada tahun ini. Hal ini seiring dengan prediksi bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahun ini akan lebih baik dari tahun sebelumnya. Tahun ini BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,6% - 5,8%. Fundamental Indonesia cukup kuat sehingga terjadi perbaikan investasi di dalam negeri. Dimana hal ini akan meningkatkan laju kredit. Proyeksi pertumbuhan kredit industri perbankan akan berada di level 14% - 17%. Namun, rata-rata pertumbuhan laju fungsi intermediasi yang disampaikan rencana bisnis bank (RBB) mencapai 16,5%. (Sumber: Bisnis Indonesia, 20 Januari 2015, 23) Kinerja Perbankan 2014: Laba Hanya Tumbuh 5% Data statistik perbankan menunjukkan laba bersih perbankan mencapai Rp 103,489 triliun atau tumbuh 5%. Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahunan pada November 2013 sebesar 16,12%. Perlambatan laba disebabkan tren pendapatan bunga bersih yang melambat seiring tingkat perlambatan penyaluran kredit. Hingga November 2014, pendapatan bunga bersih perbankan mencapai Rp 249,88 triliun atau tumbuh 11,8% menjadi Rp 3.596,61 triliun. Faktor peningkatan biaya dana juga menjadi faktor perlambatan dana, tercermin dari penurunan net interest margin yang turun 60 basis poin menjadi 4,2%. Data per November 2014 menunjukkan hanya bank persero dan kelompok bank asing yang mencatat pertumbuhan laba sedangkan empat kelompok bank lainnya mengalami koreksi. Laba bank persero naik 13,9% menjadi Rp 49,45 triliun sedangkan laba bank asing naik paling tinggi sebesar 21% dengan perolehan laba sebesar Rp 7,89 triliun. (Sumber: Bisnis Indonesia, 20 Januari 2015, 23)

Beleid Perbankan: Relaksasi Aturan Risiko Segera Terbit Otoritas Jasa Keuangan akan segera menerbitkan aturan terkait relaksasi besaran bobot risko dalam perhitungan aset tertimbang menurut risiko (ATMR) untuk sektor prioritas pada tahun ini. Peraturan ini harus dalam bentuk peraturan OJK (POJK), pihak OJK masih mengkaji besaran relaksasi yang bakal diberikan. Ketiga sektor yang dipastikan akan mendapat penyesuaian besaran bobot risikonya yaitu, sektor infrastruktur, kemaritiman, dan pertanian. Inisiatif dalam menyesuaikan besaran bobot risiko tersebut untuk mendorong peran perbankan dalam pembiayaan pembangunan. Berbagai inisiatif yang sejalan dengan momentum reformasi struktural ini, diharapkan dapat dimanfaatkan pelaku industri keuangan, terutama perbankan untuk lebih mendorong penyaluran kredit ke sektor infrastruktur. (Sumber: Bisnis Indonesia, 20 Januari 2015, 23) Pungutan OJK: Besaran Iuran Tak Berubah Pelaku jasa keuangan dan pasar modal diperkirakan membayar iuran dengan tarif lama pada 2015. Otoritas Jasa Keuangan telah mengusulkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Namun, saat ini masih menunggu Kementerian Keuangan mengkaji ulang. Revisi yang diajukan OJK terkait tiga komponen, yakni sebyek, obyek, dan basis penghitungan (underlying) pungutan. Sepanjang tahun 2014 OJK telah memperoleh dana sebesar Rp 2 triliun yang merupakan hasil pungutan dari para pelaku di industri keuangan nasional. Sebagian besar porsi iuran berasal dari lembaga perbankan karena memiliki aset paling besar dibandingkan dengan lembaga keuangan lain. Namun, ke depan diperkirakan iuran dari perbankan akan berimbang dengan pungutan dari pelaku pasar modal mengingat perkembangannya yang cukup pesat dari tahun ke tahun. (Sumber: Bisnis Indonesia, 20 Januari 2015, 23) Manjemen Krisis: Cadangan Penjaminan Perlu Ditambah Lembaga Penjamain Simpanan (LPS) mengusulkan produk hukum yang menjamin ketersediaan dana penjaminan jika jumlah dana penjaminan tidak cukup untuk menangani bank gagal. Selain itu, LPS mengusulkan pembentukan bridge bank atau bank penampung aset bank saat terjadi

krisis dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Jaringan Pengaman Sistem Keuangan (RUU JPSK). Sekarang ini dana penjaminan LPS hanya 1,2% dari total Dana Pihak Ketiga. Padahal target LPS rasio penjamninan terhadap DPK harus 2,5%. Dalam UU LPS, tercantum amanat untuk membentuk aturan turunan yang mengatur pola penyediaan dana jika dana LPS tidak mencukupi untuk menangani bank gagal. Pola ini merupakan bagian dari Protokol Manajemen Krisis. Sebagaimana diketahui, premi penjaminan LPS diinvestasikan di dua instrumen, yakni Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Negara (SBN). Hingga 2014, total dana yang diinvestasikan mencapai Rp 45,5 triliun. Dimana hal ini, LPS hanya sanggup menangani 40 bank kecil dengan aset di bawah Rp 10 triliun jika terjadi krisis. Di sisi lain, LPS akan mengusulkan penerapan konsep bridge bank atau bank penghubung. Fungsi bank ini akan menampung aset dari bank gagal. Fungsi bank ini bukan komersial, sehingga perlu dikecualikan dari aturan permodalan bank umum. Konsep bridge bank ini sudah diterapkan di Jepang dan beberapa negara Eropa. (Sumber: Bisnis Indonesia, 20 Januari 2015, 24) Rabu, 21 Januari 2015 Insentif ATMR Dorong Efisiensi Modal Bank OJK berencana untuk mengurangi bobot resiko ke sektor-sektor prioritas seperti infrastruktur, pertanian dan maritim. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan penyaluran kredit ke sektor tersebut. Lebih lanjut OJK akan mengurangi bobot resiko atau Aset Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Apabila ATMR sebesar 100% maka bank harus melakukan pencadangan sebesar 100% atau sama dengan jumlah kredit yang disalurkan. Ogi Prastomiyono, Direktur Kepatuhan PT Bank Mandiri Tbk, mengatakan resiko kredit ke ketiga sektor tersebut dapat menurun apabila pemerintah menjamin kredit tersebut. Adapun apabila ATMR dikurangi maka dapat menghemat pencadangan bank yang diambil dari permodalan. Hal yang sama juga diungkapkan Achmad Baiquni, Direktur Keuangan PT Bank Mandiri TBk. Menurutnya, sebuah suatu keharusan pemerintah memberikan insentif kepada perbankan terkait penyaluran kredit ke ketiga sektor ini. Pasalnya peningkatan penyaluran kredit ke sektor infrastruktur misalnya dapat mempengaruhi penyaluran kredit ke sektor lain. Namun, PT Bank Internasional Indonesia Tbk menyatakan pengurangan beban resiko ini tidak akan berdampak pada peningkatan penyaluran kredit. (Sumber: Bisnis Indonesia, 21 Januari 2014, 23)

Margin Bank Diproyeksi Stabil Sejumlah pelaku perbankan memprediksi margin bunga bersih (NIM) dapat stabil, sehingga perbankan dapat menurunkan bunga kredit pada tahun ini. PT BRI Tbk berupaya untuk menjaga NIM dengan meningkatkan penghimpunan dana murah, sehingga biaya dana tetap rendah. Biaya dana perlu ditekan karena BRI berencana untuk menurunkan suku bunga pada tahun ini. Adapun rencana penurunan suku bunga berkisar antara 25 bps 50 bps. BRI pun kerap menjaga NIM bank pada level 8%. PT BII Tbk mengatakan pihaknya belum berencana untuk menurunkan kredit karena masih mencatat selisih negatif akibat biaya dana deposito yang lebih tinggi dari bunga kredit. Kendati demikian, pihaknya memperkirakan NIM bank akan stabil pada level 4,3%. Sama halnya dengan BRI, PT Bank Bukopin Tbk berencana untuk menurunkan suku bunga kredit sebesar 25 bps untuk menggenjot pertumbuhan kredit sebesar 16%. Di sisi lain, sejumlah bank, seperti PT BPD DKI Jakarta dan PT Bank Windu Kentjana Internasional mengatakan belum berencana untuk menurunkan suku bunga kredit. Kedua bank tersebut masih akan mengkaji situasi perbankan nasional pada awal tahun. (Sumber: Bisnis Indonesia, 21 Januari 2014, 24) Kejar Dana Himpunan, LPS Bisa Gunakan Premi Diferensial LPS berencana menetapkan besaran premi differensial untuk mencapai batas idela dana himpunan sebesar 2,5% dari total dana simpanan perbankan. Dalam skema premi differensial, LPS membagi pembayaran premi menjadi 5 tingkatan tergantung resiko kesehatan perbankan, yakni (i) pada level 1 akan dikenakan premi sebesar 0,1% pertahun; (II) level 2 dikenakan 0,15%; (iii) level 3 dikenakan 0,2%; (iv) level 4 akan dikenakan 0,25%; dan (v) pada level 5 dikenakan 0,3% per tahun. semakin besar level maka resiko kesehatan bank semakin rendah, sehingga premi yang dikenakan juga lebih besar. Hingga Desember 2014, besaran dana penjaminan LPS tercatat Rp 48,45 triliun atau 1,17% dari total simpanan perbankan. Menurut LPS, dana tersebut tidak akan cukup untuk menutup aset industri perbankan. Kendati demikian, skema ini masih akan menunggu persetujuan dari pemerintah. Haryono Thahjarijadi, Direktur Utama PT Bank Mayapada Internasional Tbk, menyambut baik skema ini. Pasalnya bank akan termotivasi untuk meningkatkan kesehatannya. Sigit Pramono, Ketua Umum Perbanas, mengusulkan agar premi yang disetorkan perbankan ditransfer ke OJK untuk mengurangi beban bank. (Sumber: Indonesia finance Today, 21 Januari 2014, 24)

Kamis, 22 Januari 2015 OJK Gandeng JFSA OJK akan meningkatkan kerjasama dengan Japan Financial Service Authority (JFSA) dalam rangka meningkatkan asas kesetaraan dalam industri perbankan. Seblumnya pada Oktober 2013 lalu, otoritas telah melakukan penandatanganan memorandum of understanding (MoU) tahap pertama mengenai keterbukaan akses terhadap data dan informasi industri jasa keuangan, terutama pasar modal dan industri keuangan non bank, serta pertukaran pengalaman dan keahlian dalam kegiatan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan, terutama sektor usaha kecil dan menengah. Kerjasama ini merupakan kerjasama teknis mengenai pengawasan bank-bank Indonesia di Jepang dan sebaliknya. Kerjasama ii diharapkan dapat selesai pada semester pertama tahun 2015 dan dapat mendorong ekspansi bank-bank Indonesia di Jepang. (Sumber: Bisnis Indonesia, 22 Januari 2014, 23) Konglomerasi Diawasi Ketat OJK akan menentukan bank-bank mana saja yang berdampak sistemik domestik atau Domestic Systematically Important Banks (D-SIB) tahun ini terkait penerapan Basel III. Nantinya bank ini akan diharuskan melakukan pencadangan modal sebesar 1%-2,5% dari bobot resiko. Adapun bank yang menjadi induk konglomerasi memiliki potensi dampak sistemik yang lebih besar. Pada tahun ini, akan terdapat 32 konglomerasi keuangan yang akan diawasi. Adapun indikator parameter yang digunakan melalui skala usaha dan keterkaitan antaranak usaha. Berdasarkan hasil uji kepada 20-30 bank, 16 diantaranya memiliki permodalan yang baik dengan CAR diatas 8%, sehingga belum berdampak sistemik. Bank yang dikaterogikan berpresidkat D-SIB memiliki skala usaha yang besar, saling keterkaitan antar anak usaha dan kompleksitas usaha yang rumit. (Sumber: Bisnis Indonesia, 22 Januari 2014, 23) 2015, Bank Syariah Pasang Target Optimis Pada akhir tahun 2014, perbankan syariah mengalami kontraksi. Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia (SPI), per November 2014, laba industri perbankan syariah menurun dari Rp 3,44 triliun pada November 2013 menjadi Rp 1,89 triliun pada November 2014. Laju

pertumbuhan pembiayaan pun kerap melambat. Per November 2014, pertumbuhan pembiayaan sebesar 9,7% (year on year/yoy), sementara DPK sebesar 18,91%. Sejumlah pelaku perbankan syariah mengungkapkan adanya perlambatan pada perbankan syariah, namun pihaknya optimis pada tahun ini, bank akan mencapai target. John Kosasih, Wakil Presiden Direktur PT BCA Syariah, mengungkapkan bank menargetkan pertumbuhan laba sebesar 35%. Sementara itu, PT BNI Syariah menetapkan pertumbuhan aset, kredit dan DPK masing-masing tercatat 30% dan 25%. PT Bank Bukopin Syariah juga kerap menarhgetkan pertumbuhan yang tinggi pada aset, kredit, DPK dan laba yakni berkisar 23%. (Sumber: Bisnis Indonesia, 22 Januari 2014, 24) Jumat, 23 Januari 2015 Regulasi Perbankan Global Dikritik Keras Penerapan Basel III dikritik oleh sejumlah pelaku perbankan dalam kegiatan World Economic Forum. Budi Gunandi Sadikin, Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk yang ikut hadir dalam kegiatan tersebut mengungkapkan penerapan Basel III kerap akan menekan kredit perbankan karena persyaratan modal minimum yang sangat besar yakni 10%, sehingga mendorong pengetatan likuiditas. Selain itu, penerapan Basel III juga dirasakan terlalu mengeneralisir seluruh bank untuk taat pada peraturan. Adapun terkait perkembangan global, baik AS maupun Euro nerencana untuk melalukan pelonggaran likuiditas melalui pembelian surat utang. Sofyan Djalil, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI mengungkapkan pelonggaran likuiditas oleh AS akan berdampak pada Indonesia. Di sisi lain, Budi Gunandi Sadikin justru mengatakan dampak kepada Indonesia justru belum dapat diperkirakan seiring dengan masih banyaknya resiko lain, seperti perlambatan ekonomi China. (Sumber: Kompas, 23 Januari 2014, 23) Bankir Yakin Lebih Baik Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) November 2014, kredit investasi meningkat sebesar 13,73% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya yang mencapai 34,95% (yoy). Pergerakan ini juga diikuti dengan peningkatan NPL dari 1,83% pada November 2013 menjadi 2,63% pada November 2014. Kondisi yang sama juga terjadi pada kredit modal kerja. Kualitas kredit yang buruk juga terjadi pada kredit modal kerja. NPL kredit modal kerja tercatat 2,68 pada November 2014, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 2,09%. Kredit modal juga mengalami perlambatan dari 20,44%

pada November 2013 menjadi 11,59% pada November 2014. Percepatan pertumbuhan justru terjadi pada kredit konsumsi. Per November 2014, kredit konsumsi tumbuh sebesar 10,81%. Selain itu, kondisi NPL kredit konsumsi juga menurun dari 1,55% menjadi 1,53%. Sejumlah pelaku perbankan menyatakan optimis bahwa kredit investasi dan modal kerja akan membaik tahun ini seiring dengan menguatnya fundamental perekonomian Indonesia. (Sumber: Bisnis Indonesia, 23 Januari 2014, 23) Industri Tolak OJK Lepas dari APBN Sejumlah perbankan mengaku keberatan terkait rencana OJK untuk melepaskan diri dari APBN pada tahun 2017. Herman Halim, Presiden Direktur PT Bank Maspion Tbk, mengatakan upaya ini akan memberatkan bank kecil, apalagi OJK akan meningkatkan besaran pungutan dari 0,03% menjadi 0,045% dari total aset. Hal ini pada akhirnya dapat menggerus laba perbankan. Gatot M. Suwondo, Direktur Utama PT BNI Tbk, meminta OJK untuk pemangkasan pungutan OJK. Sigit Pramono, Ketua Umum Perbanas, menyarankan agar kelebihan dari pungutan kepada OJK untuk tidak masuk ke dalam kas negara. Menurutnya, kelebihan pungutan dialokasikan untuk dana kegiatan tahun berikutnya. (Sumber: Bisnis Indonesia, 23 Januari 2014, 23) OJK Pastikan Terbentuk 2015 OJK berupaya untuk meningkatkan perbankan syariah melalui pembentukan bank besar syariah pada tahun ini. Upaya ini dapat dilakukan baik melalui merger maupun penambahan modal. Saat ini rencana tersebut masih dalam tahap pengkajian di Kementerian BUMN dan bank. Bank syariah menurut Muliaman D. Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK perlu ditingkatkan perannya untuk meningkatkan akses keuangan masyarakat, terutama dalam menyediakan pembiayaan, termasuk pembiayaan infrastruktur. Walaupun tengah mengalami perlambatan, OJK meminta pelaku perbankan di industri perbankan syariah untuk senantiasa meningkatkan inovasi dalam pengembangan produk serta memberikan edukasi tentang keuangan syariah kepada masyarakat. Kedepannya, OJK berharap bukan hanya sektor perbankan saja yang digarap melalui skema syariah, namun juga asuransi dan pasar modal syariah. (Sumber: Bisnis Indonesia, 23 Januari 2014, 24)

Rekomendasi: Tahun 2015 akan menjadi momentum yang tepat bagi perbankan BUMN. Rencana kebijakan pengurangan deviden kepada pemerintah dan suntikan modal dari Kementerian BUMN dapat menjadi potensi bagi perbankan BUMN untuk memupuk likuiditas. Kelebihan likuiditas tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan fungsi intermediasi perbankan dan ekspansi, bahkan ekspansi ke luar negeri. OJK sebelumnya telah merampungkan perjanjian bilateral dengan otoritas Malaysia dan saat ini tengah berupaya untuk merampungkan perjanjian bilateral dengan otoritas Singapura, bahkan dengan negara di luar ASEAN yakni Jepang. Momentum-momentum ini harus dimanfaatkan oleh perbankan BUMN. Lebih lanjut perbankan BUMN diharapkan dapat membuat upaya strategis untuk menembus pasar ASEAN bahkan Asia serta menjadi pelopor berkembangnya industri perbankan nasional. Kendati demikian, para regulator pada tahun 2015 diperkirakan akan lebih memperketat aturan seiring tingginya resiko yang mungkin dihadapi perbankan. Pengetatan aturan ini bersumber dari rencana OJK untuk keluar dari APBN yang akan menyebabkan kenaikan pungutan kepada pelaku sektor keuangan dan rencana LPS menetapkan kententuan skema premi differensial yang akan menyebabkan tingginya premi yang harus dibayarkan untuk bank yang dirasakan mempunyai tingkat kesehatan yang rendah. Hal ini akan berdampak pada kinerja perbankan, khususnya perolehan laba. Oleh karena itu, bank diharapkan melakukan upaya strategis untuk meminimalisir dampak dari aturan tersebut. ***