1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar di perguruan tinggi merupakan pilihan strategis untuk mencapai tujuan bagi mereka yang menyatakan diri untuk belajar melalui jalur formal. Namun, realitas yang dihadapi oleh dosen dan penyelenggara pendidikan dalam banyak hal jauh dari harapan. Perilaku mahasiswa dalam pembelajaran tidak menunjukkan segala atribut yang seharusnya melekat pada diri mereka yang akan mendapat sebutan sebagai sarjana. Menurut Abidin (2006), proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang dengan sengaja diciptakan untuk kepentingan mahasiswa dengan dosen berusaha menyediakan dan menggunakan semua potensi dan upaya, agar mahasiswa senang dan bergairah untuk belajar. Menurut Covey (1997, disitasi Artanayasa, 2008), masalah pendidikan merupakan sesuatu yang tidak hanya mengarah pada individu yang membutuhkan, tetapi dalam era global budaya kompetisi yang berorientasi pada kemandirian sudah digeser oleh paradigma manajemen modern yang memandang keberhasilan bukan buah dari kompetisi dan kemandirian individu tetapi justru dari ketergantungan. Masalah lain juga muncul, yaitu kualitas dari pendidikan dilihat dari kualitas guru, model pembelajaran, kurikulum, serta tingkat keberhasilan lembaga pendidikan sebagai penghasil lulusan yang diharapkan siap memasuki dunia kerja atau memenuhi kebutuhan stakeholder. Pendidikan memiliki kaitan yang sangat erat dengan lembaga pendidikan, karena lembaga pendidikan merupakan tempat memperoleh pendidikan secara formal. Setiap lembaga pendidikan bertujuan sama yakni menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat menguasai ilmu dan teknologi. Kebanyakan teori strategi pembelajaran didasarkan pada belajar berpendapat, bahwa arti dan pengetahuan dibangun oleh mahasiswa melalui proses informasi dan pengalaman sebelumnya (Olgren, 1998).
2 Olgren juga berpendapat bahwa kualitas hasil belajar tergantung pada seberapa baik pelajar mengatur dan mengintegrasikan informasi (Knowles & Kerkman, 2007). Dalam penyelenggaraan pendidikan ditemukan beberapa masalah yang kompleks yang pemecahannya tidak hanya cukup didekati secara ilmiah tetapi juga secara filosofis. Persoalan pembelajaran atau kegiatan belajar di kelas yang kadang-kadang dijumpai gejala yang tidak seimbang. Seorang dosen hanya sekedar menyampaikan bahan perkuliahan atau mengajar tetapi tidak dilandasi kesadaran untuk membuat mahasiswa paham, sehingga mahasiswa kurang respek dan tidak merespon dengan baik. Hal ini terbukti dari kenyataan banyaknya mahasiswa yang tidak menyelesaikan tugas-tugas tepat waktu, bahkan banyak yang drop out karena tidak mampu menyelesaikan tugas akhir. Kiat mencari dan memanfaatkan sumber belajar, keterampilan menulis, serta menganalisis masalah masih belum dikuasai oleh sebagian besar mahasiswa. Menurut Oxford (disitasi Ghazali, 2002), strategi pendidikan merupakan hal yang penting dalam kegiatan belajarmengajar di kelas, karena dengan strategi tersebut dosen dapat menciptakan kondisi belajar yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran. Selain itu, strategi pendidikan yang dipilih dan dipergunakan dengan baik oleh dosen dapat mendorong mahasiswa untuk aktif mengikuti kegiatan belajar di dalam kelas. Berkaitan dengan proses interaksi belajar mengajar ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan antara lain motivasi belajar dan metode pembelajaran. Motivasi belajar merupakan salah satu faktor internal yang cukup penting dalam proses belajar mengajar. Motivasi diperlukan untuk menumbuhkan minat terhadap pelajaran yang diajarkan oleh dosen, sedangkan metode pembelajaran juga salah satu faktor yang menentukan berhasil tidaknya proses belajar mengajar. Dengan metode yang tepat secara otomatis akan mendukung pencapaian tujuan pembelajaran,
3 sehingga kedua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar tersebut mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar (Asti, 2007). Pergeseran pendekatan dari pengajaran ke pembelajaran mengharuskan mahasiswa lebih mengambil inisiatif untuk belajar, sedangkan dosen berfungsi sebagai fasilitator. Hal ini mengharuskan dosen mampu mengelola kegiatan pembelajaran dengan baik. Tidak sedikit dosen yang mengalami kesulitan dalam mengelola kegiatan pembelajarannya yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang metode pembelajaran yang berpusat pada pembelajar. Untuk membantu para dosen, sangat perlu mengetahui beberapa metode esensial pembelajaran yang berpusat pada pembelajar student centered learning (SCL). Pengenalan mengenai strategi pembelajaran diharapkan dapat membantu dosen dalam memilih jenis metode pembelajaran yang paling cocok untuk mencapai kompetensi pembelajaran yang ingin dicapai dari satu mata kuliah. Walaupun pendekatan SCL telah ada sejak lama, penerapannya pada kegiatan pembelajaran yang sesungguhnya terjadi secara berangsur-angsur. Di Indonesia SCL masih menjadi topik yang populer pada saat ini terutama dikalangan pembelajaran tatap muka yang ditandai dengan muncul dan ramainya permintaan diskusi, ceramah, dan pelatihan tentang SCL. Diskusi dalam jaringan internet dalam bentuk mailing list ataupun blog dikalangan pengajar juga banyak memuat perbincangan tersebut. Perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta banyak menggunakan istilah SCL sebagai alat promosi meningkatkan daya jual oleh karena popularitasnya, sehingga perlu adanya penelahan yang rinci tentang apa dan bagaimana SCL dan implikasi penerapannya dalam kegiatan belajar mengajar, baik secara tatap muka maupun jarak jauh. Pembahasan dalam artikel ini selanjutnya menggunakan istilah guru dan siswa dalam pengertian secara umum. Guru juga meliputi dosen perguruan tinggi, demikian pula siswa mencakup juga mahasiswa (Nugraheni, 2007).
4 Untuk dapat mengimplementasikan SCL dengan baik, strategi belajar mengajar harus diadaptasikan atau dipilih dari berbagai alternatif yang ada. Strategi yang dipilih tentunya yang menekankan dan mendorong mahasiswa lebih aktif dalam mendapatkan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan. Selain itu, strategi belajar tersebut akan membuat mahasiswa lebih sadar untuk melakukan kegiatan belajar. Sebagai tambahan, perlu dipertimbangkan pula kegiatan yang mendorong interaksi mahasiswa dalam kerjasama kelompok (O Neill & McMahon, 2005). Motivasi belajar setiap orang, satu dengan yang lainnya, bisa jadi tidak sama. Biasanya, hal tersebut bergantung pada yang diinginkan orang yang bersangkutan. Motivasi belajar merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi belajar dan hasil belajar. Seseorang yang memiliki motivasi dan strategi belajar mempunyai kecenderungan mencurahkan segala kemampuannya untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Dalam proses pembelajaran sangat dibutuhkan motivasi dan strategi belajar mahasiswa. Motivasi belajar tidak sama antara mahasiswa yang satu dengan mahasiswa lainnya. Motivasi dalam diri seseorang tidak tetap, kadangkadang kuat, kadang-kadang lemah, bahkan pada suatu saat motivasi belajar dapat hilang sama sekali. Motivasi belajar mahasiswa yang rendah menyebabkan mereka tidak menyukai materi perkuliahan, sehingga mengalami kesulitan menerima dan menguasai mata kuliah. Untuk mengatasi masalah tersebutdi atas diperlukan sebuah strategi pendidikan yang mampu menolong dan relevan dengan kondisi mahasiswa. Strategi pendidikan harus dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan mahasiswa yang memiliki motivasi tinggi serta sesuai juga dengan mahasiswa yang memiliki motivasi belajar yang rendah. Strategi belajar bukan saja memberikan kemudahan bagi mahasiswa, namun juga memudahkan dosen untuk menyampaikan pesan pembelajaran.
5 Saat ini Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin sudah menerapkan strategi pendidikan student centred learning (SCL) dengan metode pembelajaran collaborative learning dan problem-based learning (PBL), pembelajaran collaborative learning akan ditinggalkan dan pembelajaran di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin akan sepenuhnya menggunakan metode pembelajaran problem based learning. Perubahan proses pembelajaran dari teaching ke learning oleh universitas, tahun 2008/2009 menjadi awal pelaksanaan sistem SCL (student centered learning). Dalam pelaksanaan perubahan kurikulum tersebut telah dilakukan langkah-langkah seperti beberapa kali lokakarya seperti mapping mata kuliah dengan kontennya untuk mengetahui adanya tumpang tindih, penyusunan konsep kurikulum baru, lokakarya pelatihan pembuatan modul, pelatihan sebagai tutor, pelatihan pembuatan soal berbasis kasus dan bench marking kebeberapa universitas di Indonesia. Keadaan ini membuat penerapan kurikulum dilaksanakan dalam dua bentuk yaitu kurikulum 2003 dan kurikulum baru berbasis kompetensi. Menurut Rohlin et al. (1998, disitasi Bondemark, 2004), mahasiswa bekerja melalui masalah dalam kelompok belajar kecil enam sampai delapan mahasiswa, dipimpin oleh seorang fasilitator (dosen). Masalah yang harus dipecahkan disajikan dalam bentuk yang ditentukan berisi ilmu-ilmu dasar kedokteran gigi klinis. Format ini mengharuskan mahasiswa untuk mendefinisikan masalah, menghasilkan hipotesis, menentukan pengetahuan yang kurang dalam kelompok, mengalokasikan tugas penelitian, membuat keputusan, menguji hipotesis dan akhirnya memecahkan masalah. Menurut Khoo et al. (2003), Fakultas Kedokteran Universitas di Colombo memperkenalkan kurikulum baru pada tahun 1995 dengan PBL sebagai metode pembelajaran. Alasan untuk memiliki PBL sebagai bagian dari kurikulum didasarkan pada keuntungan mahasiswa dari pendekatan mandiri dan mendalam untuk belajar, sekaligus meningkatkan motivasi dan kenikmatan belajar. Setelah satu tahun, dalam survei yang dilakukan
6 lebih dari 50% setuju bahwa mereka telah memperoleh kemajuan komunikasi dan keterampilan pemecahan masalah. Melihat pentingnya penggunaan metode pada setiap proses pembelajaran seperti yang dikemukakan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti motivasi dan strategi belajar mahasiswa pada collaborative learning dan problem-based learning di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, dapat diajukan suatu rumusan permasalahan sebagai berikut: Adakah perbedaan motivasi dan strategi belajar mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin pada collaborative learning dan problembased learning? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui perbedaan motivasi dan strategi belajar mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin pada collaborative learning dan problem based learning. 2. Tujuan khusus Untuk mengetahui motivasi dan strategi belajar mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin pada collaborative learning dan problem based learning. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi lembaga Untuk memperoleh pengetahuan atau informasi tentang perbedaan strategi pendidikan dengan motivasi belajar dan strategi belajar sebagai tambahan informasi dan referensi bagi mahasiswa.
7 2. Bagi peneliti a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu motivasi belajar dan strategi belajar mahasiswa pada collaborative learning dan problem based learning di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin b. Untuk meningkatkan keilmuan dibidang penelitian dan cara-cara penelitian yang baik. c. Untuk memberikan informasi yang berguna untuk penelitian lebih lanjut khususnya tentang perbedaan collaborative learning dan problem based learning dengan motivasi dan strategi belajar mahasiswa. 3. Bagi mahasiswa Hasil penelitian dapat memberikan dorongan pada mahasiswa untuk lebih memahami arti pentingnya collaborative learning dan problem based learning dengan motivasidan strategi belajar mahasiswa. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang motivasi dan strategi belajar mahasiswa sering dilakukan, tetapi sejauh ini peneliti belum menemukan penelitian tentang motivasi dan strategi belajar mahasiswa pada collaborative learning dan problem based learning di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. Adapun penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain: 1. Clark, Ernst, dan Scales (2009), dengan judul Motivasi dan strategi belajar pada dasar-dasar pendidikan kursus grafis. Penelitian tersebut melakukan penilaian motivasi dan strategi belajar menggunakan motivated strategies for learning questionnaire (MSLQ) dengan penelitian survei. Evaluasi statistik chi-kuadrat dan nilai proporsional
8 terkait dengan setiap komponen MSLQ dengan tingkat signifikansi (0,05). 2. Cheang (2009), dengan judul Pengaruh learner-centered pengajaran tentang motivasi dan strategi belajar di program Farmakoterapi tahun ketiga. Tujuan untuk mengembangkan, mengimplentasikan dan menilai pendekatan learner-centered untuk mengajar program Farmakoterapi tahun ke tiga doktor farmasi. Metode: MSLQ diberikan sebelum dan sesudah mahasiswa mengambil perkuliahan. Respon mahasiswa terhadap pendekatan learner-centered dan karakteristik yang berhubungan dangan skor MSLQ dievaluasi. Hasilnya: Mahasiswa berespon positif terhadap pendekatan learner-centered. 3. Pujadi (2007), dengan judul Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa: studi kasus pada Fakultas Ekonomi Universitas Bunda Mulia. Tujuannya adalah mengetahui karakteristik motivasi belajar mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Bunda Mulia, perbedaan motivasi belajar antara mahasiswa yang berbeda gender, jurusan dan tahun angkatan, serta hubungan antara motivasi belajar mahasiswa dengan faktor intrinsik dalam dirinya dan faktor-faktor ekstrinsik (lingkungan belajarnya), seperti kualitas dosen, materi kuliah, metode perkuliahan, kondisi dan suasana ruang kuliah dan fasilitas perpustakaan. Penelitian tersebut menggunakan metode deskriptif dan metode induktif. 4. Ramdhany (2007), melakukan penelitian yang berjudul Hubungan antara minat danmotivasi mahasiswa mengikuti pembelajaran klinik keperawatan dengan pencapaian target keterampilan klinik di Akper Muhammadiyah Samarinda, Kalimantan Timur. Metode penelitiannya adalah deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional dan analisis datadengan spearman rank. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa minat belajar mahasiswa mayoritas adalah tinggi (47,8%), motivasi belajar mahasiswa mayoritas adalah sangat tinggi (65,1%).
9 5. Giyanto (2010), dengan judul Pengaruh metode pembelajaran dan motivasi belajar terhadap kompetensi komunikasi terapetik mahasiswa program profesi ners. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui: a) Perbedaan pengaruh antara metode pembelajaran bedside teaching dengan metode pembelajaran demonstrasi terhadap kompetensi komunikasi terapetik pada mahasiswa program profesi ners, b) Perbedaan pengaruh antara motivasi belajar tinggi dengan motivasi belajar rendah terhadap kompetensi komunikasi terapetik mahasiswa program profesi ners, c) Interaksi pengaruh antara metode pembelajaran dengan motivasi belajar terhadap kompetensi komunikasi terapetik mahasiswa. Rancangan penelitian yang digunakan adalah eksperimen dengan pendekatan pretest-posttest control group design. Penelitian tersebut menggunakan tes objektif untuk mengukur kemampuan kognitif komunikasi terapetik mahasiswa. Analisis data menggunakan uji t (ttest) untuk sampel berkorelasi dan anava dua jalur (two-way anova). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: a) Terdapat perbedaan pengaruh yang bermakna antara metode pembelajaran bedside teaching dengan metode pembelajaran demonstrasi terhadap kompetensi komunikasi terapetik mahasiswa. b) Terdapat perbedaan pengaruh yang bermakna antara motivasi belajar tinggi dengan motivasi belajar rendah terhadap kompetensi komunikasi terapetik mahasiswa. c) Tidak terdapat interaksi pengaruh antara metode pembelajaran dengan motivasi belajar dengan kompetensi komunikasi terapetik mahasiswa.