KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA KEPAILITAN YANG DALAM PERJANJIANNYA TERCANTUM KLAUSUL ARBITRASE

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

PERAN PENGADILAN NIAGA SEBAGAI LEMBAGA PENYELESAIAN PERKARA KEPAILITAN

Oleh : A.A. Nandhi Larasati Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

MEKANISME PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT MELALUI PENGADILAN NIAGA I Gede Yudhi Ariyadi A.A.G.A Dharmakusuma Suatra Putrawan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KETIGA (NATUURLIJKE PERSOON) DALAM HUKUM KEPAILITAN TERKAIT ADANYA ACTIO PAULIANA

Heri Hartanto - FH UNS

PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN NIAGA PADA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT OLEH MAHKAMAH AGUNG TERKAIT DENGAN PUTUSAN PAILIT PT. DIRGANTARA INDONESIA

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP DEBITOR YANG MELAKUKAN PERJANJIAN PEMISAHAAN HARTA PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya. tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku

PENGATURAN DAN PENERAPAN PRINSIP PARITAS CREDITORIUM DALAM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA

KOMPETENSI PENGADILAN NIAGA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA KEPAILITAN YANG MEMUAT KLAUSULA ARBITRASE SKRIPSI

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITOR

BAB I PENDAHULUAN. yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh

AKIBAT HUKUM KEPAILITAN SUAMI/ISTRI TERHADAP HARTA BERSAMA SUAMI-ISTRI TANPA PERJANJIAN KAWIN. Oleh Putu Indi Apriyani I Wayan Parsa

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah

ABSTRACT. Bankruptcy is a general confiscation of all property and the administration

PERAN NOTARIS DI DALAM PEMBUATAN AKTA YANG MEMUAT KLAUSA ARBITRASE DAN IMPLIKASI HUKUMNYA

Oleh Gede Irwan Mahardika Ngakan Ketut Dunia Dewa Gede Rudy Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

KEPAILITAN PERUSAHAAN INDUK TERHADAP PERUSAHAAN ANAK DALAM GRUP

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan sekarang tidak terlepas dari suatu krisis moneter yang melanda hampir

HAK-HAK NORMATIF PEKERJA PADA PERUSAHAAN YANG DINYATAKAN PAILIT

PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA

AKIBAT KEPAILITAN TERHADAP ADANYA PERJANJIAN HIBAH

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

TANGGUNG JAWAB KURATOR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT DI KABUPATEN BADUNG

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DALAM HAL TERJADI KEPAILITAN SUATU PERUSAHAAN ASURANSI

KEPASTIAN HUKUM OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PROSES KEPAILITAN PERUSAHAAN EFEK

Universitas Kristen Maranatha

TANGGUNG JAWAB SEKUTU TERHADAP COMMANDITAIRE VENNOOTSCHAP ( CV ) YANG MENGALAMI PAILIT

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

KEPAILITAN DEBITUR YANG TERIKAT PERKAWINAN YANG SAH DAN TIDAK MEMBUAT PERJANJIAN PERKAWINAN ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. disalurkan oleh perbankan syari ah. Seperti yang disebutkan dalam Undang-

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

SUBROGASI SEBAGAI UPAYA HUKUM TERHADAP PENYELAMATAN BENDA JAMINAN MILIK PIHAK KETIGA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

Oleh : Ayu Diah Listyawati Khesary Ida Bagus Putu Sutama. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

UPAYA BANK DALAM PENYELAMATAN DAN PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan sejumlah uang misalnya, dapat meminjam dari orang

KEKUATAN HUKUM DARI HASIL MEDIASI DI PENGADILAN

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

EKSEKUSI KREDIT MACET TERHADAP HAK TANGGUNGAN

TANGGUNG JAWAB KURATOR PADA TENAGA KERJA YANG DI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) AKIBAT DARI PERSEROAN TERBATAS YANG DINYATAKAN PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

Indikator Insolvensi Sebagai Syarat Kepailitan Menurut Hukum Kepailitan Indonesia. Oleh : Lili Naili Hidayah 1. Abstrak

TANGGUNG JAWAB KURATOR ATAS PENJUALAN ASET MILIK DEBITOR YANG TELAH DINYATAKAN PAILIT DIHUBUNGKAN DENGAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA KREDITOR ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi tersebut. Modal yang dimiliki oleh para pengusaha

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KURATOR DALAM MENJALANKAN TUGAS PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT

HPI PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV. By Malahayati, SH, LLM

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

PENOLAKAN WARIS BERDASARKAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA

PENYELESAIAN SENGKETA PENANAMAN MODAL ASING DI BALI

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM HAL BENDA JAMINAN BERALIH

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

KETENTUAN PENANGGUHAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN OLEH KREDITUR SEPARATIS AKIBAT ADANYA PUTUSAN PAILIT. Oleh :

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

CARA MENGAJUKAN GUGATAN DAN PERUBAHAN GUGATAN DALAM PRAKTEK PERADILAN HUKUM ACARA PERDATA

PERLINDUNGAN HUKUM DAN PEMBUKTIAN ATAS PELANGGARAN MEREK TERDAFTAR

PENGARUH UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DAN UNDANG- UNDANG HAK TANGGUNGAN TERHADAP KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN APABILA DEBITUR PAILIT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB I PENDAHULUAN. Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini.

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN PERKARA HUTANG PIUTANG ANTARA BANK CIMB NIAGA DENGAN PT. EXELINDO CELULLAR UTAMA

BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITUR. 1. Akibat kepailitan terhadap harta kekayaan debitur pailit

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

PELAKSANAAN TUGAS KURATOR DALAM MENGURUS HARTA PAILIT BERDASARKAN PASAL 72 UNDANG UNDANG NO

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (BNI) KANTOR CABANG UNIT (KCU) SINGARAJA

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang terbaik kepada para tertanggung. Berbagai cara dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H

BAB III KOMPETENSI PENGADILAN YANG BERWENANG MENYELESAIKAN PERSELISIHAN JUMLAH UTANG PAJAK DEBITOR PAILIT

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

AKIBAT HUKUM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP STATUS SITA DAN EKSEKUSI JAMINAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

LEMBAGA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH BANK PENGGUNA AUTOMATED TELLER MACHINE (ATM)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

ABSTRAK. Kata Kunci : Asas Pembuktian Sederhana, Kepailitan, Alternatif Penyelesaian Sengketa.

AKIBAT HUKUM BERAKHIRNYA HUBUNGAN KERJA PADA PERUSAHAAN YANG DINYATAKAN PAILIT

AKIBAT HUKUM TERHADAP PEMBELI YANG MELAKUKAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI SEPEDA MOTOR

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang. mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam

PERTANGGUNGJAWABAN SEKUTU DALAM PERSEKUTUAN KOMANDITER YANG MENGALAMI KEPAILITAN

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKIBAT HUKUM JAMINAN FIDUSIA YANG BELUM DI DAFTARKAN TERHADAP PEMINJAMAN KREDIT PADA BANK

Transkripsi:

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA KEPAILITAN YANG DALAM PERJANJIANNYA TERCANTUM KLAUSUL ARBITRASE Oleh Ni Made Asri Alvionita I Nyoman Bagiastra Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT In a trade practice of the community, an agreement between the debtor and the creditor, often containing an arbitration clause. When disputes arise bankruptcy, appears polemic which agency has the authority to resolve the dispute bankruptcy, whether the Commercial Court or Arbitration. The purpose of this study was to determine which agency has the authority to resolve disputes in the event of any bankruptcy arbitration clause in the agreement. The method used in the writing of a scientific journal is a normative study. Under the Bankruptcy Act, the Commercial Court is an institution of the most competent to resolve disputes in bankruptcy despite specifying the arbitration clause in the agreement, because arbitration is considered as extra judicial authority which can not be ruled out as an extra ordinary commercial court. Keywords: Dispute Resolution, Bankruptcy, Court, Arbitration ABSTRAK Dalam praktek berdagang dimasyarakat, dalam perjanjian antara debitor dan kreditor, sering memuat klausul arbitrase. Saat timbul sengketa kepailitan, muncul polemik lembaga mana yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa kepailitan, apakah Pengadilan Niaga atau Badan Arbitrase. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lembaga mana yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa kepailitan dalam hal adanya klausul arbitrase dalam perjanjiannya. Metode yang digunakan dalam penulisan jurnal ilmiah ini adalah penelitian normatif. Berdasarkan Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepalitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK), Pengadilan Niaga merupakan lembaga yang paling berwenang untuk menyelesaikan sengketa kepailitan walaupun di dalam perjanjiannya mencatumkan klausul arbitrase, karena arbitrase dianggap sebagai extra judicial yang tidak bisa mengesampingkan kewenangan pengadilan niaga sebagai extra ordinary. Kata kunci : Penyelesaian Sengketa, Kepailitan, Pengadilan Negeri, Arbitrase I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyelesaian sengketa kepailitan sebelum berlakunya Undang Undang Nomor 4 tahun 1998 tentang Kepailitan dilaksanakan oleh Peradilan umum. Namun semenjak diberlakukannya Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tersebut, Pengadilan Niaga mengambil peran dalam penyelesaian sengketa kepailitan. Pengadilan niaga berwenang untuk memeriksa dan memutus sengketa kepailitan, dan perkara perkara lain di bidang perniagaan yang 1

pengaturannya dilakukan dengan peraturan pemerintah, seperti HKI (misalnya hak cipta, paten, merek). 1 Selain penyelesaian sengketa melalui peradilan formal, di Indonesia juga dikenal Penyelesaian Sengketa di luar pengadilan yaitu Penyelesaian Sengketa alternatif dan Arbitrase. Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak yang bersengketa. Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya yang sengketa yang bersifat hukum perdata dan hukum dagang. Menurut Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS), apabila dalam sengketa perdata dagang, perjanjian yang memuat klausul arbitrase, maka penyelesaian sengketanya harus melalui lembaga arbitrase, sehingga pengadilan negeri wajib menolak dan menyatakan tidak berwenang untuk mengadili perkara tersebut. Dalam penyelesaian sengketa perkara kepailitan timbul polemik mengenai kewenangan antara pengadilan niaga dengan lembaga arbitase dalam hal penyelesaian sengketa yang perjanjiannya memuat klausul arbitase. 1.2. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lembaga manakah yang lebih berwenang untuk mengadili sengketa kepailitan yang dalam perjanjiannya memuat klausul arbitrase. II. ISI MAKALAH 2.1. METODE PENELITIAN Dalam penulisan jurnal ilmiah ini jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dan penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka dan data sekunder. Pengaturan mengenai Penyelesaian sengketa kepailitan yang di atur dalam Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang 2 Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK), dan pengaturan mengenai penyelesaian sengketa yang mengandung klausul arbitase yang di atur dalam Undang Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Perundang-undangan (statute approach). 2009, hal. 2 1 Rahayu Hartini, Penyelesaian Sengeta Kepailitan di Indonesia, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta,

2.2. HASIL DAN PEMBAHASAN 2.2.1. Kewenangan Pengadilan Niaga dan Lembaga Arbitrase Pengadilan Niaga adalah institusi pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang berada di bawah institusi pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman yang berada di bawah Mahkamah Agung. Pengadilan niaga berwenang menerima, memeriksa dan memutus perkara kepailitan, perkara PKPU dan perkara lain di bidang perniagaan meliputi Perkara Desain Industri, Perkara Desain Tataletak Sirkuit Terpadu, Perkara Paten, Perkara Merek, dan Perkara Hak Cipta. 2 Asas Pengadilan Niaga yang tercantum dalam penjelasan umum alinea enam UUK yaitu adil, cepat, terbuka, dan efektif. 3 Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dibentuk di Indonesia pada tanggal 3 Desember 1977 berdasarkan surat keputusan KADIN Nomor SKEP/152/DPH/1977 tanggal 30 Nopember 1977. BANI merupakan badan arbitrase tetap dalam menangani sengketa perdata yang timbul di bidang perdagangan, industri dan keuangan, baik yang bersifat nasional maupun internasional, selain itu BANI juga menerima permintaan yang diajukan oleh para pihak dalam suatu perjanjian untuk memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu persoalan berkenaan dengan perjanjian tersebut. 4 Dalam pasal 1 angka 3 Undang - Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) disebutkan bahwa perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam perjanjian tertulis yang dibuat oleh para pihak sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat oleh para pihak setelah timbul sengketa. Dalam pasal 3 Undang - Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS disebutkan dengan adanya klausula arbitrase tersebut, maka pengadilan tidak berwenang untuk memeriksa sengketa yang terjadi diantara para pihak. 2.2.2. Kewenangan Penyelesaian Sengketa Kepailitan dalam Hal Adanya Klausul Arbitrase dalam Perjanjiannya Berdasarkan Undang Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS, pada pasal 11 ayat (2) apabila terdapat sengketa perdata dagang yang dalam perjanjiannya memuat klausul arbitrase harus diselesaikan oleh lembaga arbitrase, dan pengadilan negeri 2 Syamsudin M.Sinaga, Hukum Kepailitan Indonesia, Tatanusa, Jakarta, 2012, hal. 325 3 Ibid, hal. 329 4 M. Khoidin, Hukum Arbitrase Bidang Perdata,Aswaja.Yogyakarta,2013,hal.8 3

wajib menolak dan menyatakan tiak berwenang untuk mengadilinya apabila perkara tersebut diajukan. Menurut Poerwadarminta, pailit artinya bangkrut dan bangkrut artinya menderita kerugian besar hingga jatuh (perusahaan, toko, dan sebagainya). 5 Dalam Undang Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU (UUK) pada pasal 1 butir 1 mendefinisikan Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah Pengawasan Hakim Pengawas. Seseorang (debitor) dapat dinyatakan pailit, apabila memenuhi persyaratan, yaitu memiliki dua atau lebih kreditor yang ditunggaki utang yang sudah jatuh tempo dan tidak bisa dilunasi oleh debitor. Permohonan pailit dapat diajukan oleh Debitur sendiri (pasal 2 ayat (1) UUK), seorang kreditur atau lebih (pasal 2 ayat (1) UUK), Kejaksaan (pasal 2 ayat (2) UUK), Bank Indonesia (pasal 2 ayat (3) UUK). Dalam praktek perdagangan sehari hari, sering kita jumpai adanya klausul arbitrase dalam perjanjiannya. Muncul pertanyaan dalam pemikiran kita semua, mengenai siapa yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa kepailitan tersebut. Berdasarkan UUK pada pasal 300 ayat (1), dinyatakan secara tegas, bahwa Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam undang undang ini, selain memeriksa dan memutus permohonan pernyataan pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, berwenang pula memeriksa dan memutus perkara lain di bidang perniagaan yang penetapannya dilakukan dengan undang undang. Berdasarkan pasal tersebut, secara tegas sudah dinyatakan bahwa Pengadilan Niaga, berhak untuk memutus, dan memeriksa Permohonan Pernyataan Pailit dan PKPU. Pada pasal 303 UUK dinyatakan bahwa Pengadilan tetap berwenang memeriksa dan menyelesaikan permohonan pernyataan pailit dari para pihak yang terikat perjanjian yang memuat klausul arbitrase, sepanjang utang yang menjadi dasar permohonan pailit telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) undang undang ini. Pasal 2 ayat 1 UUK menyatakan bahwa debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit 5 Jono, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal.1 4

dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Asas Lex Spesialis Derogat Legi Generali yaitu asas yang menyatakan bahwa undang undang yang lebih khusus mengesampingkan undang undang yang lebih umum. Apabila kita membandingan antara UUK dengan Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS, UUK merupakan undang undang yang lebih khusus (Special Law) karena hanya mengatur hal hal kepailitan, sedangkan Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS tidak hanya mengatur hal hal kepalitan, namun mengatur secara keseluruhan penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan sehingga undang undang ini bersifat lebih umum (General Law). Hal ini juga didukung dengan adanya Putusan Mahkamah Agung dalam Kasus Kepailitan antara PT. Enindo dan Kawan melawan PT. Putra Putri Fortuna dan Kawan dengan salah satu putusan yang menegaskan bahwa tentang klausul arbitrase dalam hubungannya dengan Pengadilan Niaga, Mahkamah Agung mempertimbangkan berdasarkan pasal 280 ayat (1) dan (2) Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1998 dan penjelasannya, maka status hukum dan kewenangan(legal status and power) pengadilan niaga mempunyai kapasitas hukum(legal capacity) untuk menyelesaikan permohonan pailit. Berdasarkan penjelasan pasal 3 Undang - Undang Nomor 14 tahun 1970 jo. Pasal 377 HIR dan Pasal 615-651 Rv. bahwa klausul arbitrase sebagai sebagai extra judicial dan yurisprudensi telah mengakui legal effect, maka badan arbitrase mempunyai kewenangan absolut akan tetapi kewenangan absolut (extra judicial) tersebut tidak dapat mengesampingkan kewenangan pengadilan niaga (extra ordinary) yang secara khusus diberi kewenangan untuk memeriksa masalah kepailitan sebagaimana ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang Nomor 4 tahun 1998 yang telah ditetapkan menjadi UUK III. KESIMPULAN Dari pembahasan yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan yaitu Dalam perjanjian yang memuat klasul arbitase, penyelesain sengketa kepailitan tetap menjadi kewenangan Pengadilan Niaga, karena walaupun Badan Arbitrase mempunyai kewenangan absolut (extra judicial) yang diatur dalam pasal 3 Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS tidak dapat mengesampingkan kewenangan Pengadilan Niaga 5

(extra ordinary) yang diatur dalam pasal 303 UUK. Dengan kata lain, berdasarkan asas Lex Specialis Derogat Legi Generali, UUK berkedudukan sebagai Special Law dan Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase sebagai General Law. Sehingga peraturan peraturan yang tercantum dalam UUK akan didahulukan dibandingkan dalam Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS. DAFTAR PUSTAKA BUKU BUKU Jono, 2010, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika: Jakarta M. Khoidin, 2013, Hukum Arbitrase Bidang Perdata, Aswaja :Yogyakarta Rahayu Hartini, 2009, Penyelesaian Sengeta Kepailitan di Indonesia, Kencana Prenada Media Grup: Jakarta Syamsudin M.Sinaga, 2012, Hukum Kepailitan Indonesia, Tatanusa : Jakarta PERATURAN PERUNDANG UNDANG Undang Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Undang Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS Putusan Mahkamah Agung Nomor : 013 PK/ N/ 1999 dalam Kasus Kepailitan antara PT. Enindo dan Kawan melawan PT. Putra Putri Fortuna dan Kawan. 6